Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye (StudiPada : DPC Partai PDI PerjuanganKabupatenLangkat)

(1)

PENGARUH SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA

TERHADAP SOSIALISASI IDEOLOGI PARTAI DALAM

KAMPANYE

(StudiPada : DPC Partai PDI PerjuanganKabupatenLangkat) SKRIPSI

Oleh :

AprilliaPaskahwati Br Sitepu 110906015

Dosen Pembimbing : Drs. Tony Situmorang, M.Si.

DEPARTEMEN ILMU POLITIK

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

Halaman Persetujuan

Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan dan diperbanyak oleh : Nama : Aprillia Parkah Wati Br Sitepu

NIM : 110906015 Departemen : Ilmu Politik

Judul : Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye

(Studi Pada : DPC Partai PDIP Kabupaten Langkat)

Menyetujui :

Ketua Departemen Ilmu Politik Dosen Pembimbing

(Dra. T. Irmayani, M.Si) (Drs. Tony P Situmorang, M.Si) NIP.196806301994032001 NIP. 196210131987031004

Mengetahui : Dekan FISIP USU

(Prof. Dr. Badaruddin, M.Si) NIP.196805251992031002


(3)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN ILMU POLITIK

APRILLIA PASKAH WATI BR SITEPU (110906015)

PENGARUH SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA TERHADAP SOSIALISASI IDEOLOGI PARTAI DALAM KAMPANYE

(Studi Pada : DPC Partai Pdi Perjuangan Kabupaten Langkat)

Rincian isi skripsi, 116 halaman, 17 buku, 10 tabel, 2 undang-undang, 2 situs internet, serta 26 kutipan wawancara.

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisasi ideologi partai dalam kampanye pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Langkat dan untuk mengetahui strategi kampanye yang dilakukan partai politik PDIP untuk memperoleh suara rakyat sebanyak-banyaknya pada saat pemilu. Sistem pemilu proporsional terbuka ditandai dengan penetapan calon legislatif terpilih berdasarkan suara terbanyak. Dalam hal ini penelitian dikhususkan pada metode dan strategi partai PDI Perjuangan maupun para calon legislatifnya untuk memperoleh suara sebanyak banyaknya di dalam pemilu, sehingga dapat dilihat bagaimana loyalitas partai dan calon legislatif terhadap ideologi partai dalam kampanye.

Teori yang digunakan dalam penelitian ini ialah teori pemilu yang disampaikan oleh Indria Samego dan fungsi partai politik oleh Miriam Budiardjo. Indria Samego mengungkapkan pemilu sebagai “Political Market” tempat masyarakat melakukan perjanjian masyarakat antara partai politik dengan rakyat. Salah satu fungsi partai politik yaitu melakukan sosialisasi politik termasuk di dalamnya adalah berkampanye.

Penelitian ini termasuk jenis penelitian yang bersifat deskriptif dengan menggunakan metode analisis kualitatif. Pada penelitian ini juga, penulis menggunakan teknik pengumpulan data dengan cara mengumpulkan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan melalui wawancara yang ditujukan kepada enam calon legislatif terpilih dari partai PDI Perjuangan. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui studi kepustakaan melalui buku, dokumen, dan internet yang berkaitan dengan masalah penelitian.

Analisis terhadap hasil penelitian ini, maka penulis menyimpulkan bahwa pengaruh sistem pemilu proporsioanl terbuka terhadap sosialisai ideologi partai dalam kampanye adalah untuk memperoleh suara sebanyak-banyaknya di dalam


(4)

pemilu dengan sistem pemilu proporsional terbuka tugas menyampaikan ideologi dalam kampanye merupakan kewajiban partai, sedangkan calon legislatif diberi kebebasan bersosialisasi selama masa kampanye. Untuk memenangkan pemilu para caleg terpilih menggunakan strategi dengan mendekatkan diri kepada masyarakat. Mereka mengemas ideologi partai menjadi sebuah program kesejahteraan untuk menarik simpati rakyat.

(Kata Kunci: Sitem Pemilu Proporsional Terbuka, Ideologi, Kampanye dan Partai Politik)


(5)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

FACULTY OF SOCIAL AND POLITICAL SCIENCE DEPARTEMENT OF POLITICAL SCIENCE

APRILLIA PASKAH WATI BR SITEPU (110906015)

PENGARUH SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA TERHADAP SOSIALISASI IDEOLOGI PARTAI DALAM KAMPANYE

(Studi Pada : DPC Partai PDI Perjuangan Kabupaten Langkat)

Content, 116 pages, 17 books, 10 tabels, 2 document, 2 website, and 26 interview excerpts.

Abstract

This research aims to know how open-list proportional representatio system influence to party ideology socialization in campaign on years legislative general election 2014 at Langkat's Regency and to know campaign strategy that done by PDIP'S political party to get people voice as much as possible upon general election. General election system proportional openended marked by legislative candidate establishment is chosen bases majority voice. In this case specialized research on methodics and PDI'S party strategy struggle and also candidates to get voice as much as possible in general election, so gets to be seen how loyalty party and candidate to party ideology in campaign.

Theory that is utilized in this research is General Election theory which passed on by Indria Samego and Political Party Function by Miriam Budiardjo. Indria Samego reveals general election as “ Political Market ” society place do society agreement among political party with people. One of political party function which is do politics socialization comprises in it be campaign.

This research is a descriptive reasearch with qualitative analysis method. In this research also, writer utilizes data collecting tech by gather primary data and secondary data. Primary data collected through interview that is attributed to six legislative candidates to be chosen of PDI'S parties struggles. Meanwhile secondary data is gotten through studi bibliography via binds books, document, and Internet that gets bearing with observational problem.

Based on analysis to this research, therefore writer concludes that the influence of general election system proporsioanl openeded to party ideology socialization in campaign is subject to be get voice as much as possible in general election with open-list proportional representation system that the liabilities pass on ideology in campaign that is liabilities of party, meanwhile candidate is given freedom to socialization up to campaign term. To win general election, candidate


(6)

was chosen to utilize strategy by exposes oneself to society. They pack party ideology become one program welling-being to pull people sympathy.

(Key word: Open-list Proporsional Representation, Ideology, Campaign and Political Party)


(7)

Karya ini dipersembahkan untuk

Ayahanda dan Ibunda Tercinta


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat dan karuniaNya kepada penulis, sehingga mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam Kampanye. (Studi Pada : DPC Partai PDIP Kabupaten Langkat)” Skripsi ini merupakan salah satu syarat agar dapat menyelesaikan pendidikan Strata- 1 pada Departemen Ilmu Politik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pengaruh penerapan sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisasi ideologi partai dalam kampanye. Untuk melihat bagaimana sosialisasi yang dilakukan partai maupun kandidat calon legislatif untuk memperoleh suara sebanyka-banyaknya di dalam pemilu. Pengaruh dari penerapan sistem pemilu proporsional terbuka menjadikan para kandidat semakin gencar mendekatkan diri dengan masyarakat untuk memperoleh simpati rakyat. Partai politik (PDI Perjuangan Kabupaten Langkat) melakukan tugas penyampaian ideologi selama kampanye, sedangkan kandidat partai diberi kebebasan bersosialisasi kepada masyarakat selama masa kampanye.

Terimakasih yang tidak terhingga penulis ucapkan kepada seluruh keluarga tercinta, terutama kepada Bapak Rusli Sitepu dan Ibunda tercinta Marlia Damenta, Kak Mondang, Kak Ew, Kak Rebeka, Kak Agus, Abang Repen, Adek Apin, Adek Boy, Adek Juni. Bang Inang, Bang Ewin, Bang Adi, Bang Hendra Ruk Ta serta kepada yang tersayang Aekin, Lila, Cia atas setiap kasih sayang, doa dan dukungan kepada penulis. Semoga Tuhan Yesus Kristus menyertai kita semua.

Dalam kesempatan ini, penulis juga mengucapkan terimakasih kepada: .

1. Bapak Prof. Dr. Badaruddin, M.Si Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU Medan.

2. Ibu Dra.T. Irmayani, M.Si, Ketua Departemen Ilmu Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik USU.


(9)

3. Bapak Drs. Tony P Situmorang,M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu untuk memberikan bantuan dan bimbingan berupa kritik dan saran yang sangat berguna bagi penulis. 4. Dosen serta Staf pengajar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sumatera Utara.

5. Pak Burhan, Kak Ema, dan Kak Siti yang selalu memudahkan penulis dalam setiap urusan administrasi.

6. DPC PDI Perjuangan, Sekretariat DPRD dan Kantor BAPPEDA Kabupaten Langkat beserta seluruh narasumber yang bersedia memberikan informasi dan membantu urusan birokrasi penelitian bagi penulis..

7. Untuk sahabat-sahabat terkasih ku Guss.., Decong, Mbak Wul, Mbak Ze, Komar.. you’re the best. Helda, Nota, Acon, Anug, Efatha, Delpi, Reni, Titin, Pasrah, Nop Nop, Manda, Farah, Fira, Mesbah, Nupus, Indi, Kevin Besar , Sanri, Novzel, Hugo, Ajo, Jepli, Murdan, Sepul, Padang, Hans, Tian, Deni, Nesyandri, Josua. Kalian sungguh luar biasa. Dan semua sahabat-sahabat ilmu politik 0’11 yang tidak sempat dituliskan di sini. Hidup POCI.. !

Akhir kata penulis mengucapkan terimakasih atas semua bantuan dan dukungan dari semua pihak yang terlibat dalam penyusunan skripsi ini dan kiranya skripsi ini dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan dan wawasan kita semua.

