Pengujian Hipotesis Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

88 dan kesejahteraannya sehingga karyawan semakin bersedia untuk terikat dan berhubungan baik dengan perusahaannya. Sebaliknya, jika harapan karyawan tidak terpenuhi maka pelanggaran kontrak psikologis pun terjadi. Hal ini dikarenakan karyawan yang bersangkutan tidak menerima balas jasa yang sesuai dengan yang dijanjikan oleh perusahaan. Pelanggaran kontrak psikologis berhubungan dengan sejauh mana manajemen imbalan berjalan dengan baik sehingga setiap karyawan mendapatkan sesuai dengan kerjanya. Ketika karyawan mengevaluasi bahwa imbalan yang dijanjikan perusahaan tidak terpenuhi, pelanggaran kontrak psikologis terjadi. Morrinson dan Robinson dalam Hussain et al 2011 mendefinisikan pelanggaran terhadap kontrak psikologis sebagai kesenjangan antara pandangan mengenai hal yang dijanjikan dengan apa yang diperoleh. Morrinson dan Robinson 2000 juga memaparkan bahwa terjadinya pelanggaran kontrak psikologis disebabkan oleh dua akar utama, yaitu pengingkaran dan ketidaksesuaian. Pengingkaran terjadi ketika pihak perusahaan menyadari keberadaan dari tanggung jawab yang dimaksud, namun gagal memenuhi tanggung jawabnya. Berbeda dengan itu, ketidaksesuaian terjadi ketika karyawan memiliki perbedaan pandangan dengan pihak perusahaan mengenai tanggung jawab yang ada dalam hubungan tenaga kerja. Perusahaan sebaiknya memahami dengan benar apa yang diinginkan dan dibutuhkan oleh karyawannya. Hal ini penting karena dapat 89 menentukan perilaku dan tanggapan karyawan di tempat kerja. Saat kontrak psikologis telah rusak maka karyawan akan merasa bahwa pihak perusahaan telah gagal dalam memenuhi janji dan komitmennya sehingga karyawan akan merasa enggan untuk melaksanakan kewajibannya pada perusahaan. Hal ini akan memberikan dampak seperti hilangnya perasaan memiliki perusahaan hilangnya kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, menurunkan kepuasan kerja, kinerja karyawan, dan peningkatan tingkat absensi karyawan. Lebih lanjut lagi, pelanggaran kontrak ini juga dapat mendorong kemarahan, menurunkan loyalitas, perasaan bertanggung jawab, bahkan melakukan penyelewengan dalam lingkungan kerja. Menurut Hussain et al 2011 perilaku yang menyimpang dalam lingkungan kerja dapat dilakukan dalam taraf minim seperti pulang lebih cepat dan kurang menghargai rekan kerja, hingga pada taraf yang membawa kerugian besar seperti melakukan tindak pencurian, membocorkan data perusahaaan pada pihak lain, dan tidak bekerja dengan baik. Perilaku tersebut menunjukkan tingkat engagment karyawan yang rendah karena kontrak psikologis yang telah rusak. Faktor pendukung employee engagement yang lainnya dalam penelitian ini adalah keadilan distributif. Keadilan distributif berpengaruh pada employee engagement yang ditunjukkan oleh koefisien jalur sebesar 0,375. Hal ini didukung oleh Alan M. Saks yang meneliti bahwa keadilan distributif berpengaruh positif terhadap employee engagement. Akan tetapi, beliau juga meneliti variable lainnya yaitu karakteristik pekerjaan, persepsi 90 dukungan organisasi, persepsi dukungan atasan, penghargaan dan pengakuan, dan keadilan prosedural yang juga berpengaruh positif terhadap employee engagement. Selain itu, konsekuensi dari employee engagement juga diteliti dimana employee engagement berpengaruh positif terhadap kepuasan kerja, komitmen organisasi, dan organizational citizenship behaviour OCB dan berpengaruh negatif pada keinginan untuk berhenti. Penelitian di bidang organizational justice menunjukkan bahwa ketika para karyawan diperlakukan adil, mereka akan mempunyai sikap dan perilaku yang baik. Sugiarti 2005 mendukung hal ini dan berpendapat ketika para karyawan diperlakukan adil, mereka akan mempunyai sikap dan perilaku