Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh Bagi Psikolog atau Konselor Bagi Pemerintah dan Departemen Pendidikan Bagi Praktisi Industri dan Manajemen Bagi Penelitian Selanjutnya

76

B. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini dikenakan pada pekerja penyandang disabilitas tubuh yang memiliki kondisi disabilitas sejak lahir, bukan bawaan dan memiliki kondisi disabilitas pada bagain kaki. Peneliti belum melihat pengalaman bekerja pada penyandang disabilitas tubuh pada bagian tubuh yang lain.

C. Saran

1. Bagi Penyandang Disabilitas Tubuh

Diharapkan penyandang disabilitas tubuh yang akan bekerja dapat lebih mempersiapkan diri ketika menghadapi tantangan yang muncul saat bekerja, karena telah mengantisipasi dan tahu hal yang dapat membantunya berhasil dalam bekerja yaitu pandangan yang positif terhadap diri.

2. Bagi Psikolog atau Konselor

Diharapkan para psikolog atau konselor dapat menjadi bahan pertimbangan dalam memberikan konseling terhadap bagaimana penyandang disabilitas tubuh dapat menerima dan menyikapi kondisi disabilitasnya. 77

3. Bagi Pemerintah dan Departemen Pendidikan

Diharapkan pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terkait tingkat pendidikan, khususnya pada penyandang disabilitas agar dapat memperoleh pendidikan yang lebih layak.

4. Bagi Praktisi Industri dan Manajemen

Diharapkan pengelola sumber daya manusia perusahaan dapat memberikan pelatihan dan dukungan terhadap karyawannya yang memiliki kondisi disabilitas tubuh, sehingga pekerja dengan kondisi disabilitas tubuh dapat menunjukkan kemampuannya bekerja.

5. Bagi Penelitian Selanjutnya

Peneliti mendapatkan subjek penelitian yang mengalami kondisi disabilitas pada bagian kaki, sehingga mungkin akan ditemukan variasi data yang berbeda pada penyandang disabilitas yang memiliki kondisi disabilitas pada bagian tubuh yang lain. Selain itu, dalam penelitian ini diduga peranan gender dan tingkat pendidikan seseorang dapat menjadi sistim pendukung seseorang, khususnya penyandang disabilitas tubuh untuk mencapai superioritasnya. 78 DAFTAR PUSTAKA Advertorial. 2013. Menakertrans Buka Pameran Bursa Kerja Khusus Warga Disabilitas di Kemayoran. Harian Kompas. Di unduh pada tanggal 20 Desember 2013 di http:megapolitan.kompas.comread20131009 1340542Menakertrans.Buka.Pameran.Bursa.Kerja. Alwisol. 2009. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press. Aminatun, Siti Murdiyanto. 2007. Pelayanan Sosial Penyandang Cacat Tubuh di Panti Sosial Budi Perkasa Palembang. Badan Pendidikan dan Penelitian Kesejahteraan Sosial: Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pelayanan Kesejahteraan Sosial Yogyakarta. Asta Media Grafika. Anderson, Penny; Kroll, Thilo Ho, Pei-Shu. 2007. Health and Housing among Low-Income Adults with Physical Disabilities. Journal of Health Care for the Poor and Underserved, Vol. 18 No.4, pp. 902-915. Ansbacher, Heinz L. Ansbacher, Rowena R. 1958. The Individual Pyschology of Alfred Adler: A Systematic Presentation in Selections from his Writings. Great Britain : Bradford and Dickens. As’ad, Moh. 1978. Psikologi Industri. Yogyakarta : LIBERTY Baron, Robert A. Byrne. 2004. Psikologi Sosial Jilid 1 : edisi kesepuluh. Jakarta : Erlangga. Berita Resmi Statistik, Badan Pusat Statistik. 2012. Keadaan Ketenagakerjaan. No. 3305Th. XV. Di ambil pada tanggal 19 Oktober 2012, dari https:www.google.comq=Badan+Pusat+Statistik+Keadaan+Ketenaga kerjaan+2012. Calvery, Jo Jansz, Janis. 2005. Women’s Experience of the Workers Compensation System. Australian Journal of social Issues: ProQuest Sociology. Campen, Cretien Van. Iedema, Jurjen. 2007. Are persons with psysical disabilities who participate in society healthier and happier? Structural equation modeling of objective participation and subjective well-being. Springer. Creswell, J.W. 1998. Qualitative Inquiry And Research Design Choosing Among Five Traditions. California : Sage Publications, Inc. 79 Creswell, J.W. 2009. Research Design : Qualitative, Quantitative, and Mixed Methods Approaches third edition. University of Nebraska-Lincoln: Sage Publications, Inc. Departemen Pendidikan Nasional. 2011. Kamus Besar Bahasa Indonesia Pusat Bahasa: edisi ke-4.Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama. Efendi, Moh. 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi Aksara. Helmi, Avin Fadilla. 1996. Disiplin Kerja. Buletin Psikologi: No. 2 Edisi khusus Ulang Tahun XXXII. Hikmawati, Eny Rusmiyati, Chatarina. 2011. Kebutuhan Pelayanan Sosial Penyandang Cacat. Informasi: Kajian Permasalahan Sosial dan Usaha Kesejahteraan Sosial, Vol. 16, No. 01. Lyn Boo, Su., Loong, Jaymee Sheng Ng, Wai. 2011. Work Experiences of Poeple with Mental Illness in Malaysia: A Preliminary Qualitative Study. University-College Kuala Lumpur, Malaysia: The Qualitative Report Vol. 16 No. 1, 162-179. Mudjiyanto, Bambang Kenda, N. 2010. Metode Fenomenologi Sebagai Salah Satu Metodologi Penelitian Kualitatif Dalam Komunikologi. Jurnal penelitian komunikasi opini publik: Balai Pengkajian dan Pengembangan Informasi Wilayah VIII Manado. Noyes, Jan. 2003. Designing for Humans. USA and Canada : Psychology Press Nuzuliana. 2004. Buruh Perempuan Nasibmu Sayang. Kalyanamedia, 1, 4-8. Rachmanto Sumarno. 2003. Kajian Pengembangan Kurikulum Pelatihan Keterampilan Penyandang Cacat Tubuh: Studi Kasus pada PSBD Budi Perkasa Palembang. Media Informasi Penelitian No. 173. Rokach, Ami; Lechcier-Kimel, Rachel Safarov, Artem. 2006. Loneliness of People With Physical Disabilities. Canada. York University. Social Behavior and Personality: ProQuest Sociology. Russell, David; Turner, R Jay PHD; Joiner, Thomas E, PHD. 2009. Physical Disability and Suicidal Ideation: A Community-Based Study of RiskProtective Factors for Suicidal Thoughts. The American Association of Suicidology. Suicide Life-Threatening Behavior: ProQuest Sociology. 80 Schultz, Duane P Schultz, Sydney Ellen. 2010. Psychology and Work Today: Tenth Edition. University of South Florida: Pearson. Slamet, Joko. 2012. Mengemis Seharusnya Tidak Di Jadikan Pekerjaan. Solo :PPRBM. Di unduh pada tanggal 20 Desember 2013 di http:pprbm- solo.org2012.11mengemis-seharusnya-tidak-dijadikan-pekerjaan- 249.html. Smith, J.A., Osborn, M. 2009. Psikologi Kualitatif, Panduan Praktis Metode Riset. Alih bahasa Budi Santosa. Yogyakarta : Pustaka Pelajar. Taub, Diane E; Fanflik, Patrical L Mclorg, Penelope A. 2003. Body Image Among Women with Physical Disabilities: Internalization of Norms and Reactions to Nonconformity. Taylor Francis Group :Sociological Focus, Vol. 36 No. 2 pp. 159-176. Taylor, Catherine Pillemer, Karl. 2009. Using Affect to Understand Employee Turnover: A Context-Specific Application of A Theory of Social Exchange.Cornell University: Sociological Perspectives, Vol. 52. Wattimena, D M. 1995. Faktor Psikologis Memperlipat Gandakan Efisiensi Bekerja. Jakarta: PT. Soeroengan. Wells, Anita G. 2008. Deaf World, That’s Where I’m At: A Phenomenological Study Exploring The Experience of Being A Deaf Employee In The Workplace. A Dissertation, 789E. UMI No. 3351299. Widjopranoto, R. Sumarno, Setyo. 2004. Potensi Penyandang Cacat Tubuh di Provinsi Jawa Timur: Studi Kasus Kabupaten Blitar. Media Informasi Penelitian No. 179. Wirawan I.B. 2007. Aksesibilitas Penyandang Cacat di Jawa Timur. Sosiologi: Universitas Arilangga. 