Masalah Gizi Kurang Faktor yang Mempengaruhi secara Langsung. Faktor yang Mempengaruhi secara Tidak Langsung

19 c. BBU , TBU dan BBTB rendah ; anak mengalami kurang gizi berat dan kronis. Artinya pada saat ini keadaan gizi anak tidak baik dan riwayat masa lalunya juga tidak baik. d. BBU, TBU dan BBTB normal ; kesimpulannya keadaan gizi anak baik pada saat ini dan masa lalu. e. BBU rendah; TBU normal; BBTB rendah ; kesimpulannya anak mengalami kurang gizi yang berat kurus, keadaan gizi anak secara umum baik tetapi berat badannya kurang proporsional terhadap tinggi badannya karena tubuh anak jangkung.

2.7. Masalah Gizi Kurang

WHO pada tahun 1963 menyatakan bahwa dari segi kesehatan masyarakat, gizi kurang merupakan masalah terbesar di dunia. Suatu masyarakat disebut tidak mempunyai masalah kesehatan masyarakat bila 95 balita berstatus gizi baik antara -2 SD sd +2 SD. Dan dikatakan mempunyai masalah kesehatan masyarakat bila terdapat 2 gizi kurang -2 SD sd -3 SD atau 0,5 gizi buruk -3 SD. Gizi kurang merupakan gangguan akibat kekurangan atau ketidakseimbangan zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan. Kurang gizi meliputi kurang gizi makro dan kurang gizi mikro. Secara nasional ada 4 masalah gizi kurang utama di Indonesia yaitu: kurang kalori dan protein KKP, kekurangan vitamin A, kekurangan zat besi dan anemia gizi besi, dan gangguan akibat kurang yodum GAKY. Angka kematian yang tinggi pada bayi, anak balita, ibu melahirkan dan menurunnya daya kerja fisik, terganggunya perkembangan mental dan kecerdasan Universitas Sumatera Utara 20 jika di telusuri adalah akibat langsung maupun tidak langsung dari kekurangan asupan gizi Supariasa, 2002.

2.8. Epidemiologi Gizi Kurang

Epidemiologi gizi merupakan penerapan teknik epidemiologi dalam upaya memahami penyebab kausa dalam populasi yang terpajan dengan satu atau lebih faktor gizi yang diyakini sangat penting, dan juga untuk dapat menggambarkan distribusi serta frekuensi dari permasalahan gizi.

2.8.1. Distribusi dan Frekuensi Balita Gizi Kurang a

Orang Bagi bayi non BBLR, pada umunya mereka mempunyai status gizi saat lahir yang kurang lebih sama dengan status gizi bayi yang lahir di Amerika. Akan tetapi seiring bertambnahnya umur, disertai dengan adanya asupan zat gizi yang lebihrendah dibandingkan kebutuhan serta tingginya beban penyakit infeksi pada awal-awal kehidupan maka sebagian besar bayi Indonesia terus mengalami penurunan statu gizi, puncaknya pada umur kurang lebih 18-24 bulan. Pada kelompok ini balita kurus wasting dan balita pendek stunting mencapai tertinggi. Melewati umur 24 bulan, status gizi balita umumnya mengalami perbaikan meskipun tidak sempurna Hadi, 2005. Di Indonesia ditribusi balita gizi kurang menurut jenis kelamin, prevalensi gizi kurang pada balita laki-laki lebih tinggi dibangingkan balita perempuan yaitu secara berturut-turut 13,9 dan 12,1. Sedangkan menurut kelompok umur 24-35 bulan yakni sebesar 15,4 Riskesdas, 2010. Universitas Sumatera Utara 21 b Tempat dan Waktu Pada periode tahun 1996-2005 Indonesia menduduki posisi ke-4 tertinggi angka kekurangan gizi pada balita yaitu sebesar 28 setelah Timor Leste 46, Kamboja 45, dan Myanmar 32. Dibandingkan dengan negara yang rendah persentasinya yaitu Malaysia 11 dan Thailand 18, Indonesia masih jauh tinggi. Pada tahun 2007 prevalensi anak balita yang mengalami gizi kurang dan pendek masing-masing 18,4 dan 36,8 sehingga Indonesia termasuk di antara 36 negara di dunia yang memberi 90 kontribusi masalah gizi dunia. Pada tahun 2010 prevalensi gizi kurang dan pendek secara nasional menurun menjadi masing-masing 17,9 dan 35,6, tetapi masih terjadi disparitas antar provinsi yang perlu mendapat penanganan masalah yang sifatnya spesifik di wilayah rawan Direk Gizi RI, 2004. provinsi yang masing berada diatas prevalensi nasional adalah 1. Nusa Tenggara Barat 30,5, 2. Nusa Tenggara Timur 29,4, 3. Kalimantan Barat 29,2, 4. Kalimantan Tengah 27,6, 5. Sulawesi Tengah 26,5, 6. Papua Barat 26,5, 7. Gorontalo 26,5, 8. Maluku 26,2, 9. Sulawesi Tengah 25, 10. Aceh 23, 11. Maluku Utara 23,6, 12. Kalimantan Selatan 22,8, 13. Sulawesi Tenggara 22,8, 14. Sumatera Utara 21,3, 15. Sulawesi Barat 20,5, 16. Sumatera Selatan 19,9, 17. Jambi 19,7 dan 18. Banten 18,5. Riskesdas, 2010.