yang dibutuhkan untuk keberhasilan perubahan organisasi bahkan dalam kondisi sulit sekalipun. Keadilan distributif merupakan suatu anggapan mengenai keadilan hasil oleh organisasi dalam hubungannya dengan individu atau input kelompok, dan keadilan ini didominasi oleh teori kesamaan Thornhill dan Saunders, 2003, khususnya dalam hal bagaimana individu mengevaluasi dan bereaksi terhadap perlakuan yang berbeda. Keadilan distributif juga didefinisikan oleh Homans 1961 yaitu bagaimana seseorang membandingkan antara masukan dengan hasil sedangkan menurut Greenberg dan Baron 2003 keadilan distributif adalah persepsi seseorang terhadap keadilan atas pendistribusian sumber-sumber di antara para karyawan. Kreithner dan Kinicki 2003 menyatakan bahwa keadilan distributif adalah keadilan sumberdaya dan imbalan penghargaan, 91 mencerminkan keadaan yang dirasakan mengenai bagaimana sumberdaya dan penghargaan dialokasikan. Dengan kata lain, merupakan pandangan karyawan tentang pembagian imbalan di perusahaan. Hal ini berkaitan dengan apakah mereka menerima hasil yang pantas dan seimbang dengan rekan kerjanya. Individu yang menerima hasil yang menguntungkan dalam artian yang obyektif masih bisa merasa tidak senang jika mereka menganggap bahwa yang diterima orang lain lebih baik. Perusahaan yang baik adalah yang dapat memberikan kebutuhan karyawannya secara adil. Upaya perusahaan untuk memberikan perlakuan maupun imbalan yang adil kepada setiap karyawannya agar tidak memunculkan kemarahan dan kecemburuan sosial. Respon dan perilaku karyawan berkaitan dengan penghasilan didasarkan pada persepsi mengenai keadilan. Para karyawan mempertimbangkan keputusan keadilan distributif ketika menerima penghargaan finansial dalam pertukaran pekerjaan yang mereka lakukan, yang pada gilirannya mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi. Ketika para karyawan merasa diperlakukan secara adil setelah berpartisipasi dalam rencana pembagian keuntungan, mereka akan semakin berperilaku positif dan semakin engaged terhadap perusahaannya. Sesuai dengan hasil mean keadilan distributif pada tabel yang menunjukkan nilai rata-rata 4,0 dari skala Likert. Hasil data ini membuktikan secara keseluruhan persepsi karyawan hotel terhadap keadilan distributif cukup baik. Ketiga hotel tersebut dianggap telah cukup adil dalam pendistribusian imbalan kepada karyawannya. Karyawan hotel merasakan 92 keadilan yang berkaitan dengan beberapa hal seperti gaji, tunjangan, kompensasi, serta pembagian tanggung jawab dan beban kerja. Semakin keadilan distributif ditegakkan dan diterapkan oleh pihak hotel maka karyawan akan semakin engaged. Meskipun kontrak psikologis dan keadilan distributif sama-sama mempengaruhi employee engagement, hasil penelitian membuktikan pengaruh kontrak psikologis lebih besar dibangdingkan pengaruh keadilan distributif. Hal ini dapat dikarenakan cakupan kontrak psikologis yang lebih luas. Karyawan hotel dan karyawan pada umumnya pasti memiliki banyak harapan terhadap perusahaannya. Harapan tersebut mencakup keinginan untuk mendapatkan hal-hal yang bersifat finansial seperti gaji, promosi, dan uang lembur dan yang bersifat psikologis seperti kepercayaan atasan, didengarkan pendapatnya, dan dianggap keberadaannya. Kedua hal tersebut termasuk dalam dua dimensi kontrak psikologis yaitu transaksional dan relasional. Sedangkan keadilan distributif, walaupun penting peranannya agar tidak menimbulkan rasa iri dan kecewa, proporsi pengaruhnya lebih kecil karena cakupannya yang lebih sempit yaitu hanya menyangkut persepsi keadilan karyawan dalam pendistribusian imbalan. Hasil penelitian ini juga telah membuktikan secara empiris bahwa kefektifan kerja tiga hotel di Yogyakarta yang diteliti dipengaruhi secara positif oleh employee