Medan, Juli 2015

Aprillia Sitepu 110906015


(10)

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Halaman Persetujuan ... ii

Halaman Pengesahan ... iii

Abstrak... iv

Abstract ... v

Lembar Persembahan ... vi

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... vii

Daftar Tabel ... x

Daftar Lampiran ... xi

BAB I : PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 13

C. Batasan Masalah ... 14

D. Tujuan Penelitian ... 14

E. Manfaat Penelitian ... 15

F. KerangkaTeori ... 15

F.1. Pemilihan Umum ... 15

F.2. Partai Politik... 23

F.3. Kampanye ... 32

G. MetodePenelitian ... 39

G.1. Jenis Penelitian ... 40

G.2. Lokasi Penelitian ... 41

G.3. Teknik Pengumpulan Data ... 41

G.4. Teknik Analisis Data ... 42

H. Sistematika Penulisan ... BAB II : PROFIL KABUPATEN LANGKAT DAN DPC PDIP KABUPATEN LANGKAT ... A. Sejarah Ringkas Pemerintahan Kabupaten Langkat ... 44

B. Gambaran Umum Kabupaten Langkat ... 48

C. Gambaran Umum Partai PDI Perjuangan ... 56

D. Perspektif Ideologi dan Susunan Kepengurusan Partai ... 64

BAB III : PENGARUH SISTEM PEMILU PROPORSIONAL TERBUKA TERHADAP SOSIALISASI IDEOLOGI PARTAI DALAM KAMPANYE ... A. Rekruitment Calon Legislatif Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ... 72

B. Penanaman Ideologi PDI Perjuangan dan Tugas Penyampaian Ideologi Partai Dalam Kampanye ... 79

C. Metode dan Strategi Kampanye Calon Legislatif PDI Perjuangan ... 86 D. Hubungan Pengaruh Sistem Pemilu Proporsional Terbuka


(11)

Terhadap Sosialisasi Ideologi Dalam Kampanye ... 102 BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan... 109 B. Saran ... 112 Daftar Pustaka


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Hasil Perolehan Kursi DPR RI Oleh Partai Politik ... 10

Tabel 1.2 Perolehan Kursi PDIP Di DPRD Kabupaten Langkat ... 10

Tabel 2.1 Luas Daerah Menurut Kecamatan ... 50

Tabel 2.2 Perolehan Suara dan Kursi DPRD Partai Politik ... 53

Tabel 2.3 Daerah Pemilihan Anggot DPRD Kabupaten Langkat ... 54

Tabel 2.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ... 55

Tabel 2.5 Jumlah Pencari Kerja Berdasarkan Pendidikan ... 56

Tabel 2.6 Jumlah Sekolah,Guru,dan Murid di Kabupaten Langkat ... 56

Tabel 2.7 Pencapaian Suara dan Kursi DPR RI PDIP ... 63

Tabel 2.8 DCT Langkat 1 ... 71

Tabel 2.9 DCT Langkat 2 ... 71

Tabel 2.10 DCT Langkat 3 ... 72

Tabel 2.11 DCT Langkat 4 ... 72


(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Transkrip Wawancara dengan Bapak Kirana Sitepu Lampiran 2 Transkrip Wawancara dengan Bapak Romelta Ginting Lampiran 3 Transkrip Wawancara dengan Bapak Jumari

Lampiran 4 Transkrip Wawancara dengan Bapak Joni Sitepu Lampiran 5 Transkrip Wawancara dengan Bapak Ralin Sinulingga Lampiran 6 Transkrip Wawancara dengan Bapak Suwanto

Lampiran 7 Transkrip Wawancara dengan Bapak Ralin Sinulingga Lampiran 8 AD/ART PDI Perjuangan.


(14)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem politik demokrasi.Demokrasi pada hakikatnya merupakan kekuasaan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat.1Dengan kata lain bahwa dalam negara demokrasi kedaulatan berada di tangan rakyat. Itu artinya bahwa rakyat mempunyai peran dan andil yang besar dalam menentukan keputusan-keputusan bagi negaranya. Hal ini kembali menegaskan bahwa dalam negara demokrasi rakyat ikut serta dalam proses pengambilan keputusan (decision making process).

Menurut David Beetham dan Kevin Boyle (1998), keunggulan demokrasi mengandung konsep kesetaraan sebagai warga negara, lebih memungkinkan memenuhi kebutuhan kebutuhan rakyat biasa, mengakui perbedaan kelompok dan penyelesaian masalah dengan kompromi, menjamin hak-hak dasar warga negara, dan pembaharuan kehidupan sosial.2Rosseau juga menyebutkan dalam demokrasi terkandung dua unsur, yaitu equal (persamaan) dan freedom (kebebasan).3

Demokrasi ditandai dengan oleh adanya tiga prasyarat : (1) kompetisi didalam memperebutkan dan mempertahankan kekuasaan, (2) partisipasi masyarakat, dan (3) adanya jaminan hak-hak sipil dan politik. Dalam hal ini

1

Ahmad Suhelmi. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Pustaka Utama. hal 290

2

Kacung Marijan.2010.Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Ode Baru, Jakarta :Prenada Media Group. hal 59

3


(15)

sistem pemilu (electoral system) merupakan salah satu instrumen kelembagaan penting di dalam negara demokrasi untuk mewujudkan tiga prasyarat demikian.Melalui sistem ini, kompetisi, partisipasi, dan jaminan hak-hak politik bisa dilihat.4

Pemilihan umum (general election) diakui secara global, sebagai sebuah arena untuk membentuk demokrasi perwakilan serta menggelar pergantian pemerintahan secara berkala.Maka menurut teori demokrasi minimalis, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Joseph Schumpeter bahwa pemilihan umum merupakan sebuah arena yang mewadahi kompetisi (kontestasi) antara aktor-aktor politik yang meraih kekuasaaan partisipasi politik rakyat untuk menentukan pilihan serta liberalisasi hak-hak sipil dan politik warga negara.Dalam hubungan ini, partai politik merupakan aktor utama yang berkompetisi untuk memperoleh dukungan massa dan meraih kekuasaaan eksekutif dan legislatif.5

Setidaknya hingga saat ini Indonesia telah sebelas kali menggelar pemilu, yaitu sejak pemilu 1955-2014.Terdapat begitu banyak dinamika jumlah peserta pemilu demikian juga pada sistem pemilu yang diterapkan.Sejak pemilu 1955 Indonesia menganut sistem proporsional di dalam pemilu.Dimana dalam sistem ini, alokasi jumlah kursi di lembaga perwakilan didasarkan pada perolehan suara masing-masing peserta pemilu secara proporsional.Alokasi dan distribusi kursi didasarkan pada jumlah penduduk.Seiring berjalannya waktu, sistem proporsional

4

Kacung Marijan. Op. Cit., hal 83

5


(16)

yang digunakan di dalam pemilu pun mengalami modifikasi. Adapun sistem pemilu yang pernah diterapkan indonesia pada pemilu legislatifnya yaitu pada pemilu pertama tahun 1955 indonesia menggunakan sistem proporsional tidak murni, pemilu tahun 1971 sistem perwakilan berimbang dengan telsel daftar, pada pemilu ketiga tahun 1977 s/d pemilu 1997 sistem proporsional, tahun 1999 indonesia menggunakan sistem proporsional berdasarkan stelsel daftar dan pada pemilu tahun 2004 menggunakan sistem perwakilan proporsional.6Dan terakhir sejak pemilu 2009 hingga pemilu 2014 menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka.

Adapun perbedaan pemilu 2014 dan pemilu sebelumnya yaitu pemilu legislatif yang dilaksanakan pada 9 April 2014 menjadi pertarungan yang sengit baik itu secara internal partai maupun antar partai bagi para calon anggota legislatif yang telah masukdalam DCT di KPU. Hal ini disebabkan karena sejak awal caleg sudah mengetahui mekanisme suara terbanyak sesuai dengan keputusan MK yang merevisi UU no.10 tahun 2008 menjadi UU No.8 tahun 2012 tentang pemilu legislatif, yang sejak awal memutuskan sistem suara terbanyak. Berbeda dengan situasi pada pemilu legislatif tahun 2009 yang telah berlalu sebelumnya, dimana MK memutuskan sistem suara terbanyak (open-list proportional system) hanya beberapa bulan sebelum pileg dimulai. Kali ini sosialisasi lebih awal dan yang lebih luas memberikan efek suara caleg lebih besar meningkatkan elektabilitas partainya dibanding pemilu sebelumnya.

6


(17)

Pada pemilu legislatif tahun 2014 lalu, pelaksanaan pemilu diatur dalam UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD dan DPRD. Pada undang undang tersebut dijelaskan pada pasal 5 dan pasal 215 tentang sistem pemilu yang berbunyi :

Pasal 5 ayat (1) pemilu untuk memilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/kota dilaksanakan dengan sistem proporsional terbuka.

Pasal 215 tentang penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota dari partai politik perserta pemilu didasarkan pada perolehan kursi partai politik peserta pemilu di suatu daerah pemilihan dengan ketentuan sebagai berikut :7

(a) Calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi dan DPRD Kabupaten/kota ditetapkan berdasarkan calon yang memperoleh suara terbanyak.

(b) Dalam hal dua calon atau lebih yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud huruf a dengan perolehan suara yang sama, penentuan calon terpilih ditentukan berdasarkan persebaran perolehan suara calon pada daerah pemilihan dengan mempertimbangkan keterwakilan perempuan. (c) Dalam hal calon yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam

huruf a, jumlahnya kurang dari jumlah kursi yang diperoleh partai politik peserta pemilu, kursi yang belum terbagi diberikan kepada calon berdasarkan perolehan suara terbanyak berikutnya.

7


(18)

Dengan meluasnya gagasan bahwa rakyat harus diikutsertakan dalam proses politik, maka rakyat berhak ikut serta menetukan seseorang yang akan menjadi pemimpin mereka, dan untuk menentukan isi kebijakan publik yang mempengaruhi kehidupan mereka. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosseau.Sebagaimana yang dikatakan Rosseau bahwa kedaulatan rakyat dilaksanakan melalui volunte generale (kehendak umum) dimana pengambilan keputusan dilakukan melalui sistem suara terbanyak.Dalam perkembangan demokrasi modern, prinsip suara terbanyak atau suara mayoritas menjadi prosedur kunci yang menjadi ciri tidak terhindarkan dari sebuah tatanan politik yang demokratis.Tatanan politik yang demokratis bilamana prinsip ini diterapkan dalam pengambilan keputusan.8

Sistem proporsional terbuka memberikan keleluasaan bagi pemilih untuk memilih nama calon legislatif yang akan mereka pilih. Karena selain disodori gambar partai, dalam sistem proporsional terbuka pemilih juga disodori daftar nama-nama calon legislatif.Hal ini berbeda dengan sistem pemilu proporsional tertutup.Dalam sistem tertutup pemilih hanya disodori gambar partai sedangkan nama-nama anggota legislatif yang akan duduk di parlemen akan ditentukan oleh partai politik itu sendiri sesuai dengan prosentase kursi yang diperoleh. Hal ini senada pada pemilu tahun 2004 dan pemilu-pemilu yang berlangsung sebelumnya.Artinya pada pemilu tersebut rakyat sudah dibatasi untuk memilih wakil mereka.

8


(19)

Dengan sistem pemilu proporsional terbuka yang ditandai dengan rakyat memiliki kebebasan menentukan siapa yang layak untuk menjadi wakil mereka di palemen, maka bagi mereka kandidat calon yang memperoleh suara terbanyak dari konstituen/para pemilih sudah pasti memperoleh bagian dari alokasi kursi untuk mewakili rakyat.Tidak peduli pada urutan berapa mereka dalam daftar urutan calon legislatif di setiap partai. Setiap kandidat dalam setiap nomor urut baik “nomor urut jadi’’ maupun “nomor urut sepatu” memiliki peluang yang sama untuk memenangkan kompetisi pemilu, tanpa menunggu giliran. Maka dengan sistem ini partai politik terutama kandidat calon legislatif akan semakin tergugah melakukan cara apapun, meningkatkan metode kampanyenya untuk meperoleh suara terbanyak. Termasuk juga memasukkan caleg-caleg yang memiliki popularitas tinggi meskipun tidak memiliki basik yang kuat dalam politik maupun integritas di dalam partai politik.

