42
sebaliknya memberikan komitmen untuk menjamin kesejahteraan dan kebutuhan karyawan beserta keluarganya.
c. Balanced Contract
Balanced Contract merupakan perpaduan antara sifat dari kontrak transaksional dan relasional. Balanced contract bersifat dinamis
dan open-ended yang berfokus
pada keberhasilan
ekonomi perusahaan dan kesempatan karyawan untuk mengembangkan
karir. Baik pihak karyawan maupun perusahaan saling memberikan kontribusi dalam pembelajaran dan pengembangan. Balanced
Contract terdiri dari external employability, internal advancement dan dynamic
performance. External
employability meliputi pengembangan karir di luar organisasi. Pada aspek ini, karyawan
memiliki kewajiban untuk mengembangkan keterampilan berharga di luar organisasi. Sedangkan kewajiban organisasi yaitu
meningkatkan hubungan kerja jangka panjang baik di dalam maupun di luar organisasi. Internal advancement meliputi
pengembangan karir dalam pasar tenaga kerja internal. Karyawan berkewajiban untuk mengembangkan keterampilan yang dihargai
oleh organisasi saat ini. Di samping itu, organisasi berkewajiban untuk menciptakan kesempatan pengembangan karir kepada para
pekerja di alam perusahaan. Dynamic performance meliputi kewajiban karyawan untuk melakukan hal-hal yang baru dan
membantu perusahaan dalam mencapai tujuan perusahaan agar
43
menjadi perusahaan yang kompetitif. Sedangkan kewajiban organisasi yaitu membantu karyawan dalam meningkatkan
pembelajaran dan melaksanakan persyaratanpersyaratan kinerja.
4. Keadilan Distributif
Keadilan organisasi telah dibuktikan menjadi penyebab bagi sikap dan perilaku karyawan sehingga konsep keadilan organisasional dan
konsekuensinya perlu dipahami oleh para pengelola sumber daya manusia. Karena itulah, konsep ini penting bagi organisasi yang ingin membuat
kebijakan dan prosedur untuk karyawannya. Karyawan ingin diperlakukan secara adil dalam kaitannya dengan
kondisi dasar dalam bekerja. Rasa adil yang diharapkannya seperti dalam berhubungan dengan orang lain dan standar minimal pribadi atau sosial.
Artinya benefit yang diterima dianggap adil atau sebanding dengan pekerjaan yang dikerjakan dan cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi
karyawan. Selaln itu, rasa adil ini juga dapat dibandingkan dengan karyawan lain baik di perusahaan yang sama rnaupun di perusahaan lain
dengan level yang sama. Kourdi 2009 menjabarkan bahwa keadilan dapat dilihat dari tiga
aspek yakni physiological, economic, dan psychological dalam kaitannya dengan kondisi dasar dalam bekerja. Dalam aspek fisiologis lebih
menekankan kepada kondisi lingkungan kerja yang dialami karyawan. Kondisi lingkungan kerja yang memberikan kenyamanan dan keamanan
44
akan membuat karyawan merasa kebutuhan dasarnya dalam bekerja telah terpenuhi sehingga terdapat indikasi bahwa lingkungan kerja yang diperoleh
karyawan sudah adil. Dalam aspek ekonomis, lebih menekankan kepada kompensasi atas apa yang telah dilakukan karyawan. Penerapan keadilan
dalam kompensasi ini dapat dilihat dari apakah karyawan merasa bahwa gaji dan tunjangan yang ia dapatkan sudah sesuai dengan hasil kerja yang ia
lakukan. Jika gaji dan tunjangan yang diberikan sudah sesuai maka penerapan keadilan dalam aspek ekonomis sudah baik. Pada aspek
psikologis lebih menekankan kepada perasaan karyawan tentang keadilan. Apabila karyawan telah merasa diperlakukan secara adil dan hormat di
tempat kerja, maka penerapan keadilan dalam aspek psikologis sudah baik. Keadilan dapat muncul dalam berbagai seting sosial seperti keadilan
organisasi. Eisenberger et al 2001 menyatakan bahwa lingkungan kerja merupakan aspek sosial yang mempengaruhi persepsi keadilan karyawan
terhadap organisasi kerjanya. Persepsi keadilan terbentuk ketika karyawan merasa mendapatkan imbalan yang setimpal dengan performansi kerja yang
ditampilkannya. Teori lain tentang keadilan organisasi datang dari Folger dan
Cropanzano yang mendefinisikan keadilan organisasi sebagai kondisi pekerjaan yang mengarahkan individu pada suatu keyakinan bahwa mereka
diperlakukan secara adil atau tidak adil oleh organisasinya. Menurut Greenberg dan Baron 2003 keadilan organisasi terdiri atas
tiga bagian yaitu keadilan prosedural yang mengacu pada proses yang
45
digunakan dalam pembuatan keputusan. Kedua yaitu keadilan distributif yang mengacu pada imbalan yang dialokasikan di antara karyawan.
