78
Gambar 4.2 : Composite Reliability
Hasil penelitian diatas menunjukkan nilai composite reliability untuk semua variable di atas 0,7 sehingga telah memenuhi syarat. Selain itu,
validitas diskriminan juga dilihat dari nilai cronbach’s alpha sebagai
berikut: Tabel 4.6 :
Cronbach’s Alpha
Cronbachs Alpha Employee engagement
0.891
Keadilan Distributif 0.680
Keefektifan kerja 0.940
Kontrak Psikologis 0.953
Hasil c ronbach’s alpha menunjukkan nilai diatas 0,6 yang
membuktikan bahwa bahwa pengukuran dalam penelitian ini adalah reliabel.
Evaluasi selanjutnya adalah model struktural atau inner model. Evaluasi pertama pada inner model dilihat dari nilai R-Square. Berdasarkan
pengolahan data dengan SmartPLS, dihasilkan nilai R-Square sebagai berikut:
79
Tabel 4.7 : R Square
R Square Employee engagement
0,924
Keefektifan kerja 0,806
Nilai R-Square untuk employee engagement adalah sebesar 0,924, memiliki arti bahwa presentase besarnya pengaruh kontrak psikologis dan
keadilan distributif terhadap employee engagement adalah sebesar 92,4, sedangkan sisanya yaitu 7,6 dipengaruhi oleh faktor lain. Nilai R-Square
untuk keefektifan kerja adalah sebesar 0,806, memiliki arti bahwa presentase besarnya pengaruh employee engagement terhadap keefektifan
kerja adalah sebesar 80,6, sedangkan sisanya yaitu 19.4 dipengaruhi oleh faktor lain.
Pada penilaian goodness of fit bisa diketahui melalui nilai Q2. Nilai Q2 memiliki arti yang sama dengan koefisien determinasi R-Square pada
analisis regresi, dimana semakin tinggi R-Square, maka model dapat dikatakan semakin fit dengan data. Dari Tabel 4.9 R square dapat dihitung
nilai Q2 sebagai berikut:
Nilai Q2 = 1 – 1 – 0,924 x 1- 0,806
= 1 - 0,076 x 0,194 = 0,98
Dari hasil perhitungan diketahui nilai Q2 sebesar 0,98 artinya besarnya keragaman dari data penelitian yang dapat dijelaskan oleh model
80
struktural yang dikembangkan dalam penelitian ini adalah sebesar 98. Berdasarkan hasil ini, model struktural pada penelitian telah memiliki
goodness of fit yang baik. Berikut adalah grafik path diagram dimana menunjukkan seberapa besar pengaruh variabel independen pada variable
dependen. Gambar 4.3 : Path Diagram
Hipotesis penelitian dapat diterima jika nilai t-statistik 1,68023. Berikut adalah nilai koefisien path original sample estimate dan nilai t-
statistic pada inner model:
81
Tabel 4.8 : Path Coefficients
Original Sample O Employee engagement - Keefektifan kerja
0,898
Keadilan Distributif - Employee engagement
0,375
Kontrak Psikologis - Employee engagement
0,606
Tabel 4.9 : P Values dan T Statistik
Jika T-statistic lebih tinggi dibandingkan nilai T-table, berarti hipotesis terdukung atau diterima. Dalam penelitian ini untuk tingkat
keyakinan 95 persen alpha 95 persen maka nilai T-table untuk hipotesis satu ekor one-tailed adalah 1,68023.
Data di atas menunjukkan T-statistic lebih besar dari 1,68023 yang membuktikan bahwa ketiga hipotesis dalam penelitian ini semuanya
diterima. Selain itu nilai P values lebih kecil dari 0.05 menunjukkan pengaruh yang signifikan. Tabel di atas membuktikan setiap variabel
memiliki pengaruh yang signifikan dengan nilai 0.000.
