Hak dan Kewajiban Indonesia sebagai Negara Kepulauan

atau latihan menggunakan senjata macam apapun dengan mempergunakan amunisi. e. Kecuali dalam keadaan force majure atau dalam hal musibah, pesawat udara yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan pendaratan di wilayah Indonesia. f. Semua kapal asing sewaktu melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh berhenti atau berlabuh jangkar atau mondar-mandir, kecuali dalam hal force majeure atau dalam hal keadaan musibah atau memberikan pertolongan kepada orang atau kapal yang sedang dalam keadaan musibah. g. Kapal atau pesawat udara asing yang melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan tidak boleh melakukan siaran gelap atau melakukan gangguan terhadap sistem telekomunikasi dan tidak boleh melakukan komunikasi langsung dengan orang atau kelompok orang yang tidak berwenang dalam wilayah Indonesia.

C. Hak dan Kewajiban Indonesia sebagai Negara Kepulauan

Negara Indonesia sebagai negara kepulauan dirumuskan sebagai sebuah negara yang terbentuk dari gabungan pulau-pulau dan bisa mencakup pulau-pulau lainnya. Dan didefiniskan sebagai sekelompok pulau yang termasuk bagian dari pulau-pulau tersebut, perairan yang menghubungkannya dan segi alamnya sehingga membentuk segi geografis yang ekonomis dan politis. 139 Kewajiban Indonesia sebagai Negara Kepulauan sudah diatur oleh Pasal 47- 53 Konvensi Hukum Laut 1982. Pasal 47 menyatakan bahwa Negara kepulauan 139 Konvensi Hukum Laut 1958 Pasal 46 Universitas Sumatera Utara dapat menarik garis pangkal lurus kepulauan arhipelagic baselines dan aturan ini sudah ditransformasikan atau diimplementasikan ke dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia dan PP Nomor 37 Tahun 2002 tentang Hak dan Kewajiban Kapal dan Pesawat Udara Asing dalam Melaksanakan Hak Lintas Alur Laut Kepulauan melalui Alur Laut Kepulauan yang Ditetapkan, dan PP Nomor 38 Tahun 2002 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-Titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia. Kewajiban Indonesia sebagai negara kepulauan yang terikat oleh Konvensi Hukum Laut 1982 sudah terlaksana dengan baik, seperti pengukuran lebar laut teritorial, zona tambahan, zona ekonomi eksklusif, dan landasan kontinen seperti yang dikehendaki oleh Pasal 48 Konvensi walaupun belum semua ditetapkan . Penetapan batas zona-zona maritime tersebut harus dengan kesepakatan dengan negara-negara tetangga baik dengan Negara yang saling berhadapan maupun negara berdampingan. Kewajiban Indonesia lainnya adalah menghormati persetujuan-persetujuan yang sudah ada, hak-hak penangkapan ikan tradisional, dan pemasangan kabel-kabel bawah laut yang dilakukan oleh negara-negara tetangga, menghormati hak lintas damai right of innocent passage, dan hak lintas alur laut kepulauan right of archipelagic sea lanes passage. Hak berdaulat Indonesia tidak dapat disamakan dengan kedaulatan penuh yang dimiliki dan dilaksanakan oleh Indonesia atas laut wilayah, perairan Nusantara dan perairan pedalaman Indonesia begitu pula sanksinya. Hak-hak Republik Indonesia untuk melaksanakan penegakan hukum dan pengejaran seketika hot pursuit terhadap kapal-kapal asing yang melakukan pelanggaran Universitas Sumatera Utara atas ketentuan-ketentuan peraturan perundang-undangan Indonesia. Kewajibannya berdasarkan hukum internasional adalah untuk menghormati hak-hak negara lain, misalnya kebebasan pelayaran dan penerbangan freedom of navigation and overflight. 140 Perlu dicatat bahwa Indonesia dan Singapura sudah menyepakati batas maritim internasional di Selat Singapura. Kedua negara ini telah menandatangani perjanjian batas laut territorial pada tanggal 25 Mei 1973 yang menetapkan enam titik batas sebagai titik belok garis batas. Indonesia meratifikasi perjanjian tersebut pada tanggal 3 Desember 1973. 