BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem politik demokrasi.Demokrasi pada hakikatnya merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh
rakyat dan untuk rakyat.
1
Dengan kata lain bahwa dalam negara demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Itu artinya bahwa rakyat mempunyai peran
dan andil yang besar dalam menentukan keputusan-keputusan bagi negaranya. Hal ini kembali menegaskan bahwa dalam negara demokrasi rakyat ikut serta dalam
proses pengambilan keputusan decision making process. Menurut David Beetham dan Kevin Boyle 1998, keunggulan demokrasi
mengandung konsep kesetaraan sebagai warga negara, lebih memungkinkan memenuhi kebutuhan kebutuhan rakyat biasa, mengakui perbedaan kelompok dan
penyelesaian masalah dengan kompromi, menjamin hak-hak dasar warga negara, dan pembaharuan kehidupan sosial.
2
Rosseau juga menyebutkan dalam demokrasi terkandung dua unsur, yaitu equal persamaan dan freedom kebebasan.
3
Demokrasi ditandai dengan oleh adanya tiga prasyarat : 1 kompetisi didalam memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan, 2 partisipasi
masyarakat, dan 3 adanya jaminan hak-hak sipil dan politik. Dalam hal ini
1
Ahmad Suhelmi. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Pustaka Utama. hal 290
2
Kacung Marijan.2010.Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Ode Baru, Jakarta :Prenada Media Group. hal 59
3
Ng.Philipus.2004.Sosiologi dan Politik.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.hal 116
Universitas Sumatera Utara
sistem pemilu electoral system merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting di dalam negara demokrasi untuk mewujudkan tiga prasyarat
demikian.Melalui sistem ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik bisa dilihat.
4
Pemilihan umum general election diakui secara global, sebagai sebuah arena untuk membentuk demokrasi perwakilan serta menggelar pergantian
pemerintahan secara berkala.Maka menurut teori demokrasi minimalis, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Joseph Schumpeter bahwa pemilihan
umum merupakan sebuah arena yang mewadahi kompetisi kontestasi antara aktor-aktor politik yang meraih kekuasaaan partisipasi politik rakyat untuk
menentukan pilihan serta liberalisasi hak-hak sipil dan politik warga negara.Dalam hubungan ini, partai politik merupakan aktor utama yang
berkompetisi untuk memperoleh dukungan massa dan meraih kekuasaaan eksekutif dan legislatif.
5
Setidaknya hingga saat ini Indonesia telah sebelas kali menggelar pemilu, yaitu sejak pemilu 1955-2014.Terdapat begitu banyak dinamika jumlah peserta
pemilu demikian juga pada sistem pemilu yang diterapkan.Sejak pemilu 1955 Indonesia menganut sistem proporsional di dalam pemilu.Dimana dalam sistem
ini, alokasi jumlah kursi di lembaga perwakilan didasarkan pada perolehan suara masing-masing peserta pemilu secara proporsional.Alokasi dan distribusi kursi
didasarkan pada jumlah penduduk.Seiring berjalannya waktu, sistem proporsional
4
Kacung Marijan. Op. Cit., hal 83
5
P. Anthonius Sitepu, Teori-Teori Politik, Yogyakarta : Graha Ilmu.2012. hal 138
Universitas Sumatera Utara
yang digunakan di dalam pemilu pun mengalami modifikasi. Adapun sistem pemilu yang pernah diterapkan indonesia pada pemilu legislatifnya yaitu pada
pemilu pertama tahun 1955 indonesia menggunakan sistem proporsional tidak murni, pemilu tahun 1971 sistem perwakilan berimbang dengan telsel daftar, pada
pemilu ketiga tahun 1977 sd pemilu 1997 sistem proporsional, tahun 1999 indonesia menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dan pada
pemilu tahun 2004 menggunakan sistem perwakilan proporsional.
