cukup anggota untuk membuat Habibie berhasil. Namun, fraksi “Golkar Putih” yang dipimpin oleh Akbar Tandjung telah memutuskan untuk
menghadang niat Habibie. Hasil akhir penghitungan suara dengan jelas menunjukkan bahwa Habibie telah digulung. Terdapat tekanan agar ia
mengundurkan diri dari pencalonan presiden dan oleh karena itu yang tersisa adalah Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Pada 20
Oktober 1999, Habibie mengundurkan diri dari perebutan kursi kepresidenan.
50
Ketika penghitungan suara sudah hampir memasuki paro kedua, Abdurrahman Wahid menggungguli Megawati Soekarnoputri dan terus
melaju meraih kemenangan. Abdurrahman Wahid telah mendapat dukungan dari Poros Tengah dan fraksi Golkar di bawah pimpinan Akbar Tandjung.
Megawati Soekarnoputri terguncang dengan hasil ini, tetapi ia tetap bersikap sportif dan memberi selamat kepada Abdurrahman Wahid. Para pendukung
Megawati Soekarnoputri pun marah dan melakukan kerusuhan.
51
Megawati Soekarnoputri akan mengikuti pemilihan wakil presiden hanya apabila ia dipilih secara aklamasi. Alwi Shihab dan yang lain-lainnya
membujuk dan memberi pengertian kepada Megawati Soekarnoputri bahwa apabila ia ikut serta dalam pertarungan untuk kursi wapres dengan bersaing
melawan pemimpin PPP, Hamzah Haz, maka hal ini merupakan cara terbaik untuknya menjadi wapres. Pada awal penghitungan, Hamzah Haz
50
Ibid, hlm. 349-350
51
Ibid, hlm. 350-351
kelihatannya hampir dapat dipastikan menduduki kursi wapres. Akan tetapi akhirnya Megawati Soekarnoputri berhasil mengungguli Hamzah Haz dan
memenangkan posisi wapres ini. Di seluruh negeri orang menjadi terbiasa melihat Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri sebagai
kombinasi yang mungkin paling baik.
52
B. Kebijakan-Kebijakan Presiden Abdurrahman Wahid
1. Pengertian Kebijakan
Kebijakan adalah rangkaian konsep dan asas yang menjadi pedoman dan dasar rencana dalam pelaksanaan suatu pekerjaan,
kepemimpinan, dan cara bertindak. Istilah ini dapat diterapkan pada pemerintahan, organisasi dan kelompok sektor swasta, serta individu.
Kebijakan berbeda dengan peraturan dan hukum. Jika hukum dapat memaksakan atau melarang suatu perilaku misalnya suatu hukum yang
mengharuskan pembayaran pajak penghasilan, kebijakan hanya menjadi pedoman tindakan yang paling mungkin memperoleh hasil yang
diinginkan.
53
Kebijakan atau kajian kebijakan dapat pula merujuk pada proses pembuatan keputusan-keputusan penting organisasi, termasuk identifikasi
berbagai alternatif seperti prioritas program atau pengeluaran, dan pemilihannya berdasarkan dampaknya. Kebijakan juga dapat diartikan
52
Ibid, hlm. 351-352
53
https:id.wikipedia.orgwikiKebijakan, diunduh 16 Juni 2015
sebagai mekanisme politis, manajemen, finansial, atau administratif untuk mencapai suatu tujuan eksplisit.
54
2. Faktor-Faktor Penentu Kebijakan
Keberhasilan kebijakan dalam masyarakat sangat ditentukan oleh perumusan kebijakan ini. Banyak kebijakan yang secara umum dipandang
para ahli cukup baik, tetapi tidak berhasil diterapkan dalam masyarakat, sehingga tidak mencapai tujuan yang diharapkan. sebaliknya, ada kebijakan
yang kurang bermutu dilihat dari substansinya, namun diterima masyarakat karena mewakili aspirasinya. Sekalipun dalam pencapaian tujuan terdapat
banyak kekurangan.
55
Ada dua faktor yang menentukan keberhasilan suatu kebijakan. Pertama, mutu dari kebijakan dilihat dari substansi kebijakan yang
dirumuskan. Hal ini dilihat pada kebenaran mengidentifikasi masalah secara tepat. kebenaran identifikasi masalah secara tepat artinya masalah yang
diidentifikasi itu tidak hanya sekedar benar dalam arti masuk akal, tetapi juga dapat ditangani dilihat pada berbagai sarana dan kondisi yang ada
mungkin dapat diusahakan. Di samping itu terdapat strategi yang tepat pula dalam mengimplementasikan suatu kebijakan. Kedua, adanya dukungan
dalam menjalankan strategi kebijakan yang dirumuskan. Tanpa dukungan yang cukup, kebijakan tidak dapat terwujud.
56
54
Idem.
55
Said Zainal Abidin, Kebijakan Publik, Jakarta, Salemba Humanika, 2012, hlm. 109-110
56
Ibid, hlm. 110
3. Kebijakan Bidang Politik, Ekonomi Sosial dan Budaya Presiden
Abdurrahman Wahid a.
