Keefektifan Kerja Landasan Teori
58
pada imbalan yang diberikan oleh perusahaan dalam rangka mengurangi turnover nyata karyawan, kontrak psikologis pada karyawan berfokus pada
evaluasi terhadap imbalan yang diberikan perusahaan dan bagaimana hal ini mempengaruhi tekad mereka untuk tetap berada di perusahaan. Ketika
karyawan mengevaluasi bahwa imbalan yang dijanjikan perusahaan tidak terpenuhi, pelanggaran kontrak psikologis terjadi dan manajemen retensi
akan gagal. Jadi, dapat diasumsikan bahwa pelanggaran kontrak psikologis berhubungan positif dengan intensi turnover pada karyawan. Hal serupa
juga dikemukakan Turnley dan Feldman 1998 bahwa persepsi akan adanya pelanggaran kontrak psikologis dapat mengarah pada keengganan
untuk berkontribusi dalam perusahaan Konsep kontrak psikologis adalah kepercayaan dari individu dalam
kewajiban timbal-balik dengan pemilik pekerjaan. Kepercayaan ini menyatakan tentang pemahaman terhadap janji-janji yang dibuat dan
menawarkan pertimbangan-pertimbangan dalam perubahan yang mengikat antara pekerja dan organisasi dalam rangka menyusun sebuah kewajiban
timbal-balik. Selain itu, kepercayaan tersebut muncul ketika individu masuk dalam organisasi atau perusahaan dengan membuat kontrak tidak tertulis
yang harus dipatuhi. Kontrak ini mengenai harapan timbal-balik, pekerja dan pemilik pekerjaan. Kontrak psikologis didasarkan pada pemahaman
antara pekerja dan pemilik pekerjaan dalam pemenuhan kontribusi masing- masing, sehingga dengan adanya proses timbal balik mengenai harapan
antara pekerja dengan pemilik pekerjaan ini, menimbulkan adanya
59
penerapan sistem kontrak psikologis. Terbentuknya kontrak psikologis antara pekerja dengan pemilik pekerjaan berasal dari hubungan timbal-balik
mengenai harapan dan pemahaman mengenai pemenuhan kontribusi Subagyo, 2012.
Secara garis besar, perusahaan hendaknya memahami apa yang karyawan inginkan dan butuhkan dalam menentukan perilaku dan
tanggapan di tempat kerja, begitu pula sebaliknya. Karyawan akan cenderung memiliki harapan yang implisit maupun eksplisit tentang apa
yang akan mereka dapatkan dari perusahaan. Harapan inilah yang dapat dijadikan dasar kontrak psikologis yang melibatkan kewajiban timbal-balik
antara karyawan dan perusahaan Gruman dan Saks, 2011. Selain itu, kontrak psikologis mengacu kepada imbal jasa sebagai
balasan dari kontribusi kewajiban yang telah dilakukan, menetapkan syarat keterlibatan psikologis masing-masing karyawan sengan suatu sistem,
dimana karyawan setuju mencurahkan tenaga dan loyalitasnya dalam kadar tertentu, tetapi sebaliknya mereka menuntut lebih dari sekedar imbalan
ekonomi. Keseimbangan antara upaya mencapai tujuan pribadi dan tujuan organisasi memengaruhi perilaku kerja karyawan yaitu rasa engagementnya.
H1: Kontrak psikologis memiliki pengaruh positif terhadap employee engagement.
Penelitian di bidang organizational justice menunjukkan bahwa ketika para karyawan diperlakukan adil, mereka akan mempunyai sikap dan
60
perilaku yang baik. Sugiarti 2005 mendukung hal ini dan berpendapat ketika para karyawan diperlakukan adil, mereka akan mempunyai sikap dan
perilaku yang dibutuhkan untuk keberhasilan perubahan organisasi bahkan dalam kondisi sulit sekalipun. Sebaliknya, ketika keputusan organisasi dan
tindakan manajerial dianggap tidak adil maka pekerja akan merasa marah dan menolak upaya perubahan untuk perbaikan organisasi. Beberapa pekerja
kemungkinan mendapatkan outcome yang mereka harapkan sedangkan pekerja lain kemungkinan mendapat sebaliknya.
Perusahaan yang baik adalah yang dapat memberikan kebutuhan karyawannya secara adil. Upaya perusahaan untuk memberikan perlakuan
maupun imbalan yang adil kepada setiap karyawannya agar tidak mengakibatkan kecemburuan sosial dan rasa kecewa dapat meningkatkan
rasa engagementnya terhadap perusahaan. Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu pada kewajaran
terhadap aktual outcome seperti beban kerja, penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja Yusnaini, 2007. Hal ini menunjukkan bahwa
respon sikap dan perilaku terhadap penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang didasarkan pada persepsi mengenai keadilan. Para
karyawan mempertimbangkan keputusan keadilan distributif ketika menerima penghargaan finansial dalam pertukaran pekerjaan yang mereka
lakukan, yang pada gilirannya mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi. Ketika para karyawan merasa diperlakukan secara adil setelah
61
berpartisipasi dalam rencana pembagian keuntungan, mereka mengalami perasaan dari keadilan distributif.
H2: Keadilan distributif memiliki pengaruh positif terhadap employee engagement
Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan employee engagement para karyawannya karena hal tersebut sangat berkaitan erat dengan outcome
bisnis penting seperti: kesediaan karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan, produktivitas, keuntungan, loyalitas dan kenyamanan
pelanggan. Semakin karyawan memiliki rasa engagement yang tinggi dengan perusahaan, maka semakin meningkat pula pertumbuhan pendapatan
bisnis tersebut.
Employee engagement
muncul sebagai
upaya pengembangan dari konsep-konsep sebelumnya seperti kepuasan kerja
karyawan, komitmen karyawan, serta perilaku organisasi karyawan. Dengan adanya karyawan yang terlibat secara aktif di dalam perusahaan
menandakan bahwa perusahaan tersebut memiliki iklim kerja yang positif. Hal ini disebabkan karena dengan adanya karyawan yang memiliki
engagement yang baik dengan perusahaan tempat ia bekerja, maka mereka akan memiliki antusiasme yang besar untuk bekerja, bahkan terkadang jauh
melampaui tugas pokok yang tertuang dalam kontrak kerja mereka. Seorang karyawan yang engaged memiliki kesadaran terhadap bisnis,
dan bekerja dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh
62
karyawan akan membuatnya memberikan upaya terbaik mereka dalam meningkatkan kinerja mereka. Mereka sadar bahwa kinerja perusahaan
sangat dipengaruhi oleh kinerja mereka. Rasa engagement ini membuat mereka bekerja dengan efektif demi kebaikan perusahaan.
H3: Employee engagement memiliki pengaruh positif terhadap keefektifan kerja