Abdurrahman Wahid dalam Misi Kemanusiaan Dunia
diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini
karena hanya angota Fraksi PKB yang tidak setuju dengan nota tersebut. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota
NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Abdurrahman Wahid turun menuduhnya mendorong protes tersebut.
Abdurrahman Wahid membantah tuduhan mendorong demonstran dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU
terus menunjukkan dukungan mereka kepada Abdurrahman Wahid dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan
Abdurrahman Wahid sebagai presiden hingga mati.
87
Pada bulan Maret, Abdurrahman Wahid mencoba membalas oposisi dengan melawan perbedaan pendapat pada kabinetnya. Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Abdurrahman Wahid
mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan
kebijakan, dan dianggap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Abdurrahman Wahid
mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati Soekarnoputri mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inaugurasi penggantian menteri. Pada
87
M. Hamid, op. cit, hlm. 64-65
30 April, DPR mengeluarkan nota kedua dan meminta diadakannya Sidang Istimewa MPR pada 1 Agustus.
88
Abdurrahman Wahid mulai putus asa dan meminta Menteri Koordinator Politik, Sosial dan Keamanan Menko Polsoskam Susilo
Bambang Yudhoyono untuk menyatakan keadaan darurat. Yudhoyono menolak dan Abdurrahman Wahid memberhentikannya dari jabatannya
beserta empat menteri lainnya dalam reshuffle kabinet pada tanggal 1 Juli 2001. Pada 20 Juli, Amien Rais menyatakan bahwa Sidang Istimewa MPR
akan dimajukan pada 23 Juli. TNI menurunkan 40.000 tentara di Jakarta dan juga menurunkan tank yang menunjuk ke arah Istana Negara sebagai bentuk
penunjukkan kekuatan.
89
Pada 23 Juli 2001, Presiden Abdurrahman Wahid kemudian mengumumkan dekrit yang berisi 1 Membekukan Majelis
Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat. 2 mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan
serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu dalam waktu satu tahun. 3 menyelamatkan gerakan reformasi total dari
unsur-unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golongan Karya sambil menunggu keputusan Mahkamah Agung, untuk itu kami
memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah penyelamatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan
88
Ibid, hlm. 65
89
Ibid, hlm. 65-66