Di satu sisi dalam menggunakan sistem proporsional terbuka menurut Nico Harjanto seorang pengamat dan peneliti, terjadi kompetisi antara caleg dalam internal partai politik, sehingga ada kemungkinan terjadi konflik.9Kemudian juga ada kemungkinan bahwa sistem ini memungkinkan kader-kader berkualitas dan loyal, justru terpental oleh kader-kader yang memiliki popularitas yang instant dan memiliki banyak dana dalam melakukan pendekatan kepada rakyat pemilih. Sistem ini juga berpotensi memperkuat praktek politik berbiaya tinggidan

9


(20)

mendorong caleg untuk berkompetisi dengan cara mengandalkan publikasi dibandingkan kerja politik berbasis kerja nyata.

Hal senada juga diungkapkan oleh pengamat Kris Nugroho.Dia memaparkan tiga dampak dari sistem pemilu proporsional terbuka.Pertama, makin kuatnya calon membentuk jaringan elektoral pribadi yang memungkinkan mereka menang atau bertahan dalam kompetisi elektoral.Maka calon semakin pragmatis.Yang kedua, adalah calon makin jauh dari institusi partai.Dan yang terakhir terjadi degradasi kelembagaan dan kepanduan atau kesisteman partai karena karena ketika kampanye calon bekerja sebagai individu yang lepas dari institusi partai pengusungnya.Pelembagaan partai menjadi sulit dicapai jika partai makin tereduksi ke dalam instrumentalisasi jaringan politik pribadi aktor politisi partai.10

Selain itu, pemilu dengan sistem proporsional terbuka juga akan mengakibatkan menguatnya ideologi pasar disertai dengan melemahnya ideologi partai politik. Melemahnya ideologi partai ini akan memunculkan suatu perjuangan individualisme partai. Hal ini terlihat dari semakin membesarnya dana kampanye dari setiap calon legislatif. Sejak diberlakukannya sistem ini biaya kampanye caleg rata-rata meningkat hingga tiga setengah kali lipat, yaitu berkisar dari 200 juta sampai 6 miliar rupiah. Hal ini juga mengakibatkan tergesernya para aktivis partai oleh pengusaha-pengusaha yang memiliki dana yang lebih besar. Hal lainyang juga muncul adalah menjadikan partai politik hanya sebagai

10

http://m.beritasatu.com/politik/207220-kelemahan-sistem-pemilu-proporsional-terbuka-versi-ahli-pkb.html. Diakses pada tanggal 8 April 2015. Pukul 14.00 WIB


(21)

kemasan para caleg. Maka faktor pencitraan dan popularitas dari setiap caleg akan sangat menonjol pada sistem ini. Hal tersebut dapat dilihat dari maraknya para artis yang maju sebagai calon legislatif serta meningkatnya pemberitaan atau pencitran seorang tokoh di berbagai media massa.11

Padahal kampanye sejatinya juga merupakan salah satu arena pendidikan masyarakat.Pemilu menjadi sarana dan wahana dalam penyampaian pesan-pesan politik baik oleh partai maupun kandidat yang mencalonkan diri.Melalui kampanye menjadi sarana pemberdayaan masyarakat melalui mekanisme yang mendidik dan membangun dalam konteks rekayasa dan penguatan partisispasi publik atas dinamika politik serta tanggung jawab politik oleh masyarakat. Seperti yang dikemukakan US Forest Service dengan paradigma Triple E, yaitu kampanye merupakan kegiatan partai politik yang mengandung tiga unsur utama , yaitu: Education, engineering, dan enforcement.12

Partai politik memiliki fungsi sosialisasi politik, suatu cara untuk memperkenalkan nilai-nilai politik, sikap-sikap dan etika politik kepada masyarakat. Termasuk hal ini didalam kampanye pemilu.Partai politik berperan mensosialisakan ideologi dan progran partai, meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai hak dan tanggungjawab rakyat dalam pemilu, bagaiamana pengaruh suara rakyat dalam pemilu, termasuk mempengaruhi perilaku pemilih mengapa harus memilih partai politik atau kandidat tertentu pada saat

11

http//wahyufisipuns.blogspot.com/2014/02-sistem-pemilu-proporsional-terbuka.html?m=1. Diakses pada tanggal 8 April 2015. Pukul 14.30 WIB

12

Khoirul.Anwar. 2006. Perilaku Partai Politik : Studi Perilaku Partai Politik Dalam Kampanye dan Kecenderungan Pemilih Pada Pemilu 2004. Malang : UMM Press. hal 41


(22)

pemilu.Sehingga kita bisa melihat apakah masyarakat atau para pemilih benar-benar memilih parpol tertentu berdasarkan manifesto partai atau sekedar keterkaitan emosional belaka.Pengetahuan masyarakat akan ideologi partai menjadi penting, karena ideologi partai menjadi cita-cita suatu partai yang untuk diwujudkan dalam berbagai kebijakan yang akan mereka buat dan berdampak dalam kehidupan masyarakat luas.

Pada pemilu legislatif 2014 setidaknya terdapat dua belas partai politik nasional yang terdaftar di kpu sebagai partai politik Peserta Pemilu dan tiga partai politik lokal Aceh, Partai politik Peserta Pemilu tersebut adalah 1. Partai Nasdem, 2. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), 3. Partai Keadilan Sejahtera (PKS), 4. Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP), 5. Partai Golkar , 6. Partai Gerindra, 7. Partai Demokrat, 8. Partai Amanat Nasional (PAN), 9. Partai Persatuan Pembangunan, 10 Partai Hanura, 11. Partai Damai Aceh (PDA), 12. Partai Nasional Aceh (PNA), 13. Partai Aceh, 14. Partai Bulan Bintang (PBB), 15 Partai Keadilan dan Persatuan Indonesia (PKPI).

PDIP merupakan partai pemenang pemilu legislatif 2014, hal tersebut ditandai dengan jumlah perolehan kursi DPR RI terbanyak berhasil diduduki politisi asal partai PDIP.Berikut daftar hasil perolehan Kursi DPR RI masing-masing partai politik.

Tabel 1.1

Hasil Perolehan Kursi DPR RI Oleh Partai Politik.

No. Partai Politik Jumlah Kursi Jumlah suara


(23)

2 Golkar 91 18.432.312

3 Gerindara 73 14.760.371

4 Demokrat 61 12.728.913

5 PAN 49 9.481.521

6 PKB 47 11.298.957

7 PKS 40 8.480.204

8 PPP 39 8.157.488

9 Nasdem 35 8.402.812

10 Hanura 16 6.579.498

Jumlah - 560 -

Sumber: KPU Kabupaten Langkat

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa partai pemenang pemilu legislatif tahun 2014 adalah partai PDI Perjuangan, berada posisi teratas dengan perolehan suara 23.681.471 suara. PDI Perjuangan berhasil memperoleh 109 kursi DPR RI, sedangkan diposisi terakhir adalah partai Hanura dengan perolehan suara 6.579.498 suara serta 16 kursi dati total 560 kursi DPR RI.

Tabel 1.2

Perolehan kursi Partai PDIP di DPRD Kabupaten Langkat.

No Partai Politik Jumlah Kursi Jumlah Suara

1 Golkar 11 101.936

2 Demokrat 8 76.037

3 PDIP 6 54.290

4 Gerindra 5 52.932

5 Nasdem 4 38.891

6 Hanura 3 39.061

7 PBB 3 26.144

8 PPP 3 24.934

9 PKS 3 23.030

10 PAN 2 29.563

11 PKB 2 23.613

Jumlah - 50 -


(24)

Di wilayah Kabupaten Langkat, partai PDI Perjuangan hanya berhasil menempati posisi ketiga partai pemenang pemilu dengan perolehan suara sebanyak 52.932 suara.PDI Perjuangan hanya berhasil merebut 6 kursi DPRD Kabupaten langkat dari total 50 kursi. Diposisi terakhir diduduki oleh partai PKB dengan perolehan 23.613 suara dan 2 kursi DPRD Kabupaten Langkat

Kendati partai PDIP merupakan partai pemenang pemilu pada pemilu legislatif 2014, namun di Kabupaten Langkat partai PDIP menduduki posisi ketiga partai pemenang pemilu legislatif.Partai PDIP berhasil menempatkan 6 kandidatnya untuk duduk di kursi DPRD Kabupaten Langkat periode 2014-2019.

Partai PDIP merupakan partai yang berasaskan pancasila, memiliki watak kerakyatan.Partai ini juga dikenal dengan partai Wong cilik. Fondasi partai politik diperkokoh dengan AD ART yang menekankan jati diri partai secara lebih terbuka untuk semua warga negara indonesia tanpa membedakan suku, keturunan, agama, kedudukan sosial, dan gender. Partai PDIP telah berketetapan menjadikan dirinya sebagai sebuah partai modern dengan tetap berpegang teguh pada prinsip berdaulat dibidang politik, berdikari di bidang ekonomi, dan berkepribdian dalam bidang kebudayaan. Disebutkan pula tujuan umum partai adalah memajukan kesejahteaan umun dan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mendorong perdamaian dunia sama dengan pembukaan UUD 1945. Sementara itu tujuan


(25)

khususnya adalah memenangkan pemilu agar PDIP memiliki sarana untuk mencapai tujuan umumnya.13

Penelitian ini berfokus pada sosialisasi kampanye yang dilakukan oleh partai politik maupun para kandidat caleg untuk memperoleh suara terbanyak dalam pemilu yang menerapkan sistem pemilu proporsional terbuka, serta bagaimana pengaruhnya terhadap idologi partai poitik.Apakah dengan terbukanya dan luasnya melakukan kampanye untuk merebut suara rakyat partai politik maupun kandidat caleg dari partai politik masih loyal maupun konsisten untuk mensosialisasikan idologi partai dalam kampanye.Khususnya pada kampanye partai politik maupun kandidat partai PDIP Kabupaten Langkat menjelang pemilu legislatif 2014.

Sistem pemilu proporsional terbuka ditandai dengan terbukanya kesempatan bagi setiap kandidat partai politik di setiap tingkatan nomor urut untuk dipilih guna memperoleh alokasi kursi dewan perwakilan. Alokasi kursi didasarkan pada perolehan suara terbanyak memacu partai politik maupun kandidat partai untuk berkompetisi merebut suara rakyat sebanyak banyaknya melalui kampanye.Namun yang menjadi persolan bagaimana konsistensi partai terhadap ideologi partai dalam usaha memperoleh suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu legislatif tahun 2014.Ideologi partai menjadi sangat penting karena ideologi partai menjadi asas, prinsip begitu pula kerangka kerja dalam membentuk suatu kebijakan nantinya.Sehingga penulis mengambil judul Pengaruh Sistem

13

Bambang Setiawan, dkk. 2004. Partai-Partai Politik Indonesia : Ideologi dan Program. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara. hal 361


(26)

Pemilu Proporsional Terbuka Terhadap Sosialisasi Ideologi Partai Dalam

Kampanye. Penelitian ini akan dilaksanakan pada DPC partai PDIP Kabupaten

Langkat.