2.8.2. Faktor Determinan Balita Gizi Kurang

Bagan dibawah ini menyajikan berbagai faktor penyebab kekurangan gizi yang diperkenalkan oleh UNICEF dan telah disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Universitas Sumatera Utara 22 Gambar 2.1 Kerangka Pikir Penyebab Masalah Gizi Sumber: UNICEF 1990, disesuaikan dengan kondisi Indonesia. Pola Asuh Pemberian ASIMP- ASI Pola Asuh Psikososial Penyediaan MP-ASI Ketersediaan dan Pola Konsumsi Rumah tangga Status Gizi Anak Balita Daya Beli, Akses Pangan, Akses Informasi, Akses Pelayanan Status Infeksi Konsumsi Makanan Kemiskinan, ketahanan Pangan dan Gizi, Pendidikan Pembangunan Ekonomi, Politik, Sosial, dan Budaya Pelayanan Kesehatan Dan Lingkungan Dampak Penyebab Langsung Penyebab Tidak Langsung Akar Masalah Universitas Sumatera Utara 23 Dari gambar diatas, terlihat bahwa terdapat dua faktor yang mempengaruhi status gizi anak balita baik secara langsung maupun tidak langsung.

a. Faktor yang Mempengaruhi secara Langsung.

Faktor yang mempengaruhi secara langsung yaitu faktor kurang makanan dan penyakit infeksi dan keduanya saling mendorong mempengaruhi. Sebagai contoh bayi dan anak yang tidak mendapatkan ASI dan makanan pendamping ASI yang tepat memiliki daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah terserang penyakit infeksi. Sebaliknya penyakit infeksi sepert diare dan infeksi saluran pernafasan akut ISPA mengakibatkan asupan zat gizi tidak dapat diserap tubuh dengan baik Direk Gizi RI, 2004.

