BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kualitas pendidikan di Indonesia semakin dituntut untuk meningkat agar dapat mengikuti perkembangan zaman yang berkembang dengan sangat pesat. Hal
ini dikarenakan untuk mengikuti perkembangan zaman diperlukan kualitas pendidikan yang baik agar mampu mengikutinya.
Banyak hal yang mempengaruhi baik atau tidaknya kualitas pendidikan, salah satunya adalah penerapan model pembelajaran yang diterapkan di sekolah.
Penerapan model pembelajaran di sekolah berfungsi untuk menentukan tipe pembelajaran yang digunakan dalam menyampaikan materi. Dari penentuan tipe
pembelajaran yang digunakan selanjutnya akan ditentukan metode pembelajaran. Penerapan tipe pembelajaran ini akan menunjang dalam mengukur berhasil atau
tidaknya proses pembelajaran di dalam kelas. Hubungan ini dapat ditinjau jika proses pembelajaran di dalam kelas berhasil, maka kualitas pendidikan juga akan
meningkat. Sebaliknya, jika proses pembelajaran di dalam kelas tidak berhasil, maka efek yang terjadi adalah siswa pulang dari sekolah tanpa membawa
pengetahuan apa-apa dan menyebabkan kualitas pendidikan pun tidak dapat meningkat. Sehingga pada akhirnya kegiatan belajar mengajar ini tidak mencapai
tujuan pembelajaran. Kegiatan belajar mengajar yang melahirkan interaksi unsur-unsur
manusiawi adalah sebagai suatu proses dalam rangka mencapai tujuan pengajaran Syaiful Bahri dan Aswan Zain, 2010:72. Guru akan berusaha menciptakan
lingkungan belajar yang membuat siswa mampu mencari pengetahuan, menggali
dan memecahkan masalah. Salah satu usaha guru dalam menciptakan lingkungan belajar bagi siswa tidak terlepas dari pemahaman guru tentang kedudukan model
pembelajaran, tipe pembelajaran, dan metode pembelajaran sebagai salah satu komponen yang ikut serta menjadi bagian dalam keberhasilan kegiatan belajar
mengajar. Selain penggunaan model pembelajaran, tipe pembelajaran, dan metode
pembelajaran yang tepat untuk menunjang proses belajar siswa terdapat pula faktor-faktor lain yang mempengaruhi proses belajar siswa. Menurut Winkel
1983:23-42 faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar siswa antara lain : a. faktor-faktor pada pihak siswa meliputi : taraf intelegensi, motivasi belajar
keseluruhan daya penggerak di dalam diri siswa yang menimbulkan kegiatan belajar, perasaan senang, rasa puas, rasa simpati, rasa gembira, sikap
kecenderungan dalam subyek menerima atau menolak suatu obyek berdasarkan penilaian terhadap obyek itu sebagai obyek yang berharga atau
tidak berharga, minat kecenderungan yang agak menetap dalam subyek, merasa tertarik pada bidanghal tertentu dan merasa senang berkecimpung
dalam bidang itu, keadaan sosio-ekonomis menunjuk pada kemampuan finansial siswa dan perlengkapan material yang dimiliki siswa, keadaan ini
dapat bertaraf baik-cukup-kurang, keadaan sosio-kultural menunjuk pada lingkungan budaya yang di dalamnya siswa bergerak setiap hari. Meliputi
kemampuan berbahasa dengan baik, corak pergaulan antara orang tua dan anak, pandangan keluarga mengenai pendidikan sekolah. Keadaan ini dapat
bertaraf tinggi-cukup-kurang, dan keadaan fisik menunjuk pada tahap pertumbuhan, kesehatan jasmani, dan keadaan alat-alat indra. Keadaan ini
dapat baik dan dapat juga kurang baik.
