pengumuman dekrit pada 23 Juli 2001, yang berisi 1 Membekukan Majelis Permusyawaratan Rakyat dan dewan Perwakilan Rakyat. 2
mengembalikan kedaulatan ke tangan rakyat dan mengambil tindakan serta menyusun badan yang diperlukan untuk menyelenggarakan pemilu dalam
waktu satu tahun. 3 menyelamatkan gerakan reformasi total dari unsur- unsur Orde Baru dengan membekukan Partai Golongan Karya sambil
menunggu keputusan Mahkamah Agung, untuk itu kami memerintahkan seluruh jajaran TNI dan Polri untuk mengamankan langkah penyelamatan
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan menyerukan kepada seluruh rakyat Indonesia untuk tetap tenang serta menjalankan kehidupan sosial
ekonomi seperti biasa.
3. Lengsernya Abdurrahman Wahid
Pada pertemuan dengan rektor-rektor universitas pada 27 Januari 2001, Abdurrahman Wahid menyatakan kemungkinan Indonesia masuk ke
dalam anarkisme. Ia lalu mengusulkan pembubaran DPR jika hal tersebut terjadi. Pertemuan tersebut menambah gerakan anti-Abdurrahman Wahid.
Pada 1 Februari, DPR bertemu untuk mengeluarkan nota terhadap Abdurrahman Wahid. Alasan dikeluarkan nota ini karena banyak elit politik
dari anggota DPRMPR merasa kecewa dengan gaya kepemimpinan Abdurrahman Wahid dalam mengemukakan kebijakannya seperti
pemcopota beberapa menteri, memperbolehkan pengibaran bendera bintang kejora dan kondisi ekonomi yang tak membaik. Nota tersebut berisi
diadakannya Sidang Khusus MPR dimana pemakzulan Presiden dapat dilakukan. Anggota PKB hanya bisa walk out dalam menanggapi hal ini
karena hanya angota Fraksi PKB yang tidak setuju dengan nota tersebut. Nota ini juga menimbulkan protes di antara NU. Di Jawa Timur, anggota
NU melakukan protes di sekitar kantor regional Golkar. Di Jakarta, oposisi Abdurrahman Wahid turun menuduhnya mendorong protes tersebut.
Abdurrahman Wahid membantah tuduhan mendorong demonstran dan pergi untuk berbicara dengan demonstran di Pasuruan. Namun, demonstran NU
terus menunjukkan dukungan mereka kepada Abdurrahman Wahid dan pada bulan April mengumumkan bahwa mereka siap untuk mempertahankan
Abdurrahman Wahid sebagai presiden hingga mati.
87
Pada bulan Maret, Abdurrahman Wahid mencoba membalas oposisi dengan melawan perbedaan pendapat pada kabinetnya. Menteri
Kehakiman dan Hak Asasi Manusia Yusril Ihza Mahendra dicopot dari kabinet karena ia mengumumkan permintaan agar Abdurrahman Wahid
mundur. Menteri Kehutanan Nurmahmudi Ismail juga dicopot dengan alasan berbeda visi dengan Presiden, berlawanan dalam pengambilan
kebijakan, dan dianggap tidak dapat mengendalikan Partai Keadilan, yang pada saat itu massanya ikut dalam aksi menuntut Abdurrahman Wahid
mundur. Dalam menanggapi hal ini, Megawati Soekarnoputri mulai menjaga jarak dan tidak hadir dalam inaugurasi penggantian menteri. Pada
87
M. Hamid, op. cit, hlm. 64-65