b. Faktor yang Mempengaruhi secara Tidak Langsung

1. Tidak Mendapatkan Air Susu Ibu ASI ASI merupakan sumber nutrisi yang sangat penting bagi bayi dan dalam jumlah yang cukup dapat memenuhi kebutuhan gizi bayi selama 4-6 bulan pertama. ASI mengandung berbagai komposisi zat gizi yaitu protein, karbohidrat glukosa, galaktosa,dan glukosamin, lemak, mineral, vitamin dan air. ASI juga mengandung antibodi yang dapat melindungi bayi dari berbagai penyakit infeksi. 2. Daya Beli dan Ketahanan Pangan Keluarga Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarga dalam jumlah yang cukup dan baik mutunya. Daya beli keluarga dipengaruhi oleh faktor harga dan pendapatan keluarga. Jika daya beli rendah maka akan berpengaruh pada ketahanan pangan keluarga, sehingga konsumsi pangan juga berkurang yang dampaknya bisa kepada gangguan gizi. Universitas Sumatera Utara 24 3. Pola Asuh Gizi Pola asuh gizi yang salah dapat memberikan kontribusi kejadian gizi kurang pada balita. Pemberian makanan pendamping ASI yang tidak tepat, karena diberikan terlalu dini atau terlambat, jumlahnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan dan perkembangan bayi pada setiap tahapan usia dan tidak bergizi seimbang untuk memenuhi asupan kalori, protein dan gizi mikro vitamin dan mineral. Hanya 41 keluarga yang mempunyai perilaku pemberian makanan bayi yang benar Direk Gizi RI, 2004. 4. Jumlah Anak dalam Keluarga Jumlah anak akan mempengaruhi status gizi anak dalam keluarga tak terkecuali anak balita. Dengan banyaknya jumlah anak dalam keluarga maka kebutuhan makanan yang seharusnya hanya diberikan pada satu anak akan terbagi dengan anak yang lain yang sama-sama memerlukan gizi yang optimal. Anak-anak yang tumbuh dalam suatu keluarga miskin adalah paling rawan terhadap kurang gizi diantara seluruh anggota keluarga dan anak yang paling kecil biasanya paling terpengaruh oleh kekurangan pangan. Sebagian memang demikian, sebab seandainya keluarga bertambah maka pangan untuk setiap anak berkurang dan banyak orangtua tidak menyadari bahwa anak-anak yang sangat muda memerlukan pangan relatif lebih banyak daripada anak-anak yang lebih tua. 5. Tingkat Pendidikan Ibu Tinggi rendahnya tingkat pendidikan ibu erat kaitannya dengan tingkat pengetahuan terhadap perawatan kesehatan, higiene pemeriksaan kehamilan dan pasca persalinan, serta kesadaran terhadap kesehatan Tingkat pendidikan turut pula Universitas Sumatera Utara 25 menentukan mudah tidaknya seseorang menyerap dan memahami pengetahuan gizi yang mereka peroleh. Hal ini bisa dijadikan landasan untuk membedakan metode penyuluhan yang tepat. Dari kepentingan gizi keluarga, pendidikan diperlukan agar seseorang lebih tanggap terhadap adanya masalah gizi didalam keluarga dan bisa mengambil tindakan secepatnya. 6. Pengetahuan Gizi Ibu Pengetahuan gizi sangat diperlukan agar dapat mengatasi masalah yang timbul akibat konsumsi gizi. Wanita khususnya ibu sebagai orang yang bertanggung jawab terhadap konsumsi makanan bagi keluarga, ibu harus memiliki pengetahuan tentang gizi baik melalui pendidikan formal maupun informal. Pengetahuan gizi yang baik akan menyebabkan seseorang mampu menyusun menu yang baik untuk dikonsumsi. Semakin banyak pengetahuan gizi seseorang, maka ia akan semakin memperhitungkan jenis dan jumlah makanan yang diperolehnya untuk dikonsumsi. 7. Pekerjaan Ibu Ibu yang sudah mempunyai pekerjaan penuh tidak lagi dapat memberikan perhatian penuh terhadap anak balitanya, apalagi untuk mengurusnya. Meskipun tidak semua ibu bekerja tidak mengurus anaknya, akan tetapi kesibukan dan beban kerja yang ditanggungnya dapat menyebabkan kurangnya perhatian ibu dalam menyiapkan hidangan yang sesuai untuk balitanya. Meningkatnya kesempatan kerja wanita dapat mengurangi waktu untuk tugas-tugas pemeliharaan anak. 8. Sanitasi Lingkungan Sanitasi lingkungan mempunyai peran yang cukup dominan dalam penyediaan lingkungan yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan anak. Universitas Sumatera Utara 26 Lingkungan yang kurang sehat dapat mengakibatkan balita mengalami penyakit diare, kecacingan, tiffus dan penyakit infeksi berbasis lingkungan lainnya yang dapat mempengaruhi kondisi gizi anak-anak. Akses atau keterjangkauan anak dan keluarga terhadap air bersih dan kebersihan lingkungan besar pengaruhnya terhadap pengasuhan anak. Makin tersedia air bersih yang cukup untuk keluarga serta makin dekat jangkauan keluarga terhadap pelayanan dan sarana kesehatan, semakin kecil kemungkinan resiko anak terkena penyakit dan kekurangan gizi. 9. Pelayanan Kesehatan Upaya pelayanan kesehatan dasar diarahkan kepada peningkatan kesehatan dan status gizi anak sehingga terhindar dari kematian dini dan mutu fisik yang rendah. Pelayanan kesehatan yang selalu siap dan dekat dengan masyarakat akan sangat membantu dalam meningkatkan derajat kesehatan.

2.9. Dampak Gizi Kurang Balita