6
Dan terakhir sejak pemilu 2009 hingga pemilu 2014 menerapkan sistem pemilu proporsional
terbuka. Adapun perbedaan pemilu 2014 dan pemilu sebelumnya yaitu pemilu
legislatif yang dilaksanakan pada 9 April 2014 menjadi pertarungan yang sengit baik itu secara internal partai maupun antar partai bagi para calon anggota
legislatif yang telah masukdalam DCT di KPU. Hal ini disebabkan karena sejak awal caleg sudah mengetahui mekanisme suara terbanyak sesuai dengan
keputusan MK yang merevisi UU no.10 tahun 2008 menjadi UU No.8 tahun 2012 tentang pemilu legislatif, yang sejak awal memutuskan sistem suara terbanyak.
Berbeda dengan situasi pada pemilu legislatif tahun 2009 yang telah berlalu sebelumnya, dimana MK memutuskan sistem suara terbanyak open-list
proportional system hanya beberapa bulan sebelum pileg dimulai. Kali ini sosialisasi lebih awal dan yang lebih luas memberikan efek suara caleg lebih besar
meningkatkan elektabilitas partainya dibanding pemilu sebelumnya.
6
A. Rahman. 2007. Sistem Politik Indonesia.Yogyakarta : Graha Ilmu. hal 153
Universitas Sumatera Utara
Pada pemilu legislatif tahun 2014 lalu, pelaksanaan pemilu diatur dalam UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD.
Pada undang undang tersebut dijelaskan pada pasal 5 dan pasal 215 tentang sistem pemilu yang berbunyi :
Pasal 5 ayat 1 pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupatenkota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.
Pasal 215 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupatenkota dari partai politik perserta pemilu didasarkan pada
perolehan kursi partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut :
7
a Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupatenkota
ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak. b
Dalam hal dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon
terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan.
c Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam
huruf a, jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon
berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.
7
UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR,DPD dan DPRD
Universitas Sumatera Utara
Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik, maka rakyat berhak ikut serta menetukan seseorang yang akan
menjadi pemimpin mereka, dan untuk menentukan isi kebijakan publik yang mempengaruhi
kehidupan mereka.
Hal ini
sesuai dengan
pendapat Rosseau.Sebagaimana yang dikatakan Rosseau bahwa kedaulatan rakyat
dilaksanakan melalui volunte generale kehendak umum dimana pengambilan keputusan dilakukan melalui sistem suara terbanyak.Dalam perkembangan
demokrasi modern, prinsip suara terbanyak atau suara mayoritas menjadi prosedur kunci yang menjadi ciri tidak terhindarkan dari sebuah tatanan politik yang
demokratis.Tatanan politik yang demokratis bilamana prinsip ini diterapkan dalam pengambilan keputusan.
8
Sistem proporsional terbuka memberikan keleluasaan bagi pemilih untuk memilih nama calon legislatif yang akan mereka pilih. Karena selain disodori
gambar partai, dalam sistem proporsional terbuka pemilih juga disodori daftar nama-nama calon legislatif.Hal ini berbeda dengan sistem pemilu proporsional
tertutup.Dalam sistem tertutup pemilih hanya disodori gambar partai sedangkan nama-nama anggota legislatif yang akan duduk di parlemen akan ditentukan oleh
partai politik itu sendiri sesuai dengan prosentase kursi yang diperoleh. Hal ini senada pada pemilu tahun 2004 dan pemilu-pemilu yang berlangsung
sebelumnya.Artinya pada pemilu tersebut rakyat sudah dibatasi untuk memilih wakil mereka.