81 LAMPIRAN 82 LAMPIRAN 1 PEMBAGIAN UNIT MAKNA SUBJEK 1 No. Verbatim 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. Ya..kalo saya bekerja sebelumnyakan..saya bekerja sebelum nikah ya.., sebelum nikah itu saya sudah mulai bekerjaWaktu itu saya baru lulus dari perguruan tinggi di UII jurusan Hukum, ternyata mencari kerja itu susah buat penyandang disabilitas waktu itu, sekitar tahun ee 91, 92an itu saya kan lulusnya tahun itu ya..92. tahun 90an itukan ketika sudah selesai ternyata mencari kerja juga sulit sekali Nah..artinya ketika ada lowongan kerja di surat kabar atau dimana, ketika setiap hari kan saya rajin untuk mencari tetapi ketika saya datangi, membawa stopmap dan sebagainya, nenteng stopmap gitu..saya bawa kesana mesti mereka langsung nutup “maaf mbk sudah penuh” padahal baru tadi pagi dibuka. Beberapa kali seperti itu dilakukan. Akhirnya sakit..sakit hatikan dilakukan seperti itu, kenapa ya saya enggak laku untuk kerja la ternyata mereka melihat kedisabilitasan. Mereka mengatakan “apakah bisa memperkerjakan orang kayak gitu?”. Waktu itu yang sangat sedih adalah ibu saya, karena sudah menyekolahkan sampe perguruan tinggi sampek selesai tapi ternyata juga enggak laku untuk kerja Akhirnya ibu saya begini “udah gini aja deh..kamu kerja dirumah, kamu kan bisa menjahit” waktu itu kan ibu saya pinter menjahit, menjadi guru jahit dan sebagainya..akhirnya saya belajar dengan ibu Saya enggak diajarin tapi saya melihat aja gimana ibu, saya melihat ibu ketika menjahit itu gimana, apa dan sebagainya..saya tidak diajarkan secara khusus saya liat aja Akhirnya ibu bilang “udah klo kamu mau kerja dirumah, ini juga pekerjaan, ini juga bukan pekerjaan apa namanya..yang rendah kok karena ini ni jasa” Akhirnya saya difasilitasi ibu ini, itu, mesin jahit, perlengkapan pokoknya komplit la sudah difasilitasi Akhirnya waktu itukan saya hanya bisa menjahit saja, belum bisa ngukur, saya diminta untuk kursus biar saya bisa buat baju untuk orang lain, gak cuma untuk diri sendiri gitu..ehemm..saya diminta kursus Belum sampai selesai kursusnya tapi kan saya uda bisa membuatkan orang lain waktu itu, aku bilang “bu..udah aku uda bisa” “tapi kan kamu belum selesai, belum dapet ijasah” enggak perlu ijasah, yang pentingkan saya bisa jait, saya bisa buatkan orang lain dan orang lain merasa nyaman dengan apa yang saya buatkan. Saya enggak butuh sertifikat gak penting Akhirnya saya selesai dan membuka jaitan dirumah memang satu dua orang itu masi sulit. Enggak ada yang datang ke rumah Mereka juga masih belum mempercayai kalo saya mampu melakukan sesuatu, melakukan pekerjaan pekerjaan itu. Masi banyak masyarakat yang..meragukan, dianggap lelet, tidak bisa mengerjar target ga bisa ini..ga bisa itu Ya akhirnya saya ambil strategi aja dateng ke sekolah sekolah, playgoup, TK yang mereka harus membuat seragam dan sebagainya itu Akhirnya satu, dua sekolah bisa sampe melimpah beberapa sekolah dan saya punya tiga karyawan akhirnya bisa selesai. Baru setelah saya bisa order begitu masyarakat baru bisa percaya “oh, ternyata Nuning itu mampu toh membuat sesuatu” akhirnya satu, dua orang masyarakat pada dateng “oh kamu bisa jait ini, aku tolong dong dibuatin ini” mereka mencoba..ya uda ta buatkan.. itu berlangsung sampe dua tahunan. Yang namanya penjahit itu kan kadang surut, kadang ada, kadang numpuk gitu kan. Nah..saat pas enggak ada saya diminta sama ibu saya “mbok ya kamu dari pada nganggur begitu ya cari-cari apa la kamu jangan putus asa. Ya..yang namanya cari kerja itu ya..begitu” dan 83 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. saya memang sempat merasa gitu Karena ibu saya takut kalo saya hanya dirumah nanti ga bisa interaksi diluar, secara sosial nanti ada hambatan nanti, orang tua saya ada kekhawatiran gitu dan bapak saya “kamu juga harus diluar jangan cuma didalem nanti kamu ga bisa interaksi, ga kenal masyarakat nanti kamu ga bisa bersosialisasi diluar” oke akhirnya saya ikut. Ketika saya diluar saya berani ngomong, berani melakukan sesuatu akhirnya di organisasi itu saya mendapatkan kedudukan, beberapakali saya menjabat menjadi ketua-ketua begitu ya. Sebetulnya saya hanya mengikuti karena diminta orang tua, orang tua memberikan suport yang sangat tinggi, motivasi yang tinggi sama saya. Ayah saya bilang “Kamu tu kan yang mempunyai kelemahan kan cuma satu kakimu tapi tanganmu, matamu, otakmu masi berfungsi semua..itu yang harus dimaksimalkan, jangan didiamkan” Ini kan sudah anugrah Tuhan, seperti ini juga anugrah Tuhan. Saya yakin dan orang tua yakin bahwa Tuhan memberikan anugrah seperti itu salah satu kaki saya seperti ini, pasti memiliki kelebihan yang tidak dimiliki orang lain. Saya membuktikan itu, ketika diluar juga begitu saya selalu mendapat kepercayaan di masjid, karang taruna. Saya selalu mendapat tempat, saya ga boleh keluar. Saya boleh menikah karna menikah. Kemudian saya diajak melakukan penelitian padahal penelitian waktu itu banyak di luar jawa tentang ekonomi pedesaan waktu itu, jadi kegiatan saya sampek banyak sekali. Jadi, pekerjaan di penjahitan itu saya serahkan ke karyawan karena diluar saya merasakan dibutuhkan oleh masyarakat dan hubungan saya dengan lingkungan juga oke Kemudian waktu mengikuti penelitian-penelitian saya mencoba, waktu itu saya di tempatkan di Riau di tempat yang tertinggal, jadi waktu itu belum ada trasportasi jadi kita tu di drop disitu satu bulan nanti melakukan penelitian disitu nanti dijemput lagi, karena enggak ada transportasi kita enggak bisa keluar masuk sendiri. Akhirnya saya waktu melakukan penelitian itu banyak kendala, kalo cuma sekedar menulis, membuat draf ini enggak masalah, tapi ketika dilapangan karena kondisi fisik saya jadi agak sulit, karena disana kan tandus ya, bebatuan ini jalanannya. Itu persoalannya begitu dan dan..saat itu, ketika saya disana, dengan kondisi seperti ini kan menjadi tontonan orang juga. Ketika saya harus jalan-jalan kedesa-desa dan sebagainya tu menjadi tontonan anak-anak, ketika saya jalan kemana anak-anak itu pada ngikuti. Saya dianggap kayak tontonan yang seperti itu. Tapi ini menjadi tantangan bagi saya. Saya tidak akan sakit hati dan tidak akan rendah diri tapi ini justru tantangan saya dengan kondisi saya yang begini. Ini justru yang akan saya jadikan narasumber-narasumber saya. Saya akan mem..membuka pola pikir mereka jangan saya dijadikan tontonan mereka, malah justru mereka akan menjadi teman-teman saya gitu. Akhirnya anak-anak yang pada ngikuti saya kemana gitu justru saya banyak cerita ketika saya istirahat mereka tak ceritain macem-macem begitu sama mereka. Kebetulan saya membawa permen ya tak kasi permen. Akhirnya mereka menjadi sahabat-sahabat saya. Jadi waktu saya sebulan disana mau pulang anak-anak pada nangis semua, mereka merasa saya menjadi sahabat mereka. Ya kalo saya kemana-mana mereka menjadi narasumber saya “mbk kalo mau kesana itu, itunya kesana” jadi mereka tidak melihat kecacatan saya lagi tapi kita justru saling cerita gitu lo Jadi saya harus bisa membuka, membalikkan pola pikir mereka, anak-anak yang dulu menjadikan saya tontonan kemudian menjadi sahabat gitu..itu yang saya lakukan berkali-kali di beberapa propinsi sering kali seperti itu. Saya mengolah yang ada di lingkungan itu supaya tidak memandang disabilitas saya, tapi kemampuan saya dan saya bisa bersosialisasi dengan mereka. Kemudian ada tawaran di 84 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. Solo, “eh kamu ternyata bisa lo bekerja untuk disabilitas, kenapa kamu bekerja disitu?ini yang terjun di disabilitas belum banyak lo..tolong deh temen-temen yang di Solo membutuhkan kamu.” Waktu itu kan punyaknya YPAC tapi punya badan otonom yang melakukan pemberdayaan di desa-desa tidak didalam satu institusi. Jadi saya harus bisa mengolah ketika saya bersama-sama dengan mereka. Ternyata dimasyarakat saya juga bisa diterima oleh mereka kemudian apa namanya dari sisi temen-temen sendiri juga begitu. Ketika saya di Solo dan saya diminta untuk melakukan pemberdayaan di desa-desa kebetulan mendapatkan tempat di tiga