Terakhir, keadilan interaksional yang mengacu pada hubungan antar pribadi dalam penentuan keluaran organisasi. Sama halnya dengan pendapat
Cropanzano et al 2000 yang menyatakan bahwa karyawan akan mengevaluasi keadilan organisasional dalam tiga klasifikasi peristiwa
berbeda, yakni hasil yang mereka terima dari organisasi keadilan distributif, kebijakan formal atau proses dengan mana suatu pencapaian
dialokasikan keadilan prosedural, dan perlakuan yang diambil oleh pengambil keputusan antar personal dalam organisasi keadilan
interaksional. Brockner 1996 juga mengklasifikasikan keadilan organisasi menjadi tiga bentuk, yaitu keadilan distributif, keadilan prosedural, dan
keadilan interaksional. Teori tentang keadilan prosedural berkaitan dengan prosedur-prosedur
yang digunakan organisasi untuk mendistribusikan hasil-hasil dan sumberdaya-sumberdaya organisasi kepada para anggotanya. Para peneliti
umumnya mengajukan dua penjelasan teoritis mengenai proses psikologis yang mendasari pengaruh keadilan prosedural, yaitu: kontrol proses atau
instrumental dan perhatian-perhatian relasional atau komponen struktural. Perspektif control instrumental atau proses berpendapat bahwa prosedur-
prosedur yang digunakan oleh organisasi akan dipersepsikan lebih adil manakala individu yang terpengaruh oleh suatu keputusan memiliki
46
kesempatan-kesempatan untuk mempengaruhi proses-proses penetapan keputusan atau menawarkan masukan Taylor dalam Pareke, 2003.
Hal ini dudukung oleh Gilliland dalam Pareke 2003 yang menyatakan bahwa perspektif komponen-komponen struktural mengatakan
bahwa keadilan prosedural merupakan suatu fungsi dari sejauh mana sejumlah aturan-aturan prosedural dipatuhi atau dilanggar. Aturan-aturan
tersebut memiliki implikasi yang sangat penting karena dipandang sebagai manifestasi nilai-nilai proses dasar dalam organisasi. Jadi individu dalam
organisasi akan mempersepsikan adanya keadilan prosedural manakala aturan prosedural yang ada dalam organisasi dipenuhi oleh para pengambil
kebijakan. Sebaliknya apabila prosedur dalam organisasi itu dilanggar maka individu akan mempersepsikan adanya ketidak-adilan. Karenanya keputusan
harus dibuat secara konsisten tanpa adanya bias-bias pribadi dengan melibatkan sebanyak mungkin informasi yang akurat, dengan kepentingan-
kepentingan individu yang terpengaruh terwakili dengan cara-cara yang sesuai dengan nilai-nilai etis mereka, dan dengan suatu hasil yang dapat
dimodifikasi. Keadilan lainnya yaitu keadilan distribusi telah berkembang untuk
mengembangkan teori dalam hubungan tiap-tiap aspek dan persepsi pekerja mengenai hasil keputusan yang diambil oleh organisasi dan tanggapan
mereka pada bentuk dasar keadilan distribusi ini Thornhill dan Saunders, 2003. Persepsi keadilan distributif merupakan perbandingan dengan yang
lain. Akibatnya, persepsi tentang keadilan hasil tidak hanya akan
47
berhubungan dengan ukuran absolut, tetapi juga akan berdasar pada satu ukuran atau lebih, yaitu perbandingan sosial. Hasil tersebut berkenaan
dengan perbandingan atau standar dan pengaruh kekuatan perasaan maupun penilaian adil atau tidaknya hasil yang didapat Sabbagh, 2003.