Standard Deviation
STDEV T Statistics
|OSTDEV|
P Values Employee
engagement -
Keefektifan kerja
0.024 37.000
0.000
Keadilan Distributif
- Employee engagement
0.072 5.216
0.000
Kontrak Psikologis - Employee engagement
0.074 8.186
0.000
82
B. Pengujian Hipotesis
Tabel 4.10 : Pengujian Hipotesis
Hipotesis dan Pernyataan
Nilai T- statistik
p-value KeteranganKesimpulan
Pertama: Kontrak
psikologis berpengaruh positif
pada employee
engagement 37.000
0,000 Signifikanditerima
Kontrak psikologis berpengaruh positif pada employee engagement. Semakin
kontrak psikologis terpenuhi maka tingkat
engagement karyawan
cenderung meningkat. Kedua:
Keadilan distributif berpengaruh positif
terhadap
employee engagement
5.216 0,000
Signifikanditerima Keadilan distributif berpengaruh positif
pada employee engagement. Semakin adil perusahaan dalam pendistribusian
hasil
maka tingkat
engagement karyawan cenderung meningkat.
Ketiga: Employee
engagement berpengaruh positif
terhadap keefektifan kerja
8.186 0,000
Signifikanditerima Employee
engagement berpengaruh
positif pada keefektifan kerja karyawan. Semakin tinggi tingkat engagement
karyawan maka semakin efektif mereka bekerja.
C. Pembahasan
Kuat lemahnya employee engagement karyawan di tiga hotel di Yogyakarta yang menjadi bahan penelitian penulisan ini terbukti secara
empiris dipengaruhi oleh kontrak psikologis dan keadilan distributif. Pengaruh kedua variabel independen tersebut terhadap employee
engagement sebesar 92,4 yang artinya employee engagement 92,4 dipengaruhi oleh tinggi rendahnya kontrak psikologis dan keadilan
distributif, sedangkan sisanya 7,6 ditentukan atau dipengaruhi oleh
83
variabel-variabel lain yang tidak tercakup dalam penelitian ini. Beberapa contoh yang dapat menjadi variabel-variabel lain tersebut adalah
penghargaan, pengakuan, keadilan prosedural, dan budaya organisasi. Hasil penelitian ini didukung oleh peneliti terdahulu yaitu Jyotsna
Bhatnagar dan Soumendu Biswas yang meneliti kontrak psikologis dimana diperoleh hasil bahwa kontrak psikologis dapat memprediksi level
engagement karyawan. Akan tetapi, dalam penelitian tersebut juga menganalisi pengaruh kontrak psikologis terhadap komitmen organisasi dan
pengaruh keadilan prosedural, persepsi dukungan organisasi, dan kecocokan individu pada organisasinya terhadap kontrak psikologis.
Kontrak psikologis termasuk salah satu hal yang relevan dalam menjelaskan fenomena yang terjadi dalam perusahaan. Menurut Amstrong
dalam Hardiyanto 2011 kontrak psikologis adalah kontrak informal tidak tertulis, terdiri dari harapan karyawan dan atasannya mengenai hubungan
kerja yang bersifat timbal-balik. Definisi tersebut didukung oleh Maheswari 2008 yang mengatakan bahwa kontrak psikologis adalah serangkaian
pengharapan karyawan mengenai apa yang akan mereka berikan kepada organisasi atau perusahaan dan sebagai timbal-baliknya organisasi atau
perusahaan akan memberikan penghargaan atas kontribusi tersebut dengan reward. Hal ini berarti kontrak psikologis merupakan pertukaran secara
tidak resmi antara karyawan dan perusahaannya dimana keduanya secara seimbang memberi dan menerima. Seorang karyawan pasti memiliki
harapan-harapan pada perusahaan dimana ia bekerja. Sebagai contoh sebuah
84
perusahaan menuntut karyawannya dapat bekerja sesuai target atau bahkan melebihi target. Karyawan yang bekerja selalu memenuhi target akan
berharap keberadaannya di perusahaan terjamin dan karyawan yang bekerja melebihi target mengharapkan adanya promosi atau kenaikan jabatan.