engagement. Implikasinya, semakin kuatnya employee engagement yang ada dalam diri karyawan, maka keefektifan kerja akan cenderung meningkat. Sebaliknya, jika employee engagement menurun atau 93 rendah maka keefektifan kerja cenderung akan menurun. Pengaruh tersebut sebesar 80,6, yang berarti keefektifan kerja karyawan 80,6 ditentukan oleh kuat lemahnya employee engagement karyawan di departemen tersebut; sedangkan sisanya 19.4 ditentukan oleh variabel-variabel lain yang tidak tercakup dalam model penelitian ini. Beberapa contoh yang dapat menjadi variabel-variabel lain adalah kepemimpinan, imbalan, dan kepuasan kerja. Hasil penelitian ini selaras dengan hasil penelitian yang pernah dilakukan oleh Heather K, Piotr Wilk, Julia Cho, and Paula Greco dimana employee engagement berpengaruh positif terhadap keefektifan kerja. Penelitian tersebut meneliti pengaruh employee engagement terhadap keefektivan untuk perawat rumah sakit dan hubungannya dengan pengalaman kerja. Employee engagement, menurut Cho et al 2013 adalah hubungan positif dengan organisasinya yang dapat mengarah kepada kinerja dan profitabilitas yang lebih baik. Hal ini didukung oleh Blessing White 2008 dimana employee engagement meliputi rasa antusiasme atau gairah dan komitmen yang membuat seseorang mampu menginvestasikan dan mengembangkan usahanya secara berkelanjutan sehingga dapat mendorong kesuksesan perusahaan. Menurut Schaufeli Bakker 2008 employee engagement adalah sikap yang positif, penuh makna, dan motivasi yang memiliki 3 karakterisitik yaitu vigor dimana karyawan memiliki energi yang tinggi, 94 ketangguhan mental ketika bekerja, keinginan untuk memberikan usaha terhadap pekerjaan dan juga ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Dedication dikarakteristikan dengan rasa antusias, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absobtion dikarakterisitikan dengan berkonsentrasi penuh dalam pekerjaan dan senang ketika dilibatkan dalam pekerjaan, sehingga waktu akan tersa berjalan dengan cepat. Penting bagi perusahaan untuk memperhatikan employee engagement para karyawannya karena hal tersebut sangat berkaitan erat dengan outcome bisnis penting seperti: kesediaan karyawan untuk tetap bekerja di perusahaan, produktivitas, keuntungan, loyalitas dan kenyamanan pelanggan. Semakin karyawan memiliki rasa engagement yang tinggi dengan perusahaan, maka semakin meningkat pula pertumbuhan pendapatan bisnis tersebut. Perusahaan yang karyawannya memiliki tingkat employee engagement tingkat ditandakan dengan karyawan yang terlibat secara aktif dan perusahaan tersebut memiliki iklim kerja yang positif. Baumruk dan Gorman 2006 mengatakan jika karyawan memiliki rasa engagement yang tinggi dengan perusahaan, hal tersebut akan meningkatkan tiga perilaku umum yang akan meningkatkan kinerja perusahaan: 1 Say mengatakan —karyawan akan memberikan masukan untuk organisasi dan rekan kerjanya, dan akan memberikan masukan mengenai karyawan dan konsumen yang berpotensi 95 2 Stay tetap tinggal —karyawan tetap akan bekerja di organisasi tersebut walaupun ada peluang utuk bekerja di tempat lain 3 Strive upaya —karyawan akan memberikan lebih banyak waktu, usaha dan inisiatif untuk dapat berkontribusi demi kesuksesan organisasi. Gallup 1998 berpendapat bahwa ada 4 dimensi employee engagement yang diambil dari Gallup’s Q12, yaitu What do I give?, What do I get?, Do I belong?, dan how can We grow? Pada tingkat dasar Apa yang aku dapatkan? karyawan ingin mengetahui apa yang diharapkan perusahaan terhadap dirinya serta apa yang ia dapatkan dari pekerjaannya. Pada tingkat 1 Apa yang aku berikan? karyawan fokus pada kontribusi individu dan persepsi orang lain mengenai hal tersebut. Pada tingkat 2 Apakah aku cocok berada di sini? karyawan ingin mengetahui apakah dirinya cocok berada di perusahaan. Pada tingkat 3 Bagaimana kita semua bisa berkembang? karyawan ingin membuat perusahaan menjadi lebih baik, berkeinginan untuk belajar, dan berinovasi. Jika karyawan telah mencapai tingkat 3 maka dapat dikatakan karyawan tersebut sudah sangat engaged dengan perusahaannya. Seorang karyawan yang engaged memiliki kesadaran terhadap bisnis, mau bekerja sama dengan rekan kerja untuk meningkatkan kinerja dalam pekerjaan untuk keuntungan organisasi, dan memiliki antusiasme yang besar untuk bekerja, bahkan terkadang jauh melampaui tugas pokok yang tertuang dalam kontrak kerja mereka. Kesadaran bisnis yang dimiliki oleh karyawan akan membuatnya memberikan upaya terbaik mereka dalam meningkatkan 96 kinerja mereka. Mereka sadar bahwa kinerja perusahaan sangat dipengaruhi oleh kinerja mereka. Rasa engagement ini membuat mereka bekerja dengan efektif demi kebaikan perusahaan. Keefektifan kerja dapat dilihat dari kemampuan karyawan untuk memilih tujuan atau peralatan yang tepat untuk pencapaian tujuan yang ditetapkan Handoko dalam Zuliyanti, 2005. Sebaliknya jika rasa engagement tersebut tidak ada, maka akan muncul perilaku seperti karyawan bekerja tidak efektif dan efisien, tidak menunjukkan komitmen penuh terhadap pekerjaannya, tidak tertarik untuk melakukan perubahan dalam organisasi, serta selalu merasa khawatir terhadap segala bentuk evaluasi seperti survei kinerja Blessing White, 2008. Hasil kuesioner menunjukkan rata-rata employee engagement pada ketiga hotel 3.9 dari 5 skala Likert. Hal ini membuktikan tingkat engagement karyawan yang cukup baik. Selain itu, nilai koefisien jalur sebesar 0,898 yang menandakan besarnya pengaruh employee engagement terhadap kefektifan kerja. Namun, nilai pengaruh employee engagement terhadap kefektifan kerja lebih rendah yaitu 80,6 dibandingkan pengaruh kontrak psikologis dan keadilan distributif terhadap employee engagement yang sebesar 92,4. Melihat pentingnya meningkatkan tingkat employee engagement karena dapat berpengaruh pada keefektifan kerja, maka ketiga hotel ataupun perusahaan lainnya dapat melakukan upaya untuk mempertahankan dan 97 meningkatkan kontrak psikologi dan keadilan distributif yang terbukti berpengaruh besar terhadap tinggi rendahnya employee engagement. 98

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian pada tiga hotel di Yogyakarta yang diolah dengan PLS-SEM dan berdasarkan hasil perhitungan dan pengujian hipotesis maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Kontrak psikologis berpengaruh positif terhadap employee engagement dengan koefisien jalur sebesar 0.606. Saat karyawan dan perusahaan saling mengerti dan memenuhi harapan masing-masing maka akan terbentuk suatu hubungan kerja yang baik. Karyawan akan merasa bahwa perusahaannya peduli terhadap keberadaan dan kesejahteraannya sehingga karyawan semakin bersedia untuk terikat dan terlibat penuh dengan perusahaannya. 2. Keadilan distributif berpengaruh positif terhadap employee engagement dengan koefisien jalur sebesar 0.375. Karyawan yang merasa diperlakukan adil akan menganggap perusahaan mereka baik, profesional, dan objektif. Hal ini akan membuat mereka berperilaku positif dan bersedia untuk memiliki keterikatan terhadap perusahaan mereka. 3. Employee engagement berpengaruh positif terhadap keefektifan kerja dengan koefisien jalur sebesar 0.898. Seorang karyawan yang engaged akan memiliki kesadaran terhadap bisnis, mau bekerja sama dengan rekan kerja, dan memiliki antusiasme yang besar untuk bekerja. Mereka sadar 99 bahwa keberhasilan perusahaan sangat dipengaruhi oleh hasil kerja mereka sehingga mereka bekerja dengan efektif demi kebaikan perusahaan yaitu dengan memilih tujuan atau peralatan yang tepat sehingga tercapai tujuan perusahaan.