b. faktor-faktor di luar siswa meliputi : faktor-faktor pengatur proses belajar di sekolah kurikulum pengajaran, disiplin sekolah, teacher effectiveness,
fasilitas belajar, dan pengelompokan siswa, faktor-faktor sosial di sekolah sistem sosial, status sosial siswa, interaksi antara guru dengan siswa, faktor-
faktor situasional keadaan politik, ekonomis, keadaan waktu, tempat, musim, dan iklim, dan faktor pada pihak guru sikap dan sifat, serta gaya memimpin
kelas. Ditinjau dari pernyataan
Winkel terkait dengan faktor-faktor yang
mempengaruhi proses belajar siswa, maka berdasarkan hasil observasi di SMP Kanisius Kalasan didapatkan bahwa tingkat minat siswa masih kurang memenuhi
kriteria ketercapaian yang diharapkan. Sementara itu, penggunaan model pembelajaran dan tipe pembelajaran di SMP Kanisius Kalasan sendiri masih
kurang bervariasi, dimana model pembelajaran dan tipe pembelajaran pada SMP Kanisius Kalasan ini ditujukan guna meningkatkan minat dan keaktifan siswa
dalam kegiatan belajar mengajar sehingga suasana kelas lebih hidup dan meningkatkan motivasi siswa untuk belajar.
Selain itu, berdasarkan observasi dan wawancara diperoleh hasil bahwa hasil belajar belajar IPA khususnya Biologi dalam materi sistem peredaran darah
manusia pada siswa kelas VIII A SMP Kanisius Kalasan masih tergolong kurang. Hal itu ditinjau berdasarkan hasil belajar siswa pada 2 tahun terakhir dalam materi
sistem peredaran darah manusia. Hasil belajar siswa yang mencapai KKM pada tahun 20102011 dalam materi sistem peredaran darah manusia di kelas VIII A
SMP Kanisius Kalasan berjumlah 5 orang siswa dari 29 orang siswa, sedangkan nilai di bawah KKM berjumlah 24 orang siswa. Ketuntasan belajar yang diperoleh
sebesar 17.24. Sedangkan pada tahun ajaran 20112012 jumlah siswa yang
mencapai KKM berjumlah 3 orang siswa dari 24 orang siswa. Ketuntasan belajar yang diperoleh sebesar 12,5. Hasil tersebut tidak memenuhi kriteria ketuntasan
belajar seperti yang diharapkan. Kurangnya ketuntasan belajar siswa dalam proses pembelajaran dikarenakan kurangnya minat belajar siswa sehingga siswa tidak
memiliki motivasi dalam pembelajaran. Hal ini disebabkan kurang bervariasinya model dan tipe pembelajaran serta kurangnya sarana media pembelajaran di
sekolah. Hal-hal tersebut dapat menyebabkan kebosanan pada diri siswa untuk belajar pelajaran IPA khususnya Biologi. Kebosanan siswa dalam mengikuti
pembelajaran menyebabkan hasil belajar siswa menjadi rendah. Minat dalam dunia pendidikan dapat diartikan sebagai kecenderungan
yang timbul apabila individu tertarik terhadap sesuatu yang akan dipelajari dan bermakna bagi dirinya sendiri. Seperti yang dikemukakan Effendi 1985:122-123
minat merupakan sumber dari usaha yang timbul dari kebutuhan siswa yang menjadi faktor pendorong dalam melakukan usahanya belajar. Hal ini
menunjukkan bahwa minat sangat berkaitan dengan kebutuhan seseorang. Selain itu, intensitas minat pada diri seseorang dapat dilihat melalui seberapa keras
usahanya dalam memenuhi kebutuhan yang berkaitan dengan objek yang menjadi perhatian. Sehingga minat siswa dalam mengikuti proses pembelajaran dapat
ditinjau dari keaktifan siswa yang kemudian dapat menimbulkan motivasi belajar siswa.