Konsep kontrak psikologis adalah kepercayaan dari karyawan dalam kewajiban timbal-balik dengan organisasinya. Kepercayaan ini berhubungan
dengan pemahaman dan pertimbangan terhadap janji-janji tidak tertulis yang diharapkan karyawan yang bersifat mengikat pihak pekerja dan
organisasinya. Kepercayaan muncul saat karyawan masuk ke dalam organisasi atau perusahaan dengan membuat kontrak tidak tertulis yang
harus dipatuhi. Kontrak ini mengenai harapan timbal-balik antara pekerja dan atasannya. Kontrak ini didasarkan pada pemahaman antara pekerja dan
pemilik pekerjaan dalam pemenuhan kontribusi masing-masing, sehingga dengan adanya proses timbal balik mengenai harapan antara pekerja dengan
pemilik pekerjaan ini, menimbulkan adanya penerapan sistem kontrak psikologis. Hal ini didukung Subagyo, 2012 yang mengemukakan
terbentuknya kontrak psikologis antara pekerja dengan pemilik pekerjaan berasal dari hubungan timbal-balik mengenai harapan dan pemahaman
mengenai pemenuhan kontribusi. Beberapa contoh harapan perusahaan terhadap karyawannya adalah bersedia bekerja lembur, loyalitas, dengan
sukarela mengerjakan yang bukan tugasnnya, menolak membantu kompetitor, dan menjaga rahasia perusahaan. Berapa contoh harapan
karyawan terhadap perusahaannya adalah mendapatkan pelatihan,
85
pengembangan karir, keamanan keberadaan, dan bayaran yang sesuai dengan kinerja.
Dalam penelitian ini diperoleh hasil rata-rata dari skala Likert: Tabel 4.11 : Mean Tiap Variabel
Variable Mean
Kontrak Psokologis 3,8
Keadilan distributif 4,0
Employee engagement 3.9
Keefektifan kerja 3,8
Menurut hasil mean kontrak psikologis didapat hasil 3,8 dari skala 1 sampai 5. Hal ini menunjukkan ketiga hotel tersebut dalam hal
memperhatikan kontrak psikologis telah cukup baik. Pihak perusahaan telah menerapkan manajemen imbalan yang cukup sesuai dengan harapan
karyawan. Selain itu, pengaruh kontrak psikologis terhadap employee engagement dalam penelitian ini yang ditunjukkan oleh koefisien jalur
sebesar 0,606. Hal ini menunjukkan kuat dan lemahnya kontrak psikologis di ketiga hotel memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap menurun
dan meningkatnya tingkat engagement karyawannya. Saat karyawan hotel pertama kali masuk dan bekerja, seringkali
karyawan belum memiliki pemahaman seutuhnya mengenai hubungan kerja yang ada. Kontrak psikologis awal yang diyakini oleh karyawan bersumber
dari perjanjian-perjanjian yang dijanjikan oleh perusahaan dalam bentuk kesempatan berkarir, penghargaan financial, serta pekerjaan yang menarik
maupun komitmen kerja yang telah dijanjikan oleh karyawan bagi
86
perusahaan seperti loyalitas, fleksibilitas, kinerja yang baik, dan penuntasan tugas di luar tanggung jawab utamanya.
Karyawan yang telah menjadi bagian dari hotel akan terikat dengan kontrak psikologis dimana mereka setuju mencurahkan tenaga dan
loyalitasnya dalam kadar tertentu, tetapi sebaliknya mereka menuntut lebih dari sekedar imbalan ekonomi.
Menurut Rousseau 1995, kontrak psikologis terdiri dari 3 dimensi, yaitu transactional Contract, relational
contract dan balanced contract. Transactional Contract
atau kontrak transaksional bersifat jangka pendek short term dan berfokus pada aspek
pertukaran ekonomis, jenis pekerjaan yang sempit narrow dan keterlibatan minimal
karyawan dalam
organisasi. Kontrak
transaksional dikarakteristikan dengan perjanjian yang bersifat moneter dengan
keterlibatan karyawan yang terbatas dalam organisasi maupun hubungannya dengan individu lain di organisasi.