B. Saran

Penelitian ini menekankan pentingnya employee engagment dimana kontrak psikologis dan keadilan distributif berpengaruh positif pada rasa engaged karyawan dan selanjutnya employee engagement berpengaruh pada keefektifan kerja. Dengan demikian upaya meningkatkan kontrak psikologis dan keadilan distributif akan menguntungkan perusahaan. Membina kontrak psikologis yang baik penting karena kontrak psikologis yang dilanggar akan menurunkan tingkat engagement karyawan. Hal ini dapat dilakukan dengan komunikasi yang baik. Komunikasi yang baik harus dilakukan mulai dari hari pertama karyawan bekerja. Hal ini efektif jika dilakukan mulai dari program orientasi kerja karena merupakan pondasi pertama yang harus dibangun bagi karyawan baru. Dalam orientasi kerja, karyawan baru harus diperkenalkan dengan perusahaan secara umum termasuk visi, misi, nilai, kebijakan, dan prosedur serta deskripsigambaran kerja yang dimilikinya seperti tugas, tanggung jawab, tujuan dan prioritas departemen tempat ia bekerja. Dengan demikian karyawan baru akan mengetahui dengan baik apa yang diharapkan perusahaan dari dirinya berkaitan dengan pekerjaan yang ia lakukan. 100 Selain itu pentingnya komunikasi dua arah antara atasan dan bawahan, sehingga bawahan juga memiliki peluang untuk berpendapat. Komunikasi harus terjalin secara jelas dan konsisten. Atasan harus selalu menghargai masukan dari bawahan. Melibatkan bawahan dalam pengambilan keputusan akan meningkatkan rasa memiliki akan perusahaan dan meningkatkan employee engagement. Kemudian komunikasi yang baik ini tidak berhenti sampai disini melainkan harus terus berjalan dimana perusahaan harus terus dapat mengkomunikasikan dengan sebaik mungkin program atau kebijakan baru. Selain itu perusahaan harus memiliki divisi bisa HRD untuk dapat menyampaikan keluhan, kritik, ataupun masukan. Hal ini berguna agar perusahaan juga mengetahui harapan karyawan. Selain itu, hal ini akan membuat karyawan merasa didengarkan, diperhatikan, dan dihargai yang membuat mereka merasa memiliki ikatan kuat dengan perusahaan. Upaya kedua adalah memastikan terlaksannya keadilan distributif dalam organisasi karena keadilan distributif juga berperan dalam meningkatkan employee engagement. Karyawan yang merasa diperlakukan adil akan semakin sayang pada perusahaannya. Untuk itu, perusahaan perlu meningkatkan dan mempertahankan keadilan distributif dalam perusahaan dengan beberapa cara yaitu pertama memastikan gaji setiap karyawan telah sesuai dengan posisinya dalam perusahaan dan sesuai kebijakan pemerintah serta perusahaan. Gaji tersebut harus telah disepakati kedua belah pihak. Hal ini untuk menghindari perasaan cemburu dalam perusahaan. Bonus atau 101 insentif harus diberikan pada orang yang pantas mendapatkan nya sesuai kebijakan yang berlaku dan memastikan setiap karyawan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Kedua, memberikan peluang yang sama untuk pengembangan. Perusahaan harus memandang karyawannya secara obyektif dalam hal pemberian promosi atau pelatihan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Persyaratan dan pemilihan karyawan yang diberikan pelatihan atau kenaikan jabatan haruslah jelas dan terbuka. Usulan untuk peneliti selanjutnya, diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan bagi peneliti lain yang tertarik dengan masalah employee engagement. Penelitian selanjutnya akan sekiranya dapat mengembangkan model penelitian ini bisa dengan menambahkan variabel bebas lainnya, yang dapat mempengaruhi employee engagement ataupun menambah variabel terikat yaitu variable yang dapat dipengaruhi employee engagement. Peneliti selanjutnya juga sebaiknya menambah jumlah sample dan jumlah hotel-hotel di Yogyakarta untuk penelitian serupa sehingga menghasilkan hasil penelitian yang semakin akurat.

