Manajemen Sumber Daya Manusia

23 manusia. Setelah persetujuan disepakati, departemen sumber daya manusia membantu para manajer tentang bagaimana mengurus persetujuan tersebut dan menghindari keluhan yang lebih banyak. Tanggung jawab utama departernen sumber daya manusia adalah untuk menghindari praktek-praktek yang tidak sehat misalnya mogok kerja dan demonstrasi. Dalam perusahaan yang tidak memiliki serikat kerja, departemen sumber daya manusia dibutuhkan untuk terlibat dalam hubungan karyawan. Secara umum, para karyawan tidak bergabung dengan serikat kerja jika gaji mereka cukup memadai dan mereka percaya bahwa pihak perusahaan bertanggung jawab terhadap kebutuhan mereka. Departemen sumber daya manusia dalam hal ini perlu memastikan apakah para karyawan diperlakukan secara baik dan apakah ada cara yang baik dan jelas untuk mengatasi keluhan. Setiap perusahaan, baik yang memiliki serikat pekerja atau tidak, memerlukan suatu cara yang tegas untuk meningkatkan kedisiplinan serta mengatasi keluhan dalam upaya mengatasi permasalahan dan melindungi tenaga kerja. f. Safety and Health Setiap perusahaan wajib untuk memiliki dan melaksanakan program keselamatan untuk mengurangi kejadian yang tidak diinginkan dan menciptakan kondisi yang sehat. Tenaga kerja 24 perlu diingatkan secara terus menerus tentang pentingnya keselamatan kerja Suatu program keselamatan kerja yang efektif dapat mengurangi jumlah kecelakaan dan meningkatkan kesehatan tenaga kerja secara umum. Departemen sumber daya manusia mempunyai tanggung jawab utama untuk mengadakan pelatihan tentang keselamatan kerja, mengidentifikasi dan memperbaiki kondisi yang membahayakan tenaga kerja, dan melaporkan adanya kecelakaan kerja g. Personnel Research Dalam usahanya untuk meningkatkan efektifitas perusahan, departemen sumber daya manusia melakukan analisis terhadap masalah individu dan perusahaan serta membuat perubahan yang sesuai. Masalah yang sering diperhatikan oleh departemen sumber daya manusia adalah penyebab terjadinya ketidakhadiran dan keterlambatan karyawan, bagaimana prosedur penarikan dan seleksi yang baik, dan penyebab ketidakpuasan tenaga kerja. Departemen sumber daya manusia bertanggung jawab untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi yang menyinggung masalah ini. Hasilnya digunakan menilai apakah kebijakan yang sudah ada perlu diadakan perubahan atau tidak. 25 Pengelolaan fungsi-fungsi SDM tersebut harus dilakukan dengan baik dapat membantu perusahaan dalam menjaga keberlangsungannya dan kuat menghadapi para pesaingnya. Dimulai dari fungsi perekrutan, manajemen SDM harus dapat mencari dan mengidentifikasi calon karyawan berpotensial. Kemudian manajemen memutuskan karyawan yang tepat sesuai dengan kriteria yang dibutuhkan perusahaan. Setelah itu, karyawan tersebut dikembangkan bakat dan kualitasnya agar memberikan kinerja yang baik. Terakhir adalah penjagaan keberlangsungan karyawan dengan pemberian imbalan yang sepadan sehingga perputaran karyawan dapat terkendali. Hal terakhir tersebut yaitu penjagaan atau pemeliharaan karyawan merupakan hal yang terpenting dalam pengelolaan sumber daya manusia. Menurut Hasibuan 2000, pemeliharaan SDM merupakan usaha untuk membina dan mengembangkan kondisi fisik, mental, sikap, dan perilaku karyawan agar mereka tetap setia dan bekerja produktif untuk menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Kondisi tersebut akan terwujud apabila ditunjang dengan kenyamanan