141 Indonesia sebagai negara kepuluan juga memunculkan pemberlakuan hak lintas damai right of innocent passage bagi kapal-kapal negara lain. Namun demikian Negara Kepulauan dapat menangguhkan untuk sementara waktu hak lintas damai tersebut pada bagian-bagian tertentu dari perairan kepulauannya apabila di anggap perlu untuk melindungi kepentingan keamanannya. Negara Kepulauan dapat menetapkan alur laut kepulauan dan rute penerbangan di atas alur laut tersebut. Sekalipun kapal dan pesawat udara asing menikmati hak lintas alur laut kepulauan melalui alur laut dan rute penerbangan tersebut, namun hal ini di bidang lain daripada pelayaran dan penerbangan tidak boleh mengurangi kedaulatan Negara Kepulauan atas air serta ruang udara di atasnya, dasar laut dan tanah di bawahnya dan sumber kekayaan di dalamnya. Kendaraan air asing yang menyelenggarakan lintas laut damai di wilayah 140 Pasal 4 ayat 1 UU No. 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia 141 http:karyatulisilmiah.comhak-dan-kewajiban-negara-indonesia-sebagai-negara-kepulauan diakses 05 Juli 2015 Universitas Sumatera Utara jurisdiksi Indonesia , tidak boleh melakukan 142 : a. Ancaman atau penggunaan kekerasan terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah atau kemerdekaan politik negara pantai. b. Melakukan kegiatan survey atau penelitian, mengganggu sistem komunikasi. c. Kegiatan pencemaran dan kegiatan lain yang tidak ada hubungan langsung dengan lintas laut damai. Pelayaran lintas laut damai tersebut harus dilakukan secara terus menerus, langsung serta secepatnya, sedangkan berhenti dan membuang jangkar hanya dapat dilakukan bagi keperluan navigasi yang normal atau karena keadaan memaksa force majeure atau dalam keadaan bahaya atau untuk tujuan memberikan bantuan pada orang, kapal atau pesawat udara yang berada dalam keadaan bahaya. 143 Hak lintas damai diakui bagi kapal-kapal asing yang melintas, dengan syarat : 144 a. Tidak mengancam atau menggunakan kekerasan yang melanggar integritas wilayah, kemerdekaan dan politik negara pantai. b. Tidak melakukan latihan militer atau sejenisnya tanpa seizing negara pantai. c. Tidak melakukan kegiatan yang bertujuan untuk mengumpulkan informasi tertentu yang melanggar keamanan ketertiban negara pantai. 142 Undang-Undang No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea Konvensi PBB tentang Hukum Laut 143 http:sasmini.staff.uns.ac.id20090714teori-hak-lintas-damai-dan-pengaturannya-di- indonesia diakses 18 April 2015 144 Sefriani, Op.Cit. Universitas Sumatera Utara d. Tidak melakukan tindakan propaganda yang melanggar keamanan ketertiban negara pantai. e. Tidak melakukan peluncuran, pendarata dari atas kapal apa pun termasuk kapal militer. f. Tidak melakukan bongkar muat komoditas, penumpang, mata uang yang melanggar aturan costums, fiscal, immigration or sanitary laws negara pantai. g. Tidak melakukan aktifitas yang menimbulkan pencemaran. h. Tidak melakukan kegiatan penangkapan ikan. i. Tidak melakukan kegiatan penelitian. j. Tidak melakukan kegiatan yang mengganggu ke system komunikasi negara pantai. k. Kapal-kapal selam harus menampakkan dirinya di permukaan serta menunjukkan bendera negaranya. Kegiatan lintas tidak lagi dipandang sebagai aktivitas damai apabila dinila i membahayakan ketertiban, ketentraman atau keamana negara pantai. 145 Maka, negara pantai bisa mengambil langkah untuk mencegah kegiatan tersebut di dalam laut teritorialnya dan apabila kapal bersangkutan terus melaju ke perairan pedalaman, negara bersangkutan bisa bertindak mencegah pelanggaran atas ketentuan yang terkait dengan masuknya kapal tersebut ke perairan internal. Negara pantai memiliki wewenang untuk menangguhkan sementara waktu kegiatan lintas damai kapal asing dengan alasan keamanan sepanjang 145 Konvensi PBB tentang Hukum Laut 1958 Pasal 14 ayat 4 Universitas Sumatera Utara penangguhan tersebut dipublikasikan dan tidak menutup selat Internasional. 146 Negara pantai berhak membuat peraturan tentang lintas laut damai yang berkenaan dengan keselamatan pelayaran dan pengaturan lintas laut, perlindungan alat bantuan serta fasilitas navigasi, perlindungan kabel dan pipa bawah laut, konservasi kekayaan alam hayati, pencegahan terhadap pelanggaran atas peraturan perikanan, pelestarian lingkungan hidup dan pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran, penelitian ilmiah kelautan dan survei hidrografi dan pencegahan pelanggaran peraturan bea cukai, fiskal, imigrasi dan kesehatan. Dalam menghadapi pembajakan, Indonesia melakukan suatu kebijakan dengan bekerja sama dengan negara lain untuk mengurangi pembajakan dengan cara :