C. Keterbatasan

Hasil penelitian ini telah memenuhi persyaratan pengujian PLS-SEM serta didukung teori-teori dan penelitian terdahulu serta kuesioner juga telah memenuhi uji validitas and realibilitas. Akan tetapi, penelitian ini juga memiliki kekurangan antara lain subyek penelitian tidak cukup luas sehingga tidak dapat digeneralisasikan untuk semua karyawan hotel-hotel di 102 Yogyakarta. Penelitian ini hanya mencakup tiga hotel di Yogyakarta yang bersedia menjadi bahan penelitian tesis penulis yaitu Laxston, Jentra Dagen, dan Cavinton. Peneliti pada mulanya ingin mencapai sample yang besar dengan jumlah cakupan hotel-hotel di Yogyakarta yang lebih banyak namun terhambat oleh izin dimana tidak semua hotel-hotel di Yogyakarta yang bersedia menjadi bahan penelitian tesis dan beberapa hotel telah memiliki kebijakan untuk tidak memberikan informasi organisasi terhadap pihak luar. . 103 Daftar Pustaka Accord Management Systems. 2004. Employee Engagement Strategy: A Strategy of Analysis to Move from Employee Satisfaction to Engagement. Retrived from http:www.accordmanagementsystems.com Anoraga, Panji. 2006. Psikologi Kerja. Jakarta: Rhineka Cipta. Akbar, Muhammad Rizza. 2013. Pengaruh Budaya Organisasi Terhadap Employee Engagement Studi Pada Karyawan PT. Primatexco Indonesia Di Batang. Journal of Social and Industrial Psychology. Bagus, Denny. 2010. Fungsi dan Peran Manajemen Sumber Daya Manusia. Retrieved from http:jurnal-sdm.blogspot.co.id Bakker, Arnold B. and Schaufeli, Wilmar. B. 2008. Positive Organizational Behaviour: Engaged Employess in Flourishing Organization. Journal of Organizational Behaviour. Baumruk R., and Gorman B. 2006. Why Managers are Crucial to Increasing Engagement. Melcrum Publishing. Bhatnagar, J. 2007. Talent Management Strategy of Employee Engagement in Indian ITES Employees: Key to Retention, Employee Relations. Journal of Human Resource Management. Blessing White. 2008. The Employee Engagement Equation in India. Retrieved from http:www.blessingwhite.com Bogler, R., Somech, A. 2005. Organizational Citizenship Behavior in School: How Does it Relate to Participation in Decision Making? Brockner, J., Wiesenfeld, B.M. 1996. An Integrative Framework for Explaining Reactions to Decisions: Interactive Effects of Outcomes and Procedures. Psychologicall Bulletin. Choo, Ling Suan, Norslah Mat and Mohammed Al-Omari. 2013. Universitas Sains Malaysia - Organizational Practices and Employee Engagement: A Case of Malaysian Electronic Manufacturing Firms. Journal of Human Resource Management. Coffman C. 2000. Is Your Company Bleeding Talent? How to Become a True “Employer of Choice”. Journal of Management. Coffman, C. Gonzalez-Molina, G. 2002. A New Model: Great Organizations Win Business by Engaging the Complex Emotions of Employees and Customers. 104 Creswell, J.C. 2012. Education Research, Planning, Conducting and Evaluating Quantitative and Qualitative Research. 4th edition. Boston: Pearson. Cropanzano, R., Prehar, C.A., Chen, P.Y. 2000. Using social exchange theory to distinguish procedural from interactional justice. Group Organization Mangement. Gallup Organization, Princeton, NJ Coffman, C., and Gonzalez-Molina, G. 2002. Follow this Path: How the World’s Greatest Organizations Drive Growth by Unleashing Human Potential. New York: Warner Books, Inc. Dernovsek D. 2008. Creating Highly Engaged and Committed Employee Starts at the Top and Ends at the Bottom Line Credit Union Magazine. Credit Union National Association, Inc. Eisenberger, R, Ameli, S, Rexwinkel, B, Lynch, PD Rhoades, L. 2001. Reciprocation of Perceived Organizational Support. Journal of Applied Psychology. Faturochman. 2002. Keadilan Perspektif Psikologi. Unit Penerbit Fakultas Psikologi UGM- Pustaka Pelajar. Fernandez. C.P. 2007. Employee Engagement. Journal of Public Health Management and Practice. Ghozali, Imam. 2008. Model Persamaan Struktural, Konsep dan Aplikasi dengan Program Amos 16.0. Semarang: Badan Penerbit Universitas Dipenogoro. Griffin. 2002. Manajemen. Jakarta: PT. Erlangga. Greenberg, J. 1987. A Taxonomy Of Organizational Justice Theories, Academy Of Management Review. Greenberg, J., dan Baron, RA. 2003. Behavior in Organizations Eighth Edition. New Delhi: Prentice Hall. Gruman, J. A. Saks, A. M. 2011. Performance Management and Employee Engagement. Human Resource Management Review. Haryatmoko. 2002. Kekuasaan Melahirkan Anti Kekuasaan. Jakarta: Majalah Basis. Hardiyanto, E. 2011. Pengaruh Kontrak Psikologis Terhadap Kinerja Karyawan Perusahaan. Hasibuan. 2001. Manajeman Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara. Homans, G.C. 1961. Social Behavior and Its Elementary Form. New York: Harcourt, Brace and world.