Kegiatan pembelajaran merupakan suatu upaya untuk mencapai perubahan tingkah laku baik yang menyangkut aspek pengetahuan, ketrampilan, maupun
sikap siswa setelah memperoleh informasi. Dengan timbulnya minat belajar siswa dalam proses pembelajaran maka dapat menimbulkan proses perubahan tingkah
laku siswa secara relatif permanen dan secara potensial yang terjadi sebagai hasil
dari praktik atau penguatan reinforced practice dan pengalaman tertentu yang dilandasi untuk mencapai tujuan tertentu. Minat siswa yang menimbulkan
motivasi dapat membantu memahami dan menjelaskan perilaku siswa dalam menentukan penguatan belajar, memperjelas tujuan belajar, dan menentukan
ketekunan belajar. Hal ini diperkuat oleh pernyataan Uno 2008:23 yang mengatakan bahwa “motivasi belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa
hasrat dan keinginan berhasil dan dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita- cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya adalah adanya penghargaan, lingkungan yang
kondusif, dan kegiatan belajar yang menarik. Tetapi kedua faktor tersebut disebabkan oleh rangsangan tertentu, sehingga seseorang berkeinginan untuk
melakukan aktivitas belajar yang lebih giat dan semangat”. Sardiman 2010:85 juga berpendapat bahwa motivasi erat kaitannya dengan tujuan. Memberikan
tujuan pembelajaran pada siswa maka siswa akan mengetahui tujuan belajarnya, dengan mengetahui tujuan yang ingin dicapai maka siswa akan lebih termotivasi
ketika belajar, sehingga siswa akan lebih aktif berpartisipasi dalam kegiatan pembelajaran. Sardiman 2010:40 juga menyatakan bahwa siswa akan berhasil
dalam belajar apabila siswa tersebut mengetahui apa yang akan dipelajari dan memahami mengapa hal tersebut patut dipelajari. Dengan demikian maka dalam
proses pembelajaran minat siswa sangat dibutuhkan untuk menumbuhkan motivasi belajar siswa.
Minat yang timbul di dalam diri siswa akan menyebabkan siswa melakukan perubahan tingkah laku seperti aktif dalam mengikuti proses
pembelajaran. Keaktifan siswa ini merupakan salah satu prinsip utama dalam proses pembelajaran. Belajar adalah berbuat, oleh karena itu tidak ada belajar
tanpa aktivitas. Hal ini dikarenakan pengalaman belajar hanya dapat diperoleh jika
siswa aktif berinteraksi dengan lingkungannya. Partisipasi aktif siswa sangat berpengaruh pada proses perkembangan berpikir, emosi, dan sosial. Keterlibatan
siswa dalam belajar membuat siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran dan mengambil keputusan. Selain itu, keaktifan siswa penting dalam
proses pembelajaran sebab pengetahuan, keterampilan, dan sikap tidak dapat ditransfer begitu saja tetapi diolah sendiri oleh siswa terlebih dahulu. Oleh sebab
itu, keaktifan siswa dalam pembelajaran sangat menentukan bagi keberhasilan pencapaian tujuan pembelajaran dan kualitas pembelajaran. Sedangkan keaktifan
siswa hanya bisa dimungkinkan jika siswa diberi kesempatan untuk berpartisipasi atau terlibat dalam proses pembelajaran. Agar siswa terlibat aktif dalam proses
pembelajaran, maka diperlukan berbagai upaya dari guru untuk dapat membangkitkan keaktifan siswa. Guru perlu menciptakan kondisi yang
memungkinkan terjadinya proses interaksi yang baik dengan siswa, agar mereka dapat melakukan berbagai aktivitas belajar dengan efektif. Upaya dalam
mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran dapat diwujudkan melalui penggunaan berbagai macam variasi model pembelajaran dan media
pembelajaran. Akan tetapi, pengajaran di SMP Kanisius Kalasan masih terpusat pada guru, dimana siswa tidak berperan aktif dalam kegiatan di kelas sehingga
