1 Kissing : gerakan menyesap atau menyedot bibir dan lidah
pasangan yang menyebabkan terjadinya saling bertukar ludah dari mulut pasangannya.
a Simple kissing : dalam berciuman, pasangan sama-sama tetap
menjaga mulut agar tertutup, dapat pula mulai menjilat bibir pasangan dengan lidah atau menggigit dengan perlahan
bagian bawah bibir pasangan b
Deep Kissing : gaya berciuman ini disebut juga dengan French Kiss atau berciuman dengan lidah pasangan
dimasukkan ke dalam mulut pasangannya. b.
Touching Perilaku seksual ini dilakukan untuk memberi kepuasan
seksual dengan memegang bagian tubuh yang sensitif. Hal ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :
1 Stimulasi pada payudara
Menyentuh payudara khususnya di daerah puting, biasanya dilakukan laki-laki pada perempuan.
2 Oral-genital Stimulation atau menstimulasi alat kelamin
a Fellatio: perilaku menjilat penis yang biasa dilakukan oleh
perempuan pada pasangannya b
Cunnilingus: menjilat atau menstimulus vagina klitoris biasa dilakukan laki-laki pada pasangannya.
c. Sexual Intercourse
Aktifitas yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan, dimana penis atau alat kelamin laki-laki dimasukkan ke dalam
vagina atau alat kelamin perempuan Ditinjau dari beberapa pengertian perilaku seksual diatas, dapat
disimpulkan bahwa, perilaku seksual adalah tahapan atau tingkatan perilaku yang digunakan untuk menyalurkan hasrat seksual yang
dimiliki oleh seseorang. Bagi remaja perempuan penelitian yang dilakukan untuk melihat perilaku seksual yang mereka lakukan masih
sangat sedikit dibanding dengan perilaku seksual pada remaja laki-laki. Dari banyak penelitian di Indonesia tingkat perilaku seksual di SMA juga
cukup tinggi. Kemudian jika dilihat dari tahap perilaku seksual dapat dibagi menjadi beberapa tingkatan.
Dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual adalah tahap dimana tahapan tersebut dimulai dari tahap yang paling ringan atau touching
yang berfungsi untuk memunculkan kenyamanan atau dapat dikatakan menjadi simbol afeksi yaitu berpegangan tangan dan berpelukan.
Selanjutnya tahapan yang berfungsi untuk memunculkan hasrat seksual yaitu kissing, necking dan touching genital. Tahap yang terakhir ialah
menyalurkan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan seksual atau orgasme yang meliputi petting, oral sex dan sexual intercourse.
3. Faktor-faktor Penyebab Remaja Melakukan Perilaku Seksual
a. Faktor Keluarga
Faktor keluarga memiliki peran penting untuk mengontrol perilaku seksual para remaja. Dengan pemberian informasi serta
pemahaman yang utuh dari para orang tua tentang seksualitas mampu menghambat munculnya perilaku seksual yang menyimpang
pada remaja Welling, Nanchahal Macdowal, 2001. Menurut Day dalam Banner 1993 jika seorang remaja,
baik laki-laki maupun perempuan yang tinggal satu rumah dengan ayah kandung mereka dapat memperlambat intercourse yang
pertama kali dengan pasangan. Menurut Situmorang 2003 orang tua memiliki andil yang
lebih besar untuk menjaga remaja perempuan mereka dalam hal perilaku seksual dengan lebih banyak memberikan pendidikan
tentang seksualitas dan membatasi pergaulan anak perempuan mereka dibandingkan dengan anak laki-laki.
b. Faktor pendidikan tentang seksualitas di sekolah
Menurut Creagh 2004 pendidikan seksualitas di sekolah swasta Kristiani berbeda dengan pendidikan seksualitas di sekolah
negeri. Di sekolah negeri pendidikan seksualitas dianggap tidak penting diberikan kepada murid-murid mereka karena ada anggapan
bahwa murid yang terpilih dan bersekolah di sana merupakan murid pilihan yang berasal dari masyarakat menengah keatas yang sudah
pasti tidak terlibat pada perilaku seksual yang tidak bertanggung jawab. Di skeolah negeri pemberian pengetahuan seksualitas hanya
sebatas mengundang tamu dari luar untuk memberikan pengetahuan tentang bahaya seks yang tidak bertanggung jawab
Berbeda dengan sekolah negeri, di sekolah Kristiani pendidikan
seksualitas dianggap
sangat penting.
Sekolah memberikan pendidikan terbuka tentang seksualitas pada murid-
murid di sana. Guru Bimbingan Konseling di sekolah Kristen atau Katholik menggunakan panduan UNICEF dicampur dengan akhlak
yang sesuai dengan agama Kristen atau Katholik untuk memberikan pendidikans seks di sekolah.
c. Faktor Gender
Seorang laki-laki cenderung memiliki hasrat seksual yang lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan. Ada pula penelitian
yang menyatakan bahwa perempuan memiliki hasrat seksual yang cukup tinggi namun lebih bisa menahan diri untuk menyalurkannya
dibanding dengan laki-laki Lendis dalam Mellis, 1971. Menurut Roscoe, Kennedy dan Pope dalam Banner 1993
perbedaan ekspektasi tentang intimasi dapat menyebabkan pengertian mengenai sex pada laki-laki dan perempuan. bagi laki-
laki perilaku seksual merupakan alasan mereka memiliki hubungan dengan lawan jenis. Sedangkan bagi perempuan keterbukaan
merupakan hal yang lebih penting dalam suatu hubungan.
Remaja laki-laki, menurut Situmorang 2003 memiliki kesempatan dan kebebasan untuk melakukan hubungan seksual
dibandingkan dengan
remaja perempuan.
sedangkan anak
perempuan memiliki kebebasan yang lebih sedikit dalam hal perilaku seksual.
d. Faktor Perilaku Heteroseksual
Pada penelitian yang dilakukan oleh Mutiara, Komariah dan Karwati 2010 diketahui bahwa relasi heteroseksual dapat
memicu perilaku seksual. Menurut Hurlock 1976 relasi heteroseksual pada remaja dapat memicu perilaku seksual.
Menurut Brannon 1996 perilaku heteroseksual merupakan perilaku yang wajar dimiliki oleh sebagian besar orang. Ketertarikan
seksual dengan lawan jenis lebih mendominasi dibandingkan dengan sesama jenis.
Santrock dalam Brannon 1993 mengatakan bahwa eksplorasi dalam seksualitas merupakan hal yang wajar dalam
berkencan. Ketika remaja mulai melakukan aktifitas berkencan, kemungkinan untuk melakukan perilaku seksual menjadi tinggi.
Menurut Hurlock 1980 ketika remaja telah matang secara seksual maka, baik laki-laki dan perempuan akan mengembangkan
sikap baru pada lawan jenis pada kegiatan yang melibatkan leki- laki dan perempuan. Minat baru ini bersifat romantis dan disertai
dengan keinginan yang kuat untuk memperoleh dukungan dari
lawan jenis. Ada dua unsur yang berbeda dalam perilaku heteroseksual yaitu perkembangan pola perilaku yang melibatkan
dua jenis kelamin yang berbeda dan perkembangan sikap yang berhubungan dengan relasi antara kedua kelompok seks.
Pola perilaku seksual yang biasa dalam berkencan dan berpacaran adalah berciuman, bercumbu ringan, bercumbu berat
kemudian bersenggama. Karena saat ini remaja mulai berkencan dan mempunyai pasangan tetap lebih awal maka mereka lebih
mudah terlibat dalam perilaku seksual lebih awal pula dengan lawan jenis. Bersenggama merupakan hal yang wajar bagi remaja
masa kini. Dari beberapa teori diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku seksual
adalah bentuk tindakan yang bertujuan menyalurkan hasrat seksual. Penelitian tentang perilaku seksual pada remaja perempuan masih sangat
sedikit dibanding dengan perilaku seksual pada remaja laki-laki. Perilaku seksual dapat dibedakan menjadi beberapa tahapan yang dimulai dari
tahap yang paling ringan atau touching yang berfungsi untuk memunculkan kenyamanan atau dapat dikatakan menjadi simbol afeksi
yaitu berpegangan tangan dan berpelukan. Selanjutnya tahapan yang berfungsi untuk memunculkan hasrat seksual yaitu kissing, necking dan
touching genital. Tahap yang terakhir ialah menyalurkan hasrat seksual untuk mencapai kepuasan seksual atau orgasme yang meliputi petting,
oral sex dan sexual intercourse.