D. Penangkapan dan Pengadilan Bagi Bajak Laut Menurut Hukum Internasional
Pembajakan merupakan kejahatan yang dilakukan dengan cara kekerasan dimana penyelesaiannya seharusnya dilakukan bukan lagi negosiasi atau dengan
menggunakan uang tebusan yang pada dasarnya tidak akan memberikan efek jera terhadap para perompak itu. Malah dengan adanya uang tebusan semakin
membuat para perompak itu berjaya dan akan mengulangi perbuatan mereka lagi. Kebanyakan kejahatan bajak laut terjadi di luar teritori suatu negara,
sehingga menyulitkan dilakukan penerapan hukum suatu negara. Hanya negara asal kapal bajak laut tersebut yang dapat memberikan hukuman atas tindakan
kriminal yang telah dilakukan extra territorium jus dicenti impune no paretur.
68
Setiap negara mempunyai hak untuk melakukan pengejaran terhadap perompak berdasarkan prinsip-prinsip dari kebiasaan Hukum Internasional
69
dan bagi negara-negara yang meratifikasi hukum UNCLOS
70
agar negara-negara dapat menegakkan hukum mereka terhadap kejahatan bajak laut yang termasuk
kejahatan pidana Internasional. Setiap negara pesisir memang memiliki hak untuk melakukan pengejaran
seketika. Pengejaran seketika mengharuskan adanya alasan yang baik untuk percaya good reason for believe bahwa kapal telah melanggar hukum dari suatu
negara.
71
Kata-kata ini diadopsi oleh Komisi Hukum Internasional International
68
http:jadihansiplah.blogspot.com200903piracy-in-modern-age.html diakses 25 Juni 2015
69
Konvensi Jenewa 1958 tentang Laut lepas Pasal 23
70
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 111
71
Ibid
Universitas Sumatera Utara
law commision pada tahun 1956 dan dipahami untuk menyediakan perbedaan antara kepastian bahwa pelanggaran telah dilakukan dan kecurigaan belaka.
Hak pengejaran hanya dapat dilakukan oleh kapal perang dari negara pengejar.
72
UNCLOS telah mengamanatkan bahwa sebelum melakukan pengejaran, sinyal untuk berhenti harus diberikan kepada kapal yang melakukan
pelanggaran di wilayah laut negaranya.
73
Namun, ILC telah menjelaskan hal yang penting adalah hak dasar untuk memberikan perintah untuk berhenti dan
melakukan pengejaran.
74
Pengejaran seketika hanya dapat dimulai ketika kapal berada dalam air internal negara mengejar itu, perairan atau zona tambahan.
75
Hak pengejaran dihentikan pada saat kapal memasuki laut teritorial sendiri atau dari negara ketiga.
Dengan kata lain, hak pengejaran diperbolehkan asalkan tidak mencapai perairan Negara lain.
76
Seorang perompak dapat ditahan, diadili dan dihukum oleh semua negara yang menangkapnya. Hal ini didasarkan karena tindakannya yang menjadikan
mereka musuh dari umat manusia hostis humani generis atau tindakannya itu sendiri dianggap sebagai kejahatan terhadap hukum negara -negara offence on the
law of nations.
77
Apabila penangkapan terhadap bajak laut terjadi di laut lepas, maka pengadilan terhadap kasus bajak laut tersebut sepenuhnya berada di dalam otoritas
72
Ibid., Pasal 111 ayat 5
73
Ibid., Pasal 111 ayat 1
74
http:legal.un.orgilcpublicationsyearbooksYbkvolumeseILC_1956_v1_e.pdf diakses 28 Juni 2015
75
Ibid., Pasal 111 ayat 1 dan 2
76
Ibid., Pasal 111 ayat 3
77
Starke, J.G. Introduction to International Law, 9 th
ed., London: Butterworths, 1984, hlm. 266
Universitas Sumatera Utara
negara manapun yang menangkap bajak laut tersebut. Hukuman terhadap penjarahan harta, penyerangan terhadap korban hanya dapat dijatuhkan oleh
negara tersebut.