daerah waktu itu di Jawa Tengah di Klaten, Boyolali sama Banyumas. Jadi saya harus tinggal disitu. Dan ternyata teman-teman disabilitas di tiga tempat itu masih sangat jauh tertinggal karena belum ada sentuhan dari mana pun sehingga mereka banyak tinggal dirumah dengan kondisi yang sangat memprihatinkan nah mulai detik itu, saya merasa justru dengan seperti ini saya sangat-sangat bersyukur. Ketika saya datang di Ngerobokan waktu itu, ketika dilapangan saya merasa bersyukur karena orang tua memberikan motivasi yang sangat tinggi Karena orang tua memberi motivasi yang sangat tinggi, saya bisa bersosialisasi dengan masyarakat dan diterima masyarakat dan melihat kondisi dilapangan di tiga kabupaten itu sangat memperihatinkan karena orang tua tidak memberikan motivasi sama sekali, karena enggak tau mau saya apakan anakku ini. Waktu itu kan saya belum bekerja di isu kesehatan, karena saya terus bekerja di umum dan karena saya merasa diterima di masyarakat umum. Ketika saya mengorganisir di Ngerobokan, disitu memang berat. Disana menolak semua saat saya membawa isu kedisabilitasan “ngapain itu kan sudah urusan dinas sosial, ngapain kamu bicara soal itu.itu bukan kebutuhan kami, kebutuhan kami itu air..” Jadi, karena di daerah sana itu tandus kebutuhan utama mereka itu air. Jadi, tidak ada yang mau dengerin saya ngomong gitu. Saya masuk dan ditempatkan ke daerah itu untuk membicarakan kecacatan, tapi bukan kebutuhan mereka pada saat itu. Ya saya harus merubah strategi kalo gitu, ini enggak akan berhasil kalo kayak gini. Akhirnya kita melakukan identifikasi sebetulnya kebutuhan di daerah ini itu apa. Pertama memang air, ya udah kita kasi air, kami harus mencari dulu kebutuhan itu dan ngelobi dulu ke pemerintah bagian pengairan. Akhirnya kami melobikan baru sekitar enam bulan baru di realisasikan pemerintah dan baru saya bisa masuk, karena kebutuhannya sudah baru saya bisa masuk membawa isu ini. Akhirnya saya melakukan pendekatan-pendekatan pada orang tua yang memiliki anak yang disabilitas. Saya banyak cerita tentang disabilitas, kenapa saya datang kesini. Kalo orang tua yang memiliki anak disabilitas bisa menerima saya dengan penuh karena merasakan “anakku koyo ngene kamu juga seperti itu”. Jadi saya lebih diterima Akhirnya orang tua-orang tua ini saya ajak ke tokoh masyarakat “ini lo saya tu membawa isu seperti ini karena seperti ini, ini lo orang tua-orang tua apakah bapak sebagai tokoh masyarakat pernah memikirkan orangtua yang seperti ini?” Ini anaknya seperti ini, ini sebetulnya masih bisa diberdayakan untuk mengerangi kecacatannya lah paling tidak, kalo didiamkan terus ini orang tuanya sekarang masi ada, bagaimana kalo sudah tidak?apakah akan didiamkan seperti itu terus?. Akhirnya menjadi pemikiran besar di desa itu, baru ada pertemuan-pertemuan itu baru satu setengah tahun kita bisa in disitu, Kita tidak putus asa ya kita membawa isu seperti ini. Apapun, membawa sesuatu ke masyarakat itu tidak mudah. itu memang perlu proses dan mereka juga perlu mengenal dulu. Apa sih pentingnya?, kenapa saya harus mengenal ini?kayak gitu jadi saya harus menyampaikan ini ke mereka. 85 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. 142. 143. 144. 145. 146. 147. 148. 149. 150. 151. 152. 153. 154. 155. 156. 157. 158. 159. 160. 161. 162. 163. 164. 165. 166. 167. 168. 169. 170. 171. 172. 173. 174. 175. 176. 177. 178. 179. Jadi, ketika di Solo hampir tiga setengah tahun saya disana. Kemudian karena anak dan suami saya di jogja akhirnya saya merasa repot kayak di Jakarta itu, pergi setengah enam, jam lima, jam tujuh malem baru sampe rumah anaknya sudah tidur kalo baru berangkat anaknya baru bangun. Akhirnya kan anak saya jadi enggak suka sama ibunya, “ibu enggak pernah ada di rumah” Tapi gimana kondisi keluarga saya seperti ini saya juga pengen keluarga saya tetep utuh, anak saya jadi seperti itu sama saya, akhirnya pindah ke Jogja. Setelah pulang ke Jogja saya pun membuat organisasi tentang kedisabilitasan, saya membuat CIQAL tahun 2002 sampek sekarang insyaallah masih eksis, saya yakin banget dengan isu ini karena saya merasa bisa sumbang sih dengan apa yang saya miliki, apa pengalaman yang saya dapatkan yang selama ini, bisa saya berikan ke temen-temen lain yang belum bisa eksis begitu. Saya melakukan lobbieng ke beberapa pihak dan itu bukan untuk saya tapi untuk temen-temen saya. Kayak di Sleman ini kebetulan saya di KPU ini saya banyak kenal dengan orang dewan misalnya, karena sebelum jadi dewan kan kesini dulu, sehingga saya banyak kenal disini dan ketika sudah saya juga banyak kenal dan ketika saya mintak alokasi anggaran tentang kedisabilitasan pun saya harus mempresentasikan “itu lo di Sleman itu ada sekian disabilitas yang seperti ini itu, anda sebagai wakil rakyat bagaimana dengan alokasi anggaran,?” akhirnya di Sleman memiliki alokasi anggaran disabilitas terbesar dari pada kecamatan lain. Jadi saya sudah bisa mealokasikan anggaran untuk temen-temen disabilitas yang lain. Saya disinipun saya memfasilitasi bagaimana penyandang disabilitas dapat menggunakan hak pilihnya. Karena tahun-tahun kemarinkan penyandang disabilitas itu hak suaranya di dampingi oleh orang yang tidak merupakan aspirasinya tetapi dirinya sendiri. Ketika saya di KPU saya memiliki kewajiban untuk merubah pola pikir pada orang lain tentang disabilitas. Saya harus memberdayakan temen-temen disabilitas bagaimana menggunakan hak pilih dan dipilih kita memiliki hak itu. Tapi kita juga harus membuktikan pada masyarakat bahwa kita juga bisa. Kemudian ada beberapa training untuk temen-temen disabilitas untuk hak pilih. Disitu kesempatan saya untuk menularkan virus- virus kepada temen-temen komisioner yang lain agar memiliki perspektif juga tentang disabilitas tubuh. Karena kalo hanya saya sendiri ya percuma. Justru yang saya berikan pertama itu temen-temen yang dikomisioner itu. Akhirnya kelima orang itu akhirnya menjunjung tinggi semua. Kemudian saat pemilu di TPS, bagaimana dengan tuna netra? Pengguna kursi roda? Biasanya TPS-TPS itu kan menggukan tangga ya, bagaimana dia bisa masuk? Enggak bisa, harus diangkat angkat. Nah itu yang harus sosialisasikan di petugas TPS itu. Saya memberikan training, pembekalan kepada mereka sebelum pemungutan suara tentang bagaimana mendampingi disabilitas, terkait alat bantu. Alat bantu untuk tuna netra itu perlu templet untuk tuna netra yang ada huruf brailenya, bukan surat suaranya yang huruf braile, tapi ada lata bantu di surat suara itu. Saya juga lobieng itu ke dewan mengenai alokasi anggaran bantuan dari APBD. Karena saya bisa membuktikan makanya satu katapun enggak ada yang dicoret. Jadi semua TPS di sleman itu difasilitasi semua. Dikabupaten lain enggak ada yang difasilitasi. Makanya saya diminta untuk di propinsi setelah ini tapi hahaha, tapi dengan 10 tahun saya disini saya sudah berhasil memfasilitasi temen-temen disabilitas. Alat bantunya seperti apa, kalo tuna rungu gimana itu sudah berhasil saya berikan. Kalo sekarang positif banget ya, karena saya sudah bisa menyampaikan dan memvirusi di lingkungan disekeliling tempat saya kerja, karena ketika saya mensosialisasikan keluar tentang pendampingan 86 180. 181. 182. 183. 184. 185. 186. 187. 188. 189. 190. 191. 192. 193. 194. 195. 196. 197. 198. 199. 200. 201. 202. 203. 204. 205. 206. 207. 208. 209. 210. 211. 212. 213. 214. 215. 216. 217. 218. 219. 220. 221. 222. 223. 224. 