a. Operasi MALSINDO

Indonesia sebagai negara yang memiliki wilayah perairan yang luas melakukan perjanjian dengan negara-negara tetangga untuk mengamankan wilayah lautnya dari ancaman perompakan. Seperti pengamanan Selat Malaka yang dilakukan oleh tiga negara selat the litoral states, yakni Indonesia, Malaysia, dan Singapura yang dikenal dengan operasi Malsindo yang melibatkan 17 kapal perang dari masing-masing negara yang berpatroli dalam perairan teritorial dan zona eksklusif ekonomi ZEE masing-masing. 147 Terdapat pembagian area patroli pengamanan laut di wilayah perairan Selat Malaka menjadi : 146 Berger, Artur Asa. Op.Cit., hlm 67 147 http:www.antaranews.comberita259072indonesia-dan-isu-perompakan diakses pada 01 Juli 2015 Universitas Sumatera Utara a. TNI Angkatan Laut Indonesia telah mereformasi pola operasi dan memodernisasi peralatannya sehingga patroli mereka sangat efektif dalam menangkal kegiatan illegal dan mendirikan berbagai pusat komando yang beranggotakan pasukan khusus untuk merespon perompakan sehingga dapat memberikan bantuan secara langsung. Amerika Serikat memberikan bantuan kepada TNI AL Indonesia berupa pembangunan radar pantai di sepanjang Selat Malaka dan Selat Makassar. b. Angkatan Laut Malaysia Royal Malaysian NavyRMN membangun beberapa stasiun radar di sepanjang Selat Malaka untuk memonitor pergerakan kapal. Mereka juga membeli kapal-kapal patroli baru dan membentuk unit-unit pasukan khusus untuk mengawal kapal yang rawan upaya perompakan. Selain itu Malaysia telah mendirikan Malaysian Maritime Enforcement Agency MMEA pada tahun 2005. c. Dalam upaya mengamankan Selat Malaka, Singapura menerapkan pengawasan dan informasi terpadu terhadap pergerakan kapal-kapal yang mencurigakan; meningkatkan patroli AL-nya Republic of Singapore NavyRSN, pengawalan selektif terhadap kapal-kapal yang mengangkut muatan berharga, dan menaiki secara selektif kapal-kapal kargo. Perubahan rute pelayaran juga dilakukan oleh Singapure terhadap kapal-kapal pengangkut komoditas berharga untuk mengurangi ancaman terhadap kapal- kapal itu dari berbagai kapal-kapal kecil yang berlalulalang di perairan Singapura.

