64
Struktur Umum Uraian
Subjek 1 Subjek 2
Subjek 3
menjadi tugas,
kewajiban saya
disini dan diluar itu saya lakukan dengan
enjoy saja karena saya bisa melakukan
itu” temen-temen
hahaha”
- Tidak
memiliki kekurangan
“Saya sudah tidak merasakan
ada hambatan terhadap
diri dan disabilitas saya, saya merasa
tidak ada hambatan karena saya bisa.
Apapun yang orang lain lakukan saya
bisa kok” “Aku
enggak malu mas, aku
enggak ngerasa
diriku terbatas
mas. Aku bisa kok kerja kayak orang
normal.”
- Dapat menerima
diri
“Ya, sekarang
saya sudah bisa terima
kondisi saya dan saya juga
sudah bisa bawa motor
kayak orang lain.”
8. Pengalaman ini membuat sikap
terhadap kondisi disabilitas dianggap
sebagai :
- Tantangan
“Tapi ini menjadi tantangan bagi saya.
Saya tidak
akan sakit hati dan tidak
akan rendah diri tapi ini justru tantangan
saya dengan kondisi saya yang begini”
- Anugrah Tuhan
“Ini kan
sudah anugrah
Tuhan, seperti
ini juga
anugrah Tuhan.
Saya yakin
dan
65
Struktur Umum Uraian
Subjek 1 Subjek 2
Subjek 3
orang tua
yakin bahwa
Tuhan memberikan
anugrah seperti itu salah satu kaki saya
seperti ini,
pasti memiliki kelebihan
yang tidak dimiliki orang lain. “
- Takdir
“Saya si
nganggepnya apa ya
mas...takdir yang
memang sudah harus saya
jalani gitu..saya
begini kan juga sudah dari kecil,
dari kandungan. “
- Cobaan
“Meskipun di
kehidupan gini
saya dikasi gini- gini,
kecacatan kayak
gini, miskin kayak gini
yang pentingkan ibadah. Istilahnya
dikasi miskin dan kecacatan itukan
cobaan
dari Tuhan. “
- Ganjaran
“Apapun ibaratnya sakit itu
cobaan, tapi di muslim sakit itu
ganjaran
dari Tuhan.
Cacat kayak gini saya
ini saya
memandang inilah
ganjaran dari Tuhan.”
66
4. Struktur Pengalaman Bekerja Subjek 1, 2 dan 3:
Dari penelitian tersebut, peneliti menemukan kondisi secara umum dan dua tipe struktur dasar. Dalam tipe pertama, peneliti menggabungkan
struktur dasar subjek pertama dan ketiga. Hal ini dilakukan karena pengalaman yang dimiliki memiliki kesamaan.
Secara umum, kondisi disabilitas tubuh yang disandang, menyebabkan kesulitan beraktivitas dalam kesehariannya dan bergantung
pada alat bantu khusus untuk membantunya beraktivitas. Saat beraktivitas, subjek sering menjadi pusat perhatian orang-orang di sekitarnya. Kondisi
disabilitas yang dimiliki membuat subjek mengalami kesulitan untuk mendapatkan pekerjaan. Hal ini karena subjek dengan kondisi disabilitas
tubuh diragukan kemampuannya bekerja, sehingga merasa marah dan tidak dipahami.
Pada tipe pertama, pengalaman yang dialami membuat subjek memiliki keinginan untuk diakui kemampuannya bekerja. Ketika bekerja
subjek akan berusaha menjalin relasi dengan lingkungan kerjanya dan menunjukkan kemampuannya bekerja, sehingga dirinya dapat diterima
lingkungan kerjanya dan diakui kemampuannya bekerja. Pengalaman ini menimbulkan perasaan senang dan nyaman ketika bekerja. Subjek juga
merasa dirinya tidak memiliki kekurangan sebagai penyandang disabilitas dengan bekerja.
Pada tipe kedua, subjek dengan kondisi disabilitas tubuh yang merasa rendah diri dan tidak dapat menerima kondisi diri menyebabkan
67
subjek tidak memiliki keinginan untuk diakui kemampuannya bekerja. Subjek juga tidak memiliki usaha untuk menunjukkan kemampuannya
bekerja, sehingga kurang diterima di lingkungannya bekerja, dipandang rendah dan akhirnya berpindah kerja.
C. Pembahasan
Penelitian ini menghasilkan tema-tema yang mengarah kepada pertanyaan penelitian, yaitu bagaimana pengalaman bekerja penyandang
disabilitas tubuh. Ketiga subjek menyatakan bahwa pengalamannya bekerja dimulai dari kondisi disabilitas yang menyebabkan mereka mengalami
keterbatasan dalam beraktivitas dan bergantung pada alat bantu. Hal ini menyulitkan subjek untuk mendapatkan pekerjaan, karena diragukan
kemampuannya bekerja, sehingga subjek merasa marah dan tidak dipahami. Adler dalam Ansbacher Ansbacher, 1958 mengatakan bahwa
kelemahan fisik menimbulkan perasaan inferioritas pada individu. Orang yang sehat akan memperjuangkan inferioritasnya untuk menjadi superioritas.
Perjuangan ini juga tidak terlepas pada bagaimana pandangan subyektif orang tersebut pada dirinya sendiri. Individu yang sehat akan mengembangkan
perasaan inferiornya dari kondisi disabilitasnya dan minat sosial yang tinggi untuk menuju kesukesan atau superior. Hal ini terlihat dari hasil temuan
peneliti pada tipe pertama dan tidak terjadi pada tipe kedua. Pada tipe pertama, mereka memiliki keinginan untuk diakui
kemampuannya bekerja
sehingga mereka
menjalin relasi
dengan