B. Rumusan Masalah

Sistem pemilu proporsional terbuka ditandai dengan rakyat memiliki kebebasan menentukan siapa yang layak untuk menjadi wakil mereka di palemen, maka bagi mereka kandidat calon yang memperoleh suara terbanyak dari konstituen/para pemilih sudah pasti memperoleh bagian dari alokasi kursi untuk mewakili rakyat.Tidak peduli pada urutan berapa mereka dalam daftar urutan calon legislatif di setiap partai. Setiap kandidat dalam setiap nomor urut baik “nomor urut jadi” maupun “nomor urut sepatu” memiliki peluang yang sama untuk memenangkan kompetisi pemilu, tanpa menunggu giliran.

Alokasi kursi didasarkan pada perolehan suara terbanyak memacu partai politik maupun kandidat partai untuk berkompetisi merebut suara rakyat sebanyak banyaknya melalui kampanye.Lalu bagaimana pengaruhnya terhadap ideologi partai?Yang menjadi persoalan adalah bagaimana konsistensi partai (PDIP) terhadap ideologi partai dalam usaha memperoleh suara sebanyak-banyaknya dalam pemilu legislatif tahun 2014.Ideologi partai menjadi sangat penting karena ideologi partai menjadi asas, prinsip begitu pula kerangka kerja dalam membentuk suatu kebijakan nantinya. Sehingga yang menjadi rumusan masalah dalam


(27)

penelitian ini adalah : Bagaimana pengaruh sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisasi ideologi partai PDIP dalam kampanye pemilu.

C. Pembatasan Masalah

Adapun yang menjadi pembatasan masalah dalam penelitian berdasarkan rumusan masalah ialah :

1. Kampanye Pemilu Partai PDIP menjelang Pemilu Legislatif tahun 2014 di Kabupaten Langkat.

2. Menganalisa bagaimana metode/strategi yang dilakukan partai politik maupun kandidat partai politik dalam kampanye untuk mendulang suara rakyat sebanyak-banyaknya sehingga dapat dianalisis pengaruhnya terhadap ideologi partai.

D. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang ingin diperoleh dari penelitian ini adalah :

1. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisasi ideologi partai dalam kampanye pada pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Langkat.

2. Untuk mengetahui strategi kampanye pemilu yang dilakukan partai politik PDIP untuk mmemperoleh suara rakyat sebanyak-banyaknya pada legislatif tahun 2014 di Kabupaten Langkat.


(28)

3. Untuk mengetahui loyalitas para kandidat peserta pemilu Partai PDIP terhadap Ideologi partai.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah :

1. Secara teoritis, penelitian ini dapat memberikan sumbangan ilmu pengetahuan bagi pembaca mengenai pelaksanaan pemilu, khususnya penerapan sistem pemilu proporsional terbuka serta metode kampanye yang dilakukan partai politik.

2. Secara Lembaga, penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontibusi terhadap ilmu pengetahuan dan menjadi referensi bagi Departemen Ilmu Politik khususnya dalam kajian pengaruh sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisasi ideologi partai dalam kampanye.

3. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu sumber pendidikan politik bagi masyarakat, khususnya pengetahuan masyarakat tentang ideologi partai politik dan peran serta masyarakat dalam pemilu.

F. Kerangka Teori

F.1 Pemilihan Umum

Dalam negara demokrasi modern atau demokrasi tidak langsung, yang menjalankan kedaulatan itu adalah wakil-wakil rakyat yang ditentukan sendiri


(29)

oleh rakyat.Untuk menentukan siapakah yang berwenang mewakili rakyat, dilaksanakanlah pemilihan umum. Pemilihan umum adalah suatu cara memilih wakil-wakil rakyat yang akan duduk di lembaga perwakilan rakyat, serta salah satu pelayanan hak-hak asasi warga negara dalam bidang politik. Untuk itu, sudah menjadi keharusan bagi pemerintahan demokrasi untuk melaksanakan pemilihan umum dalam waktu-waktu yang telah ditentukan. Secara universal pemilihan umum adalah lembaga sekaligus praktik politik yang memungkinkan terbentuknya sebuah pemerintahan perwakilan(representative goverment).Pemilu adalah sarana demokrasi yang dari padanya ditentukan siapa yang berhak menduduki lembaga politik negara, legislative dan /atau eksekutif.14

Indria Samego menyebut pemilihan umum sebagai “political market’’, artinya pemilihan umum adalah pasar politik tempat individu/masyarakat berinteraksi untuk melakukan kontrak sosial (perjanjian masyarakat) antara peserta pemilihan umum (partai politik) dengan pemilih (rakyat) yang memiliki hak pilih setelah terlebih dahulu melakukan serangkaian aktivitas politik yang meliputi kampanye, iklan politik melalui media massa cetak, audio (radio), maupun audio visual (televisi), serta media lainnya seperti spanduk, pamflet, selebaran, bahkan komunikasi antar pribadi yang berbentuk face to face (tatap muka) atau lobby yang berisi janji politik lainnya guna meyakinkan pemilih sehingga pada saat pencoblosan dapat menentukan pillihannya terhadap salah satu

14


(30)

partai politik yangmenjadi peserta pemilihan umum untuk mewakilinya dalam badan legislative maupun eksekutif.15

Menurut Manuel Kaisiepo pemilihan umum memang telah menjadi tradisi penting hampir-hampir disakralkan dalam berbagai sistem politik di dunia.Lebih lanjut dikatakannyapemilihan umum penting karena berfungsi memberi legitimasi atas kekuasaan yang ada dan bagi rezim baru, dukungan dan legitimasi inilah yang dicari.16

Sehingga berdasarkan uraian diatas pemilu merupakan sarana kedaulatan rakyat yang memiliki berbagai tujuan.Adapun Tujuan Penyelengaraan pemilu menurut Jimly Asshiddiqie ada empat yaitu :17

1. Untuk memungkinkan terjadinya peralihan kepemimpinan pemerintahan secara tertib dan damai.

2. Untuk memungkinkan terjadinya pergantian pejabat yang akan mewakili rakyat di lembaga perwakilan.

3. Untuk melaksanakan prinsip kedaulatan rakyat di lembaga perwakilan 4. Untuk melaksanakan prinsip hak-hak asasi warga negara.

Asas pemilu

Adapun pemilu memiliki asas yaitu Langsung, Umum, Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil.Asas pemilu tersebut juga tertuang didalam UU No.23 tahun 2003, tentang Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden. Asas-asas itu meliputi :18

15

A. Rahman. Op.Cit., hal 148 16

Bintan R Saragih. 1987. Lembaga Perwakilan Dan Pemilihan Umum Di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama. hal 167

17

Jimly Asshiddiqie. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II. Jakarta: Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia. hal 175


(31)

1. Langsung: Artinya rakyat pemilih mempunyai hak untuk secara langsung memberikan suaranya sesuai dengan kehendak hati nuraninya tanpa perantara.

2. Umum: Artinya semua warga negara yang telah berusia 17 tahun atau telah menikah berhak untuk ikut memilih dan telah berusia 21 tahun berhak dipilih dengan tanpa ada diskriminasi.

3. Bebas: Artinya rakyat pemilih berhak memilih menurut hati nuraninya tanpa ada pengaruh, tekanan, atau paksaan dari siapa pun/dengan apa pun. 4. Rahasia: Artinya rakyat pemilih dijamin oleh peraturan tidak akan

diketahui oleh pihak siapapun dan dengan jalan apa pun siapa yang dipilihnya atau kepada siapa suaranya diberikan.

5. Jujur: Dalam penyelenggaraan pemilu, penyelenggara pelaksana,pemerintah dan partai politik peserta pemilu, pengawas dan pemantau pemilu, termasuk pemilih, serta semua pihak yang terlibat secara tidak langsung, haru bersikap jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

6. Adil: Dalam penyelenggaraan pemilu setiap pemilihan dan partai politik peserta pemilu mendapat perlakuan yang sama serta bebas dari kecurangan pihak manapun.

18


(32)

F.1.2 Sistem Pemilu

Sistem pemilihan umum dapatlah dirumuskan sebagai sebuah instrumen untuk menerjemahkan perolehan suara di dalam pemilihan umum (pemilu) ke dalam kursi-kursi yang dimenangkan oleh partai atau calon. Ben Reilly sebagaimana dikutip joko J. Prihatmoko mengataan, pada intinya sistem pemilihan umum dirancang untuk memenuhi tiga hal, dimana ketiga hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan satu sama lain. Ketiga hal yang dimaksud adalah:19

1. Menerjemahkan jumlah suara yang diperoleh dalam pemilihan umum menjadi kursi-kursi badan legislatif.

2. Sistem pemilihan umum bertindak sebagai wahana penghubung yang memungkinkan rakyat dapat menagih tanggung jawab atau janji wakil-wakil yang telah mereka pilih

3. Memberikan insentif kepada mereka yang memeperebutkan kekuasaan untuk menyusun imbauan kepada para pemilih dengan cara-cara yang berbeda.

Jimly Asshiddiqie mengelompokkan sistem pemilu menjadi dua macam, yaitu : (1) sistem pemilu mekanis dan (2) sistem pemilihan organis. Dari kedua sistem tersebut, sistem mekanis merupakan sistem yang lebih umum dan selalu menghiasi perdebatan seputar sistem pemilihan umum yang diterapkan

19

Joko J Prihatmoko. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. Semarang: LP2I Press. hal 24.


(33)

negara di dunia.Secara umum ragam sistem pemilihan umum (mekanis) berkisar hanya pada dua prinsip pokok saja. Sebagaimana yang dipaparkam Miriam Budiardjo dalam Ilmu Politik dikenal bermacam-macam system pemilihan umum dengan berbagai variasinya, akan tetapi umumnya berkisar pada dua prinsip pokok, yaitu :

a. Single-Member Constituncy (satu daerah pemilihan memilih satu wakil; biasanya disebut system distrik)

b. Multy-Member Constituncy (satu daerah pemilihan memilih beberapa wakil; biasanya dinamakan Sistem Perwakilan Berimbang atau sistem Proporsional).20

a) Sistem Distrik

Kriteria utama dari sistem distrik ini adalah wilayah negara dibagi-bagi dalam distrik-distrik pemilihan atau daerah pemilihan yang jumlahnya sama dengan jumlah kursi yang diperebutkan. Ciri pokok dari sistem pemilihan distrik ini adalah yang menjadi fokus pemilihan bukanlah organisasi politik, melainkan individu yang mewakili atau yang dicalonkan oleh partai politik dari suatu distrik.Orang yang dicalonkan biasanya warga distrik tersebut yang sudah dikenal baik oleh warga distrik yang bersangkutan.Jadi, hubungan antara si pemilih dengan si calon cukup dekat.

Sistem ini diselenggarakan berdasarkan lokasi daerah pemilihan, dalam arti tidak membedakan jumlah penduduk, tetapi tempat yang sudah

20


(34)

ditentukan.Jadi daerah yang sedikit penduduknya memiliki wakil yang sama dengan daerah yang padat penduduknya.21

System distrik ini mempunyai kelemahan yaitu :

1. Sistem ini kurang memperhitungkan adanya partai-partai kecil dan golongan minoritas, apalagi jika golongan ini terpencar dalam beberapa distrik.