kerja dan kesejahteraan karyawan yang memadai. Pemeliharaan SDM memang harus mendapat perhatian yang sungguh- sungguh dari manajer. Jika pemeliharaan karyawan kurang diperhatikan maka semangat kerja, disiplin, sikap, dan loyalitas karyawan akan menurun. Absensi dan perputaran juga akan meningkat. Selain itu, hal ini akan mengakibatkan perekrutan, pengembangan dan pelatihan, kompensasi yang 26 telah dilakukan dengan baik akan tidak berarti serta biaya besar yang telah dikeluarkan untuk hal-hal tersebut menjadi tidak berguna. Karena itu, semakin tinggginya kesediaan karyawan untuk bertahan di perusahaan akan menurunkan jumlah perputaran karyawan. Hal ini akan menguntungkan perusahaan karena tidak perlu merekrut dan memberi pelatihan lagi kepada karyawan baru untuk menggantikan karyawan yang keluar. Selain itu, keberadaan karyawan-karyawan berbakat akan membantu perusahaan dalam meningkatkan produktivitas dan menjaga mutu perusahaan. Jika perusahaan tidak dapat menjaga keberadaan karyawan berkualitas tersebut maka akan berdampak pada kemunduran perusahaan.

2. Employee engagement

Employee Engagement merupakan gagasan dalam perilaku organisasi yang menjadi daya tarik dalam perbincangan manajemen sumber daya manusia. Daya tarik ini timbul karena employee engagement berpengaruh pada kinerja perusahaan secara keseluruhan. Banyak ahli dan praktisi yang memberikan definisi dan pengukuran employee engagement dengan cara yang berbeda. Schiemann 2011 mengartikan engagement sebagai energi atau motivasi dari karyawan untuk membatu organisasi tersebut mencapai tujuannya. Ia juga menambahkan bahwa secara garis besar terdapat 3 komponen utama dari engagement yaitu kepuasan, komitmen dan advokasi. Ketika seorang karyawan telah merasa engaged pada perusahaannya maka karyawan tersebut akan merasa puas dan dapat berkomitmen terhadap 27 perushaan serta memberikan upaya extra untuk kemajuan perusahaan atau bahkan merekomendasikan tempat kerjanya. Menurut Cho et al 2013 employee engagment adalah hubungan positif dengan organisasinya yang dapat mengarah kepada kinerja dan profitabilitas yang lebih baik. Marciano dalam Akbar 2013 menambahkkan bahwa employee engagement dihubungkan dengan beragam konsekuensi bisnis yang lebih besar, seperti lebih gigih dalam berupaya, kinerja yg lebih cepat, kualitas yang lebih tinggi dan turnover yang menurun. Hal ini didukung oleh Blessing White 2008 dimana employee engagement meliputi rasa antusiasme atau gairah dan komitmen yang membuat seseorang mampu menginvestasikan dan mengembangkan usahanya secara berkelanjutan sehingga dapat mendorong kesuksesan perusahaan. Menurut Schaufeli Bakker 2008 employee engagement adalah sikap yang positif, penuh makna, dan motivasi yang memiliki 3 karakterisitik yaitu vigor dimana karyawan memiliki energi yang tinggi, ketangguhan mental ketika bekerja, keinginan untuk memberikan usaha terhadap pekerjaan dan juga ketahanan dalam menghadapi kesulitan. Dedication dikarakteristikan dengan rasa antusias, inspirasi, kebanggaan, dan tantangan. Absobtion dikarakterisitikan dengan berkonsentrasi penuh dalam pekerjaan dan senang ketika dilibatkan dalam pekerjaan, sehingga waktu akan tersa berjalan dengan cepat. Peneliti Ketenagakerjaan Global Perrin Perrin’s Global Workforce Study 2003 mendefinisikan employee engagement sebagai kesediaan 28 karyawan dan kemampuannya untuk berkontribusi dalam kesuksesan perusahaan secara terus menerus. Rasa engaged terhadap organisasi ini sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor emosional dan rasional berkaitan dengan pekerjaan dan pengalaman kerja secara keseluruhan. Organisasi Gallup dalam Dernovsek 2008 juga sependapat dengan hal ini yaitu menghubungkan employee engagement dengan ikatan emosional positif antara individu dengan organisasi dan komitmen individu pada organisasi. Selain itu, Robinson et al 2004 juga mendefinisikan employee engagement sebagai sikap positif individu karyawan terhadap organisasi dan nilai organisasi. Seorang karyawan yang memiliki tingkat engagement tinggi pada organisasi memiliki pemahaman dan kepedulian terhadap lingkungan operasional organisasi, mampu bekerja sama untuk meningkatkan pencapaian unit kerja atau organisasi melalui kerja sama antara individu karyawan dengan manajemen. Definisi lainnya, employee engagement diartikan sebagai perilaku yang menunjukkan bahwa individu karyawan melaksanakan perannya sesuai jabatan dalam organisasi secara penuh dan menanggalkan peran lain yang disandangnya selama berada dalam lingkungan kerja dan pelaksanaan tugas jabatannya Khan, 1990. Selain definisi diatas, employee engagement menurut Wellins dan Concelman 2005 sebagai kekuatan ilusif komitmen terhadap organisasi, kebanggaan terhadap pekerjaan, pengerahan waktu dan tenaga, passion dan ketertarikan yang memotivasi pegawai untuk performansi tingkat yang 29 lebih tinggi. Wellins dan Concelman juga mengacu istilah tersebut sebagai perasaan atau sikap pegawai yang mendekatkan diri dengan pekerjaan dan organisasinya. Sedangkan Lockwood 2005 mendefinisikan engagement sebagai pernyataan oleh individu secara emosional dan intelektual komit terhadap organisasi, yang diukur melalui tiga perilaku utama yaitu berbicara positif mengenai organisasi kepada rekan kerja dan pekerja berpotensi serta pelanggan, memiliki gairah yang intens untuk menjadi anggota organisasi, meski sebenarnya mendapat peluang kerja di tempat lain,dan menunjukkan usaha ekstra dan perilaku yang memiliki kontribusi terhadap kesuksesan organisasi. Pendapat lain dari Macey dan Schneider 2008 mengatakan employee engagement dapat didefinisikan melalui elemen-elemennya yaitu trait engagement pandangan positif mengenai kehidupan dan pekerjaan, state engagement perasaan memiliki energi, dan behavioral engagement perilaku melebihi tugas yang dibebankan. Beberapa studi menunjukkan bahwa engagement berkorelasi positif dengan pencapaian kinerja unit kerja atau organisasi, tingkat retensi karyawan, profitabilitas, kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, keamanan pelanggan dan daya saing organisasi dalam industri seperti Coffman 2000. Karyawan yang memiliki engagement tinggi pada pekerjaaannya menunjukkan perilaku positif sebagai berikut yaitu; menyatakan hal yang positif tentang visi, misi dan kegiatan organisasi pada calon karyawan 30 potensial dan calon pelanggan potensial; memutuskan untuk bergabung dengan organisasi tertentu dengan mengabaikan kesempatan berkarya dan mengekploitasi kemampuan yang ditawarkan oleh organisasi lain; secara berkelanjutan berjuang dengan mengerahkan kemampuan dan potensi untuk mencapai sasara kerja dan bersedia melakukan kerja lembur, dan prakarsa baru dalam mengatasi masalah yang dihadapi organisasi. Kondisi ini adalah kondisi kerja yang mengisi mimpi sebagaian besar pimpinan organisasi, yang masih sulit untuk diwujudkan dalam dunia nyata. Sebagian besar pimpinan organisasi masih berjuang untuk meminimalkan perilaku karyawan yang cenderung menunjukkan rendahnya engagement mereka pada pekerjaan yang dicirikan dengan perilaku memboroskan waktu kerja untuk kegiatan yang tidak berhubungan dengan pencapaian sasaran kerja organisasi dan melakukan tindakan yang tidak konsisten dengan sasaran kerja sehingga berdampak pada penurunan pencapaian kinerja organisasi. Meere 2005 mengungkapkan bahwa data 360.000 karyawan dari 41 perusahaan yang berlokasi di sepuluh Negara dengan kondisi ekonomi kuat, employee engagement yang rendah menurunkan pencapaian margin operasi. Sementara hasil studi Financial News, Maret 2001 sebagaimana dilaporkan oleh Accord Mangement Systems 2004 menyatakan bahwa employee engagement yang rendah antara lain ditunjukkan oleh tingkat absensi rata- rata 3,5 hari per tahun. Koscec 2007 mngelompokkan kategori employee engagement menjadi empat yaitu: 31 a. Actively engaged: karyawan secara emosional berkomitmen terhadap pekerjaan dan organisasinya pada setiap waktu. Mereka memiliki motivasi diri yang tinggi dan benar-benar ingin membuat perbedaan. Mereka selalu menunjukkan performansi yang diharapkan. b. Engaged: karyawan secara emosional berkomitmen terhadap pekerjaan dan organisasinya pada waktu yang seharusnya. Mereka selalu mencapai tetapi hanya sesekali menunjukkan performansi yang diharapkan. c. Disengaged: karyawan dalam kategori ini menunjukkan bekerja secara rutin, tetapi hanya sebatas itu. Mereka bekerja secara fisik, tetapi pikirannya berada di tempat lain. d. Actively disengaged: karyawan seperti ini tidak tertarik dengan pekerjaan dan organisasinya, serta secara aktif bekerja sekaligus menyebarkan rumor, bergosip, menggerutu, dan performansinya buruk. Baumruk dan Gorman 2006 mengemukakan jika karyawan memiliki rasa engagement yang tinggi dengan perusahaan, hal tersebut akan meningkatkan tiga perilaku umum yang akan meningkatkan kinerja perusahaan. Pertama adalah say mengatakan dimana karyawan akan memberikan masukan untuk organisasi dan rekan kerjanya, dan akan memberikan masukan mengenai karyawan dan konsumen yang berpotensi. Kedua adalah stay tetap tinggal yaitu karyawan tetap akan bekerja di organisasi tersebut walaupun ada peluang untuk bekerja di tempat lain. 32 Ketiga adalah strive upaya dimana karyawan akan memberikan lebih banyak waktu, usaha dan inisiatif untuk dapat berkontribusi demi kesuksesan organisasi. Gallup 1998 berpendapat bahwa ada 4 dimensi employee engagement yang diambil dari Gallup’s Q12, yaitu what do I give?, what do I get?, do I belong?, dan how can we grow? a. Tingkat dasar: Apa yang aku dapatkan? Pada dimensi ini karyawan ingin mengetahui apa yang diharapkan perusahaan terhadap dirinya serta apa yang ia dapatkan dari pekerjaannya. b. Tingkat 1: Apa yang aku berikan? Pada dimensi ini karyawan fokus pada kontribusi individu dan persepsi orang lain mengenai hal tersebut. c. Tingkat 2: Apakah aku cocok berada di sini? Pada dimensi ini karyawan ingin mengetahui apakah dirinya cocok berada di perusahaan. d. Tingkat 3: Bagaimana kita semua bisa berkembang? Dimensi ini merupakan tahap yang paling menguntungkan dimana karyawan ingin membuat perusahaan menjadi lebih baik, berkeinginan untuk belajar, dan berinovasi. Pengertian employee engagement tersebut menegaskan perbedaannya dengan kepuasan kerja yang selama ini diyakini oleh kalangan akademisi maupun praktisi manajemen sebagai faktor penting untuk meningkatkan