Menurut Yamagishi dalam Faturochman 2002, keadilan distributif meliputi segala bentuk distribusi di antara anggota kelompok dan pertukaran
antar dua orang. Keadilan distributif yang dimaksudkan tidak hanya berasosiasi dengan pemberian, tetapi juga meliputi pembagian, penyaluran,
penempatan, dan pertukaran Keadilan distributif merupakan suatu anggapan mengenai keadilan
hasil oleh organisasi dalam hubungannya dengan individu atau input kelompok, dan keadilan ini didominasi oleh teori kesamaan Thornhill dan
Saunders, 2003, khususnya dalam hal bagaimana individu mengevaluasi dan bereaksi terhadap perlakuan yang berbeda. Keadilan distributif juga
didefinisikan oleh
Homans 1961
yaitu bagaimana
seseorang membandingkan antara masukan dengan hasil. Sedangkan menurut
Greenberg dan Baron 2003 keadilan distributif adalah persepsi seseorang terhadap keadilan atas pendistribusian sumber-sumber di antara para
karyawan. Dengan kata lain, merupakan pandangan karyawan tentang pembagian imbalan di perusahaan. Kreithner dan Kinicki 2003
menyatakan bahwa keadilan distributif adalah keadilan sumberdaya dan imbalan penghargaan, mencerminkan keadaan yang dirasakan mengenai
bagaimana sumberdaya dan penghargaan dialokasikan.
48
Keadilan jenis ini mengarah pada keadilan dari tingkat bawah, yang mencakup masalah penggajian, pelatihan, promosi, maupun pemecatan.
Kebijakan-kebijakan ini terus menerus mengalami perubahan karena faktor misi dan prosedur yang diperbaharui. Menurut Yamagishi dalam
Faturochman 2002, keadilan distributif dalam psikologi meliputi segala bentuk distribusi di antara anggota kelompok dan pertukaran antar dua
orang. Keadilan distributif yang dimaksudkan tidak hanya berasosiasi dengan pemberian, tetapi juga meliputi pembagian, penyaluran,
penempatan, dan pertukaran.
Secara konseptual, keadilan distributif juga berkaitan dengan distribusi keadaan dan barang yang akan berpengaruh terhadap
kesejahteraan individu. Kesejahteraan individu yang dimaksudkan meliputi aspek-aspek fisik, psikologis, ekonomi, dan sosial. Tujuan distribusi di sini
adalah kesejahteraan. Keadilan distributif mengarah pada keadilan dari tingkat bawah, yang mencakup masalah penggajian, pelatihan, promosi,
maupun pemecatan. Kebijakan-kebijakan ini terus menerus mengalami perubahan karena faktor misi dan prosedur yang diperbaharui.
Keadilan distributif perusahaan dapat menimbulkan kepuasan kerja pada karyawan. Dengan pekerjaan yang sama, reward gaji yang sama
antara dua orang pada perusahaan yang sama maka kepuasan kerja job satisfication tercapai. Selain reward yang sesuai dengan pengorbanan juga
kebijakan-kebijakan yang dapat mempengaruhi kerja dan karir mereka, kompensasi yang adil, lingkungan kerja yang kooperatif, serta jaminan
49
kesejahteraan yang baik. Harapan-harapan tersebut kemudian berkembang menjadi tuntutan yang diajukan karyawan terhadap perusahaan sebagai
sesuatu yang harus dipenuhi. Dengan semakin tingginya tuntutan terhadap organisasi, maka semakin penting peran komitmen karyawan terhadap
organisasi. Hal ini mempengaruhi keputusannya untuk tetap bergabung dan memajukan perusahaan, atau memilih tempat kerja yang lebih menjanjikan
Robbins, 1998. Para karyawan mempertimbangkan keputusan keadilan distributif
ketika menerima penghargaan finansial misalnya gaji atau bonus yang diterima dari rencana pembagian keuntungan dalam pertukaran pekerjaan
yang mereka lakukan, yang pada gilirannya mempengaruhi sikap mereka terhadap organisasi Chi dan Han, 2008. Pada model ekstrinsik, ketika para
karyawan merasa diperlakukan secara adil setelah berpartisipasi dalam rencana pembagian keuntungan, mereka mengalami perasaan dari keadilan
distributif. Pandangan lain mengenai keadilan distribusi mengacu pada kewajaran
terhadap aktual outcome seperti beban kerja, penghasilan dan lain-lain yang diterima oleh seorang pekerja Yusnaini, 2007. Hal ini menunjukkan bahwa
respon sikap dan perilaku terhadap penghasilan berkaitan dengan penghasilan yang didasarkan pada persepsi mengenai keadilan. Pendapat
mengenai keadilan
distributif terbentuk
ketika suatu
kelompok membandingkan penghasilan mereka dengan pihak lain.