Faktor-faktor Penyebab Remaja Melakukan Perilaku Seksual

lawan jenis. Ada dua unsur yang berbeda dalam perilaku heteroseksual yaitu perkembangan pola perilaku yang melibatkan dua jenis kelamin yang berbeda dan perkembangan sikap yang berhubungan dengan relasi antara kedua kelompok seks. Pola perilaku seksual yang biasa dalam berkencan dan berpacaran adalah berciuman, bercumbu ringan, bercumbu berat kemudian bersenggama. Karena saat ini remaja mulai berkencan dan mempunyai pasangan tetap lebih awal maka mereka lebih mudah terlibat dalam perilaku seksual lebih awal pula dengan lawan jenis. Bersenggama merupakan hal yang wajar bagi remaja masa kini. Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah bentuk tindakan yang bertujuan menyalurkan hasrat seksual. Penelitian tentang perilaku seksual pada remaja perempuan masih sangat sedikit dibanding dengan perilaku seksual pada remaja laki-laki. Perilaku seksual dapat dibedakan menjadi beberapa tahapan yang dimulai dari tahap yang paling ringan atau touching yang berfungsi untuk memunculkan kenyamanan atau dapat dikatakan menjadi simbol afeksi yaitu berpegangan tangan dan berpelukan. Selanjutnya tahapan yang berfungsi untuk memunculkan hasrat seksual yaitu kissing, necking dan touching genital. Tahap yang terakhir ialah menyalurkan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan seksual atau orgasme yang meliputi petting, oral sex dan sexual intercourse. Beberapa faktor penyebab yang ternyata memicu timbulnya perilaku seksual pada seseorang diantaranya ialah dari faktor keluarga, perbedaan gender dan perilaku heteroseksual.

C. Sekolah Homogen dan Heterogen

1. Sekolah

Arti sekolah sendiri menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia ialah bangunan atau lembaga untuk belajar dan mengajar serta tempat menerima dan memberi pelajaran a. Fungsi sekolah Ketika seseorang dikatakan remaja maka saat itu ia sedang menempuh pendidikan salah satunya di sekolah menengah atas. Sekolah menengah atas dikatakan bertujuan untuk mengarahkan siswa menuju “gudang remaja” yang mengisolasi diri remaja dalam dunianya dan nilai-nilai diri remaja yang jauh dari kehidupan orang dewasa Brown,Coleman,Martin dalam Santrock 2003. Dikatakan pula menurut gerakan kembali ke asal atau back to basics movement bahwa sekolah merupakan pelatihan keterampilan intelektual yang ketat melalui sejumlah mata pelajaran seperti bahasa Inggris, matematika dan ilmu pengetahuan Santrock, 2003 b. Jenis Sekolah Sekolah sendiri dapat dibagi menjadi 2 jenis dilihat dari jenis murid yang bersekolah didalamnya yaitu 1 Sekolah heterogen Sekolah heterogen berarti sekolah dengan 2 jenis kelamin berbeda di dalamnya yaitu laki-laki dan perempuan. Menurut KBBI 19951996 heterogen berarti terdiri atas berbagai unsur yang berbeda sifat atau berlainan jenis. Jadi sekolah heterogen dapat diartikan sebagai lembaga atau bangunan yang siswanya terdiri dari jenis kelamin yang berlainan jenis atau laki-laki dan perempuan. Sekolah heterogen masuk dalam jenis sekolah dilihat dari jenis kelamin murid-murid yang belajar didalamnya. Di sekolah heterogen remaja belajar bersama-sama di dalam kelas, sehingga mereka mempunyai kesempatan untuk berinteraksi lebih dalam antara murid laki-laki dan perempuan. 2 Sekolah homogen Sekolah homogen adalah bangunan atau lembaga dimana siswa yang belajar didalamnya memiliki jenis kelamin yang sama. Sekolah homogen ialah sekolah dengan hanya 1 jenis kelamin murid di dalamnya yaitu hanya murid perempuan atau hanya murid laki-laki saja. Berkebalikan dengan sekolah heterogen, sekolah homogen merupakan jenis sekolah dimana siswa yang bersekolah memiliki jenis kelamin yang sama. Jika sekolah homogen tersebut adalah sekolah homogen putri maka hanya ada siswi perempuan yang bersekolah di dalamnya. Begitu pula jika sekolah tersebut adalah sekolah homogen putra, maka hanya ada siswa laki-laki yang bersekolah di dalam sekolah tersebut. Dari pengertian sekolah diatas dapat disimpulkan bahwa sekolah dalam hal ini dibedakan menurut jenisnya. Jenis sekolah tersebut dibagi menjadi 2 yaitu sekolah heterogen dan juga sekolah homogen dilihat dari gender atau jenis kelamin murid yang bersekolah didalamnya. Sekolah heterogen merupakan sekolah dimana murid-murid yang bersekolah di dalamnya memiliki jenis kelamin yang beragam yaitu laki-laki dan perempuan. Mereka bersama-sama belajar di sekolah dengan waktu dan tempat yang sama.

D. Perbedaan Perilaku Seksual Remaja di Sekolah Homogen dan

Heterogen Remaja yang mengalami pubertas memiliki keinginan untuk membentuk hubungan baru dengan lawan jenis dan lebih matang dengan lawan jenis. Hasrat seksual merupakan hal yang wajar dimiliki para remaja dan hasrat seksual tersebut wajar pula jika ingin disalurkan pada perilaku seksual. Di sekolah heterogen, remaja di sana memiliki kesempatan yang lebih besar untuk memiliki relasi heteroseksual dibandingkan dengan di sekolah homogen karena mereka memiliki waktu yang lebih banyak untuk berelasi dengan lawan jenis. Dari situ dilihat dari tugas perkembangan yang dimiliki remaja yaitu membentuk hubungan baru yang lebih intim, mereka dapat lebih mudah untuk melaksanakan tugas perkembangan tersebut. Perilaku heteroseksual biasa dikaitkan dengan berpacaran atau berkencan. Hal tersebut mampu memunculkan hasrat seksual dalam diri remaja dan keinginan untuk menyalurkannya melalui perilaku seksual lebih mudah untuk terjadi di sekolah heterogen. Berkebalikan dengan remaja di sekolah heteogen, di sekolah homogen kesempatan untuk berkenalan dengan lawan jenis dan memiliki hubungan yang lebih intim dengan lawan jenis lebih kecil. Kesempatan untuk berkencan atau berpacaran bukan menjadi prioritas di sekolah homogen. Hasrat seksual yang dapat muncul ketika terjadi relasi heteroseksual dengan lawan jenispun frekuensinya menjadi lebih kecil dibandingkan dengan remaja di sekolah heterogen. Kecilnya muncul hasrat seksual dalam diri remaja di sekolah homogen membuat keinginan untuk menyalurkannya pada perilaku seksual menjadi kecil. Hal ini membuat remaja di sekolah homogen