78
Akibat tindakan pembajakan ini, maka hilanglah perlindungan yang diperoleh atas bendera kapal pembajak dan hak-hak yang melekat dalam dirinya
atas dasar kewarganegaraan yang dimiliki.
79
Teori ini digunakan oleh Judge Moore Hakim dari Mahkamah Internasional Permanen dalam perkara The
Lotus
80
Ketika perompakan terjadi di dalam perairan teritorial suatu negara maka perompak merupakan subyek dari yuridiksi negara tersebut. Dalam laut teritorial
suatu negara, tidak satupun negara asing berhak masuk untuk menumpas perompak.
81
Negara memiliki kedaulatan penuh untuk menangkap dan menghukum tindakan kriminal tersebut. Maka yurisdiksi atas negara tersebutlah
yang berlaku dalam hal penangkapan bajak laut tersebut yang dilakukan oleh kapal perang atau pesawat militer yang diidentifikasi sebagai pelayanan dan
otoritas pemerintah setempat.
82
Saat ini, dalam menghadapi bajak laut negara negara banyak menggunakan metode
“catch and release”, yaitu sebuah metode ketika para perompak tertangkap, maka mereka kemudian kembali dilepaskan atau dibawa kembali ke
negara bendera kapal dari bajak laut tersebut. Metode ini dinilai sangat
78
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 105
79
Starke, J.G. Op.Cit.
80
The Lotus Case, France v. Turkey 1927, PCIJ, Judgement of September 7, 1927, Ser. A, No. 10.
81
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 2 dan Pasal 1 Convention on the Territorial Sea and the Contiguous Zone 1958.
82
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 107
Universitas Sumatera Utara
membahayakan efektivitas penanggulangan terjadinya tindakan pembajakan di laut, karena para perompak yang telah dilepaskan akan kembali mengulangi
perbuatannya lagi. Beberapa Alasan mengapa negara-negara melakukan catch and release ini antara lain adalah:
83
1 Kurangnya kemauan politik dari negara-negara untuk mengadili para perompak.
2 Kekhawatiran akan permintaan suaka dari para tersangka perompak. 3 Kurangnya kerangka hukum domestik untuk mengadili para perompak.
4 Bukti-bukti yang tidak cukup. 5 Mahalnya biaya untuk mengadili para perompak.
Berdasarkan hukum Internasional, pembajakan di laut secara universal dapat
dilakukan penghukuman dan sudah diakui oleh para ahli dan sarjana hukum dari tiap negara-negara maritim besar. Maka, sulit dirasakan bahwa masih terdapat
pendapat kuat yang menentang prinsip universalitas dalam masalah pembajakan di laut. Tujuan dari yurisdiksi universal ini adalah agar dipastikan bahwa tidak
satupun tindak pidana terjadi tanpa hukuman.
84
Pasal 19 Convention on the High Seas 1958 dan Pasal 105 UNCLOS 1982 mengatur mengenai penahanan kapal atau pesawat udara perompak diatur dalam
yang berbunyi:
Seizure of a pirate ship or aircraft
83
Tiffany Basciano, “Contemporary Piracy: Consequences and Cures,” Workshop on The Paul H.
Nitze School
of Advanced
International Studies,
hlm 13
http:www.americanbar.orgcontentdamabamigrated2011_buildlaw_national_securitycont emporary_piracy_report_.authcheckdam.pdf
84
Starke, J.G. Op.Cit, hlm 266
Universitas Sumatera Utara
On the high seas, or in any other place outside the jurisdiction of any State, every state may seize a pirate ship or aircraft or a ship or aircraft taken by
piracy and under the control of pirates, and arrest the persons and seize the property on board. The courts of the state which carried out the seizure may
decide upon the penalties to be imposed, and may also determine the action to be taken with regard to the ships, aircraft or property, subject to the
rights of third parties, acting in good faith.