8
Kairul Fahni .2012. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat.Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. hal 201
Universitas Sumatera Utara
Dengan sistem pemilu proporsional terbuka yang ditandai dengan rakyat memiliki kebebasan menentukan siapa yang layak untuk menjadi wakil mereka di
palemen, maka bagi mereka kandidat calon yang memperoleh suara terbanyak dari konstituenpara pemilih sudah pasti memperoleh bagian dari alokasi kursi
untuk mewakili rakyat.Tidak peduli pada urutan berapa mereka dalam daftar urutan calon legislatif di setiap partai. Setiap kandidat dalam setiap nomor urut
baik “nomor urut jadi’’ maupun “nomor urut sepatu” memiliki peluang yang sama untuk memenangkan kompetisi pemilu, tanpa menunggu giliran. Maka dengan
sistem ini partai politik terutama kandidat calon legislatif akan semakin tergugah melakukan cara apapun, meningkatkan metode kampanyenya untuk meperoleh
suara terbanyak. Termasuk juga memasukkan caleg-caleg yang memiliki popularitas tinggi meskipun tidak memiliki basik yang kuat dalam politik maupun
integritas di dalam partai politik. Di satu sisi dalam menggunakan sistem proporsional terbuka menurut Nico
Harjanto seorang pengamat dan peneliti, terjadi kompetisi antara caleg dalam internal partai politik, sehingga ada kemungkinan terjadi konflik.
9
Kemudian juga ada kemungkinan bahwa sistem ini memungkinkan kader-kader berkualitas dan
loyal, justru terpental oleh kader-kader yang memiliki popularitas yang instant dan memiliki banyak dana dalam melakukan pendekatan kepada rakyat pemilih.
Sistem ini juga berpotensi memperkuat praktek politik berbiaya tinggidan
9
Kacung Marijan. Op. Cit., hal 95
Universitas Sumatera Utara
mendorong caleg untuk berkompetisi dengan cara mengandalkan publikasi dibandingkan kerja politik berbasis kerja nyata.
Hal senada juga diungkapkan oleh pengamat Kris Nugroho.Dia memaparkan tiga dampak dari sistem pemilu proporsional terbuka.Pertama, makin
kuatnya calon membentuk jaringan elektoral pribadi yang memungkinkan mereka menang atau bertahan dalam kompetisi elektoral.Maka calon semakin
pragmatis.Yang kedua, adalah calon makin jauh dari institusi partai.Dan yang terakhir terjadi degradasi kelembagaan dan kepanduan atau kesisteman partai
karena karena ketika kampanye calon bekerja sebagai individu yang lepas dari institusi partai pengusungnya.Pelembagaan partai menjadi sulit dicapai jika partai
makin tereduksi ke dalam instrumentalisasi jaringan politik pribadi aktor politisi partai.
10
Selain itu, pemilu dengan sistem proporsional terbuka juga akan mengakibatkan menguatnya ideologi pasar disertai dengan melemahnya ideologi
partai politik. Melemahnya ideologi partai ini akan memunculkan suatu perjuangan individualisme partai. Hal ini terlihat dari semakin membesarnya dana
kampanye dari setiap calon legislatif. Sejak diberlakukannya sistem ini biaya kampanye caleg rata-rata meningkat hingga tiga setengah kali lipat, yaitu berkisar
dari 200 juta sampai 6 miliar rupiah. Hal ini juga mengakibatkan tergesernya para aktivis partai oleh pengusaha-pengusaha yang memiliki dana yang lebih besar.
Hal lainyang juga muncul adalah menjadikan partai politik hanya sebagai
10
http:m.beritasatu.compolitik207220-kelemahan-sistem-pemilu-proporsional-terbuka-versi- ahli-pkb.html. Diakses pada tanggal 8 April 2015. Pukul 14.00 WIB
Universitas Sumatera Utara
kemasan para caleg. Maka faktor pencitraan dan popularitas dari setiap caleg akan sangat menonjol pada sistem ini. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya para
artis yang maju sebagai calon legislatif serta meningkatnya pemberitaan atau pencitran seorang tokoh di berbagai media massa.
11
Padahal kampanye sejatinya juga merupakan salah satu arena pendidikan masyarakat.Pemilu menjadi sarana dan wahana dalam penyampaian pesan-pesan
politik baik oleh partai maupun kandidat yang mencalonkan diri.Melalui kampanye menjadi sarana pemberdayaan masyarakat melalui mekanisme yang
mendidik dan membangun dalam konteks rekayasa dan penguatan partisispasi publik atas dinamika politik serta tanggung jawab politik oleh masyarakat. Seperti
yang dikemukakan US Forest Service dengan paradigma Triple E, yaitu kampanye merupakan kegiatan partai politik yang mengandung tiga unsur utama ,
yaitu: Education, engineering, dan enforcement.