dalam pembelajaran tidak timbul minat belajar siswa. Oleh karena itulah, diperlukan suatu tipe pembelajaran yang tepat, guna meningkatkan minat belajar
siswa di SMP Kanisius Kalasan. Dari permasalahan tersebut peneliti ingin memperbaiki permasalahan
pembelajaran IPA khususnya Biologi pada materi sistem peredaran darah manusia dengan menerapkan suatu tipe pembelajaran yang inovatif. Sejauh ini, ada
beberapa model pengajaran yang telah digunakan dibeberapa sekolah, salah
satunya adalah model pembelajaran kooperatif, dimana pada model pengajaran ini para siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil yang saling bekerja sama satu
dengan yang lainnya dalam mempelajari materi pelajaran, sehingga suasana kelas lebih aktif. Dalam model pembelajaran kooperatif terdapat tiga tipe yang dapat
diadaptasikan pada sebagian besar mata pelajaran dan tingkat kelas, yaitu Student Team-Achievement Division STAD Pembagian Pencapaian Tim Siswa, Team
Games Tournament Turnamen Game Tim, dan Jigsaw II Teka-Teki II. Salah satu tipe pembelajaran yang dapat membantu meningkatkan hasil
belajar dan minat siswa adalah TGT. TGT merupakan suatu inovasi baru dalam tipe pembelajaran yang penggunaannya dilandasi dari hasil belajar dan minat
siswa yang tidak meningkat sewaktu menggunakan tipe-tipe pembelajaran sebelumnya. Penggunaan TGT juga dikarenakan tingkat kesulitan materi sistem
peredaran darah manusia cukup tinggi. Sistem peredaran darah manusia itu sendiri tidak dapat diamati secara langsung oleh siswa, sehingga dalam memahami materi
dibutuhkan kerjasama antar siswa untuk saling mendukung satu sama lain. Kerjasama antar siswa dapat dibentuk dengan menerapkan model pembelajaran
kooperatif tipe TGT dengan membentuk kelompok-kelompok belajar dan setiap siswa bertanggung jawab akan pemahaman teman dalam satu kelompoknya.
Sehingga materi yang memiliki tingkat kesulitan cukup tinggi dapat dipahami oleh siswa dengan mudah dalam diskusi kelompok. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Soetomo 1993:150 yang menjelaskan kegunaan metode diskusi yaitu memberi kesempatan kepada siswa untuk menyalurkan kemampuannya masing-
masing termasuk kemampuan mengemukakan ide-ide baru, membantu siswa untuk dapat menilai kemampuan dirinya, teman-temannya dan juga melalui
diskusi siswa dapat dilatih menghargai pendapat teman.
Selain itu, keunggulan teknik pembelajaran tipe TGT dibandingan dengan tipe pembelajaran kooperatif lainnya adalah TGT memberikan kesempatan kepada
guru untuk menggunakan kompetisi dalam suasana yang konstruktif positif. Teknik pembelajaran tipe TGT akan membentuk pola pikir setiap siswa untuk
saling membangun dalam tim dan saling memberikan kepercayaan pada anggota tim saat bermain dalam turnament. Dengan kepercayaan yang didapatkan dari
anggota tim maka anggota tim akan berusaha melakukan yang terbaik agar tim mereka menjadi yang terbaik. Turnament dalam TGT akan memberikan warna
positif di dalam kelas karena kesenangan para siswa terhadap permainan sehingga akan tercipta minat belajar dan keaktifan siswa. Dalam pembelajaran guru
bertindak sebagai wasit memiliki tugas untuk menyelesaikan permasalahan yang terjadi di dalam kelas. Iklim kelas yang terbentuk pada saat proses pembelajaran
akan mendukung siswa agar lebih termotivasi untuk belajar karena mereka berada pada lingkungan kompetisi positif dan dituntut untuk menjadi yang terbaik serta
memberikan yang terbaik untuk timnya. Siswa juga akan merasa nyaman saat proses pembelajaran berlangsung dan keaktifan siswa akan semakin meningkat.