Bidang Politik
Kabinet pertama Abdurrahman Wahid, Kabinet Persatuan Nasional, adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai
politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan PK. Sebelum pemilihan, Abdurrahman Wahid telah berbicara mengenai perlunya
membentuk suatu kabinet “Persatuan Nasional” yang terdiri atas anggota- anggota yang berasal dari spektrum politik yang luas. Ide ini mungkin dapat
terlaksana seandainya Abdurrahman Wahid bebas memilih menteri- menterinya. Abdurrahman Wahid berbicara dengan penuh harap mengenai
kabinet yang sedang direncanakannya ini, sambil menyebutkan nama-nama mereka yang ia anggap terbaik dari 25 menterinnya. Pada waktu
pengumuman, kabinet itu telah menjadi gabungan yang terlalu besar, yang tediri dari berbagai kepentingan politik dan perorangan yang bukan saja
berbeda tetapi saling berlawanan. Namun demikian, masih ada menteri- menteri yang secara potensial memang baik. Siaran televisi mengenai
pengumuman susunan kabinet ini merupakan hal yang juga penting untuk disimak. Abdurrahman Wahid memulai pengumuman ini dengan
membacakan susunan kabinet, oleh karena jelas Abdurrahman Wahid tak dapat melakukan sendiri.
57
57
Greg Barton, op. cit, hlm. 354-355
Dalam bulan November 1999, Abdurrahman Wahid berangkat untuk mengadakan lawatannya yang penting ke berbagai negara.
Ini adalah rangkaian pertamanya ke luar negeri sebagai presiden. Sebagaimana
kunjungan-kunjungannya ke luar negeri, kali ini mengadakan sejumlah pertemuan yang telah diatur terlebih dulu, ditambah kunjungan kenegaraan
untuk melengkapi rute perjalananya. Dalam kunjungannya ke Amman di
Yordania dan Salt Lake City di Amerika Serikat, Abdurrahman Wahid juga mengadakan kunjungan singkat ke negara-negara ASEAN untuk
memperkenalkan dirinya dan pemerintahannya, kemudian diakhiri dengan kunjungan di Tokyo dan Washington DC. Dalam perjalanannya ke
Yordania, Abdurrahman Wahid mengunjungi Kuwait dan Qatar. Lalu di Amman ia bertemu dengan Raja Abdullah dan adiknya, Putra Mahkota
Hussein dan juga Yaser Arafat, yang melintasi lembah Yordania untuk berbicara dengannya membicarakan masalah cita-cita bangsa Palestina.
Abdurrahman Wahid pun berencana bertemu dengan PM Israel namun batal. Pada salah satu konfrensi pers Abdurrahman Wahid di Salt Lake City,
ia mengungkit masalah KKN. Abdurrahman Wahid mengemukakan secara tak langsung bahwa tiga menterinya terlibat KKN. Seminggu kemudian
Menko Kesra Hamzah Haz tiba-tiba mengundurkan diri. Perjalanan Abdurrahman Wahid ke luar negeri yang kedua dilakukan pertengahan
Desember dengan tujuannya ke Beijing untuk membahas masalah ekonomi di Indonesia.
58
Salah satu perhatian utama Abdurrahman Wahid sebagai Presiden adalah membina sekelompok orang yang dipercayainya untuk mengawasi
proses reformasi dan pengelolaan negara. Tindakan resminya yang pertama adalah membubarkan dua departemen. Yang pertama adalah Departemen
Penerangan. Alasannya kehadiran departemen ini lebih banyak ruginya daripada manfaatnya, baik oleh karena pendekatannya yang bersifat otoriter
terhadap pengendalian informasi dan oleh karena kebiasaan yang berurat akar untuk memeras uang dari penerbit media. Yang kedua ditutupnya
adalah Departemen Sosial. Alasan yang diberikan adalah korupsi dan praktik-praktik pemerasan telah sedemikian merasuki departemen ini
sehingga departemen ini tak dapat lagi direformasi dan kegiatannya harus dilakukan oleh departemen-departemen yang lain. Penutupan kedua
departemen ini memang kontroversial, apalagi yang berkaitan dengan departemen sosial dan membuatnya kehilangan popularitas di kalangan
tertentu.
59
Sekembalinya di Jakarta dari kunjungan luar negerinya, Abdurrahman Wahid mengambil tindakan yang menentukan dengan
mengganti kepala BPPN yaitu Glenn MS Yusuf. Penggantian ini ia lakukan
58
Ibid, hlm. 357-359
59
Ibid, hlm. 360
karena Glenn MS Yusuf mempunyai hubungan terlalu dekat dengan rezim Orde Baru.
60
Bulan selanjutnya, Abdurrahman Wahid berangkat ke London, Paris, Amsterdam, Berlin dan Roma. Dalam perjalanan pulang, ia
berkunjung ke New Delhi, Seoul, Bangkok dan Brunei. Tujuan dari lawatan ini, demikian jelasnya, adalah untuk mendapatkan dukungan dari Eropa,
baik secara ekonomi maupun politik, untuk pelaksanaan reformasi di Indonesia.
61
Ketika berkunjung di Eropa, Abdurrahman Wahid menyatakan bahwa Feisal Tandjung dan Wiranto sebagai penghambat bagi reformasi.
Abdurrahman Wahid meminta Menko Pertahanan Susilo Bambang Yudhoyono untuk menyampaikan pesan kepada Wiranto agar
mengundurkan diri. Ketika Abdurrahman Wahid mendarat di Jakarta pada hari Minggu 13 Februari. Wiranto menjemputnya di lapangan udara, dan
dengan bersemangat ia membujuk Abdurrahman Wahid agar bersabar sebelum memintanya mengundurkan diri. Namun Wiranto ingin
memastikan Abdurrahman Wahid agar dirinya tak dicopot dari jabatan menteri pertahanan. Dan akhirnya Abdurrahman Wahid mencopot Wiranto
sebagai Menteri Pertahanan.
62
60
Ibid, hlm. 364
61
Ibid, hlm. 364-365
62
Ibid, hlm. 366-367