225. disabilitas, hak politiknya, dan sebagainya itu orang-orang sini saya ajak keluar dan ikut bantu. Setelah di CIQAL itu saya bergbung dengan organisasi Kualisi Perempuan Indonesia, saya ikut ikutan daftar, nah organisasi ini suka melakukan sosialisasi ke balai-balai perempuan waktu itu karena menjelang pemilu, saya diminta membantu ikut mensosialisasikan pemilu lewat balai perempuan di beberapa desa gitu. Setelah selesai, ada pendaftaran sebenernya saya enggak punya bayangan untuk menjadi anggota KPU sama sekali tapi temen-temen mendukung “ayo..ayo..wong kamu sudah sosialisasi kemana-mana kok malah gak daftar ngapain.kamu mau punya keinginan atau tidak ayo kita coba-coba.” Saya kan belum pernah berhubungan dengan dunia politik ya takutkan kalo kerja di ranah itu Akhirnya kami bertiga, saya punya sahabat itu daftar. Nah..kemudian ketika sudah mulai memasukkan lamaran teman saya kan mau masukin yang propinsi saya pikir “saya ni baru belajar kok daftar yang di propinsi, saya takut. Ah saya mau yang di kabupaten aja di lingkup yang lebih kecil, wong saya belum kenal politik” ya enggak apa-apa temen saya di propinsi dan saya di kabupaten toh bisa saling berhubungan. Akhirnya setelah pendaftaran, kita bisa tes akhirnya saya yang diterima, dua temen saya malah enggak di terima. Tapi kemudian ada persoalan ketika dipendaftaran itu. Ketika saya bisa diterima, masuk sepuluh besar itu menjadi polemik. Masih ada sebagian orang yang masih kurang mempercayai kemampuan saya “masak orang kayak gitu mau jadi anggota KPU, bagaimana dia nanti melakukan tugas- tugasnya?” itu baru sepuluh besar kan mau diambil lima Ketika pengumuman lima besar itupun saya masuk disitu, itu semakin rame lagi “dia itu cacat Dia itu orang sakit Kenapa orang seperti itu bisa di terima” jadi saya masih.di..disangsikan, diragukan bahwa saya bisa menjadi salah satu anggota KPU gitu. Akhirnya banyak wartawan yang selalu tanya “gimana mbk kenapa begini, ada persoalan seperti ini” sekarang nanyanya jangan sama saya, saya tukan hanya saya tes, saya bisa menyelesaikan, ketika di kesehatan saya juga lolos ya tanya aja ke dokter ke tim seleksi, bukan saya. Saya enggak mau kalo tim seleksi meloloskan saya hanya karena kasihan pada saya, saya enggak mau. Saya lebih baik mundur dari pada saya diterima karena kasihan. Kemudian yang akhirnya bicara dokter yang memeriksa saya ketika saya di RSUD pemerintah, justru kepala rumah sakitnya yang berbicara karena banyak wartawan yang mendatangi mereka. Akhirnya membuat konfrensi pers itu kepala RSUDnya karena kepala RSUDnya tu tau bahwa cacat itu bukan sakit. Dia menjelaskan ke wartawan dan kalo wartawan kan nulisnya di surat kabar dan tersebar. Ketika digelar Bu dokter nanya “saya enggak kenal kan sama anda?” saya memang enggak kenal. Dia menjelaskan bahwa cacat itu bukan sakit, kondisi kecacatan itu kayak apa, orang sakit itu kayak apa dijelaskan semua. Waktu itu saya juga di undang dan saya juga enggak tau kenapa saya diundang ke rumah sakit saya malah enggak begitu paham malah itu ada apa Setelah itu saya tau oh ternyata masih menjadi polemik yang sangat besar diluaran. Saya baru tau kalo ternyata menjadi polemik diluar ketika saya masuk bekerja dengan kondisi seperti itu. Ya, saya sudah diterima, sempat ada protes sampek ada konfrensi pers, protes-protes itu..itu tidak mengecilkan hati saya, justru memotivasi saya untuk membuat em.saya tidak seperti yang mereka pikirkan saya harus bisa membuktikan seperti itu. Di KPU itukan ada komisioner ada sekertariat. Komisioner itu yang dilipih lima tadi dan didukung sekertariat. Waktu saya masuk pun orang-orang sekertariat itu masih melihat sebelah mata karena “gimana nanti dia bisa kerja? Ya kayak-kayak gitu” Tapi 87 226. 227. 228. 229. 230. 231. 232. 233. 234. 235. 236. 237. 238. 239. 240. 241. 242. 243. 244. 245. 246. 247. 248. 249. 250. 251. 252. 253. 254. 255. 256. 257. 258. 259. 260. 261. 262. 263. 264. 265. 266. 267. 268. 269. 270. 271. seperti yang kayak dilapangan, kondisi kayak gini ni jangan dipakai sebagai hambatan. Ini justru memotivasi saya untuk bagaimana merubah pola pikir seperti mereka. Janganlah melihat kecacatan saya tapi lihatlah kemampuan saya. Saya ingin seperti itu. Disinipun juga begitu. Ketika saya berhadapan dengan mereka, saya ingin membuktikan bahwa saya bisa. Karena saya sudah masuk disini dan saya harus membuktikan kinerja saya. Harus kelapangan, oke saya kelapangan. Saya bisa, orang sebelumnya saya juga orang lapangan enggak masalah sebetulnya. Saya bisa membuktikan, satu periodekan lima tahun. Periode yang lalu akhirnya pekerjaan saya bisa terselesaikan dengan baik. Kemudian saya mendaftar lagi untuk tahun kemarin, dan kebetulan saya berada di ranking tiga lagi. Saya masuk lagi di periode kedua. Saya enjoy aja tu, saya merasa orang-orang disekitar saya tu baik saya bekerja dimana pun justru saya selalu diminta untuk bicara. Karena saya bisa membuktikan bahwa saya bukan orang lemah yang seperti mereka pikirkan. Akhirnya mereka tidak melihat kecacatan saya kok. Justru potensi-potensi yang ada pada saya yang disorot oleh mereka. Ketika ada pertemuan PKK saya disuruh ngisi, jadi kalo engak ada MC saya juga diminta “ eh..ayo mbak..MC” berarti kan saya dipercayai oleh mereka, kemudian didesa-desa juga seperti itu..ya...saya enjoy aja saya merasa tidak ada hambatan. Penilaian masyarakat itu ada yang positif, negatif. Saya tidak pernah hiraukan yang negatif. Justru yang masih memiliki pikiran negatif itu yang saya ingin luruskan bahwa disabilitas itu tidak seperti yang anda pikirkan. Kemarin tu kan ada jalan sehat meyambut pemilu ya..serempak KPU pusat itu meminta untuk ada jalan bersama di semua propinsi dan kabupaten melakukan di hari itu juga bulan april. Ya..saya pake kursi roda karena saya enggak mampu berjalan jauh itu Justru yang mau dorong saya banyak sekali hahahaha..jadi saya enggak usah merasa berat apa. Temen-temen itu banyak sekali dari petugas-petugas kecamatan gantian-gantian gitu pada dorong sampe kayak gitu. Itu kan positif sekali. Jadi mereka ini memiliki sensitifitas, pas saya sampek jatuh, temen-tementu pada marahin kok sampe kayak gini itu..itukan energi positif yang sudah ada pada mereka. Saya merasa tidak dikucilkan, saya measa ada diantara mereka. Kalo saya enggak datang tu pada dicari kok. Kalo saya disini tu udah “Halo..halo..”semua ruangan sudah mendengar. “ki wong siji, orangnya belum keliatan suaranya sudah sampek” hahahaha..jadi kalo tidak ada saya “nek ga ada kamu sepi kantor sini” gitu...hehehehe Disabilitas itu punya kemampuan kok, kalok mereka enggak pernah dilatih enggak pernah dididik apapun ya udah seperti itu,tapi kalo dilatih saya bisa membuktikan pada diri saya, mendapat dukungan dari keluarga sangat tinggi karena bapak ibu saya dulu guru sekolah dasar sehingga dimotivasi “kamu harus bisa, kamu kan cuma kakimu aja yang lemah, satu lagi yang lain kan masi kamu gunakan” Dan didalam keluarga pun saya merasa tidak pernah mendapat prioritas-prioritas, karena bapak ibu saya itu menyamakan semuanya. Kalo semua anggota kerja, saya juga harus bekerja walaupun sambil duduk misalnya kan menyetrika bisa duduk atau di dapur anu bumbu-bumbu kan dengan duduk. Semua bekerja jadikan enggak ada yang iri “na tukan engak kerja kalo orang tua saya juga memberikan porsi sehingga saya tidak diam. Jadi karena saya lima bersaudara dan saya nomer tiga, ketika disuru bekerja ya bekerja semua seperti itu. Saya sudah tidak merasakan ada hambatan terhadap diri dan disabilitas saya, saya merasa tidak ada hambatan karena saya bisa. Apapun yang orang lain lakukan saya bisa kok. Justru malah ada orang-orang lain “aku enggak bisa begini begitu tapi kamu malah berani ngelakuin itu” Kayak perjalanan jauh, waktu itu saya 88 272. 273. 274. 275. 276. 277. 278. 279. 280. 281. 282. 283. 284. 285. 286. 287. 288. 289. 290. 291. 292. 293. 294. 295. 296. 297. 298. 299. 300. 301. 302. 303. 304. 305. 306. 307. 308. 309. 310. 311. 312. 313. 314. 315. 316. 