Hal ini ditinjau dari terbentuknya interaksi antar siswa yang semakin meningkat dengan kegiatan tim dan turnament. Interaksi siswa dengan guru juga akan
meningkat, karena guru bertindak sebagai wasit dan siswa dapat bertanya setiap waktu. Sedangkan dalam pengaturan susunan tempat duduk disesuaikan dengan
kebutuhan untuk kegiatan kelompok dan kegiatan turnament. Pengaturan susunan tempat duduk yang berkelompok akan membuat siswa lebih interaktif dalam
berdiskusi dengan siswa yang lainnya dan pada saat turnament diubah lagi agar siswa tidak jenuh dan memudahkan siswa untuk melakukan mobilitas. Dengan
kondisi yang seperti ini maka TGT dapat meningkatkan minat siswa dalam mendalami materi sistem peredaran manusia.
Sedangkan pengertian TGT Team Games Tournament secara umum merupakan salah satu tipe pembelajaran yang termasuk dalam model
pembelajaran kooperatif, dimana tipe TGT ini membagi siswa dalam kelompok- kelompok belajar dengan beranggotakan 5 sampai 6 orang yang memiliki
kemampuan, jenis kelamin, asal daerah yang berbeda. Sehingga ketika guru memberikan tugas maka setiap anggota kelompok mempunyai tanggung jawab
masing-masing untuk menyelesaikan tugas tersebut. Selain itu, ketika ada anggota kelompok yang tidak mengerti dengan tugas yang diberikan, maka anggota
kelompok lainnya dapat membantu menjelaskannya. Menurut Slavin dalam Gora dan Sunarto, 2010:61 pembelajaran
kooperatif tipe TGT terdiri dari 5 langkah tahapan yaitu : tahap penyajian kelas class precentation, belajar dalam kelompok teams, permainan games,
pertandingan tournament dan perhargaan kelompok team recognition. Dimana, ciri-ciri tipe TGT ini adalah :
1. siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil 2. games tournament
3. penghargaan kelompok Oleh sebab itu, tipe pembelajaran ini diharapkan mampu meningkatkan
minat siswa akan mata pelajaran IPA khususnya Biologi. Karena dengan diadakan semacam turnamen di dalam kelas yang dimana pemenang turnamen ini akan
diberikan suatu penghargaan, maka siswa akan terpacu untuk menjadi yang terbaik. Persaingan sehat seperti ini jelas akan menimbulkan minat belajar dan
keaktifan serta kesadaran siswa untuk melakukan interaksi di dalam kelas dan
untuk mencari sumber-sumber pelajaran di luar kelas yang akan menunjang kemampuan mereka sehingga mereka dapat mengungguli kelompok lainnya.
Secara tidak langsung proses ini dapat menambah ilmu pengetahuan bagi mereka sendiri.
Dengan meningkatnya minat belajar dan keaktifan siswa, siswa juga akan semakin kritis guna menghadapi suatu permasalahan yang timbul dari mata
pelajaran IPA khususnya pelajaran Biologi yang sedang mereka pelajari. Pertanyaan-pertanyaan yang timbul dari siswa akan meningkatkan kemampuan
siswa dalam memahami materi dengan mencari jawaban yang tepat, dan pertanyaan ini tidak hanya dapat dijawab oleh guru mata pelajaran IPA khususnya
Biologi, namun juga dapat dijawab oleh teman kelompok mereka atau anggota kelompok lainnya yang akan menimbulkan komunikasi yang tidak hanya satu
arah antara guru dengan siswa, namun juga memunculkan komunikasi 3 arah yaitu, antara guru dengan siswa, siswa dengan guru, dan siswa dengan siswa.
Dengan hal ini dapat meningkatkan hasil belajar siswa dimana hasil belajar siswa dapat dijadikan suatu patokan dalam mengukur berhasil atau tidaknya
pembelajaran yang diterapkan di kelas. Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti melakukan penelitian tindakan kelas dengan judul “Penerapan Model
Pembelajaran Kooperatif Tipe Team Games Tournament TGT untuk Meningkatkan Hasil Belajar dan Minat Siswa Kelas VIII A SMP Kanisius
Kalasan Pada Materi Sistem Peredaran Darah Manusia.
B. Rumusan Masalah