17
2 Tujuan pastoral Tujuan  pastoral  pada  umumnya  adalah  membantu  mengembangkan
dan  mendewasakan  iman  umat.  Dengan  mengandaikan  bahwa  benih-benih iman  sudah  tertanam  dan  dimiliki  oleh  umat.  Dengan  demikian  petugas
pastoral  hanyalah  menyirami,  memupuk,  merawat,  dan  menjaga,  serta mendorong  agar  benih  yang  sudah  dimiliki  itu  dapat  berkembang    menjadi
lebih  dewasa.  Menurut  Mardiatmadja  1985:  28    peranan    petugas  pastoral hanyalah
sebagai pendamping
umat yang
berusaha membantu
memperkembangkan  imannya  walaupun  masih  dalam taraf  perjuangan.
2. Kunjungan  Keluarga
a.   Pengertian kunjungan keluarga
Noordermeer 1981: 8 berpendapat bahwa kunjungan keluarga adalah kegiatan Gerejani yang dilakukan umat beriman untuk memberi perhatian dan
berbagi cinta kasih kepada keluarga-keluarga Katolik di lingkungan atau paroki dengan  cara  berkunjung  dari  rumah-ke  rumah.  Kalau  pada  mulanya  suatu
kunjungan keluarga hanya dilakukan oleh para biarawan atau biarawati sebagai gembala  Gereja  yang  memperhatikan  dan  mendampingi  umat  Katolik,  untuk
mendekati  dan  menyapa  umat  yang  mau  meninggalkan  imannya.  Kunjungan sebagai  salah  satu  usaha  pendampingan  dan  pelayanan  untuk  memelihara,
membina dan memimpin keluarga-keluarga Katolik dalam masyarakat.
18
Budyapranata 1987: 76 mengatakan bahwa kunjungan keluarga pada hakekatnya  adalah  pertemuan  pribadi.  Artinya  bahwa  kunjungan  itu  bukan
hanya  sekedar  datang  ke  rumah  orang  lain  dengan  suatu  urusan,  tetapi  lebih menyapa orang lain sebagai  pribadi  sehingga mereka merasa dihargai  sebagai
saudara seiman. Pertemuan ini harus dibedakan antara kepentingan untuk atau karena tugas dan keperluan lain.
Dalam  kunjungan  pastoral,  pengunjung  bukanlah  orang  yang  mau mencampuri  masalah  orang  yang  dikunjungi,  atau    mengambil  alih  perannya,
melainkan mau memberi perhatian, kepada orang yang dikunjungi, sedemikian rupa  sehingga  orang  merasa  bahwa  kehadiran  pengunjung  sebagai  suatu
pertolongan. Dengan  demikian  jelaslah,  bahwa  dalam  kunjungan  keluarga  yang
menjadi  pusat  perhatian  adalah  yang  dikunjungi,  dan  bukan  sebaliknya. Kunjungan  merupakan  peristiwa  “penyelamatan,  atau  “pertolongan”  yang
lebih-lebih  diarahkan  bagi  orang  yang  dikunjungi.  Hal  tersebut  tidak  berarti bahwa  dalam  setiap  kunjungan  keluarga  tidak  terdapat  pengalaman  di  mana
sipengunjung  mengalami  pertolongan.  Sesungguhnya,  baik  sipengunjung maupun yang dikunjungi, keduanya dapat mengalami pengalaman pertolongan
yang  diberikan  oleh  kedua  belah  pihak.  Misalnya:  pada  saat  orang  yang dikunjungi  mensharingkan  pengalamannya  bisa  jadi  orang  yang  mengunjungi
diteguhkan, dikritik, dipercaya karena pengalaman tersebut.