317. harus ke Solo, suami tidak bisa ngater ya udah tak supirin sendiri justru penumpang-penumpangnya non disabilitas semua. Jadi ya udah..saya tidak boleh tergantung pada orang lain. Saya harus bisa suatu saat melakukan sesuatu sendiri tanpa harus merepotkan orang lain. Saya merasa enggak punya hambatan. Apapun yang ada dihadapan saya itu jangan dianggap sebagai hambatan, tapi harus kita lakukan, harus kita lalui, harus kita kerjakan, saya harus bisa membuktikan dan saya bisa melakukan itu. Jangan dianggap sebagai hambatan tapi termotivasi untuk menyelesaikan. Kemarin saya beberapakali melakukan sidang-sidang itukan, ya udah jalan aja, saya enggak merasa takut di jalan Jakarta itu kan bukan wilayah saya, tapi ya enggak masalah karena ini menjadi kewajiban ngapain takut. Saya enggak perlu emosi ketika orang lain memandang saya berat sebelah, justru orang yang masi punya pikiran itu akan menjadi sasaran saya supaya dia tu ngerti. Saya merasa bekerja itu sama dengan yang lain ya..apa yang menjadi tugas, kewajiban saya disini dan diluar itu saya lakukan dengan enjoy saja karena saya bisa melakukan itu, walau saya melakukan sendiri tanpa dibantu orang lain, saya sendiri bisa. Seperti misalnya saya harus monitoring ke petugas-petugas pedesaan, itukan malem ya itu saya kemana-mana sendiri. Kalo suami saya mengantar terus nunggu lama ya saya juga kasian kan. Dia mau ngapain? Kalo saya kan bisa meneliti pekerjaan yang saya lakuin, kasian nunggu lama makanya saya kemana mana juga sendiri, walaupun malam, walaupun apa saya sendiri lebih enjoy sendiri karena enggak merepotkan orang lain. Enjoy..suami saya juga sudah melepas, saya juga di motivasi sama suami saya gitu, karena itu tugas dan kewajiban it’s oke gitu..no problem gitu..jadi ya sudah saya lakukan. Justru keluarga saya sudah terbiasa, enggak masalah. Jadi sehari-harinya ya..saya di KPU sampe jam dua jam tiga, terus saya ke CIQAL itu sampek malem. Paling jam delapan, sembilan sampek rumah. Jadi kalok pulang siang itu malah tetangga bilang “eh kok pulang siang, kadingaren” jadi kalok pulang siang itu malah dibilangin sama tetangga hahaha.. Waktu terjun kelapangan, salah satunya waktu mau ferivikasi anggota faktual ya, partai tu kan punya anggota sekian ribu dan disampling lalu kita teliti, saya datang ke sana lalu tanya apa benar menjadi anggota partai tersebut, dia bisa menunjukkan KTP, kartu tanda anggota atau tidak, itu baru beberapa bulan yang lalu malah. Masih sering kok saya ditanya “ibu kok datengnya sendiri? temennya mana?” ya saya jelasin..apa adanya “ saya petugas bu..memang kenapa?” “ibu yang seperti itu kok mau dateng ke tempat-tempat seperti ini” Saya berusaha memahami ya “buk saya ini petugas, walaupun saya seperti ini saya juga bisa bekerja dan saya harus menjalankan tugas yang dibebankan pada saya” ya, mas..walaupu kaki saya seperti ini kan saya masi punya tangan, mata, telinga, otak dan sebagainya. Saya kan kelapangan naik motor roda tiga itu. Kalo ketempat desa-desa gitu kan ga bisa pake mobil. Masi sering...anak kecil juga pada mandang motor saya, cara jalan saya, ya saya tegur aja “ngapain ngeliat?” “itu kenapa kakinya kecil satu, ga bisa jalan ya? Kok pake tongkat?” seperti itu Iya saya pake, ga dipungkiri memang kondisi saya begini, ya biasa kemana-mana memang saya make kruk. Kalo ga make susah juga jalannya..hahaha Saya anggota di divisi hukum tentang kebijakan- kebijakannya itu SK-SK, ya itu kebijakan-kebijakan yang lain. Itu kalo ada sengketa, saya harus maju hehe. Ketika bulan-bulan lalu kan ada sengketa dari partai politik yang tidak lolos itu. Itukan menggugat KPU karena KPU dianggap tidak melakukan verifikasi Padahal bukti-buktinya komplit, saya enggak masalah, enggak takut. Tetep kita maju, saya maju. Nah, waktu itu saya 89 318. 319. 320. 321. 322. 323. 324. 325. 326. 327. 328. 329. 330. 331. 332. 333. 334. 335. 336. 337. 338. 339. 340. 341. 342. 343. 344. 345. 346. 347. 348. 349. 350. 351. 352. 353. 354. 355. berhadepan dengan partainya Yusril dan saya berhadapan dengan Yusril langsung. Jadi ketika Yusril mengatakan KPU begini-begini, bisa saya counter semua, bisa saya jawab semua karena bukti-buktinya saya bawa semua. Dia tanya apa, saya bisa jawan “ini buktinya” sampek sekian pertanyaan, Yusril kehabisan pertanyaan, akhirnya dia menuju kedisabilitasan saya yang semestinya tidak ditanyakan disitu. Berarti dia kan perspektifnya sudah tidak bagus lagi. Jadi dia mempertanyakan dan tidak mempercayai hasil kinerja saya sebagai anggota KPU. Saya enggak marah, nah ini orang-orang yang kayak gini, yang punya paradigma negatif ini yang akan menjadi sasaran saya nantinya, biar dia tau. Justru yang marah itu temen-temen karena disana kan anggota KPU seluruh Indonesia ya.., tapi saya enjoy saja. Temen-temen tu sampe “bakal kena azab dia” malah mendoakan yang jelek sekali terhadap Yusril. Karena dia negatif sekali memandang saya, seorang disabilitas yang menjadi anggota KPU, dikira saya kayak ga bisa bekerja. Saya didukung “sekarang kamu harus mengajukan somasi terhadap dia, ini, itu” “udahlah enggak usah, jangan sekarang” kalo dia lagi emosi kita tandingi dengan emosi itu anak kecil semua. Kita sudah dewasa, ada nanti saya akan berbuat sesuatu. Dia lagi emosi karena saya bisa jawab semua dan ada buktinya. Saya orang lapangan kok tidak dipercayai sebagai orang lapangan marah kan saya. Saya menggebu aja jawabnya. Saya itu orang lapangan “terus gimana kamu kelapangan?” sampek disegitukan“Ya naik motor la..saya bisa pakek motor roda tiga” saya ke desa- desa kan naik motor roda tiga, pake mobil kan enggak mungkin masuk-masuk kejalan yang kecil-kecil. Saya sampe ceritakan seperti itu “saya orang lapangan, saya pakek motor roda tiga yang saya gunakan” karena kondisi saya seperti ini saya tidak pake motor roda dua. “motor saya roda tiga” Perlu saya buktikan itu? Saksinya banyak. Kapan mau dateng ke jogja? Kalo masih disangsikan saya sebagai anggota KPU. Saya sudah dua periode disini” ya marah la saya kalo disangsikan. Saya marah karena saya masi diragukan begitu. Orang pas verifikasi lutut saya sampek sakit harus turun-naik-turun-naik. Bawa motor itu kan capek juga. Orang harus nanya dilingkungan situ kan saya tidak terbiasa denga RT, RW disitu kan harus tanya, harus turun. Kan enggak sopan kalo nanya di atas motor ini. Saya harus turun dengan kondisi seperti ini tidak mudah dan itu tidak dipahami oleh mereka. Saya marah karena diragukan seperti itu waktu itu, tapi begitu sudah selesai ya udah. Justru temen-temen KPU seluruh Indonesia mendukung saya semua “ajukan somasi ini, itu “ ya..sabar aja, terus saling kontak “gimana neng perkembanganmu?” “enteng aja ngapain kamu yang emosi hahaha” ngapain stres hehe Saya..itu waktu masi bayi...gak sampai sepuluh bulan, itu saya katanya sakit panas lalu di suntik. Nah..tiap orang itukan punya kerentanan polio ya mungkin pada saya waktu injeksi malah makin kuat, sampe saya akhirnya ga bisa merangkak, gak kuat jalan..diperiksakan lagi ternyata sudah tidak bisa. 90 LAMPIRAN 2 PEMBAGIAN UNIT MAKNA SUBJEK 2 No. Verbatim 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. Awal itu, karena orang tua saya ga punya biaya ya untuk oprasi kaki saya, nah saya dapet informasi kalo di Yakkum itu bisa bantu. Dari situ saya mulai kenal Yakkum. ya, dulu saya pernah kerja di Yakkum, trus keluar tapi habis itu masuk lagi hehehe Awal itu saya itu bekerja di Yakkum itu di bagian kerajinan habis itu saya nganggur.., habis itu sumpek dirumah saya balik lagi kesitu tapi di bagian kayu. pernah kerja di mabel, disawah, di tambak terus sekarang buka usaha. Saya banyak nyari-nyari ilmunya si mas. Saya itu tamat SMP ya..saya itu namanya orang bodoh ga tau banyak informasi. Tamat SMP itu susah