2. Sistem ini kurang representatif dalam arti bahwa calon yang kalah dalam suatu distrikkehilangan suara-suara yang telah mendukungnya. Hal ini berarti bahwa ada sejumlah suara yang tidak diperhitungkan sama sekali. Disamping kelemahan-kelemahan tersebut diatas, system ini juga memiliki kelebihan :

1. Karena kecilnya distrik, maka wakil yang terpilih dapat dikenal oleh penduduk distrik, sehingga hubungannya dengan penduduk distrik lebih erat. Dengan demikian dia akan terdorong untuk memperjuangkan kepentingan distrik.

2. Sistem inilebih mendorong proses integrasi partai-partai politik karena kursi yang diperebutkan dalam setiap distrik pemilihan hanya satu.

3. Berkurangnya partai dan meningkatnya kerjasama antara partai-partai mempermudah terbentuknya pemerintah yang stabil dan mempertingkat stabilitas nasional.

4. Sistem ini sederhana dan mudah diselenggarakan.22

21


(35)

b). Sistem Perwakilan Berimbang (Sistem Proporsional)

Dalam sistem ini setiap suara yang diperoleh oleh suatu partai atau golongan dalam suatu daerah pemilihan dapat ditambahkan pada jumlah suara yang diterima oleh partai atau golongan itu dalam daerah pemilihan lain, untuk menggenapkan jumalah suara yang diperlukan guna memperoleh kursi tambahan. Kelebihan sistem proporsional:

1. Sistem Proporsional dianggap lebih representatif. Karena jumlah kursi partai dalam parlemen sesuai dengan jumlah masyarakat yang diperoleh dalam pemilihan umum.

2. Sistem proporsional dianggap lebih demokratis. Setiap suara turut diperhitungkan dan praktis tidak ada suara yang hilang. Golongan-golongan kecil pun dapat menempatkan wakilnya dalam badan perwakilan rakyat.

Sistem ini memiliki kekurangan yaitu :

1. Sistem ini mempermudah fragmentasi partai dan timbulnya partai-partai baru. System ini tidak menjurus pada proses integrasi bermacam-macam golongan dalam masyarakat, mereka lebih cenderung untuk mempertajam perbedaan-perbedaan yang ada dan kurang terdorong untuk mencari dan memanfaatkan persamaan- persamaan. System ini dianggap mempunyai akibat memperbanyak jumlah partai.

22


(36)

2. Wakil yang terpilih merasa dirinya lebih terikat kepada partai dan kurang merasakan loyalitas kepada daerah yang telah memilihnya. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa partai lebih menonjol peranannya daripada kepribadian seseorang.

3. Banyaknya partai mempersulit terbentuknya pemerintahan yang stabil, oleh karena umumnya harus mendasarkan diri atas koalisi dari dua partai atau lebih.

F.2 Partai Politik

F.2.1 Definisi Partai Politik

Partai politik berangkat dari anggapan bahwa dengan membentuk wadah organisasi mereka bisa menyatukan orang-orang mempunyai pikiran serupa sehingga pikiran dan orientasi mereka bisa dikonsolidasikan.Dengan begitu pengaruh mereka bisa lebih besar dalam pembuatan dan pelaksanaan keputusan.

Secara umum dapat dikatakan bahwa partai politik adalah suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, dan cita-cita yang sama. Tujuan kelompok ini adalah untuk memperoleh kekuasaan politik dan merebut kedudukan politik dengan cara konstitusional untuk melaksanakan programnya. Beberapa ahli mendefinisikan partai politik sebagai berikut :23

23


(37)

a. Menurut Carl J.Friedrich Partai Politik adalah sekelompok manusia yang terorganisir secara stabil dengan tujuan merebut atau mempertahankan penguasaan terhadap pemerintahan bagi pemimpin partainya dan berdasarkan penguasaan ini, memberikan kepada anggota partainya kemanfaatan yang bersifat idiil serta materil.

b. Menurut Sigmund Neumann Partai Politik adalah organisasi dari aktivis-aktivis politik yang berusaha untuk menguasai kekuasaan pemerintahan serta merebut dukungan rakyat melalui persaingan dengan suatu golongan atau golongan lain yang mempunyai pandangan yang berbeda.

c. Menurut Giovanni Sartori Partai politik adalah suatu kelompak politik yang mengikuti pemilihan umum dan, melalui pemilihan umum itu, mampu menempatkan calon-calonnya untuk menduduki jabatan-jabatan publik.

F.2.2 Fungsi Partai Politik

Fungsi utama partai politik ialah mencari dan mempertahankan kekuasaan guna mewujudkan program program yang disusun berdasarkan ideologi tertentu. Cara yang digunakan oleh suatu partai politik dalam sistem politik demokrasi untuk mendapatkan dan mempertahankan kekuasaan ialah ikut serta dalam pemilihan umum, sedangkan cara yang digunakan partai tunggal dalam sistem


(38)

politik totaliter berupa paksaan fisik dan psikologik oleh suatu diktatorial kelompok (komunis) maupun oleh diktatorial individu (fasis).

Ketika melakukan fungsi itu, partai politik dalam sistem politik demokrasi melakukan tiga kegiatan.Kegiatan itu meliputi seleksi calon-calon, kampanye dan melaksanakan fungsi pemerintahan (legislative dan/atau eksekutif). Berikutmerupakan penjabaran fungsi partai politik dalam sistem politik demokrasi , diantaranya ialah:24

a. Sebagai Sarana Sosialisasi Politik

Dalam ilmu politik yang dimaksud dengan sosialisasi politik ialah suatu proses pembentukan sikap dan orientasi politik para anggota ,masyarakat. Melalui proses sosialisasi politik inilah para anggota masyarakat memperoleh sikap dan orientasi terhadap kehidupan politik yang berlangsung dalam masyarakat, misalnya mengenai nasionalisme, kelas sosial, suku bangsa, ideologi, hak dan kewajiban. Proses ini berlangsung seumur hidup yang diperoleh baik secara sengaja melalui pendidikan formal, non formal, dan informal maupun secara tidak sengaja melaui kontak dan pengalaman sehari-hari, baik dalam kehidupan keluarga, tetangga maupun dalam kehidupan masyarakat.

Dimensi lain dari fungsi sosialisasi politik partai adalah upaya menciptakan citra (image) bahwa ia memperjuangkan kepentingan umum. Ini penting juka dikaitkan dengan tujuan partai untuk menguasai pemerintahan melalui kemenangan dalam pemilihan umum.Karena itu partai harus memperoleh

24


(39)

dukungan seluas mungkin, dan partai berkepentingan agar para pendukungnya mempunyai solidaritas yang kuat dengan partainya.

Dari segi metode penyampaian pesan sosialisasi politik dibagi menjadi dua, yakni pendidikan politik dan indoktrinasi politik.Dalam sistem politik demokrasi partai politik melakukan pendidikan politik. Pendidikan politik merupakan suatu proses dialogis diantara pemberi dan penerima pesan. Melalui proses ini, para anggota masyarakat mengenal dan mempelajari nilai-nilai dan norma-norma dan simbol politik negaranya dari berbagai pihak dalam sistem politik seperti sekolah, pemerintah dan partai politik. Pendidikan politik dipandang sebagai proses dialog antara pendidik seperti sekolah, pemerintah dan partai politik dan peserta didik dalam rangka pemahaman, penghayatan dan pengamalan nilai, norma dan simbol politik yang dianggap ideal dan baik. Melalui kegiatan kursus, latihan kepemimpinan, diskusi dan keikutsertaan dalam berbagai forum pertemuan, partai politik dalam sistem politik demokrasi melaksanakan fungsi pendidikan politik.

Sebagai salah satu sarana demokrasi pemilu merupakan salah satu bentuk pendidikan politik yang tebuka dan bersifat masal. Sehingga diharapkan dapat berfungsi dalam proses pendewasaan dan pencerdasan pemahaman politik masyarakat. Melalui pemilu akan terwujud suatu infarstruktur dan mekanisme demokrasi serta membangkitkan kesadaran masyarakat mengenai demokrasi. Masyarakat diharapkan pula bisa memahami bahwa fungsi pemilu itu adalah


(40)

sarana untuk mewujudkan kedaulatan rakyat, keabsahan pemerintahan dan pergiliran pemerintahan secara teratur.25

b. Sebagai Sarana Komunikasi Politik

Di masyarakat modern dan kompleks, banyak ragam pendapat dan aspirasi yang berkembang. Pendapat dan aspirasi seseorang atau suatu kelompok akan hilang apabila tidak ditampung dan digabung dengan pendapat dan aspirasi orang lain yang senada. Proses ini dinamakan penggabungan kepentingan (interest agregation) kemudian pendapat dan aspirasi tersebut dirumuskan dalam bentuk yang lebih teratur, hal ini disebut dengan perumusan kepentingan. (interest articulation). Agregasi dan artikulasi itulah salah satu fungsi komunikasi politik.26

Setelah itu partai politik merumuskannya menjadi usul kebijakan.Usul kebijakan ini dimasukkan dalm program (platform) partai (goal fomulation) untuk diperjuangkan atau disampaikan melaui parlemen kepada pemerintah agar dijadikan kebijakan umum (public policy).Demikianlah tuntutan dan kepentingan masyarakat disampaikan kepada pemerintah melalui partai politik.Dalam menjalankan fungsi inilah partai politik sering disebut perantara (broker) dalam suatu bursa ide-ide (clearing house of ideas).Kadang-kadang juga dikatakanbahwa partai politik bagi pemerintah bertindak sebagai alat pendengar, dan sedangkan bagi warga masyarakat sebagai “pengeras suara”.27

25

Haris Syansuddin dkk. 1998. Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia. hal 151

26

Miriam Budiardjo. Op. Cit. hal 406 27


(41)

Sehingga dapat dikatakan bahwa komunikasi politik ialah proses penyampaian informasi mengenai politik dari pemerintah kepada masyarakat, dari masyarakat kepada pemerintah. Dalam hal ini partai politik berfungsi sebagai komunikator politik yang tidak hanya menyampaikan segala keputusan dan penjelasan pemerintah kepada masyarakat tetapi juga menyampaikan aspirasi dan kepentingan berbagai kelompok masyarakat kepada pemerintah.

c. Sebagai Sarana Rekrutmen Politik

Rekrutmen politik ialah sarana seleksi dan pemilihan atau seleksi dan pengangkatan seseorang atau sekelompok orang untuk melaksanakan sejumlah peranan dalam sistem politik pada umumnya dan pemerintahan pada khususnya.Fungsi ini berkaitan erat dengan masalah seleksi kepemimpinan, baik kepemimpinan internal partai maupun kepemimpinan nasional yang lebih luas. Untuk kepentingan internalnya, setiap partai butuh kader-kader yang berkualitas, karena hanya dengan kader yang demikian ia dapat menjadi partai yang mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk mengembangkan diri. Dengan mempunyai kader-kader yang baik, partai tidak akan sulit menentukanpemimpinnya sendiri dan mempunyai peluang untuk mengajukan calon untuk ke bursa kepemimpinnan nasional.28

d. Sebagai Sarana Pengatur Konflik (Conflict Management)

Potensi konflik selalu ada di setiap masyarakat, apalagi di masyarakat yang bersifat heterogen.Konflik yang dimaksud disini adalah dalam artian luas,

28


(42)

mulai dari perbedaan pendapat sampai pada pertikaian fisik antar-individu atau kelompok dalam masyarakat.Dalam negara demokrasi, setiap warga negara atau kelompok masyarakat berhak menyampaikan dan memperjuangkan aspirasi dan kepentingannya sehingga konflik merupakan gejala yang sulit dielakkan.29

Partai politik sebagai salah satu lembaga demokrasi berfungsi untuk mengendalikan konflifk melalui cara berdialog dengan pihak-pihak yang berkonflik, menampung dan memadukan pelbagai aspirasi dan kepentingan dari pihak-pihak yang berkonflik dan membawa permasalahan ke dalam musyawarah badan perwakilan rakyat untuk mendapatkan penyelesaian berupa keputusan politik. Untuk mencapai penyelesaian berupa keputusan itu, diperlukan kesediaan berkompromi diantara para wakil rakyat, yang berasal dari partai politik.