Convention on the High Seas 1958 maupun UNCLOS 1982, mewajibkan negara-negara untuk bekerja sama dalam menanggulangi atau menekan
pembajakan di
laut, namun
tidak membebankan
kewajiban untuk
menghukumnya.
85
Dimana tiap negara dapat may menahan kapal pembajak dan pengadilannya dapat may memutuskan hukuman untuk diterapkan. Berdasarkan
pasal tersebut maka ketentuan ini bersifat membolehkan, tidak mewajibkan.
85
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 105 dan Convention on the High Seas 1958 Pasal 19
Universitas Sumatera Utara
BAB III KEWENANGAN INDONESIA UNTUK MENANGKAP DAN MENGADILI
BAJAK LAUT BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL. A. Wilayah Jurisdiksi Suatu Negara
United Nations Convention on The Law of The Sea UNCLOS 1982 telah melahirkan zona pengaturan regime yang berlaku di laut yaitu :
1 Wilayah kedaulatan negara, yaitu perairan pedalaman internal waters, perairan kepulauan archipelagic waters, laut teritorial territorial sea.
2 Yurisdiksi khusus negara, yaitu zona jalur tambahan contiguous zone. 3 Tempat melaksanakan hak-hak berdaulat atas sumber daya alam, yaitu zona
ekonomi eksklusif exclusive economic zone dan landas kontinen continental shelf.
4 Bagian yang tidak dapat dimiliki negara manapun, yaitu laut lepas high seas. 5 Bagian dari warisan bersama umat manusia, yaitu kawasan dasar laut
Internasional International sea-bed area Dengan adanya pembagian ini maka UNCLOS 1982 sendiri juga membatasi
wilayah kedaulatan suatu negara dengan definisi dan cara yang sudah diterima oleh masyarakat internasional. Penegasan batas-batas wilayah laut antar negara
dapat dilakukan dalam sebuah perjanjian bilateral. Hukum international menghormati peranan penting dari wilayah negara seperti yang tercermin dalam
prinsip penghormatan terhadap integritas dan kedaulatan suatu wilayah negara territorial integrity and sovereignity yang ditunjukkan dengan adanya larangan
untuk melakukan intervensi terhadap masalah-masalah internal suatu negara.
46
Universitas Sumatera Utara
Negara pantai dari suatu negara dapat mengambil langkah yang diperlakukan untuk mencegah lintas yang tidak damai di laut teritorialnya. Negara
pantai juga berhak untuk mengambil langkah yang diperlukan untuk mencegah pelanggaran apapun terhadap persyaratan yang ditentukan bagi masuknya kapal
ke perairan pedalaman atau ke persinggahan demikian. Tanpa diskriminasi formil atau diskriminasi nyata di antara kapal, Negara pantai dapat menangguhkan
sementara pada daerah tertentu di laut teritorialnya untuk perlindungan keamanannya termasuk keperluan latihan senjata.
86
Dalam menghadapi pembajakan di laut, setiap negara dapat menahan dan menghukum perompak yang tertangkap di laut lepas. Untuk dapat menangkap
perompak tersebut setiap negara memiliki kewajiban untuk bekerja sama dalam menekan pembajakan di laut atau yurisdiksi universal berdasarkan Pasal 14
Convention on the High Seas 1958 dan Pasal 100 UNCLOS 1982.
87
Salah satu cara dari setiap negara melaksanakan kewajiban Internasional dalam melawan pembajakan di laut adalah melalui legislasi nasional. Hukum
nasional negara-negara harus mengatur kriminalisasi pembajakan di laut dan memanfaatkan hukum acara pidananya dalam melakukan penuntutan terhadap
para perompak.
88
Setiap negara mempunyai hak melakukan pemeriksaan right of visit
89
dan hak pengejaran seketika right of hot pursuit
90
. Salah satu alasan sebuah kapal
86
United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 25
87
Evans, Malcolm D. International Law, Oxford: Oxford University Press, 2003, hlm 593
88
Ibid., hlm 128
89
Geneva Convention on the High Seas 1958 Pasal 22 dan United Nation Convention on the Law of the Sea 1982 Pasal 110
90
Ibid., Pasal 23 dan Pasal 111
Universitas Sumatera Utara
perang melakukan pemeriksaan terhadap kapal asing di laut lepas adalah ketika kapal itu disangka melakukan tindakan pembajakan di laut.
91
Namun jika sangkaan tersebut tidak terbukti, kapal yang diperiksa itu dapat mengajukan ganti
rugi jika pemeriksaan mengakibatkan kerugian atau kerusakan.
92
Dalam hak pengejaran seketika, kapal negara pantai dapat melakukan pengejaran jika sebuah
kapal lain telah melanggar hukum negara pantai tersebut.
93
Pengejaran ini dapat dilakukan terus hingga laut lepas, namun hak tersebut akan berhenti ketika telah
memasuki perairan teritorial negara lain.
94
Sehubungan dengan hak pengejaran seketika, terdapat pula apa yang disebut pengejaran seketika terbalik reverse hot pursuit. Pengejaran seketika terbalik
merupakan hak untuk mengejar para perompak yang berasal dari laut lepas ke dalam atau melintasi perairan teritorial negara lain. Pengawasan dan patrol yang
lemah pada umumnya terjadi di perairan teritorial, sehingga menjadikan tempat ini sebagai perlindungan bagi para perompak jika dikejar oleh kapal perang yang
tidak memilki hak untuk memasuki perairan teritorial asing tersebut. Hal ini ditambah dengan penyempitan wilayah laut lepas, dimana para perompak lebih
leluasa diberikan kebebasan untuk bertindak. Tempat berlindung di laut teritorial sepanjang 12 mil laut memberikan kesempatan yang lebih besar untuk melarikan
diri dan menghindar daripada batas 3 mil laut.
95
International Maritime Organization IMO sebagai badan yang di bentuk
91
Ibid., Pasal 22 ayat 1 dan Pasal 110 ayat 1 butir a
92
Ibid., Pasal 22 ayat 3 dan Pasal 110 ayat 2
93
Ibid., Pasal 23 ayat 1 dan Pasal 111 ayat 1
94
Ibid., Pasal 23 ayat 2 dan Pasal 111 ayat 3
95
Murphy, Martin. Piracy and UNCLOS: Does International Law Help Regional States Combat Piracy, hlm 163
Universitas Sumatera Utara
PBB mempunyai tugas utama IMO dinyatakan dalam Pasal 1 dari Konvensi IMO 1948 yang secara singkat menyatakan:
“...untuk menyediakan kerjasama antara Pemerintah dalam bidang peraturan dan pelaksanaan mengenai masalah teknis
yang berkaitan dengan perkapalan dalam perdagangan internasional; untuk mendukung dan memfasilitasi pengadopsian standar praktis tertinggi dalam hal
keselamatan maritim; efisiensi dari navigasi dan pengendalian polusi kelautan dari kapal- kapal.
” IMO juga diberikan kewenangan untuk menerapkan tindakan administratif dan hukum yang berkaitan dengan tujuan-tujuan tersebut.
96
IMO kemudian mengeluarkan Resolusi-nya pertama mengenai masalah pembajakan di laut, yaitu Resolusi A.54513 yang berjudul
“Measures to Prevent Acts of Piracy and Armed Robbery Against Ships
” pada tanggal 17 November 1983 yang disusul dengan berbagai resolusi dan edaran lainnya yang terkait
dengan pembajakan di laut..
97
B. Efektifitas UNCLOS Terhadap Pengaturan Mengenai Bajak Laut