cari kerja apa lagi ditambah saya cacat ya udah. Pas itu tamat SMP saya masuk Yakkum itu terus langsung kerja disana Nek di Yakkum si biasa aja e, soalnya sesama penyandang cacat. Saya pikir sama aja kayak orang normal bekerja di tempat umumnya orang normal. Situasinya sama aja Kalo disini si..em, macem-macem ya mas asal pandai-pandai menempatkan diri aja. Ya, yang menyenangkan ada, enggak juga ada. Yang menyenangkan ini, sini kan tetangga, sini kan profesinya jait, saya buka jaitan sama istri saya. ah mungkin rasa iba mereka jaitnya disini, meskipun jauh mereka kesini, kan sama-sama membutuhkan gitu. Disini oederannya juga lumayan. Kalo yang enggak menyenangkan itu ya, secara umum aja ya mungkin orang normal lo ya, bukan penyandang cacat seperti orang miskin di lingkungan orang kaya. Ya, mungkin orang miskin, orang yang rendah derajatnya lalu masuk di lingkungan orang biasa, orang kaya. Sebagaian ada yang nerima, sebagian juga enggak. Masyarakat mandang anak cacat itukan macem-macem, ada yang biasa aja, ada yang seperti orang kaya memandang orang miskin. Itu, dibilang..”ah itu orang rendahan, saya lebih tinggi derajatnya” kayak gitu Ya, belum tentu lo mas, orang normal itu mau istilahnya serawong dengan orang cacat. Sama aja kayak orang kaya belum tentu mau serawong dengan orang miskin Ya, yang namanya hidup begini itu ya, saya itu ya, cuek aja, pandai-pandai menempatkan diri. Ya udah si kalo mereka enggak mau serawong dengan kita. Saya si enggak membenci, saya anggep biasa aja lah. Yang penting kemasyarakatan ikut, partisipagi kegiatan juga ikut. Ya, sama seperti orang bekerja, yang saya rasain itu orang seperti saya itu ya, bekerja itu butuh e hahaha, buat anak itu yang mendorong untuk bekerja. Pengen seneng aja, pengen punya cita-cita ya kayak “ah, besok saya pengen beli ini, motor, perbaiki rumah, tabungan hari tua”. Saya itu, em..lebih condong ke agama saya ya mas..saya memandang saya itu berdasarkan agama. Apapun ibaratnya sakit itu cobaan, tapi di muslim sakit itu ganjaran dari Tuhan. Cacat kayak gini saya ini saya memandang inilah ganjaran dari Tuhan. Apapun yang diberikan Tuhan itu, ya..yang terbaik untuk umatnya. mungkin ini yang terbaik buat saya, , karena Tuhan pasti ngasi pahala yang lebih dari yang..normal gitu. Ibaratnya Tuhan ngasih wajah jelek, nah kalo udah dikasi wajah jelek terus enggak mengumpat nanti dikasih pahala lebih. Saya memandang hidup itu ibaratnya hidup cuma mampir minum aja. Kehidupan disana jauh lebih.apa ya, kehidupan setelah mati itu perjalanan yang sesungguhnya. Meskipun di kehidupan gini saya dikasi gini-gini, kecacatan kayak gini, miskin kayak gini yang pentingkan ibadah. Istilahnya dikasi miskin dan kecacatan itukan cobaan dari Tuhan. Ya yang penting ibadah, dikasi 91 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. kecacatan itu mungkin dapet pahala lebih dari Tuhan. Nek misalnya orang jelek di banding orang cakep karena dia jelek dikasi pahala lebih gitu, nek kalo orang ganteng dikasi lebih sedikit. Tapi kalo yang ganteng bisa melihara, tetep bersyukur ya dia dapet lebih juga dari yang enggak cakep modelnya kayak gitu. Mungkin gimana suatu pekerjaan itu baik, saya puas enggak dengan hasilnya, yang utama cepet jadi untungnya gede. Yang penting bagus dan saya puas dengan kerjaan itu. Kalo pekerjaan saya sekarang enggak ada masalah, saya bisa kerja dengan baik kayak orang biasa ya. Kadang kan saya nyambi di sawah itu, la itu kan hubungannya dengan tenaga gitu, hitungannya kalo orang normal mungkin capeknya nilainya satu nah kalo orang cacat seperti saya itu dua. Soalnya kondisinya begini nek jalan di sawah ki, susah apa lagi lumpur toh mas. Nyangkul juga gitu lelahnya itu lain. Oiya..jelas..sama orang normal jadi lebih berat. Saya kerja sebisa saya. Nek dulu saya tekun disawah, tapi karena sekarang jaitnya laku banget masyarakat sering kesini ya udah tekuni disini Saya itu jujur aja untuk semangat bekerja itu agak kurang gitu. Mungkin itu karakter orang si mas, kalo budaya orang cina itu kan rajin. Nah saya itu enggak gitu, saya itu agak nyatai, cukup makan la. Pengennya si kerja keras, tapi pemikirannya santai, ah besok-besok pelan-pelan aja. Awal mulanya ya, dulu aku tu di Yakkum kan dulu istriku itu buka di daerah UPN sana, nah karena repot keluarga saya suruh keluar aja terus bukanya disini. Saya itu enggak tau mau kerja apa, ada ini di cobain, ada itu di cobain karena enggak cocok saya keluar. Soalnya, nek serawong itunya kurang, ya kayak tadi kan ga semua mau serawong sama orang cacat. Mulai sumpek dirumah karena katerbatasan pergaulan juga kan yang saya tau cuma Yakkum. Ya jelas yang utama itu penghasilan. Mesakke lo mas dikit banget, enggak cocok juga disitu saya kerja jait-jait yang kayak perempuan itu. Udah kerjaan cewek hasilnya juga kecil toh jadi males saya. Saya lalu di bagian kayu itu lama banget tapi di berhentikan kerja. saya ga ngerti kenapa. Terus saya belajar jait sama istri saya. Saya itu mau ningkatin kemampuan itu karena untungnya lebih keliatan jadi saya nekunin ini aja hehehe Saya dulu pengen juga kerja di luar, di umum. Pemikiran itu ada, yang penting saya kerja dulu. Sekalian pengen kenal-kenal. Karena tau sendiri la mas, rasanya pengangguran di rumah itu. Pandangan masyarakat terhadap anak cacat yang ngaggur ibaratnya kan sampah, nah yang penting saya kerja kerja dulu. Masalah hasil saya nomer dua. Saya bekerja. Pelan-pelan saya nyari pengalaman untuk meningkatkan kemampuan lah istilahnya. Baru kemudian nyoba cari kerja di lain-lain diluaran gitu. Tapikan katerbatasan sama kesulitan anak cacat kan peluangnya itu lebih sedikit dari orang normal. Yang kedua kalo sudah diterima si tempat kerja misalnya. Kalo mau pindah saya mau kerja apa? Ya karena peluangnya kita itu lebih sedikit Saya pelan-pelan mau nyoba meningkatkan anulah untuk nambah-nambah pengalaman Oitu, saya kira bukan orang cacatpun akan memandang orang yang nganggur itu kayak gitu, apa lagi cacat lebih rendah lagi. Ya, gimana ya..itu si wajar aja ya orang saya sendiri juga dipandang sampah toh, ga punya apa-apa. ga bisa ikut banyak peran serta apa-apa. Ya wajar orang-orang mandang gitu. Ya, anak cacat juga harus punya seminimal mungkin kontribusi la seminimal mungkin untuk dirinya sendiri. enggak terlalu tergantung la sama orang lain. Em, ya semampunya saya mas hehe..sesuai kemampuan aja. Saya kalo jalan kaki sangat bermasalah. Ibaratnya saya jalan kaki ke depan yang deket sana aja masnya itu capek. Tapikan saya bisa pake motor ya, saya sangat-sangat tergantung dengan motor kemana-mana beli bahan, nganter anak, nganter pesenan walaupun itu cuma 92 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. deket itu tu sangat tergantung. Saya dulu enggak kenal motor roda tiga jadi saya belajar motor biasa. Bisa...saya si punya dua, yang satu motor biasa dan yang satu roda tiga. Kalo saya enggak bisa naik motor itu ibaratnya kayak katak dalam tempurung gitu. Susah kemana-mana, kalo terus dirumah mau ngapain, dirumah terus pengetahuannya juga terbatas. Kan pengen juga main-main di lingkungan sini,serawong. Makanya saya harus bisa dan saya memaksakan diri untuk bisa biar ga bergantung. Nek kalo istri saya enggak kuat makanya pake roda tiga. Saya pikir mungkin anak cacat itu sangat tergantung sama motor. Sadar atau enggak sadar itu kebutuhanyang sangat vital. Ibaratnya nek anak cacat itu..punya motor itu saya anggap suatu keharusan. Kalo enggak bisa sepeda ontel salah satunya ya motor. Nek sepeda ontel tu ngayuhnya pake kaki kan itu saya nyoba lelah banget. Yang pertama ya mas, mungkin ini juga yang dialami temen saya ya mas misalnya kalo kerja di suatu bagian ni ya ngawasi barang keluar masuk, ngepak-ngepak itu saya mampu, bisa tapi pas ngelamar gitu orang baru liat “ah anak cacat” meskipun kerjanya bagus tapi pas jalannya ketingkrik-ketingkrik gitu langsung bilang “maaf ya mas..”