Lain halnya dengan relational contract atau kontrak relasional yang memiliki jangka waktu yang panjang tetapi berakhirnya tidak dapat
ditentukan. Jenis kontrak ini juga melibatkan faktor sosio-emosional, seperti kepercayaan, keamanan, dan loyalitas. Masing-masing pihak berharap
terjadi hubungan timbal balik reciprocal. Kontrak relasional menyangkut dua dimensi, yaitu dimensi stability dan loyalty. Stability menyangkut
karyawan diwajibkan untuk bekerja pada organisasi untuk jangka waktu yang relatif lama dan melakukan hal-hal lain untuk mempertahankan
pekerjaannya. Organisasi dalam hal ini menawarkan paket kompensasi yang
87
stabil dan hubungan kerja jangka panjang. Sedangkan loyalty adalah karyawan diwajibkan untuk mendukung organisasi, menunjukkan kesetiaan
dan komitmen terhadap kebutuhan dan kepentingan organisasi. Selain itu, karyawan diharapkan menjadi anggota organisasi yang baik. Organisasi
sebaliknya memberikan komitmen untuk menjamin kesejahteraan dan kebutuhan karyawan beserta keluarganya.
Pada umumnya, karyawan akan cenderung memiliki harapan yang implisit maupun eksplisit tentang apa yang akan mereka dapatkan dari
perusahaan. Harapan inilah yang dapat dijadikan dasar kontrak psikologis yang melibatkan kewajiban timbal-balik antara karyawan dan perusahaan.
Saat harapan karyawan terpenuhi dan timbal balik dianggap seimbang, maka akan terbentuk kontrak psikologis yang kuat antara karyawan dan
organisasinya. Keseimbangan antara upaya mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi memengaruhi perilaku kerja karyawan yaitu rasa
engagement karyawan. Kontrak psikologis yang terbina kuat akan membuat karyawan berperilaku positif dan tingkat engagement karyawan akan
meningkat. Hal ini dikarenakan karyawan merasa diperhatikan dan dihargai oleh perusahaannya. Sehubungan dengan kontrak psikologis yang tidak
hanya terkait dengan masalah uang dan gaji namun juga harapan karyawan lainnya seperti kenyamanan ditempat kerja, diberi kesempatan dalam
promosi, perlakuan atasan yang sama kepada semua karyawan, dan diberi andil dalam menyampaikan pendapat. Saat harapan tersebut terpenuhi maka
karyawan akan merasa bahwa perusahaannya peduli terhadap keberadaan
88
dan kesejahteraannya sehingga karyawan semakin bersedia untuk terikat dan berhubungan baik dengan perusahaannya.
Sebaliknya, jika harapan karyawan tidak terpenuhi maka pelanggaran kontrak psikologis pun terjadi. Hal ini dikarenakan karyawan yang
bersangkutan tidak menerima balas jasa yang sesuai dengan yang dijanjikan oleh perusahaan. Pelanggaran kontrak psikologis berhubungan dengan
sejauh mana manajemen imbalan berjalan dengan baik sehingga setiap karyawan mendapatkan sesuai dengan kerjanya. Ketika karyawan
mengevaluasi bahwa imbalan yang dijanjikan perusahaan tidak terpenuhi, pelanggaran kontrak psikologis terjadi.
Morrinson dan Robinson dalam Hussain et al 2011 mendefinisikan pelanggaran terhadap kontrak psikologis sebagai kesenjangan antara
pandangan mengenai hal yang dijanjikan dengan apa yang diperoleh. Morrinson dan Robinson 2000 juga memaparkan bahwa terjadinya
pelanggaran kontrak psikologis disebabkan oleh dua akar utama, yaitu pengingkaran dan ketidaksesuaian. Pengingkaran terjadi ketika pihak
perusahaan menyadari keberadaan dari tanggung jawab yang dimaksud, namun gagal memenuhi tanggung jawabnya. Berbeda dengan itu,
ketidaksesuaian terjadi ketika karyawan memiliki perbedaan pandangan dengan pihak perusahaan mengenai tanggung jawab yang ada dalam
hubungan tenaga kerja. Perusahaan sebaiknya memahami dengan benar apa yang diinginkan
dan dibutuhkan oleh karyawannya. Hal ini penting karena dapat