12
Partai politik memiliki fungsi sosialisasi politik, suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik kepada
masyarakat. Termasuk hal ini didalam kampanye pemilu.Partai politik berperan mensosialisakan ideologi dan progran partai, meningkatkan pengetahuan
masyarakat mengenai hak dan tanggungjawab rakyat dalam pemilu, bagaiamana pengaruh suara rakyat dalam pemilu, termasuk mempengaruhi perilaku pemilih
mengapa harus memilih partai politik atau kandidat tertentu pada saat
11
httpwahyufisipuns.blogspot.com201402-sistem-pemilu-proporsional-terbuka.html?m=1. Diakses pada tanggal 8 April 2015. Pukul 14.30 WIB
12
Khoirul.Anwar. 2006. Perilaku Partai Politik : Studi Perilaku Partai Politik Dalam Kampanye dan Kecenderungan Pemilih Pada Pemilu 2004. Malang : UMM Press. hal 41
Universitas Sumatera Utara
pemilu.Sehingga kita bisa melihat apakah masyarakat atau para pemilih benar- benar memilih parpol tertentu berdasarkan manifesto partai atau sekedar
keterkaitan emosional belaka.Pengetahuan masyarakat akan ideologi partai menjadi penting, karena ideologi partai menjadi cita-cita suatu partai yang untuk
diwujudkan dalam berbagai kebijakan yang akan mereka buat dan berdampak dalam kehidupan masyarakat luas.
Pada pemilu legislatif 2014 setidaknya terdapat dua belas partai politik nasional yang terdaftar di kpu sebagai partai politik Peserta Pemilu dan tiga partai
politik lokal Aceh, Partai politik Peserta Pemilu tersebut adalah 1. Partai Nasdem, 2. Partai Kebangkitan Bangsa PKB, 3. Partai Keadilan Sejahtera PKS, 4. Partai
Demokrasi Indonesia Perjuangan PDIP, 5. Partai Golkar , 6. Partai Gerindra, 7. Partai Demokrat, 8. Partai Amanat Nasional PAN, 9. Partai Persatuan
Pembangunan, 10 Partai Hanura, 11. Partai Damai Aceh PDA, 12. Partai Nasional Aceh PNA, 13. Partai Aceh, 14. Partai Bulan Bintang PBB, 15 Partai
Keadilan dan Persatuan Indonesia PKPI. PDIP merupakan partai pemenang pemilu legislatif 2014, hal tersebut
ditandai dengan jumlah perolehan kursi DPR RI terbanyak berhasil diduduki politisi asal partai PDIP.Berikut daftar hasil perolehan Kursi DPR RI masing-
masing partai politik.
Tabel 1.1 Hasil Perolehan Kursi DPR RI Oleh Partai Politik.
No. Partai Politik
Jumlah Kursi Jumlah suara
1 PDIP
109 23.681.471
Universitas Sumatera Utara
2 Golkar
91 18.432.312
3 Gerindara
73 14.760.371
4 Demokrat
61 12.728.913
5 PAN
49 9.481.521
6 PKB
47 11.298.957
7 PKS
40 8.480.204
8 PPP
39 8.157.488
9 Nasdem
35 8.402.812
10 Hanura
16 6.579.498
Jumlah -
560 -
Sumber: KPU Kabupaten Langkat Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa partai pemenang pemilu
legislatif tahun 2014 adalah partai PDI Perjuangan, berada posisi teratas dengan perolehan suara 23.681.471 suara. PDI Perjuangan berhasil memperoleh 109 kursi
DPR RI, sedangkan diposisi terakhir adalah partai Hanura dengan perolehan suara 6.579.498 suara serta 16 kursi dati total 560 kursi DPR RI.
Tabel 1.2 Perolehan kursi Partai PDIP di DPRD Kabupaten Langkat.