. Sama juga kerjaannya tu jait, tapi begitu yang punya liat itu cacat dia tu langsung gimana gitu lah. Kayak ragu hasilnya bagus apa engak Temen saya tu sampe bilang kesaya pengen kerja ditempat saya, tapi di tolak terus sama saya “yo wes, nanti ta coba bilang”. Baru karena ada hubungannya temen saya itu diterima. Iya, kalo orang yang sudah pernah serawung sama anak cacat itu enggak terlalu masalah. Kalo bisa si pilih-pilih kesekilannya, kemampuannya gitu. Ya, waktu kerja kan kita juga punya skill mas. Istilahnya diliat dulu la..90 mereka yg belum pernah serawung sama anak cacat itu mesti sulit mas..diterima pandangan perusahaan kan kayak gitu. Ya, udah wajar aja namanya juga anak cacat, merasa enggak adil la ya dilakukan kayak gitu, sebenernya mampu cuma bentuknya enggak seperti orang nornal. Saya lebih banyak bisa kerja karena ada hubungannya langsung e, kenal sama orang dalem lah istilahnya. Misalnya kayak mborong-mborong mebel itu disitu saya kan kenal sama yang punya, terus saya di tawari makanya saya bisa masuk. Nek disitu memang gajinya kecil, tapi saya disitu pengen nambah skill di mebel gitu cari-cari pengalaman lah istilahnya. Orang normal itu pandangannya salah sama orang cacat mas. Pandangannya gini “orang cacat itu mesti punya kelebihan” justru sebetulnya orang cacat itu punyanya keterbatasan dan kekurangan. Mungkin si itu asumsi dari agama ya. Tuhan itu ngasi gitu karena gini-gini, mesti punya gini-gini. Nah menurut saya itu keliru. Adanya keterbatasan dan perlu kepedulian lingkungan. Nek orang bilang orang “cacat itu mesti punya kelebihan” kelebihan apanya, nek orang cacat itu banyak yang bodoh, sudah bodoh, punya katerbatasan fisik dan banyak problemnya buat cari nafkah. Kalo kayak gini saya bisa bersaing dengan orang normal jait. Tapi untuk profesi tertentu ya beda lah orang cacat sama orang normal. Saya bisa saya, enggak masalah saya bersaing dengan orang normal karena untuk profesi saya sekarang fisik itu enggak mempengaruhi e. Misalnya di mebel itu saya juga enggak masalah, saya mampu bersaing dengan yang normal. Saya disitu kerjanya sebentar si mas, saya pengen cari pengalaman nambah-nambah ilmu permebelan aja. Ya, istilahnya untuk nambah keterampilan di banyak bidang supaya lebih mudah cari kerja. Kalo kerja disana kan yang penting kualitas, jadi bisa bersainglah dengan yang normal. Jadi, saya PD aja, kalo kerjaan saya jelek itu baru masalah. Saya disana itu awalnya karena kenal sama yang punya. Nah itu tu lagi nyari tenaga kerja yang mungkin mau di bayar murah, terus saya masuk 93 134. 135. 136. disana. Saya itu dulu waktu kecil sakit gejala polio, jaman dulu kan maaf ya orang tua masih bodoh, jadi belum tertangani dengan baik jadinya ya begini mau berobat juga ga ada biaya ya udah kayak gini. 94 LAMPIRAN 3 PEMBAGIAN UNIT MAKNA SUBJEK 3 No. Verbatim 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. Em, aku dulu SMA di SMA 1 Muhamadiah Prambanan tahun 2001, terus ikut kursus di Yakkum, langsung kerja disana. Aku itu dulu tamat SMA itu ada kayak kursus gitu ya di Yakum di paper troll selama tiga bulan. Lalu saya diminta untuk bekerja disana. Pertama kalinya aku bekerja di Yakkum Craf, bagian paper troll gambar tiga dimensi ya sekitar dua tahunan. Lalu saya juga sempat bekerja pada bapak Andi Sofian ya sekitar satu taun saya diminta untuk tinggal. Aku berhenti itu si karena nikah ya mas. Aku nikah, berhenti bekerja terus punya anak, begitu anak ku sudah besar aku pengen kerja juga Setelah bekerja disana, sama pak Andi aku kerja di Nurul Collection. Sebelum di Nurul aku ikut di loundry mas. Awalnya kesulitan juga mas kan penilaian orang itu sama kita yang difabel itu bisa apa enggak-bisa apa enggak. Tadinya aku enggak tau, itupun taunya dari temen kan ditawarin ikutan, kalo di perusahaan ini ada lowongan terus aku coba-coba, ya kalo diterima ya sukur kalo enggak ya enggak apa-apa. Allhamdulilah ya mas, yang daftarkan banyak ya, tapi yang diterima itu cuma tujuh orang. Tapi itu tergantung niat kita, mau berusaha apa enggak. Pokoknya saya enggak boleh kalah dengan yang normal gitu lah. Yang dialami si banyak mas, kadang misalnya kalo kita kerja..em..gimana ya..bingung juga jelasinnya hahaha. Ya kalo orang seperti saya mau kerja dengan upah yang lebih besar itu kan susah mas, yang mau nerima kerja kita aja itu upahnya standar mas Gini mas “Ah..difabel, paling golek kerjaan aja susah, disini tak terima aja sudah sukur, tak terima disini” gajinya dikit. Misalnya satu harinya cuma 15 ribu. Padahal itu bisa dapet apa gitu mas, kan kita juga punya keluarga, punya tanggungan gitu mas. Ya itu mas, kendalanya disitu bayarannya kecil banget mas. Kalo dinurul kebetulan itu semua difabel, perharinya ya mas, gajinya cuma 15 ribu itu belum kena potongan karena tiap minggunya libur. Selama aktifitas sebenarnya enggak sulit, karena kemana- mana saya masih bisa. Kebetulan kerja disini orang-orangnya ga mandang gitu ya mas antara difabel apa enggak karena disini kita bareng-bareng dan sama gitu lo.. Selama ini kan kita itu kerjanya sama gitu mas Kalo sebelumnya di Yakkum sama Nurul itu biasa aja, soalnya disana yang kerja banyakan difabelnya jadi ya biasa aja, enak. Tapi kalo disini sempet takut-takut juga, butuh adaptasi. Pertama kali minder di sini mas, soalnya belum adaptasi juga mas sama lingkungan gini. Ini pertama kalinya aku terjun kerja di tempat yang umum gini. Ya kita kan difabel mas.. campur baur sama orang-orang yang normal semua mas. Saya merasa minder juga mas. Orang-orang juga mandang kita itu gimana gitu mungkin di anggep aneh heran aku juga. Mungkin karena mereka jarang ketemu orang kayak kita. Pernah sih ada yang tanya tentang cacatnya itu tanyanya gini “maaf ya mbak aku mau tanya mbak kan cacat suaminya juga gitu apa anak mbak juga gitu?” “ya enggak lah..anak ku normal semua”. Tapi temen kita disini orangnya baik-baik. enggak mandang “ih kamu cacat” gitu. Untungnya penilaian temen-temen enggak gimana- gimana gitu sama saya. Nerima jadi seneng. Emang gini mas saya tekadnya saya harus berusaha seperti orang normal biasa, termasuk kalo saya kerja. Naik motor kemana-mana juga bisa. Awalnya butuh adaptasi sih mas. Baru masuk sini itu. Ya...minggu minggu pertama itu masih takut-takut ya 95 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. 52. 53. 54. 55. 56. 57. 58. 59. 60. 61. 62. 63. 64. 65. 66. 67. 68. 69. 70. 71. 72. 73. 74. 75. 76. 77. 78. 79. 80. 81. 82. 83. 84. 85. 86. 87. mas...lingkungan yang baru itu lo mas yang kayak gini itu lo dengan aku yang kayak gini. Gini, waktu masuk itu kira-kira lingkungannya mau nerima kita enggak ya?, orang-orang sini mandang kita gini gak ya? Kok orangnya yang kerja kayak gini ya? Hahaha. Awalnya emang takut-takut gimana gitu. Nah kalo masuk pertama kali itu tu temen-temen tu ya kayak pada gimana gitu, awalnya ya sempat “o..ternyata orang kayak gitu bisa diterima kerja, bisa kerja gak ya?” secara fisik mungkin aku kurang, tapi mereka mikir secara ini otak juga kurang atau kemampuan gitu. Komunikasinya juga dikira kurang “bisa po..ngelakuin ini, bisa po ngomongnya”. Ya, awalnya ya sedih juga ya tapi biarla mereka bilang apa kan yang penting kan kinerja kita gitu ya dan saya mampu melakukan itu. Misalnya gini kan ada kerjaan sesuatu ni, terus kan kakinya cuma satu terus kan kayak enggak di percaya apa ga dikesempatan gitu lo mas “udah biar aku aja” kadang tu ya gitu, enggak dapet kesempatan. Padahal aku yakin banget bisa ngerjain itu, bahkan bisa lebih baik. Tapi setelah seminggu dua minggu biasa aja. Tapi untungnya saya itu satu hari kenal hari besoknya ya uda biasa aja. Akhirnya kalo aku kesulitan juga di bantu kok, temen-temen disini juga bantu. Kalo ada apa-apa mesti di bantu. La mas, ga liat yang di depan-depan itu cantik-cantik semua kan? La aku? Haha bentuknya aja begini Tapi saya tetep optimis kok mas, saya-bisa, saya bisa. Tapi setelah sebulan lebih sekarang sudah nyaman okelah sama temen-temen hahaha. Ya, ada seneng sedihnya ya mas. Seneng karena uda bisa kerja, cari nafkah, bantu suami penghasilannya juga disini lebih besar dari yang kemaren. Sedihnya itu peraturannya itu lo kita yang baru di terima kerja disini kan nah nanti disaring lagi 30nya nanti diambil, agak berat si mas saingannya Tapi meski begitu ya saya optimis tapi kalo akhirnya ga kesaring ya cari lagi aja, siapa tau ternyata dapet yang lebih baik. Aku enggak malu mas, aku enggak ngerasa diriku terbatas mas. Aku bisa kok kerja kayak orang normal. Misal ni ya mas, kita kalo duduk ni kan kayak orang biasa, enggak keliatan lah gitu. Difabel yang lain tu masi suka malu-malu, aku si biasa aja berdiri terus jalan yang lain pada liatin, lirik-lirik ya PD percaya diri aja hehehe. Pernah gini juga, kan ada pelanggan, pelanggan nya ini difabel pake tangan palsu gitu ya, tapi kenapa dia sembunyiin tangannya dilipet kayak gini melipat tangan kayak malu gitu. Kenapa emangnya? Wong aku aja ya ngasi kembalian ke pelanggan aku anterin gak malu. Ya, misalnya ya, mau pindah tempat ni dari sini ke sana itu kan banyak krumunan tu pas pindah itu pasti dilirik-lirik di liatin gitu la. Pelanggan juga gitu, tapi diliatin sepintas aja. Akhirnya setelah saya samperin terus ngobrol itu ya biasa aja, malah welcome sama kita. Ya, cari nafkah mas, untuk biaya anak sekolah juga kan. Meskipun kita difabel tapi kebutuhan kita kan juga sama mas, butuh biaya banyak. Apa lagi suami saya sekarang di PHK. Pengaruh juga si mas. Maksudte kita difabel ini kayak dibilang bisa enggak ya, bisa enggak-bisa enggak gitu. Misalnya aku pengen nyoba di bagian kasir depan. Tapi dari kepala kasirnya belum ngasi, karena kasihan. aku yo juga pengen nyoba di kasir OT itu, kasir depan yang cuma bisa sepuluh aitem tok, aku tu bisa kok. Kalo di couter-counter gini kita dikasi karena kan ada tempat duduk jadi kalo capek bisa duduk juga. Kasir depan itukan gak boleh duduk, bener-bener 7-8 jam itu berdiri. Kalo saya memang enggak kuat mas, bener,terbatas juga kan, capek soalnya tumpuannya satu toh mas. Emm. Mungkin bisa nambah pengalaman bergaul ya mas, nek kalo kita cuma dirumah temen kita siapa? Paling itu-itu aja, kita ya butuh temen juga noh. Kalo diluar kan kita bisa lebih interaksi ni, bisa kenal ini itu orang-orang tu juga bisa 96 88. 89. 90. 91. 92. 93. 94. 95. 96. 97. 98. 99. 100. 101. 102. 103. 104. 105. 106. 107. 108. 109. 110. 111. 112. 113. 114. 115. 116. 117. 118. 119. 120. 121. 122. 123. 124. 125. 126. 127. 128. 129. 130. 131. 132. 133. temenan sama kita. ya aku sudah enggak mengalami masa-masa sulit kayak dulu si.Ya, mau cari kerja itu rasanya susah-susah gampang. Kerjaan itu banyak tapi kan ga semua mau nerima difabel mas, makanya saya kerja di Yakkum kan memang dari difabel, oleh difabel dan untuk difabel. Pertama kali masuk Nurul itu kan ya, bisa enggak ya-bisa enggak ya. Sempat di enyek juga. Aku dulu kan di tekstil mas, terus katanya aku enggak boleh disana jadi aku ditarik ke kasir aja katanya disana capek kasiankan, kalo dikasir boleh duduk. Emang sih sebenernya capek juga di tekstil dari pagi sampe jam tiga itu berdiri terus e mas. iya, capeknya itu di bagian tangan, kan harus nopang tongkat gini kan sama kakinya juga..capek. Ya sekarang yang penting tempatnya nyaman, dari lingkungan sama kerjaan udah cukup, mau nerima kita. Sekarang si kayaknya uda mulai perusahaan yang nyari karyawan difabel juga, ngasi kesempatan gitu. Pernah juga ada yang pasang iklan dikoran katanya si bantuan ya untuk usaha gitu, pas saya hubungi katanya enggak bisa. Ya..kayak agak dipersulit dikit, gini-gitu, gini-gitu. Saya tu sampek kesel “mas, kalo kamu ga niat bantuin gak usah masang iklan” kayak ditipu-tipu gitu lo. Aku tu sebenernya kalo keluar dari carrefour ni pengennya tu usaha mas. Ya..kalo terus kerja sama orang itu kapan majunya. aku ya gak pengen ikut orang terus Saya kan pernah kursus jait kan mas di PLK pelatihan tenaga kerja ditu dulu. Bisa la.. Enggak kesulitan juga si mas, ya kaki saya kan memang satu hehehe tapi klo nginjak dinamo gak kesulitan kok, bisa aja. Ya kayak cari kerja gitu mas, bawa stop mamp, wawancara, kebetulan saya di wawancarai sama bapak direkturnya sendiri. Iya ada, untuk yang difabel itu wawancaranya di Yakkum itu mas. Em..mungkin waktu di Nurul ya, disitu saya keluar karena anak saya sakit, terus ga boleh libur akhirnya saya keluar terus nganggur selama dua bulan. Habis itu aku di panggil lagi, soalnya pemiliknya itu sudah percaya sama aku, malah di kasi kepercayaan di suru belanja barang sendiri. Aku tu disitu dianggep kerjaannya bagus. Jadi, tiap hari itu saya keluar kemana-mana, bisa sendiri bawa motor. Enggak ada hambatan, tiap hari mas aku bawa motor ke bringharjo, jalan parangkritis belanja. Saya di kasi kepercayaan gitu, sampe- sampe enggak dikasi keluar gitu kan. Uda bisa kerja disitu. Saya mau hidup lebih baik dan saya tekat untuk keluar dari sana untuk cari kerja yang lebih baik. Sempat di iming-imingi juga katanya gajinya mau di naikin, tapi enggak lah..hahaha. Ya ia mas, ga semuanya mau nerima, soalnya apa ya, kita difabel itu masi dianggep sebelah mata gitu lo, di raguin. Kita tu cuma belum dikasi mencoba gitu mas, belum liat kerja kita. Kalo sudah dikasi kesempatan terus dicoba baru bisa dinilai, masak belum nyoba sudah dinilai. Ya, kecewa la kalo digituin. Uda dari lahir saya mas..dulu ibu saya itu enggak tau kalo di dalem kandungannya tu ada saya, ada bayinya gitu lalu dia suntik KB gitu, begitu beberapa bulan dia baru sadar terus ya saya lahirnya begini. Awalnya saya agak ga terima, kenapa ya saya dilahirkan seperti ini, sementara temen-temen saya baik-baik normal semua. Saya kan sekolahnya dulu dari SD di umum semua, saya keluar dari Yakkum itu kan soalnya disana difabel semua mas. Saya si prinsipnya pokoknya saya harus di umum biar lebih dapet pengalaman la mas ya, interaksi juga. Soalnya apa ya, ga semua tu bisa temenan ama kita, gitu makanya aku samperin duluan biasanya besok uda welcome. Saya waktu itu liat temen-temen bisa bawa motor, sedangkan saya? cuma di bonceng terus. Saya pengen mas kayak gitu. Ya, sekarang saya sudah bisa terima kondisi saya dan saya juga sudah bisa bawa motor kayak orang lain. Ya, saya belajar gak mungkin kan saya dianter terus, makanya saya kerja bisa pergi sendiri, 97 134. 135. 136. 137. 138. 139. 140. 141. kemamana-mana gitu.tapi motornya di modif dikit jadi roda tiga hahaha., soalnya kalo roda dua gak mungkin. Nek kerja aku juga mesti pake kruk juga Ya, kadang anak kecil kalo liat “itu kenapa itu kakinya cuma satu?” tapi ya, yaudah la..gak apa-apa anak kecil. Kalo di masyarakat si, biasa aja mungkin karena uda sering liat dan uda kenal jadi enggak mandang difabel saya. Sebetulnya yang nanya banyak mas,nanyak “mbak difabel ya?” “suaminya difabel juga?” “anaknya mbak?” Allhamdullilah normal..gitu-gitu si mas. Saya si nganggepnya apa ya mas...takdir yang memang sudah harus saya jalani gitu..saya begini kan juga sudah dari kecil, dari kandungan. 98 LAMPIRAN 4 INTERVEW PROTOKOL SUBJEK 1 Nama Interviewe Insial : NN Jenis Kelamin : Perempuan Pekerjaan : Komisioner KPU Tempat : Kantor KPU, Sleman Status Pernikahan : Menikah Usia : 45 tahun MEANING UNIT TRANSFORMASI 1 TRANSFORMASI 2

1. Ya..kalo saya bekerja sebelumnyakan..saya bekerja