2. Manfaat Penulisan
a. Bagi Universitas Sanata Dharma Khususnya FKIP
Penulisan ini diharapkan untuk menambah bahan bacaan yang berguna bagi pembaca baik yang berada di lingkungan Universitas Sanata
Dharma maupun bagi pembaca yang berada di luar Universitas Sanata Dharma khususnya mengenai “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman
Wahid Tahun 1999-2001”. b.
Bagi Pengembangan Ilmu Pengetahuan Penulisan ini diharapkan bisa menjadi referensi dan menambah
perbendaharaan dalam pengembangan sejarah khususnya tentang “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001”.
c. Bagi Pengembangan Diri
Untuk menambah pengalaman dan pengetahuan dalam menulis karya ilmiah khususnya tentang “Kebijakan-Kebijakan
Presiden Abdurrahman Wahid Tahun 1999-2001” dan juga dapat mempertajam cara
berpikir penulis. Penulis juga berharap, tulisan ini dapat menjadi bahan refleksi bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, berfungsi sebagai
pelajaran tentang pentingnya menanamkan sikap menjunjung tinggi demokrasi.
D. Sistematika Penulisan
Makalah yang berjudul “Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman
Wahid Tahun 1999-2001” ini memiliki sistematika sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan, berisi tentang latar belakang masalah, perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penulisan dan sistematika penulisan. Bab II : Abdurrahman Wahid dan kebijakan-kebijakannya sebagai Presiden
Republik Indonesia serta analisis atas kebijakan-kebijakan Abdurrahman Wahid.
Bab III : Berisi kesimpulan dari bab II. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
BAB II KEBIJAKAN-KEBIJAKAN PRESIDEN ABDURRAHMAN WAHID
1999-2001
A. Latar Belakang Kehidupan Abdurrahman Wahid
1. Abdurrahman Wahid dan Keluarga
Abdurrahman Wahid lahir pada hari ke-4 dan bulan ke-8 kalender Islam tahun 1940 di Denanyar Jombang, Jawa Timur dari pasangan Wahid
Hasyim dan Sholehah. Terdapat kepercayaan bahwa ia lahir tanggal 4 Agustus, namun kalender yang digunakan untuk menandai hari kelahirannya
adalah kalender Islam yang berarti ia lahir pada 4 Syaban 1359 Hijriah, sama dengan 7 September 1940.
10
Ia lahir dengan nama Abdurrahman Addakhil. Addakhil berarti Sang Penakluk. Kata Addakhil tidak cukup dikenal dan diganti nama
Wahid, dan kemudian lebih dikenal dengan panggilan Abdurrahman Wahid. Gus adalah panggilan kehormatan khas pesantren kepada seorang
anak kiai yang berarti abang atau mas.
11
Abdurrahman Wahid adalah putra pertama dari enam bersaudara. Ia lahir dalam keluarga yang sangat terhormat dalam komunitas Muslim
Jawa Timur. Kakek dari ayahnya adalah K.H. Hasyim Asyari, pendiri Nahdlatul Ulama NU, sementara kakek dari pihak ibu, K.H. Bisri
Syansuri, adalah pengajar pesantren pertama yang mengajarkan kelas pada
10
M. Hamid, Gus Ger: Bapak Pluralisme Guru Bangsa, Yogyakarta, Pustaka Marwa, hlm. 13
11
Ibid, hlm. 14
perempuan. Ayah Abdurrahman Wahid, K.H. Wahid Hasyim, terlibat dalam Gerakan Nasionalis dan menjadi Menteri Agama tahun 1949. Ibunya, Ny.
Hj. Sholehah, adalah putri pendiri Pondok Pesantren Denanyar Jombang.
12
Abdurrahman Wahid secara terbuka pernah menyatakan bahwa ia memiliki darah Tionghoa. Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah
keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah Tan Eng Hwa, pendiri Kesultanan Demak. Tan A
Lok dan Tan Eng Hwa ini merupakan anak dari Putri Campa, puteri Tiongkok yang merupakan selir Raden Brawijaya V. Tan Kim Han sendiri
kemudian berdasarkan penelitian seorang peneliti Perancis, Louis-Charles Damais diidentifikasikan sebagai Syekh Abdul Qodir Al-Shini yang
diketemukan makamnya di Trowulan.
13
Pada tahun 1944, Abdurrahman Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, tempat ayahnya terpilih menjadi Ketua pertama Partai Majelis
Syuro Muslimin Indonesia Masyumi, sebuah organisasi yang berdiri dengan dukungan tentara Jepang yang saat itu menduduki Indonesia.
Setelah deklarasi kemerdekaan Indonesia tanggal 17 Agustus 1945, Abdurrahman Wahid kembali ke Jombang dan tetap berada di sana selama
perang kemerdekaan Indonesia melawan Belanda. Pada akhir perang tahun 1949, Abdurrahman Wahid pindah ke Jakarta dan ayahnya ditunjuk sebagai
12
Ibid, hlm. 14
13
Ibid, hlm. 15
Menteri Agama.
14
Pada bulan April 1953, Abdurrahman Wahid bersama ayahnya mengendarai mobil ke daerah Jawa Barat untuk meresmikan
madrasah baru. Di suatu tempat di sepanjang pegunungan antara Cimahi dan Bandung, mobilnya mengalami kecelakaan. Abdurrahman Wahid bisa
diselamatkan, tetapi ayahnya meninggal.
15
Sewaktu masih kecil, Abdurrahman Wahid belajar mengaji dan membaca Al-Qur’an pada kakeknya, K.H. Hasyim Asyari. Dalam usia lima
tahun ia telah lancar membaca Al-Qur’an. Pada saat Abdurrahman Wahid pindah dari Jombang ke Jakarta, ia belajar di SD KRIS sebelum pindah ke
SD Matraman Perwari dan mengikuti les privat Bahasa Belanda. Menjelang kelulusannya di Sekolah Dasar Abdurrahman Wahid memenangkan lomba
karya tulis se-wilayah kota Jakarta dan menerima hadiah dari pemerintah. Abdurrahman Wahid dikirim orangtuanya untuk belajar di Yogyakarta.
Pada tahun 1953 ia masuk SMEP Sekolah Menengah Ekonomi Pertama Gowongan, sambil menjadi santri di pesantren Krapyak. Abdurrahman
Wahid banyak membaca buku berbahasa Inggris seperti buku karya Karl Max, filsafat Plato, dan Thales. Ia mendengarkan radio Voice of Amerika
serta BBC London untuk meningkatkan berbahasa Inggris dan menambah wawasan.
16
14
Idem.
15
Ibid, hlm. 16
16
Ibid, hlm. 30-32