No Partai Politik
Jumlah Kursi Jumlah Suara
1 Golkar
11 101.936
2 Demokrat
8 76.037
3 PDIP
6 54.290
4 Gerindra
5 52.932
5 Nasdem
4 38.891
6 Hanura
3 39.061
7 PBB
3 26.144
8 PPP
3 24.934
9 PKS
3 23.030
10 PAN
2 29.563
11 PKB
2 23.613
Jumlah -
50 -
Sumber : KPU Kabupaten Langkat
Universitas Sumatera Utara
Di wilayah Kabupaten Langkat, partai PDI Perjuangan hanya berhasil menempati posisi ketiga partai pemenang pemilu dengan perolehan suara
sebanyak 52.932 suara.PDI Perjuangan hanya berhasil merebut 6 kursi DPRD Kabupaten langkat dari total 50 kursi. Diposisi terakhir diduduki oleh partai PKB
dengan perolehan 23.613 suara dan 2 kursi DPRD Kabupaten Langkat Kendati partai PDIP merupakan partai pemenang pemilu pada pemilu
legislatif 2014, namun di Kabupaten Langkat partai PDIP menduduki posisi ketiga partai pemenang pemilu legislatif.Partai PDIP berhasil menempatkan 6
kandidatnya untuk duduk di kursi DPRD Kabupaten Langkat periode 2014-2019. Partai PDIP merupakan partai yang berasaskan pancasila, memiliki watak
kerakyatan.Partai ini juga dikenal dengan partai Wong cilik. Fondasi partai politik diperkokoh dengan AD ART yang menekankan jati diri partai secara lebih
terbuka untuk semua warga negara indonesia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kedudukan sosial, dan gender. Partai PDIP telah berketetapan menjadikan
dirinya sebagai sebuah partai modern dengan tetap berpegang teguh pada prinsip berdaulat dibidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribdian dalam
bidang kebudayaan. Disebutkan pula tujuan umum partai adalah memajukan kesejahteaan umun dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendorong
perdamaian dunia sama dengan pembukaan UUD 1945. Sementara itu tujuan
Universitas Sumatera Utara
khususnya adalah memenangkan pemilu agar PDIP memiliki sarana untuk mencapai tujuan umumnya.
13
Penelitian ini berfokus pada sosialisasi kampanye yang dilakukan oleh partai politik maupun para kandidat caleg untuk memperoleh suara terbanyak
dalam pemilu yang menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka, serta bagaimana pengaruhnya terhadap idologi partai poitik.Apakah dengan terbukanya
dan luasnya melakukan kampanye untuk merebut suara rakyat partai politik maupun kandidat caleg dari partai politik masih loyal maupun konsisten untuk
mensosialisasikan idologi partai dalam kampanye.Khususnya pada kampanye partai politik maupun kandidat partai PDIP Kabupaten Langkat menjelang pemilu
legislatif 2014. Sistem pemilu proporsional terbuka ditandai dengan terbukanya
kesempatan bagi setiap kandidat partai politik di setiap tingkatan nomor urut untuk dipilih guna memperoleh alokasi kursi dewan perwakilan. Alokasi kursi
didasarkan pada perolehan suara terbanyak memacu partai politik maupun kandidat partai untuk berkompetisi merebut suara rakyat sebanyak banyaknya
melalui kampanye.Namun yang menjadi persolan bagaimana konsistensi partai terhadap ideologi partai dalam usaha memperoleh suara sebanyak-banyaknya
dalam pemilu legislatif tahun 2014.Ideologi partai menjadi sangat penting karena ideologi partai menjadi asas, prinsip begitu pula kerangka kerja dalam membentuk
suatu kebijakan nantinya.Sehingga penulis mengambil judul Pengaruh Sistem
13
Bambang Setiawan, dkk. 2004. Partai-Partai Politik Indonesia : Ideologi dan Program. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. hal 361
Universitas Sumatera Utara
Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye
. Penelitian ini akan dilaksanakan pada DPC partai PDIP Kabupaten Langkat.
B. Rumusan Masalah