F.2.3 Tipologi Partai politik

Tipologi partai politik ialah pengklasifikasian berbagai partai politik berdasatkan kriteria tertentu, seperti asas dan orientasi, komposisi dan fungsi anggota, basis sosial dan tujuan.Klasifikasi ini cenderung bersifat ideal karena dalam kenyataan tidak sepenuhnya demikian.Untuk tujuan memudahkan pemahaman, tipologi ini sangat berguna.Dibawah ini, diuraiakan sejumlah tipologi partai politik menurut kriteria-kriteria tersebut.30

a. Asas dan Orientasi

29

Ibid . hal 409

30


(43)

Berdasarkan asas dan orientasinya partai politik diklasifikasikan menjadi tiga tipe. Tipe pertama yaitu partai politik pragmatis, yang dimaksud dengan partai politik pragmatis adalah suatu partai yang mempunyai program dan kegiatan yang tidak terikat kaku pada doktrin dan ideologi tertentu. Artinya perubahan waktu, situasi dan kepemimpinan juga akan merubah program, kegiatan dan penampilan partai politik tersebut. Tipe keduayaitu Partai doktiner yang merupakan partai politik yang memiliki sejumlah program dan kegiatan konkret sebagai penjabaran ideologi. Ideologi yang dimaksud ialah seperangkat nilai politik yang dirumuskan secara konkret dan sistematis dalam bentuk program-program kegiatan yang pelaksanaannya diawasi secara ketat oleh aparat partai. Pergantian kepemimpinan mengubah gaya kepemimpinan pada tingkat tertentu, tetapi tidak mengubah prinsip dan program dasar partai karena ideologi partai sudah dirumuskan secara konkret dan partai ini terorganisasikan secara ketat. Dan yang ketiga adalah partai kepentingan yang merupakan partai politik yang dibentuk dan dikelola atas dasar kepentingan tertentu seperti petani, buruh, etnis, agama atau lingkungan hidup yang secara langsung ingin berpartisipasi dalam pemerintahan.

b. Komposisi dan Fungsi Anggota

Menurut komposisi dan fungsi anggotanya, partai politik dapat digolongkan menjadi dua, yaitu massa atau lindungan (patronage) dan partai kader. Partai massa ialah partai politik yang mengandalkan kekuatan pada keunggulan jumlah anggota dengan cara memobilisasi massa


(44)

sebanyak-banyaknya dan mengembangkan diri sebagai pelindung bagi pelbagai kelompok dalam masyarakat sehingga pemilihan umum dapat dipelihara, tetapi juga masyarakat dapat dimobilisasi untuk mendukung dan melaksanakan kebijkan tertentu. Partai ini seringkali merupakan gabungan berbagai aliran politik yang sepakat untuk berada dalam lindungan partai guna memperjuangkan dana melaksanakan program-program yang pada umumnya bersifat sangat umum. Sedangkan partai kader merupakan suatu partai yang mengandalkan kualitas anggota, keketatan organisasi, dan disiplin anggota sebagai sumber kekuatan utama.Seleksi keanggotaan dalam partai kader biasanya sangat ketat, yaitu melaluikaderisasi yang berjenjang dan intensif, serta penegakan disiplin partai yang konsisten tanpa pandang bulu.

c. Basis Sosialdan Tujuan

Almond menggolongkan partai politik berdasarkan basis sosial dan tujuannya .menurut basis sosialnya partai politik dibagi menjadi empat tipe, yaitu:

31

1. Partai politik yang beranggotakan lapisan-lapisan sosial dalam masyarakat, seperti kelas atas, menengah, dan bawah,

2. Partai politik yang anggotanya berasal dari kalangan kelompok kepentingan tertentu, seperti petani, buruh dan pengusaha,

3. Partai politik yang anggota-anggotanya berasal dari pemeluk agama tertentu seperti, Islam, Katolik, Protestan,Hindu dan

31


(45)

4. Partai poitik yang anggota-anggotanya berasal dari kelompok budaya tertentu , seperti suku bangsa, bahasa dan daerah tertentu.

Berdasarkan tujuannya partai politik dibagi menjadi tiga tipe, yaitu:

1. Partai perwakilan kelompok, yang menghimpun berbagai kelompok masyarakat untuk memenangkan sebanyak mungkin kursi di parlemen. 2. Partai pembinaan bangsa, partai yang bertujuan mencipatakn kesatuan

nasional dan biasanya menindas kepentingan-kepentingan sempit.

3. Partai mobilisasi, partai berusaha memobilisasi masyarakat kearah pencapaian tujuan-tujuan yang ditetapkan partai, sedangkan partisipasi dan dan perwakilan kelompok cenderung diabaikan.

F.3 Kampanye

Beberapa ahli mendefinisikan kampanye sebagai berikut:

1. Rogers dan storey, mendefinisikan kampanye sebagai serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu. Merujuk pada definisi ini maka setiap aktivitas kampanye komunikasi setidaknya harus mengandung empat hal yakni (1) tindakan kampanye yang ditujukan untuk menciptakan efek/dampak tertentu (2) jumlah khalayak dan sasaran yang besar (3)


(46)

biasanya dipusatkan dalam kurun waktu tertentu dan (4) melalui serangkaian sasaran tindakan komunikasi yang terorganisasi.32

2. Paisley mengatakan bahwa kampanye merupakan bentuk komunikasi kepada publik secara lebih terkontrol baik isi maupun bentuk kegiatannya. Dia memberi defenisi kampanye komunikasi publik sebagai “someone’s to

influence else’s beliefes or behavior, using communicated appeals”.

Kampanye merupakan strategi kontrol sosial dalam rangka mengarahkan psikologi dan perilaku pemilih untuk menyesuaikan dan pada saatnya menuruti apa yang diprogramkan oleh partai politik.33

3.

Menurut Kotler dan Roberto : Kampanye ialah sebuah sebuah upaya yang dikelola oleh suatu kelompok (agen perubahan) yang ditujukan untuk memersuasi target sasaran agar bisa menerima, memodifikasi atau membuang ide, sikap dan prilaku tertentu.34

F.3.1 Jenis-Jenis Kampanye.

Charles U. Larson membagi jenis kampanye ke dalam tiga kategori yakni: Product-oriented campaigns, candidate-oriented campaigns dan ideologically or caused oriented campaigns.35

1. Product-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada produk umumnya terjadii di lingkungan bisnis. Istilah lain yang sering

32

Antar Venus. 2004. Manajemen Kampanye. Bandung : Simbiosa Rekatama Media. hal 7 33

Khoirul Anwar. Op.cit., hal 40 34

Hafied Cangara, 2009. Komunikasi Politik: Teori, Konsep dan Strategi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. hal 284

35


(47)

dipertukarkan dengan kampanye jenis ini adalalah campaigns atau corporate campaign. Motivasi yang mendasarinya adalah memperoleh keuntungan finansial.

2. Candidate-oriented campaigns atau kampanye yang berorientasi pada kandidat umumnya dimotivasi oleh hasrat untuk meraih kekuasaan politik. Karena itu jenis kampanye ini dapat pula disebut sebagai political campaigns (kampanye politik). Tujuannya antara lain adalah memenangkan dukungan masyarakat terhadap kandidat-kandidat yang diajukan partai politik agar dapat menduduki jabatan-jabatan politik yang diperebutkan lewat proses pemilihan umum. Kampanye pemilu, kampanye penggalangan dana bagi partai politik atau kampanye kuota perempuan di DPR merupakan contoh contoh kampanye jenis ini.

3. Ideologically or caused oriented campaigns adalah jenis kampanye yang berorientasi pada tujuan-tujuan yang bersifat khusus dan seringkali berdimensi perubahan sosial. Karena itu kampanye jenis ini juga disebut sebagai social change campaigns, yakni kampanye yang ditujukan untuk menangani masalah-masalah sosial melalui perubhan sikap dan perilaku publik yang terkait.

F.3.2 Kampanye Pemilu

Dalam UU no 8 tahun 2012 Kampanye Pemilu merupakan kegiatan peserta pemilu untuk meyakinkan para peserta dengan menawarkan visi, misi, dan


(48)

program Peserta Pemilu. Bagian mengenai kampanye pemilu dijelaskan pada Bab VIII dalam beberapa bagian dan pasal, yaitu:

Pasal 77 :

Kampanye Pemilu merupakan bagian dari pendidikan politik masyarakat yang dilaksanakan secara tanggung jawab.

Pasal 78 :

(1) Kampanye Pemilu Dilaksanakan Oleh Pelaksana Kampanye. (2) Kampanye Pemilu diikuti oleh peserta kampanye.

(3) Kampanye Pemilu didukung oleh petugas kampanye.

Pasal 79 :

(1) Pelaksana Kampanye Pemilu adalah Anggota DPR,DPRD Provinsi, dan DPRD kabupaten/kota, juru Kampanye Pemilu, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Anggota DPR, DPRD Provinsi, DPRD kabupaten/kota.

(2) Pelaksana Kampanye Pemilu adalah Anggota DPD terdiri atas calon anggota DPD, orang seorang, dan organisasi yang ditunjuk oleh Peserta Pemilu Anggota DPD.

(3) Peserta Kampanye Pemilu terdiri atas anggota Masyarakat

(4) Petugas Kampanye Pemilu terdiri atas seluruh petugas yang memfasilitasi pelaksanaan Kampanye Pemilu.


(49)

Pasal 82 :Kampanye Pemilu dapat dilakukan melalui : a. Pertemuan terbatas;

b. Pertemuan tatap muka;

c. Penyebaran bahan Kampanye Pemilu kepada umum; d. Pemasangan alat peraga di tempat umum;

e. Iklan media massa cetak dan media massa elektronik; f. Rapat umum;

g. Kegiatan lain yang tidak melanggar larangan Kampanye Pemilu dan ketentuan peraturan perundang-undangan.

F.3.5 Strategi Kampanye

Karl Von Clausewitz, merumuskan strategi sebagai “suatu seni yang menggunakan sarana pertempuran untuk mencapai tujuan Perang”. Strategi melibatkan kemampuan inteligensi unruk membawa semua sumber daya yang tersedia untuk mencapai tujuan dengan memperoleh keuntungan yang maksimal dan efesien.36Demikian halnya pada strategi kampanye, tujuannya yaitu menggunakan semua sumber daya yang ada untuk mencapai kemenangan dalam pemilu.

36


(50)

Strategi kampanye menggunakan beberapa pendekatan antara lain pesan kampanye, teknik kampanye, penggunaan anggaran kampanye, dan organisasi politik. Berikut merupakan uraiannya :

1. Pesan kampanye.

Kampanye sebagai wahana menyampaikan pesan-pesan politik baik oleh partai politik maupun kandidat yang mencalonkan diri.Adapun materi atau pesan yang disampaikan oleh peserta pemilu dapat berupa visi, misi, dan program partai.Sifat dari pesan kampanye biasanya bersifat informatif, propaganda dan persuasif, sehingga dapat mempengaruhi perilaku para pemilih untuk memberikan dukungannya kepada partai politik atau kandidat partai politik tersebut.

2. Teknik kampanye

Secara umum dalam ilmu politik dikenal empat teknik kampanye, yaitu :37 a. Teknik Kampanye Dari Pintu Ke Pintu (Door To Door Campaign).

Ini merupakan teknik kampanye yang dilakukan para kandidat dengan cara mendatangi langsung para pemilih sambil menanyakan persoalan-persoalan yang mereka rasakan atau yang mereka hadapi.

b. Teknik Kampanye Diskusi Kelompok. (Group Discussion Campaign) Ini merupakan teknik kampanye yang dilakukan dengan cara membentuk kelompok atau diskusi kecil yang membicarakan masalah yang dihadapi masyarakat.

37


(51)

c. Teknik Kampanye Massa Tidak Langsung ( Indirect Massa Campaign) Teknik kampanye jenis ini biasanya menggunakan media sebagai sarana berkampnaye.Tidak ada tatap muka yang terjadi antara komunikator dan undiens. Contohnya yaitu pidato melalui radio, televisi, maupun melalui media cetak .Bisa juga dilakukan dengan pemasangan baliho, poster, spanduk dan semacamnya di tempat umum guna memperkenalkan dan mempersuasi khalayak untuk memilih partai atau kandidat dalam pemilu.

d. Kampanye Massa Langsung ( Direct Massa Campaign)

Ini merupakan teknik kampnye dimana antar komunikator dan audiens dapat bertatap langsung saat kampanye dilakukan. Kampanye ini biasa dilakukan dengan menggerakkan massa yang besar jumlahnya. Biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pawai, pertunjukan kesenian dan sebagainya.

3. Penyusunan anggaran kampanye

Ada beberapa kategori pos-pos pendanaan yang dapat digunakan pada hampir setiap jenis kegiatan kampanye, yaitu:38

a. Personil inti : terdiri dari administrator, staff dan dan keperluan untuk tenaga baru yang diproyeksikan.

b. Biaya daur ulang : benda-benda yang secara total habis digunakan dan tidak bisa digunakan kembali setelah kampanye.

c. Biaya media : biaya yang dikeluarkan apabila menggunakan media sebagai sarana berkampanye, baik itu media cetak maupun elektronik.

38


(52)

d. Biaya transportasi : biaya yang digunakan untuk keperluan transportasi selama berkampanye.

4. Organisasi politik

Dalam pelaksanaan kampanye juga dibutuhkan pihak-pihak yang dapat menunjang keberhasilan kampanye. Dalam pelaksanaan kampanye organisasi akan memiliki struktur yang jelas keanggotaannya. Adapun yang termasuk organisasi politik pendukung kampanye yaitu : Manager Kampanye, Konsultan Politik dan Aktivis.

G. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif.Yang mana ciri dari penelitian ini adalah pada hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif.Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi.

Alasan Penulis menggunakan metode penelitian kualitatif dalam penelitian ini adalah karena menurut penulis dengan menggunakan metode kualitatif diharapkan hasil penelitian dapat memberikan pemaparan yang mendalam mengenai topik yang diangkat penulis. Topik mengenai sistem pemilu dan sosialisasi ideologi dalam kampanye membutuhkan wawancara yang mendalam kepada berbagai narasumber sehingga penulis dapat menjelaskan bagaimana pengaruh sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisai


(53)

ideologi partai politik (PDIP) dalam kampanye, bagaimana metode yang dilakukan partai politik maupun kandidat calon legislatif mendekatkan diri dengan masyarakat untuk memperoleh dukungan melalui pemberian suara dalam pemilu. Sehingga menurut penulis metode penelitian kualitatif lebih efektif dan tepat untuk topik penelitian ini.

G.1 Jenis Penelitian

Jenis Penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah jenis penelitian deskriptif. Penelitian deskriptif adalah salah satu jenis penelitian yang tujuannya untuk menyajikan gambaran lengkap mengenai setting sosial atau dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskripsikan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti antara fenomena yang diuji. Sehingga menghasilkan gambaran akurat tentang tema penelitian yang diangkat oleh penulis.

G.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian dalam penelitian ini akan dilakukan di lingkungan :  Kantor DPC Partai Politik PDIP, untuk mewawancarai ketua partai

poitik dan ketua Tim Kampanye partai PDIP kabupaten Langkat dalam kaitannya dengan pendidikan kader terhadap ideologi partai PDIP serta


(54)

metode/strategi kampanye partai PDIP untuk memenangkan pemilu legislatif tahun 2014.

 Selain itu penelitian ini juga dilakukan di DPRD Kabupaten Langkat untuk mewawancarai enam anggota Legislafif DPRD Kabupaten asal partai PDIP sebagai caleg yang berhasil memenagkan pemilu legislatif tahun 2014 untuk mengetahui metode/strategi kampanye yang masing-masing individu caleg lakukan.

G.3 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian pengumpulan data diperoleh secara langsung(data primer) maupun diperoleh secara tidak langsung (data sekunder) sebagai berikut:

a. Data primer, yaitu Penelitian Lapangan (Field Reaserch)

Merupakan data yang diproleh langsung dari sumbernya. Dalam pengambilan data ini penulis mengumpulkan data dengan teknik interview (wawancara). Wawancara dilakukan dengan cara memberikan pertanyaan lansung kepada narasumber yang telah ditetapkan sebelumnya, guna memperoleh keterangan yang akurat. Pada penelitian ini Wawancara akan ditujukan kepada Ketua DPC partai PDIP Kabupaten Langkat. Selain itu penulis akan melakukan wawancara terhadap enam anggota DPRD terpilih dalam pemilu legislatif tahun 2014 asal partai PDIP .

Alasan peneliti menggunakan metode wawancara dalam mengumpulkan data penelitian ini dikarenakan menurut pengalaman peneliti metode wawancara


(55)

sangat efektif digunakan untuk mengumpulkan data dengan pertanyaan yang sifatnnya terbuka.Teknik pengumpulan data dengan wawancara lebih responsif dan mendalam.Selain itu menurut peneliti dengan wawancara mempermudah memunculkan pertanyaan lanjutan dari pertanyaan-pertanyaan yang diajukan sebelumnya, sehingga informasi lebih luas dan mendalam.

b. Data sekunder, yaitu Penelitian Kepustakaan (Library Reaserch) Merupakan data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data tersebut dapat diperoleh memalui catatan atau dokumentasi, buku, dan literatur lain yang berhubungan dengan judul penelitian ini.

G.4 Teknik Analisa Data

Penelitian ini bersifat deskriptif dengan tujuan memberikan gambaran

mengenai situasi yang terjadi dengan menggunakan analisa kualitatif. Data-data

dan informasi yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder selanjutnya

akan disusun dan diuraikan dengan cara menjelaskan fenomena yang ditemukan

dalam proses pengumpulan data. Langkah selanjutnya adalah data yang telah

teratur dan tersusun selanjutnya dianalisis dengan menggunakan teori untuk


(56)

H. Sistematika Penulisan

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitan, kerangka teori, metode penelitian, dan sistematika penulisan.

BAB II :PROFIL KABUPATEN LANGKAT dan PDC PDIP

KABUPATEN LANGKAT

Dalam babini berisi tentang deskripsi singkat mengenai profil kabupaten Langkat, begitu juga dengan deskripsi Partai PDIP di Kabupaten Langkat.

BAB III :PENGARUH SISTEM PEMILU PROPORSIONAL

TERBUKA TERHADAP SOSIALISASI IDEOLOGI PARTAI DALAM KAMPANYE.

Dalam bab ini akan dilakukan penyajian dan pendeskripsian data-data yang diperoleh melalui wawancara maupun sumber lain mengenai pengaruh sistem pemilu proporsional terbuka terhadap sosialisasi ideologi partai PDIP dalam kampanye pemilu legislatif tahun 2014 di Kabupaten Langkat.

BAB IV :PENUTUP

Dalam bab ini akan dipaparkan kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang diperoleh.


(57)

BAB II

PROFIL KABUPATEN LANGKAT DAN DPC PDI PERJUANGAN KABUPATEN LANGKAT

A. Sejarah Ringkas Pemerintahan Kabupaten Langkat

Pada masa pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berupa Keresidenan dan Kesultanan (kerajaan) dengan pimpinan pemerintahan yang disebut dengan Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten.Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang-orang asing saja sedangkan bagi orang-orang asli (pribumi) berada ditangan pemerintahan kesultanan Langkat. Kesultanan Langkat berturut-turut dijaabat oleh:

1. Sultan Haji Musa Almahadamsyah 1865-1892

2. Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik Rakhmatsyah 1893-1927 3. Sultan Mahmud 1927-1945/46

Dibawah pemerintahan Kesultanan dan Assisten Residen struktur Pemerintahan disebut Luhak dan dibawah Luhak didebut Kejuruan (Raja kecil) dan Distrik, secara berjenjang disebut dengan Penghulu Balai (Raja kecil karo) yang berada di desa.

Pemerintahan Luhak dipimpin oleh Pangeran, Pemerintahan Kejuruan dipimpin oleh seorang Datuk, Pemerintahan Distrik dipimpin oleh seorang kepala Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan/Datuk harus dipegang oleh penduduk


(58)

asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Pemerintahan Kesultanan di Langkat dibagi atas 3 (tiga) kepala Luhak, yaitu :

1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran Adil. Wilayah ini terdiri dari 3 kejuruan dan 2 distrik.

2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh Pangeran Tengku Jambak/T.Pangeran Ahmad. Wilayah ini terdiri dari 2 kejuruan dan 4 distrik.

3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Brandan dipimpin oleh Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar). Wilayah inni terdiri dari 1 kejuruan dan 2 distrik.

Awal 1942, kekuasaan pemerintahan Kolonial Belanda beralih ke Pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan, hanya sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang dipimpin oleh Syucokan.Afdeling diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco.Kekuasaan Jepang ini berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17-08-1945.

Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia Sumatera dipimpin oleh seorang Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status keresidenan dengan status keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabatoleh Tengku Amir Hamzah, yang kemudian diganti oleh Adnan Nur Lubis dengan sebutan Bupati.


(59)

Pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer belanda I,dan II< dan Kabupaten Langkat terbagi dua, yaitu Pemerintahan Negara Sumatera Timur (NST) yang berkedudukan di Binjai dengan kepala Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berkedudukan di Pangkalan Berandan, dipimpin oleh Tengku Ubaidulah.

Berdasarkan PP No.7 Tahun 1956 secaar administratif Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri dengan kepala daerahnya (Bupati) Netap Bukit. Mengingat luas kabupaten Langkat, maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 kewedaan yaitu :

1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai.

2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura.

3. Kewedanan Langkat Teluk Haru berkedudan di Panagkalan Berandan. Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Asisten Wedana (Camat) sebagai perangkat akhir. Pada tahun 1965-1966 jabatan Bupati Kdh. Tingkat II Langkat dipegang oleh seorang Care Taher (Pak Wongso) dan selanjutnya oleh Sutikno yang pada waktu itu sebagai Dan Dim 0202 Langkat. Dan secara berturut-turut jabatan Bupati Kdh.Tingkat II Langkat dijabat oleh :

1. T. Ismail Ashwin 1967-1974 2. HM. Iscad Idris 1974-1979 3. R. Mulyadi 1979-1984


(60)

5. H. Zulfirman Siregar 1989-1994 6. Drs. H. Zulkifli Harahap 1994-1998

7. H. Abdul Wahab Dalimunthe, SH 3-9-1998s/d 20-2-1999 8. H. Syamsul Arifin, SE 1999-2009

9. Ngoggesa Sitepu 2009-sekarang

Untuk melaksanakan pembangunan yang merata, Kabupaten Langkat dibagi atas 3 wilayah pembangunan, yaitu :

1. Wilayah Pembangunan I (Langkat Hulu) meliputi, : a. Kecamatan Bahorok dengan 18 desa dan 1 kelurahan b. Kecamatan Serapit dengan 10 desa

c. Kecamatan Salapian dengan 16 desa dan 1 kelurahan d. Kecamatan Kutambaru dengan 8 desa

e. Kecamatan Sei Bingai dengan 15 desa dan 1 kelurahan f. Kecamatan Kuala dengan 14 desa dan 2 keluarahan g. Kecamatan Selesai dengan 13 desa dan 1 kelurahan h. Kecamatan Binjai dengan 6 desa dan 1 kelurahan 2. Wilayah Pembangunan II (Langkat Hilir)

a. Kecamatan Stabat dengan 6 desa dan 6 kelurahan b. Kecamatan Wampu dengan 13 desa dan 1 kelurahan

c. Kecamatan Batang Serangan dengan 7 desa dan 1 kelurahan d. Kecamatan Sawit Seberang dengan 6 desa dan 1 kelurahan e. Kecamatan Padang Tualang dengan 12 desa dan 1 kelurahan


(1)

nuraninya, bukan lagi otoritas partai.Peran partai lebih mengarah kepada kendaraan politik bagi calon legislatif untuk dapat mengikuti pemilu.

Selain itu dengan sitem pemilu proporsioanl terbuka terjadi perubahan pola kampanye. Jika sebelumnya dengan sistem pemilu tertutup ditandai dengan rakyat hanya disuguhi nama dan lambang partai. Pada sistem tersebut peran partai sangat besar dalam melakukan kampanye untuk memenangkan kader-kadernya, sedangkan sistem pemilu proporsional terbuka yang ditandai dengan transparansi caleg baik dari foto dan nama caleg, dimana rakyat yang memiliki kebebasan memilih caleg yang disukainya. Pada sistem ini terjadi transformasi peran partai kepada calegnya atas kemenagan individu caleg.Artinya masing-masing individu caleg diberi kebebasan bersosialisasi selama kampanye dan mendekatkan diri dengan masyarakat untuk meningkatkan elektabilitas dirinya, terlebih elektabilitas partainya. Artinya masing-masing individu caleg harus bekerja ekstra jika hendak menjadi pemenang di dalam kompetisi pemilu

Strategi yang dilakukan partai PDI Perjuangan untuk menjadi partai politik pemenang pemilu adalah dengan mengisi daftar calon legislatifnya oleh kader-kader partai yang memiliki pengabdian kepada partai, memiliki visi dan misi sesuai garis perjuangan dan ideologi partai. Partai PDI Perjuangan sebagai partai politik pemenang pemilu secara nasional, namun secara lokal di Kabupaten Langkat menempati posisi ketiga partai politik pemenang pemilu, yaitu berhasil mengantarkan 6 kadernya menjadi anggota DPRD Kabupaten Langkat.


(2)

Adapun strategi yang dilakukan masing-masing caleg PDI Perjuangan yang berhasil memperoleh suara terbanyak pada pemilu legislatif tahun 2014 adalah dengan menjalin kedekatan dengan masyarakat.Pembangunan citra untuk meningkatkan elektabilitas masing-masing calon legislatif partai bukan hanya dilakukan pada pada masa kampanye saja, tapi jauh sebelum masa kampanye berlangsung.Para caleg yang berhasil lolos juga menawarkan program-program yang langsung menyentuh kebutuhan masyarakat seperti kesehatan, pendidikan dan sosial.Para caleg mengkemas ideologi dan program partai menjadi pesan kampanye dan program kerja untuk memperjuangkan nasib masyarakat miskin.

Sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh penerapan sistem pemilu proporsional terbuka di dalam pemilu terjadi perubahan-perubahan perubahan peran partai politik begitu pula kampanye pemilu partai politik.Dimana peran partai untuk melahirkan wakil rakyat digantikan oleh kekuasaan rakyat.Perubahan pola kampanye yaitu penyampaian ideologi dan program partai adalah tugas partai politik atau struktural partai.Partai politik tidak mempromosikan atau menjual calegnya pada saat kampanye.Sehingga individu caleg partai bekerja sendiri untuk merebut simpati rakyat. Masing-masing caleg diberi kebebasan untuk bersosialisai dengan masyarakat, termasuk materi kampanye yang akan mereka sosialisasikan. Hal yang kemudian muncul adalah para caleg lebih cenderung membangun citra pribadi daripada memperkenalkan ideologi partai.

Pengaruh lain yang seiring muncul dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka adalah tingginya dana kampanye yang harus dikeluarkan


(3)

oleh calon legislatif. Hal tersebut dikarenakan calon legislatif cenderung bekerja sendiri untuk memperoleh suara rakyat sebanyak banyaknya.Persaingan bukan hanya antar partai, tetapi juga antara caleg di internal partai.sehingga untuk menang di dalam kompetisi pemilu memerlukan biaya kampanye yang cukup tinggi. Dana kampanye yang dikeluarkan calon legislatif selama masa kampanye setidaknya mencapai ratusan bahkan milyaran rupiah.

B. Saran

 Saran untuk pimpinan partai :

Seiring dengan penerapan sistem pemilu proporsional terbuka, dimana kompetisi calon legislatif yang semakin ketat, diharapkan partai politik membentuk kader-kader partai yang menjadi kader-kader partai yang loyal terhadap ideologi partai, sehingga apabila memenangkan pemilu kader partai tersebut setia merumuskan kebijakan yang pro kepada rakyat kecil.

 Saran untuk calon legislatif :

Kepada calon legislatif dihimbau agar untuk memperoleh simpati rakyat bukan hanya pada saat kampanye sehingga terjerumus pada politik praktis, melakukan segala cara untuk meperoleh simpati rakyat. Namun menunjukkan kerja nyata bahkan sebelum menjadi calon legislatif.

 Saran untuk caleg terpilih :

Untuk caleg terpilih agar para caleg terpilih senantiasa bekerja sebagai wakil rakyat yang peduli terhadap rakyat dan memperjuangkan aspirasi rakyat


(4)

menjadi sebuah kebijakan yang pro terhadap rakyat, serta setia mewujudkan janji politik saat berkampanye.

 Saran untuk KPU :

Saran untuk KPU agar KPU menindak tegas partai politik maupun calon legislatif yang melakukan money politik.


(5)

Daftar Pustaka

Anwar, Khoirul. 2006. Perilaku Partai Politik : Studi Perilaku Partai Politik Dalam Kampanye dan Kecenderungan Pemilih Pada Pemilu 2004. Malang : UMM Press

Asshiddiqie, Jimly. 2006. Pengantar Ilmu Hukum Tata Negara, Jilid II. Jakarta: Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia

Budiardjo, Miriam. 2008. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Cangara, Hafied. 2009. Komunikasi Politik: Teori, Konsep dan Strategi. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Fahni, Kairul 2012. Pemilihan Umum dan Kedaulatan Rakyat. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

Marijan,Kacung. 2010. Sistem Politik Indonesia: Konsolidasi Demokrasi Pasca-Orde baru. Jakarta: Prenada Media Group.

Philipus, Ng.2004.Sosiologi dan Politik.Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Prihatmoko, Joko J. 2003. Pemilu 2004 dan Konsolidasi Demokrasi. Semarang: LP2I Press.

Rahman, A. 2007. Sistem Politik Indonesia. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Saragih, Bintan R. 1987. Lembaga Perwakilan dan Pemilihan Umum di Indonesia. Jakarta: Gaya Media Pratama.

Setiawan, Bambang, dkk. 2004. Partai-Partai Politik Indonesia : Ideologi dan Program. Jakarta : PT Kompas Media Nusantara.


(6)

Sitepu, P. Anthonius. 2012. Teori-Teori Politik. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Suhelmi, Ahmad. 2001. Pemikiran Politik Barat. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Pustaka Utama.

Surbakti, Ramlan. 2010. Memahami Ilmu Politik. Jakarta : PT Grasindo..

Syafiie, Inu Kencana . 2009.Sistem Politik Indonesia.Bandung : PT Refika Aditama.

Syamsuddin, Haris dkk. 1998. Menggugat Pemilihan Umum Orde Baru. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Venus, Antar. 2004. Manajemen Kampanye. Bandung : Simbiosa Rekatama Media.

DOKUMEN :

AD/ART PDI Perjuangan

Visi/Misi dan Program Aksi Jokowi-JK

UU No 8 tahun 2012 tentang Pemilu DPR,DPD dan DPRD

UU nomor 23 tahun 2003 tentang Pemilu Presiden dan Wakil Pesiden

SUMBER INTERNET :

Beritasatu.com.KelemahanSistemPemiluProporsional.http://m.beritasatu.com/poli tik/207220-kelemahan-sistem-pemilu-proporsional-terbuka-versi-ahli-pkb.html. Diakses pada tanggal 8 April 2015. Pukul 14.00 WIB

Wahyufisipuns.SistemPemiluProporsionalTerbuka.http//wahyufisipuns.blogspot.c om/2014/02-sistem-pemilu-proporsional-terbuka.html?m=1. Diakses pada tanggal 8 April 2015. Pukul 14.30 WIB