b. Malacca Straits Patrol MSP

Universitas Sumatera Utara Pada 2008, operasi MALSINDO berubah nama menjadi Malacca Straits Patrol MSP dengan masuknya Thailand dalam berbagai operasi pengamanan selat. Beberapa Komponen dari MSP, yaitu : a. Malacca Straits Identification System MSIS, terdiri dari Sektor 1 di Stasiun Pelaporan di Phuket Thailand, Sektor 2 di Stasiun Pelaporan di Sabang, Indonesia, Sektor 3 di Stasiun Pelaporan di Lumut Malaysia, Sektor 4 di Stasiun Pelaporan di Dumai, Indonesia, dan Sektor 5 di Stasiun Pelaporan di Changi Singapura. b. Joint Maritime Security Operations JMSO, pada operasi ini pelaksanaannya dilakukan oleh Commander Task Group CTG negara pantai dan hanya bertanggung jawab atas wilayah patrolinya masing- masing. c. Joint Maritime Air Patrol Operations JMAP, operasi kemanan maritim yang dibangun di antara negara pantai meliputi wilayah laut dan juga udara yang bersifat individual di wilayah masing-masing tanpa ada koordinasi dengan negara pantai lainnya. d. Integrated Maritime Surveillance System IMSS, merupakan sistem penempatan radar pantai dan kamera pengawas di beberapa lokasi sepanjang pantai timur pulau Sumatera. Dampak positif lainnya adalah membantu TNI AL dalam melaksanakan pengamanan dan pengawasan di perairan Aceh dan sepanjang Selat Malaka. e. Margin of Allowable Hot Pursuit, dimana pada perkembangannya beberapa perubahan dilakukan salah satunya mengenai pengejaran seketika. Pada Universitas Sumatera Utara pengejaran seketika ini negara-negara berpegang pada perjanjian bilateral antara mereka mengenai izin apakah diperbolehkan mengejar kapal sampai perairan territorial. 148 f. Intellegence and Information Exchange 149 atau MSP Intellegence Exchange untuk mendukung patroli laut dan udara, mengarah pada perkembangan pertukaran informasi sebagai bagian dari kerja sama keamanan di Selat Malaka dan Selat Singapura. Pertukaran yang dilakukan adalah mengenai informasi yang terjadi di daratan atau pelabuhan awal, agar dapat membatasi peningkatan penyelundupan baik barang dan orang melalui pintu-pintu pelabuhan kecil antar negara. g. Public Informations Campaign, mengenai pelaksanaan akan kampanye publik mengenai langkah-langkah yang telah diambil, proses operasi yang berjalan, serta hasil yang dicapai dari operasi tersebut. h. Combinated Maritime Air Patrol Operation, salah satu bentuk kerja sama patroli laut dan udara untuk mengamankan perairan laut atau selat. Informasi awal yang digunakan berdasarkan pantauan radar ataupun patroli udara di atas perairan. Dengan mengetahui adanya pergerakan kapal yang di duga melakukan tindak kejahatan ataupun menjadi korban perompakan, maka laporan tersebut segera dikirimkan ke Center of Information dan dikirim langsung ke negara-negara pantai, kemudian kekuatan armada laut akan melakukan pengejaran atau penangkapan atas kapal tersebut. 148 Massey, Anthony S. “Maritime Security Cooperation in the Strait of Malacca” Tesis Master Naval Post Graduate School, Monterey, 2008, hlm 47 149 http:www.mindef.gov.sgimindefnews_and_eventsnr2001oct09oct01_nr2.html diakses 03 Juli 2015 Universitas Sumatera Utara

c. Eyes in the Sky EiS

EiS adalah penerbangan maritime patrol aircraft MPA setiap minggunya diatas perairan keempat negara. Dalam perkembangannya, operasi ini diperluas bersama TNI Angkatan Udara dan menghasilkan kerja sama bersama di udara oleh ketiga negara penjaga selat. Usulan terkait patroli Eyes in the Sky pertama kali diusulkan oleh Deputi Perdana Menteri Malaysia dalam sebuah dialog yang diadakan pada tahun 2005. Patroli keamanan ini adalah sebuah konsep untuk meningkatkan keamanan di Selat Malaka dan Singapura. Wilayah operasi ini mencakup wilayah udara nasional dan internasional di atas Selat Malaka. Sebuah pusat operasi Eyes in the Sky didirikan di setiap negara yang berpartisipasi untuk mengkoordinasikan jadwal patroli. Pada tahap awal, setiap negara yang berpartisipasi akan menyediakan sumber daya yang dibutuhkan dalam hal ini pesawat untuk patroli laut. 150 Eyes in the Sky merupakan patroli udara maritim yang dilakukan oleh littoral state ditambah dengan Thailand. Untuk memudahkan upaya untuk menekan tindak kejahatan laut di Selat Malaka, masing-masing negara mendirikan incident hotline station, yakni di Sabang, Dumai Indonesia, Lumut Malaysia, Phuket Thailand, dan Changi Singapura. Indonesia juga bekerja sama bersama anggota ASEAN lainnya membentuk ARF ASEAN Regional Forum untuk menciptakan stabilitas keamanan di Asia Tenggara. 151 150 Ibid. 151 http:aseanregionalforum.asean.orgabout.html diakses 05 Juli 2015 Universitas Sumatera Utara BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan