Perlindungan hukum terhadap konsumen air minum depot isi ulang toca di wilayah Pesanggrahan

(1)

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Hukum (S.H.)

Oleh: Chairunisa NIM: 1111048000036

K O N S E N T R A S I H U K U M B I S N I S PROGRAM STUDI I L M U HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH J A K A R T A


(2)

(3)

(4)

(5)

iv

Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA” di Wilayah Pesanggrahan

Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi Hukum Bisnis, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 1436 H/2015 M. ix + 65 halaman. Skripsi ini bertujuan untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen depot air minum isi ulang. Latar belakang skripsi ini adalah perlindungan konsumen terhadap konsumen depot air minum dalam kaitannya dengan higiene sanitasi dengan berdasarkan Undang-undang perlindungan konsumen dan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Penerapan perlindungan hukum terhadap konsumen depot air minum isi ulang pelaksanaannya tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam Undang-undang Perlindungan Konsumen No. 8 Tahun 1999 sehingga menimbulkan masalah apabila ditelaah lebih lanjut. Penelitian ini menggunakan tipe penelitian library research, yang mengkaji berbagai dokumen terkait dengan penelitian. Metode yang digunakan penulis adalah metode penelitian hukum normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan kasus (case approach) serta penelitian hukum empirik dengan melakukan penelitian lapangan di YLKI dan depot air minum isi ulang “TOCA”. Selanjutnya ada tiga bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini, yakni bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan non-hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap konsumen depot air minum isi ulang dalam proses mengetahui higiene sanitasi air minum tidak sepenuhnya sesuai dilihat berdasarkan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.

Kata Kunci : Perlindungan Konsumen, Depot Air Minum. Pembimbing : Dr. Djawahir Hejazziey, SH., MA., MH. Daftar Pustaka : Tahun 1983 s.d. Tahun 2015


(6)

v

karunia-Nya yang tak terkira, terucap dengan tulus dan iklas Alahmdulillahi Rabbil „alamin tiada henti karena dapat terselesaikannya skripsi ini. Shalawat seiring salam semoga selalu tercurah limpahkan atas insan pilihan Tuhan khatamul anbiya,i walmursalin Muhammad SAW.

Dengan setulus hati penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan. Namun demikian, skripsi ini hasil usaha dan upaya yang maksimal dari penulis. Tidak sedikit hambatan, cobaan dan kesulitan yang ditemui. Banyak hal yang tidak dapat dihadirkan oleh penulis didalamnya karena keterbatasan pengetahuan dan waktu. Namun patut disyukuri karena banyak pengalaman yang didapat dalam penulisan skripsi ini.

Penulis menyadari tanpa dorongan dari pembimbing dan semua pihak yang mendukung penelitian ini hingga selesai, pada kesempatan ini, izinkanlah penulis untuk menyampaikan ucapan terima kasih kepada :

1. Dr. Asep Saepudin Jahar, MA. selaku Dekan Fakultas Syariah dan Hukum, serta para wakil Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H. MA, selaku Ketua Program Studi Ilmu Hukum dan Sekretaris Arip Purkon, MA selaku sekretaris Program Studi Ilmu Hukum. 3. Dr. Djawahir Hejazziey, S.H. MA selaku Dosen Pembimbing yang telah


(7)

vi

4. Bapak Deddy Nursyamsi S.H. M.Hum. selaku dosen pembimbing akademik dari semester satu hingga akhir perkuliahan.

5. Keluarga besar dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta khususnya dosen program studi ilmu hukum yang telah memberikan ilmu pengetahuan dengan tulus ikhlas, semoga ilmu pengetahuan yang diajarkan dapat bermanfaat dan menjadi keberkahan bagi penulis dan semoga Allah SWT senantiasa membalas jasa-jasa beliau serta menjadikan semua kebaikan ini sebagai amal jariyah untuk beliau semua.

6. Orangtua tercinta ayah Afrizal Ramli dan ibu Sita Mardiana serta adik penulis Januarizal berkat doa, motivasi, mendukung dan melimpahkan kasih sayang dengan tulus sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan pada jenjang Perguruan Tinggi Negeri.

7. Sepupu- sepupu tercinta Cici Masri, Elvina Masri, Selly, Nadya yang selalu memberi doa untuk kelancaran skripsi.

8. Segenap staf Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Perpustakaan Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah memberikan fasilitas untuk mengadakan studi kepustakaan guna menyelesaikan skripsi ini.

9. Khusus kepada sahabat Dhurifah Nur Utami yang selalu sabar dengan penulis, memberikan dukungan dengan caranya sendiri.


(8)

vii

Tami, Hilda, Fanny, Ummu, Novita, Sri dan lainnya yang tidak bisa disebutkan telah memberikan segala dukungan dan hiburan kepada penulis.

11. Sahabat Penulis Annisa Meisara, Ka Della, Rani, Agung Putra Tri Wibowo, Lastri, Inas, Citra, Yunita, Satryo Senopati, dan lainnya yang tidak bisa disebutkan.

12. Pelaku Usaha Depot Air Minum “TOCA” Om Tom Rhollick dan Murry

yang dengan senang hati mempersilahkan penulis melakukan wawancara. 13. Untuk semua keluarga maupun kerabat penulis yang memberi doa dan

dukungan yang tidak bisa disebutkan

Akhirnya, atas jasa dan bantuan semua pihak berupa moril dan materiil sampai detik ini penulis panjatkan doa, semoga Allah memberikan balasan yang berlipat dan menjadikannya amal jariyah yang tidak pernah berhenti mengalir hingga yaumul al-akhir. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan para pembaca pada umumnya. Semoga Allah senantiasa memberikan kemudahan bagi kita semua dalam menjalani hari esok. Amin.

Jakarta, April 2015


(9)

viii

LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN...ii

LEMBAR PERNYATAAN………...iii

ABSTRAK………...iv

KATA PENGANTAR……….…...v

DAFTAR ISI………...vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah…………...………...1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah………...6

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………...7

D. Tinjauan (Review) Studi Terdahulu...8

E. Kerangka Konseptual...…...9

F. Metode Penelitian...………...11

G. Sistematika Penulisan...………...14

BAB II TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG A. Hukum Perlindungan konsumen...…………...16

B. Sejarah perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen...17

C. Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen...20

D. Definisi Perlindungan Konsumen...20


(10)

ix

I. Pokok-pokok konsep pengaturan Air Minum Depot Isi Ulang....38

BAB III PROFIL USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG “TOCA”

A. Sejarah Singkat Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”...41

B. Perkembangan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”...41

C. Visi dan Misi Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”...43

D. Struktur Kepengurusan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”...43 E. Aktifitas Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”...44

BAB IV ANALISIS HASIL DAN TEMUAN DI LAPANGAN TERHADAP

USAHA AIR MINUM DEPOT ISI ULANG

A. Permasalahan Yang Dihadapi Konsumen Terhadap Munculnya Usaha DAM isi ulang...45 B. Perlindungan hukum terhadap konsumen Air minum depot isi ulang “TOCA” diwilayah pesanggrahan...48 C. Faktor-fakor yang mempengaruhi masyarakat diwilayah

Pesanggrahan terhadap pemilihan air minum isi depot isi ulang “TOCA”...…...……...…...53 D. Penyelesaian Sengketa dalam Usaha Depot Air Minum Isi Ulang...55


(11)

x

A. Kesimpulan………..……...62 B. Saran………...………...63 DAFTAR PUSTAKA...65 LAMPIRAN

Surat Keterangan Domisili Usaha Hasil Pemeriksaan Laboratorium

Hasil wawancara dengan Pelaku Usaha dan Konsumen

Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 43 Tahun 2014 Tentang Higiene sanitasi Depot Air Minum


(12)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak ditengah-tengah dan sederhana. Namun pesatnya perkembangan telah menghasilkan berbagai jenis barang dan jasa yang ditawarkan oleh pasar. Kondisi ini memberikan kemudahan dan kebebasan bagi konsumen untuk memilih aneka jenis dan kualitas barang yang sesuai dengan keinginan dan kemampuannya. Namun sering kali konsumen dijadikan objek aktivitas bisnis oleh pelaku usaha untuk mengeruk keuntungan sebesar-besarnya. Hal itu dilakukan melalui promosi, metode penjualan maupun pemberian informasi yang tidak benar oleh pelaku usaha sehingga dapat menimbulkan kesalahan persepsi bagi konsumen. Minimnya pengetahuan konsumen sering dimanfaatkan oleh pelaku usaha sebagai celah untuk mengelabui konsumen. Kondisi demikian menyebabkan posisi konsumen berada dalam kondisi yang lemah secara hukum, dimana pelaku usaha dapat sesuka hati melakukan promosinya dan konsumen hanya menerima informasi satu arah yang diberikan oleh pelaku usaha.


(13)

Bagi pemerintah Indonesia, upaya perlindungan terhadap konsumen antara lain dimaksudkan untuk meletakkan prinsip-prinsip bahwa: 1). Konsumen pada dasarnya adalah pemakai, pengguna atau pemanfaat barang dan atau jasa yang perlu diberikan perlindungan hukum; 2). Konsumen merupakan pihak yang sangat menentukan kelangsungan dan pertumbuhan usaha; 3). Konsumen perlu diberdayakan potensinya, mengingat selama ini pada umumnya kurang mengerti atau kurang waspada sehingga mudah tergiur oleh upaya pemasaran yang menarik tanpa atau kurang memahami mutu hasil produk yang ditawarkan.1

Nasution menyebutkan bahwa hukum perlindungan konsumen tersebar dalam bentuk peraturan perundang-undangan dan berbagai cabang hukum perdata, hukum dagang, hukum pidana, dan hukum yang tercampur aduk sehingga memerlukan penafsiran, atau yang hanya sekedar sampiran dari suatu peraturan.2

Dalam Qs. Al-Anbiya ayat 30 menjelaskan kepada kita bahwa segala sesuatu yang hidup di dunia ini bahan baku penciptaannya berasal dari air:

َنْوُ نِمْؤُ ي َاَفَا ٍيَحٍءْيَش َلُكِءآَمْلا َنِماَنْلَعَجَو

: ءاَيبنأا

٢۱

(

۰۳

)

1

Harianto Dedy, perlindungan hukum bagi konsumen terhadap iklan yang menyesatkan, (Bogor:Ghalia Indonesia, 2010)h. 10-11

2

Az. Nasution, “sekilas hukum perlindungan konsumen”, Hukum dan Pembangun


(14)

Artinya: “Dan kami jadikan dari air segala sesuatu yang hidup, apakah mereka beriman?

Di dalam hadits juga dijelaskan tentang kehidupan manusia punya hubungan dan erat dan langsung dengan air:

ُثُدٍََْةَساَجَنِب ُهُنْوَلْوَأ ُهُمْعَطْوَأ ُهُِْْر َرَ يَغَ ت َنِإ َاِإ ٌرْوُهَط ُءاَمْلا ِيِقَهْ يَ بْلِلَو

ِهْيِف

Hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi: “Air itu suci dan mensucikan kecuali jika ia berubah baunya, rasanya atau warnanya dengan suatu najis yang masuk dalamnya.”

Kebutuhan masyarakat akan air minum layak dan aman untuk dikonsumsi setiap hari semakin meningkat. Di sisi lain penggunaan air minum melalui sumber air dalam tanah semakin menipis. Selain itu resiko terhadap pencemaran juga semakin tinggi.

Pasal 33 UUD 1945 merupakan pasal yang mengatur tentang kebijakan pengelolaan SDA atau mengatur tentang kebijakan pengelolaan perekonomian Indonesia. Dalam pasal 33 UUD 1945 tercantum dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua, untuk semua dibawah pimpinan atau penilikan anggota-anggota masyarakat. kemakmuran masyarakat-lah yang diutamakan, bukan kemakmuran seseorang saja, banyak pembenahan dalam Pasal


(15)

33 UUD 1945 karena pada kenyataannya sekarang sistem ekonomi yang diterapkan bersikap mendua. Karena ternyata hak menguasai oleh Negara itu dapat dijadikan ke sektor-sektor swasta besar atau Badan Usaha Milik Negara buatan pemerintah sendiri. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung dalam bumi adalah pokok-pokok kemakmuran rakyat. Sebab itu harus dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat. usaha air minum dalam kemasan dan usaha air minum depot isi ulang terkait dengan pasal 33 UUD 1945 karena menjual sumber daya alam yang seharusnya digunakan masyarakat untuk kemakmurannya.

Sementara PT. PAM sebagai perusahaan air minum belum menyediakan air bersih bagi masyarakat karena masih banyak mengalami kendala-kendala. Dengan keadaan itu, masuknya produk AMDK merupakan sebuah alternatif bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan akan air bersih yang layak dan aman untuk dikonsumsi setiap hari.

Kini hampir sebagian besar masyarakat Indonesia sudah tidak asing dengan AMDK dan telah mengkonsumsinya untuk kebutuhan sehari-hari sebagai air minum. Dari mulai kemasan 240ml, botol 600ml, dan 1,5 liter hingga galonan dikonsumsi masyarakat luas, khususnya di kota-kota besar. Walaupun harga AMDK cukup mahal namun masyarakat rela untuk mengeluarkan uangnya demi memenuhi kebutuhannya akan air minum. Hal ini sangat wajar karena selain praktis dan efisien, produk AMDK terjaga kebersihan dan keamanannya dengan memiliki kualitas Standard Nasional Indonesia (SNI). Dengan tercantumnya label


(16)

SNI, maka AMDK merupakan produk yang aman untuk dikonsumsi dan telah sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK).

Namun setelah terjadinya krisis ekonomi di Indonesia, maka harga AMDK pun semakin mahal dan tidak terjangkau bagi sebagian konsumen. Hal ini memberikan peluag baru bagi pelaku usaha untuk membangun bisnis baru yaitu air minum depot isi ulang. Pertumbuhan Depot Air Minum (DAM) isi ulang selama masa krisis ekonomi ini semakin menjamur dan menjadi alternatif lain bagi konsumen yang selama ini semakin mengkonsumsi AMDK. Dengan harga yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan AMDK, maka air minum depot isi ulang berkembang dengan pesat.

Seiring dengan semakin menjamurnya usaha DAM isi ulang, maka timbul beberapa permasalahan mengenai DAM isi ulang. Banyak media cetak yang mengangkat masalah mengenai kualitas air minum depot isi ulang yang dianggap tidak layak untuk dikonsumsi. Permasalahan mengenai DAM isi ulang ini terkait erat dengan perlindungan konsumen karena masyarakat sebagai kosnumen merupakan pihak yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha. Keselamatan dan keamanan dalam mengkonsumsi air minum depot isi ulang adalah permasalahan yang harus diperhatikan dalam upaya perlindungan konsumen.

Dilihat dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 maka terdapat beberapa pasal yang mengatur mengenai perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha, kewajiban pelaku usaha, serta hak-hak yang dimiliki oleh konsumen.


(17)

Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum juga terdapat beberapa hal yang harus diperhatikan tentang kualitas Air minum dan higiene sanitasi depot air minum bagi kesehatan Konsumen. Keterbukaan dan kemudahan untuk mendapatkan akses informasi produk, masalah label dan pencantuman komposisi serta tanggal kadaluarsa merupakan hal penting untuk diperhatikan oleh pelaku usaha DAM isi ulang.

Permasalahan yang telah diketahui adalah masih rendahnya pengetahuan konsumen tentang hak-haknya untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya. Selain itu terjadi kesalahan presepsi oleh konsumen mengenai pengertian “isi ulang” dalam AMDK dan air minum depot isi ulang. Namun belum diketahui mengapa hak-hak konsumen masih diabaikan oleh pelaku usaha setelah lahirnya Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, lalu apakah usaha AMD isi ulang telah sesuai atau melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, serta peranan pemerintah dalam rangka pengawasan.

Berdasarkan latar belakang diatas itulah sehingga penulis tertarik

untuk melakukan penelitian dalam skripsi dengan judul: “Perlindungan Hukum

terhadap Konsumen Air Minum Depot Isi Ulang “TOCA” di Wilayah Pesanggarahan”


(18)

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah

Dalam hal permasalahan, Bambang Sunggono menyebutkan bahwa : “Permasalahan merupakan kesenjangan antara apa yang seharusnya dengan apa yang sebenarnya, antara apa yang diperlukan dengan apa yang tersedia, antara harapan dengan capaian atau singkatnya antara das sollen

dengan das sein.”3 Berkenaan dengan definisi tersebut, dan mengingat luasnya cakupan masalah maka penelitian dibatasi pada bentuk Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembatasan masalah, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perlindungan hukum terhadap konsumen air minum depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan?

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi masyarakat terhadap pemilihan air minum depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan?

3. Bagaimana cara penyelesaian sengketa dalam usaha air minum depot isi ulang?

3

Bambang Sunggono, Metodologi Penelitian Hukum, (Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 103


(19)

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian

a. Untuk mengetahui perlindungan hukum terhadap konsumen air minum isi depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan di tinjau dari Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen dan kriteria air isi ulang yang memenuhi syarat kesehatan menurut Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum kaitannya dengan Usaha Air minum depot isi ulang.

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menjadi alasan masyarakat lebih memilih air minum isi depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan dibandingkan air minum dalam kemasan.

c. Untuk mengetahui cara penyelesaian sengketa dalam usaha depot air minum isi ulang.

2. Manfaat Penelitian

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat kepada seluruh kalangan akademisi bagi perkembangan ilmu hukum terutama perlindungan konsumen.

b. Bagi penulis, penelitian ini diharapkan menjadi proses dan hasil pengetahuan hukum perlindungan konsumen yang berguna dan menjadi aset pustaka untuk dilanjutkan pada penelitian yang sejenis khususnya mahasiswa hukum.


(20)

D. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam menjaga keaslian judul penulis ajukan, dalam skripsi ini perlu kiranya penulis lampirkan beberapa rujukan yang menjadi bahan pertimbangan, beberapa diantaranya:

Skripsi Theo Kharismajaya mahasiswa Universitas Jendral Soedirman

pada tahun 2013 dengan judul “ Pengawasan Dinas Kesehatan

Pemerintah Kabupaten Banyumas Terhadap Kualitas Air Minum Usaha Depot Air Minum Isi Ulang (Tinjauan Yuridis Pasal 10 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 736/MENKES/VI/2010) Yang mengambil titik fokus terhadap Pengawasan Kualitas air minum Dinas Kesehatan Kabupaten Banyumas.

Penelitian selanjutnya yang dijadikan tinjauan review studi terdahulu

adalah skripsi dengan judul “Penerapan Standard Mutu Air Minum Isi

Ulang Dalam Kaitannya dengan Perlindungan Hukum Bagi Konsumen di Kota Padang” yang disusun oleh Fatimah Indra, Fakultas Hukum Universitas Andalas Padang, yang mengambil titik fokus tentang penerapan standar mutu pada air isi ulang serta upaya dinas kesehatan di kota Padang.

E. Kerangka Konseptual

Dalam pembahasan kerangka konseptual, akan diuraikan beberapa konsep-konsep terkait terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu:


(21)

1. Perlindungan Konsumen

Pasal 1 angka 2 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) merumuskan bahwa konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.4 1 angka 1 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK) merumuskan Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.5

2. Konsumen

Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.6 Hal ini sesuai dengan ketentuan yang termaktub dalamPasal 1 ayat (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999.

3. Air

4

Yusuf shofie, Pelaku Usaha, konsumen dan Tindak pidana Korporasi (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2002) h. 14

5

Ahmadi Miru, dan Sutarman Yodo, HukumPerlindungan konsumen,(Jakarta: PT Raja Grafindo, 2004) h. 1

6

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta:PT Gramedia Widiasarana Indonesia, 2006)h. 2


(22)

Air merupakan senyawa kimia (H2O) yang selalu harus ada dan sangat dibutuhkan oleh semua makhluk hidup di dunia untuk melangsungkan kehidupannya.

4. Air Minum Isi Ulang

Air Minum Isi Ulang merupakan Home Industri dengan proses pengolahan air bersih menjadi air minum secara sederhana. Produk isi ulang berasal dari sumber air tanah yang kemudian dimuat dalam dalam sebuah penampungan (reservoir). Air tersebut kemudian disaring dan mengalami proses pengolahan yang disebut desinfeksi dengan cara ozonisasi (disterlisasi dengan gas O3 atau ozon) atau dengan pemaparan radiasi dengan sinar ultraviolet. Setelah menjalani proses yang berguna untuk membunuh bakteri-bakteri pantogen seperti bakter E. Coli, air minum tersebut baru di bawa ke depot-depot isi ulang.

F. Metode Penelitian 1. Tipe Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini adalah yuridis normatif. Penelitian yang didasarkan pada suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuwan hukum dari sisi normatifnya. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang meletakkan hukum sebagai bangunan sistem norma.7 Andras Albertus dan

7

Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan Empiris, (Yogyajakarta: Pustaka Pelajar, 2010) h. 34


(23)

Andi Prajitno mengutip Hans Kelsen dalam bukunya Teori Hukum Murni (2006), ilmu hukum berupaya memahami objeknya secara hukum, yakni dari sudut pandang hukum. Sedangkan memahami sesuatu secara hukum berarti memahami hukum, sebagai norma hukum atau sebagai muatan dari norma hukum, sebagaimana ditetapkan oleh norma hukum.

Sedangkan penelitian empiriknya disini yaitu meneliti beberapa Air Minum Depot Isi Ulang di Bintaro.

2. Pendekatan Masalah

Pendekatan dalam penelitian hukum ini menggunakan pendekatan perundang-undang (statute Approach) dan pendekatan konseptual (Conseptual Approach). Pendekatan perundang-undangan (Statute Approach) , adalah menelaah semua undang-undang dan regulasi yang berkaitan dengan perumusan masalah yang sedang ditangani. Adapun Undang-Undang yang digunakan penulis yaitu : 1) Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK), 2) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.

3. Bahan Hukum

Bahan hukum penelitian terdiri atas bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder dengan perincian sebagai berikut:

a. Bahan Hukum Primer terdiri atas Undang-Undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Yang bertujuan untuk


(24)

melengkapi dan mendukung data-data ini, agar penelitian menjadi lebih sempurna.

b. Bahan Hukum Sekunder diperoleh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari berbagai literatur yang terdiri dari dokumen-dokumen resmi, buku-buku, dan hasil penelitian yang mempunyai hubungan erat terhadap permasalahan yang diteliti. c. Bahan Hukum Tersier yaitu bahan hukum yang memberikan petunjuk dan

juga penjelasan terhadap data primer dan data sekunder yang berupa kamus, ensiklopedia, majalah, surat kabar dan jurnal-jurnal, serta laporan-laporan ilmiah yang akan dianalisis dengan tujuan untuk lebih memahami dalam penelitian ini.

4. Analisis bahan hukum

Adapun analisis bahan hukum yang diperoleh bersifat perspektif memberi petunjuk atau bergantung pada ketentuan yang berlaku, dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang telah dirumuskan sesuai dengan batasan yang telah dibuat. Cara pengolahan bahan hukum dianalisis untuk melihat seberapa besar dan jauhnya perlindungan hukum terhadap konsumen dalam Mengkonsumsi Air Minum Depot Isi Ulang.

5. Metode penulisan

Dalam penyusunan penelitian ini penulis menggunakan metode penulisan sesuai dengan sistematika penulisan yang ada pada Buku Pedoman


(25)

Penulisan Skripsi, Fakultas Syari’ah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, tahun 2012.

G. Sistematika Penulisan

Dalam penulisan penelitian ini, penulis menyajikan dalam 5 (lima) bab, dengan harapan dengan adanya sistematika ini dapat membantu dan memudahkan untuk mengetahui dan memahaminya. Adapun sistematika yang dimaksud adalah sebagai berikut.

Bab pertama, pendahuluan yang meliputi Latar Belakang Masalah, Batasan dan Rumusan Masalah, Tujuan dan manfaat Penelitian, Kerangka Konseptual, Review Kajian Terdahulu, Metode Penelitian serta Sistematika Penulisan.

Bab kedua, berisi tentang uraian kerangka teori mengenai Pengertian Perlindungan Konsumen, ruang lingkup hak-hak konsumen, tujuan dan pelaku usaha. Juga dibahas mengenai kewajiban dan tanggung jawab pelaku usaha.

Bab ketiga, penulis akan menguraikan Profil usaha depot air minum isi

ulang “TOCA”, sejarah Sejarah Singkat Usaha Depot Air Minum Isi Ulang

“TOCA”, Lokasi Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”, Struktur


(26)

Bab keempat, penulis akan menganalisis tentang perlindungan hukum terhadap konsumen air minum isi depot isi ulang “TOCA” di wilayah Pesanggrahan, faktor-faktor yang mempengaruhi masyarakat di wilayah Pesanggrahan terhadap pemilihan air minum isi depot isi ulang “TOCA”, serta penyelesaian sengketa dalam usaha air minum depot isi ulang.

Bab kelima, Bab ini merupakan penutup yang berisikan kesimpulan dan Saran.


(27)

BAB II

TINJAUAN UMUM PERLINDUNGAN KONSUMEN TERKAIT USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG

A. Hukum Perlindungan Konsumen

Setiap manusia pada dasarnya membutuhkan barang dan/atau jasa untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan manusia sangat beraneka ragam dan dapat dibedakan atas berbagai macam kebutuhan. Jika dilihat dari tingkatannya, maka kebutuhan konsumen dapat terbagi menjadi tiga yaitu kebutuhan primer, sekunder, dan tersier. Selain itu, kebutuhan manusia juga dapat dibagi menjadi kebutuhan jasmani dan rohani.

Dengan adanya bermacam-macam dan berbagai jenis kebutuhan tersebut maka setiap manusia akan berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa barang maupun jasa. Berbagai kebutuhan tersebut ditawarkan oleh pelaku usaha sehingga tercipta hubungan timbal balik antara konsumen dan pelaku usaha serta saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Aneka ragam barang dan/atau jasa yang ditawarkan oleh para pelaku usaha kepada konsumen sebagai sebuah hubungan timbal balik.1

Terdapat saling ketergantungan dan membutuhkan antara konsumen dan pelaku usaha, sehingga sudah seharusnya kedudukan konsumen dan pelaku usaha berada pada posisi yang seimbang. Konsumen seringkali berada

1

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1989)h. 43


(28)

pada posisi yang seimbang. Namun dalam kenyataannya, kedudukan konsumen dan pelaku usaha tidaklah seimbang. Konsumen seringkali berada pada posisi atau kedudukan yang lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha.2

Dari uraian di atas, dapat diketahui bahwa kedudukan konsumen berada pada posisi yang lebih lemah bila dibandingkan dengan kedudukan pelaku usaha. Ketidakseimbangan kedudukan antara konsumen dan pelaku usaha inilah yang menyebabkan pentingnya suatu perlindungan konsumen ditegakkan dan dilaksanakan sesuai dengan peraturan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen sehingga konsumen berada pada posisi yang seimbang dengan kedudukan pelaku usaha.

B. Sejarah perkembangan Hukum Perlindungan Konsumen

Sejarah historis perlindungan konsumen diawali dengan adanya gerakan-gerakan konsumen pada diakhir abad ke-19 yaitu saat terbentuknya liga konsumen untuk pertama kalinya di New York pada tahun 1891.3 Dalam perkembangannya gerakan konsumen yang bangkit, tidak hanya dinegara maju saja tetapi juga menyebar sampai ke negara dunia ketiga. Organisasi-organisasi konsumen bersama Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) juga

2

Zumrotin K Susilo, Penyambung Lidah Konsumen (Jakarta, Puspa Suara, 1996)h. 11-14

3

Gunawan Widjaja dan Ahmad Yani, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003)h. 12


(29)

semakin diperhitungkan keadannya. Mereka ikut dilibatan dalam perundiingan organisasi perdagangan dunia (WTO). Kebijakan konsumen dan proteksi kesehatan konsumen saat ini sudah terintegrasi di banyak negara, termasuk negara dunia ketiga.

Dalam perkembangan hukum perlindungan konsumen, telah diatur dalam resolusi PBB Nomor 39/248 tahun 1985. Dalam resolusi ini kepentingan konsumen yang harus dilindungi meliputi:4

a. Perlindungan konsumen dari bahaya-bahaya terhadap kesahatan dan keamanan.

b. Promosi dan perlindungan kepentingan sosial ekonomi konsumen.

c. Tersedianya informasi yang memadai bagi konsumen untuk memberikan kemampuan mereka dalam melakukan pilihan yang tepat sesuai dengan kehemdak dan kebutuhan produk.

d. Pendidikan konsumen.

e. Tersedianya upaya ganti rugi yang efektif

f. Kebebasan untuk membentuk organisasi konsumen.

Sebelum lahirnya Undang-undang tentang perlindungan konsumen, terdapat beberapa aturan yang berhubungan dengan konsumen namun masih dalam pengertian konsumen secara luas, seperti Undang-Undang Nomor 10 tahun 1961 tentang barang, Undang-undang Nomor 9 tahun 1960 tentang

4

Yusuf Shofie, Percakapan Tentang Pendidikan Konsumen Dalam Kurikulum Fakultas (Jakarta:YLKI, 1998)h. 3


(30)

Pokok-pokok kesehatan, Undang-undang Nomor 2 tahun 1996 tentang hygiene, dan lain-lain. Peraturan-peraturan tersebut secara tidak langsung memberi perlindungan kepada masyarakat termasuk pengertian konsumen tetapi belum mengatur secara khusus dinyatakan dalam fungsinya sebagai konsumen.5

Konsumen yang keberadaannya sangat tidak terbatas dengan strata yang sangat bervariasi menyebabkan produsen melakukan kegiatan pemasaran dan distribusi produk barang atau jasa dengan cara seefektif mungkin agar dapat mencapai konsumen yang sangat majemuk tersebut. untuk itu semua cara pendekatan diupayakan sehingga mungkin menimbulkan berbagai dampak, termasuk keadaan yang menjurus pada tindakan yang bersifat negatif bahkan tidak terpuji yang berawal dari itikad buruk. Dampak yang lazim terjadi, antara lain menyangkut kualitas, atau mutu barang, informasi yang tidak jelas bahkan menyesatkan pemalsuan dan sebagainya.6

Masalah perlindungan konsumen baru mulai terdengar pada tahun 1970-an di Indonesia yang ditandai dengan lahirnya Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) pada Mei 1973.7 Sejak saat itu suara untuk

5

Badan pembinaan Hukum Nasional Departemen Kehakiman (BPHN), Simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen (Jakarta: Binacipta, 1986)h.23

6

Celina Tri Siwi Kritiyanti, Hukum Perlindungan konsumen, (Malang: Sinar Grafik, 2011)h. 5-6

7


(31)

melindungi konsumen dan mewujudkan Undang-Undang Perlindungan Konsumen makin gencar dilakukan

C. Ruang Lingkup Hukum Perlindungan Konsumen

Ruang lingkup hukum perlindungan konsumen sulit dibatasi hanya dengan menampungnya dalam satu jenis undang-undang, seperti Undang-undang tentang Perlindungan konsumen selalu berhubungan dan berinteraksi dengan berbagai bidang dan cabang hukum lain, karena pada tiap bidang dan

cabang hukum senantiasa terdapat pihak yang berpredikat “konsumen”.8

Konsumen diartikan tidak hanya individu (orang), tetapi juga suatu perusahaan yang menjadi pembeli atau pemakai terakhir. Adapun yang menarik disini, konsumen tidak harus terikat dalam hubungan jual beli sehingga dengan sendirinya konsumen tidak identik dengan pembeli.9

D. Definisi Perlindungan Konsumen

Dalam ketetapan MPR tahun 1993 terdapat arahan mengenai perlindungan konsumen yaitu melindungi kepentingan produsen dan konsumen. Berdasarkan arahan tersebut maka terdapat dua hal yang perlu mendapat perhatian yaitu adanya kelompok masyarakat produsen serta kelompok perlu untuk dilindungi.10 Arahan ketetapan MPR tersebut terdapat

8

Shidarta, Hukum Perlindungan Konsumen Indonesia, (Jakarta:PT. Grasindo, 2006)h. 1

9

Ibid.,h. 4

10

Az Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media, 2006), h.34


(32)

pengertian mengenai hukum konsumen yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur hubungan dan masalah penyediaan dan penggunaan produk (barang dan/atau jasa) antara penyedia dan penggunanya, dalam kehidupan bermasyarakat.11

Berdasarkan Pasal 1 angka 1 UUPK disebutkan bahwa Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Kepastian hukum untuk melindungi konsumen yang diperkuat oleh UUPK memberi harapan agar para pelaku usaha tidak lagi bertindak sewenang-wenang sehingga dapat merugikan hak-hak konsumen. Selain itu dengan adanya UUPK dan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan konsumen memiliki posisi berimbang.

E. Pihak-pihak dan istilah yang terkait dengan Hukum Perlindungan Konsumen

1. Konsumen

Istilah konsumen berasal dari kata consumer (Inggris-Amerika) atau

consument/konsument (Belanda). Secara harfiah arti kata consumer adalah “(lawan dari produsen) setiap orang yang menggunakan barang”.

11


(33)

Sedangkan menurut kamus Inggris-Indonesia consumer adalah “pemakai atau konsumen”12

Pasal 1 angka (2) Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 mendefinisikan konsumen sebagai berikut:

Setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.

Bila dilihat dari pengertian di atas, maka terdapat 4 (empat) unsur utama yang membentuk pengertian konsumen, yaitu:

1. Setiap orang

Yang dimaksud dengan setiap orang yaitu perorangan bukan badan hukum atau pribadi hukum.

2. Pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat

Barang dan/atau jasa yaitu dapat diperoleh ditempat umum, misalnya pasar, supermarket dan toko.

3. Untuk kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain atau makhluk hidup lain.

Barang dan/atau jasa yang digunakan, dipakai, dimanfaatkan untuk kepentingan konsumen dan keluarga konsumen, orang lain (teman) dan makhluk hidup (binatang peliharaan).

12

John M Echols dan Hasan Sadily, Kamus Inggris-Indonesia (Jakarta:Gramedia 1986)h.124


(34)

4. Tidak untuk diperdagangkan

Barang dan/atau jasa digunakan, dimanfaatkan tidak untuk tujuan komersil.

Pengertian konsumen sesungguhnya dapat terbagi dalam tiga bagian, terdiri atas:

a. Konsumen dalam arti umum, yaitu pemakai, pengguna dan/atau jasa pemanfaat barang dan/atau jasa untuk tujuan tertentu.

b. Konsumen antara, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan /atau jasa untuk diproduksi (produsen) menjadi barang dan/atau jasa lain atau untuk memperdagangkan (distributor), dengan tujuan komersil.

c. Konsumen akhir, yaitu pemakai, pengguna dan/atau pemanfaat barang dan/atau jasa konsumen untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri, keluarga atau rumah tangganya dan tidak untuk diperdagangkan kembali.

Selanjutnya istilah konsumen yang digunakan dalam bab ini dan bab-bab selanjutnya adalah konsumen dalam pengertian konsumen akhir.

a) Hak dan Tanggung Jawab Konsumen 1. Hak-Hak Konsumen

Hak-hak konsumen dalam praktek sehari-hari sering diabaikan dan tidak ditetapkan sebagaimana mestinya. Hal ini disebabkan


(35)

karena ketidaktahuan atau keengganan konsumen untuk memanfaatkannya. Di lain pihak, masih banyak produsen yang bertindak semerta-merta dibalik ketidakberdayaan dan ketidaktahuan konsumen tersebut.

Menurut kamus bahasa Indonesia, hak adalah kekuasaan untuk berbuat sesuatu karena telah ditentukan oleh Undang-undang atau kekuasaan yang benar atas sesuatu atau menuntut sesuatu. Sedangkan Soerjono Soekanto, dan Purnadi Purwacaraka, dalam

bukunya “sendi-sendi ilmu hukum dan tata hukum”, hak adalah

peranan atau rule yang bersifat fakultatif karena boleh tidak dilaksanakan.13

Hak-hak yang dapat melindungi konsumen tersebut diperjuangkan oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), dikenal dengan nama Panca Hak Konsumen yang terdiri atas:14

a. Hak konsumen mendapatkan keamanan

Konsumen memiliki hak untuk memperoleh perlindungan atas keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi suatu barang dan/atau jasa tertentu apabila terjadi suatu hal yang dapat

13

Purnadi Purbacaraka dan Soerjono Soekanto, Sendi-Sendi Ilmu Hukum dan Tata Hukum... ... ...h. 41

14


(36)

membahayakan kesehatan dan keamanan tubuh, serta keselamatan jiwanya.

b. Hak untuk mendapatkan informasi yang benar

Konsumen memiliki hak untuk mendapatkan informasi yang benar, jujur serta lengkap dari suatu produk barang dan/atau jasa. Hak ini merupakan perlindungan bagi konsumen terhadap informasi yang mengetahui, menyesatkan, dan menipu.

c. Hak untuk memilih

Konsumen memiliki hak untuk memilih barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, namun konsumen tetapp mendapatkan jaminan mutu dan pelayanan yang memuaskan. Dengan pemenuhan hak ini diharapkan konsumen terhindar dari kerugian.

d. Hak untuk didengar

Konsumen berhak untuk menyampaikan pendapat dan masalahnya secara pribadi atau bersama-sama, baik mengenai hal-hal yang merugikan mereka maupun hal-hal yang dianggap dapat menimbulkan kerugian bagi diri mereka.

e. Hak untuk mendapatkan produk barang dan/atau jasa sesuai dengan nilai tukar yang diberikan

Dengan hak ini berarti konsumen harus dilindungi dari permainan harga yang tidak wajar. Dengan kata lain, kuantitas dan kualitas


(37)

barang dan/atau jasa yang dikonsumsi harus sesuai dengan nilai uang yang dibayar sebagai penggantinya.

f. Hak untuk mendapatkan ganti kerugian

Jika konsumen merasakan kuantitas dan kualitas barang dan/atau jasa yang dikonsumsinya tidak sesuai dengan nilai tukar yang diberikannya, ia berhak mendapatkan ganti kerugian yang pantas. g. Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum

Hak untuk mendapatkan penyelesaian hukum ini sebenarnya meliputi juga hak untuk mendapatkan ganti kerugian, tetapi kedua hak tersebut tidak berarti identik. Untuk memperoleh ganti kerugian, konsumen tidak selalu harus menempuh upaya hukum terlebih dahulu.

h. Hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat Hak konsumen atas lingkungan yang baik dan sehat merupakan hak yang diterima sebagai salah satu hak dasar konsumen oleh berbagai organisasi konsumen di dunia. Lingkungan hidup yang baik dan sehat berarti sangat luas, dan setiap makhluk hidup adalah konsumen atas lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup meliputi lingkungan dalam arti fisik dan lingkungan nonfisik i. Hak untuk dilindungi dari akibat negatif persaingan curang Persaingan curang atau dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1999 disebut dengan “persaingan usaha tidak sehat” dapat terjadi


(38)

jika seorang pengusaha berusaha menarik langganan atau klien pengusaha lain untuk memajukan usahanya atau memperluas penjualan atau pemasarannya dengan menggunkan alat atau sarana yang bertentangan dengan itikad baik dan kejujuran dalam pergaulan ekonomi

j. Hak untuk mendapatkan pendidikan konsumen

Masalah perlindungan konsumen di Indonesia termasuk masalah yang baru. Oleh karena itu, wajar bila masih banyak konsumen yang belum menyadari hak-haknya. Kesadaran akan hak tidak dapat memungkiri sejalan dengan kesadaran hkum. Makin tinggi tingkat kesadaran hukum masyarakat, makin tinggi penghormatannya pada hak-hak dirinya dan orang lain.

2. Tanggung jawab Konsumen

Selain memiliki hak, selagi subjek hukum konsumen juga memiliki tanggung jawab yang harus dilaksanakannya. Dalam melaksanakan tanggung jawabnya, terkandung pemenuhan kewajiban bagi konsumen yang harus dilaksanakannya sebelum menuntut hak-hak sebagai konsumen.

Kewajiban konsumen yaitu membayar harga barang dan/atau jasa yang telah dibelinya dalam setiap transaksi sesuai dengan kesepakatan antara konsumen dengan produsen atau pengusaha. 5


(39)

(lima) hal yang merupakan tanggung jawab konsumen sebagai ikhtiar tercapainya perlindungan konsumen adalah:15

a. Bersikap kritis

Sikap kritis dalam berkonsumsi merupakan suatu sikap hidup yang baik untuk menghindarkan kerugian serta penyesalan yang mungkin timbul di kemudian hari. Konsumen sangat diharapkan dapat bertanggung jawab untuk bertindak lebih waspada dan kritis, baik terhadap harga maupun mutu barang dan/atau jasa yang digunakan, serta akibat lain yang mungkin ditimbulkan. b. Berani bertindak

Keberanian konsumen bertindak atas dasar kesadaran diri sendiri, bertujuan untuk memperkuat posisi konsumen agar konsumen diperlakukan secara adil oleh produsen atau pengusaha, serta mendapat perhatian lebih dari pemerintah.

c. Memiliki kepedulian sosial

Perilaku berkonsumsi konsumen hendaknya tidak berlebihan agar tidak menimbulkan kecemburuan sosial. Konsumen perlu mempertimbangkan dan memperhitungkan pula dampaknya terhadap lingkungan hidup.

15

Imam Baehaqie Abdullah, et al, menggugat Hak-Panduan Konsumen Bila Dirugikan, (Jakarta:YLKI,1990)h. 12


(40)

d. Tanggung jawab terhadap lingkungan hidup

Dalam mengkonsumsi sesuatu barang dan/atau jasa, khususnya yang mempunyai akses bagi pencemaran alam sekitar. Hendaknya konsumen mempertimbangkan pula dampaknya terhadap lingkungan hidup.

e. Memiliki rasa setia kawan

Rasa setia kawan diperlukan dalam rangka menggalang kekuatan guna mempengaruhi dan memperjuangkan kepentingn-kepentingan konsumen. Tujuannya agar produsen atau pedagang tidak lagi dapat berbuat seenaknya terhadap konsumen, sehingga diharapkan hak-hak konsumen dapat lebih terlindungi dan kerugian konsumen dapat diminimalisasi.

Selain itu, mengenai kewajiban konsumen juga diatur dalam pasal 5 Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, antara lain mengikuti petunjuk pemakaian barang dan/atau jasa, beritikad baik dalam melakukan transaksi, membayar sesuai nilai tukar yang disepakati serta mengikuti upaya penyelesaian sengketa secara patut.

2. Pelaku Usaha

Istilah pelaku usaha umumnya dikenal dengan sebutan pengusaha. Pengusaha adalah setiap orang atau badan usaha yang menjalankan usaha memproduksi, menawarkan, menyampaikan atau mendistribusikan suatu


(41)

produk kepada masyarakat luas selaku konsumen. Pengusaha memiliki arti yang luas, tidak semata-mata membicarakan produsen, tetapi juga pedagang perantara atau pengusaha.16 Sedangkan pengertian pelaku usaha menurut Pasal 1 angka (3) Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen adalah:

Setiap orang perseorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

Bila dilihat dari pengertian diatas, maka terdapat (empat) unsur yang terkandung dalam pengertian pelaku usaha, yaitu:

a. Setiap orang perseorangan atau badan usaha

Yang termasuk badan usaha menurut pengertian ini adalah badan usaha yang berbentuk badan hukum dan tidak berbadan hukum.

b. Secara sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian Beberapa macam pelaku usaha, yaitu:

1. Orang perorangan

16

Mariam Darus, Perlindungan Konsumen dilihat dari perjanjian baku (standar) Kertas Kerja pada simposium Aspek-Aspek Hukum Masalah Perlindungan Konsumen, (Jakarta:1980)h. 57


(42)

2. Badan usaha

3. Orang perseorangan dengan orang perseorangan lain 4. Orang perseorangan dengan badan usaha

5. Badan usaha dengan badan usaha

Yang termasuk kegiatan usaha melalui perjanjian adalah huruf C sampai dengan E

c. Menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi terdapat batasan yang membedakan antara pelaku usaha dengan pelaku usaha kegiatan lain, yaitu yang dimaksud dengan pelaku usaha adalah mereka yang menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.

d. Didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Repulik Indonesia.

Maksutnya adalah orang perseorangan atau badan hukum tersebut berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum Negara Republik Indonesia. Khusus badan usaha, tidak harus didirikan dan berkedudukan di wilayah Republik Indonesia.

Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) menyebutkan tiga kelompok pengusaha (pelaku usaha, baik privat maupun publik). Tiga kelompok pelaku usaha tersebut terdiri dari:


(43)

a. Investor, yaitu pelaku usaha penyedia dana untuk membiayai berbagai kepentingan usaha. Seperti perbankan, penyediaan dana dan lain sebagainya.

b. Produsen, yaitu pelaku usaha yang membuat, memproduksi barang dan/atau jasa dari barang dan/atau jasa-jasa lain (bahan baku, bahan tambahan atau bahan-bahan lainnya). Seperti badan usaha/perorangan yang berkaitan dengan pangan, sandang, obat-obatan dan lain sebagainya.

c. Distributor, yaitu pelaku usaha yang mendistribusikan atau memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut kepada masyarakat, seperti pedagang retail, toko, supermarket, pedagang kaki lima dan lain sebagainya.

Pelaku usaha dan konsumen merupakan para pihak yang saling membutuhkan satu dengan yang lainnya. Pelaku usaha menyadari bahwa kelangsungan hidup usahanya tergantung pada konsumen. Demikian juga halnya konsumen yang tergantung pada pelaku usaha dalam pemenuhan kebutuhannya. Oleh karena itu, keseimbangan dalam berbagai segi menyangkut kepentingan kedua belah pihak merupakan hal yang ideal.


(44)

1. Hak-hak pelaku usaha

Dalam menjalankan usahanya, pelaku usaha memiliki hak untuk memproduksi suatu arang dan/atau jasa sesuai dengan keahlian dan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat selaku konsumen.

Berdasarkan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, dalam Pasal 6 diatur mengenai hak-hakk pelaku usaha, antara lain hak untuk menerima pembayaran sesuai dengan kesepakatan, mendapatkan perlindungan hukum, melakukan pembelaan diri dan rehabilitasi nama baik serta hak-hak lainnya yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

2. Tanggung Jawab Pelaku Usaha

Dalam memproduksi barang dan/atau jasa, pelaku usaha tidak hanya semata-mata mencari keuntungan yang sebesar-besarnya tapi juga harus memperhatikan kepentingan konsumen. Oleh karena itu, selain memiliki hak, pelaku usaha juga dituntut akan tanggung jawabnya. Pelaku usaha bertanggung jawab atas hasil produksinya baik berupa barang maupun jasa.

Dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 pasal 7 menjelaskan mengenai kewajiban pelaku usaha. Antara lain adalah beritikad baik dalam menjalankan usahanya, memberi informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen, melayani konsumen tanpa


(45)

diskriminasi, menjamin mutu barang dan/atau jasa produksinya, memberi jaminan garansi serta memberi kompensasi atau ganti rugi kepada konsumen yang dirugikan.

3. Pemerintah

Pemerintah memiliki peranan penting dalam upaya melindungi konsumen. Dalam hal ini, peranan pemerintah dapat berupa pembentukan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan usaha untuk melindungi kepentingan konsumen dan juga melakukan fungsi pembinaan dan pengawasan.

Kepastian hukum itu meliputi segala upaya berdasarkan hukum untuk memberdayakan konsumen memperoleh atau menentukan pilihannya atas barang dan/atau jasa kebutuhannya serta mempertahankan atau membela hak-haknya apabila dirugikan oleh perilaku pelaku usaha penyedia kebutuhan konsumen tersebut. sedangkan pemberdayaan konsumen itu adalah dengan meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandiriannya melindungi diri sendiri sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan menghindari berbagai ekses negatif pemakaian, penggunaan dan pemanfaatan barang dan/atau jasa kebutuhannya.17

4. Barang dan/atau Jasa

Istilah barang dan/atau jasa merupakan pengganti dari kata produk. Sedangkan kata produk itu sendiri berasal dari bahasa Inggris yaitu

17


(46)

product” Menurut Philip Kotler, yang dimaksud dengan produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke dalam pasar untuk diperhatikan, dimiliki, dipakai atau dikonsumsi sehingga dapat memuaskan suatu keinginan atau suatu kebutuhan.18

Menurut Pasal 1 angka 4 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, yang dimaksud dengan barang adalah:

Setiap benda baik berwujud, baik bergerak maupun tidak bergerak, dapat dihabiskan maupun tidak dapat dihabiskan, yang dapat untuk diperdagangkan, dipakai, dipergunakan, atau dimanfaatkan oleh konsumen.

Sedangkan menurut Pasal 1 angka 5 yang dimaksud dengan jasa adalah:

Setiap layanan yang berbentuk pekerjaan atau prestasi yang disediakan bagi masyarakat untuk dimanfaatkan oleh konsumen.

Dalam penulisan ini, istilah yang akan digunakan adalah barang dan/atau jasa sebagai pengganti kata produk, yaitu seperti yang digunakan dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

18

Philip Kotler, Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan Implementasi, dan Pengendalian (Marketing Management, Analysis, Planning, Implementation, and Control), diterjemahkan oleh Adi Zakaria, vol. II (Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 1993), h. 194


(47)

F. Kondisi Perlindungan Hukum Konsumen di Indonesia

Sebelum lahirnya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, kepentingan konsumen seringkali terabaikan karena posisinya yang lemah bila dibandingkan dengan pelaku usaha. Setelah lahirnya Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka kepentingan konsumen mulai dapat terlindungi dengan jaminan kepastian hukum.

Posisi konsumen di Indonesia masih sangat lemah apabilaq dibandingkan dengan pelaku usaha. Alasan utamanya adalah karena belum adanya hukum yang memadai untuk melindungi konsumen. Walaupun pemerintah telah mengeluarkan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, namun didalam pasal tersebut masih memiliki beberapa kelemahan sehingga kepentingan konsumen belum dapat terlindungi sepenuhnya.

G. Asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen

Asas mengandung arti dasar, dasar cita-cita atau hukum dasar. Sedangkan tujuan berarti arah, haluan atau maksud.19 Lima asas yang terkandung dalam perlindungan konsumen, yaitu:

19

Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan pengembangan bahasa, kamus besar bahasa indonesia, cet IV, (Jakarta:Balai pustaka, 1990)h. 52 dan 965.


(48)

1. Asas Manfaat

Untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan dan pelaku usaha secara keseluruhan.

2. Asas keadilan

Agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

3. Asas keseimbangan

Untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

4. Asas keamanan dan keselamatan konsumen

Untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

H. Tinjauan Umum depot Air minum isi ulang

Untuk memberikan definisi DAM isi ulang, kita harus mengetahui terlebih dahulu pengertian air sebagai bahan dasar dalam usaha DAM isi ulang. Pengertian air yang dimaksud yaitu air bersih dan air minum.

Menurut Pasal 1 ayat (2) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, bahwa yang dimaksud air minum


(49)

adalah air yang melalui proses pengolahan atau tanpa proses pengolahan yang memenuhi syarat kesehatan dan dapat langsung diminum.

Dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum pengertian Depot Air Minum yang selanjutnya disingkat DAM adalah usaha yang melakukan proses pengolahan air baku menjadi air minum dalam bentuk curah dan menjual langsung kepada konsumen.

I. Pokok-pokok konsep pengaturan Air Minum Depot Isi Ulang

Dalam usaha AMD isi ulang terdapat beberapa pokok-pokok konsep pengaturan sehingga produk air minum yang dihasilkan oleh pengusaha AMD isi ulang, dapat memenuhi standar serta persyaratan kualitas air minum yang layak dan aman untuk dikonsumsi.

1. Persyaratan dan Lokasi usaha AMD isi Ulang

a. AMD isi ulang wajib memiliki: 1). Izin usaha industri atau tanda daftar industri dan surat izin usaha perdagangan (SIUP), 2). Surat izin pengambilan air atau surat jaminan pasokan air baku dari PAM atau perusahaan lain yang memiliki izin pengambilan air dari instansi yang berwenang, 3). Sertifikat hasil uji produk air minum yang dihasilkan dari laboratorium yang telah terakreditasi atau ditunjuk oleh menteri. b. AMD isi ulang harus berada di lokasi yang diizinkan oleh pemerintah


(50)

2. Air baku, proses pengolahan dan mesin atau peralatan

Air baku adalah air bersih yang telah memenuhi persyaratan kualitas air bersih. Sebagai asal bahan baku AMD isi ulang, setidaknya ada 3 sumber yaitu berasal dari mata air pegunungan atau mata air PAM yang siap minum, air tanah dan air PAM kategori sebagai air bersih.20

Produksi AMD isi ulang yang dilakukan sendiri secara home industri,biasanya menggunakan peralatan yang sederhana, yaitu: a). Air baku yang digunakan AMD isi ulang harus memenuhi standar mutu sesuai peraturan menteri kesehatan, b). Pada dasarnya proses pengolahan AMD isi ulang meliputi penampungan air baku, penyaringan (filterisasi), deinfeksi (sinar ultra violet dan ozon guna sterilisasi) untuk pemanasan dan pengisian, c). AMD isi ulang wajib memenuhi ketentuan teknis pedoman cara berproduksi yang baik.

3. Mutu air minum

Produk AMD isi ulang harus memiliki kualitas dan mutu air yang sehat yaitu jernih, tidak berbau, tidak bewarna dan bebas dari semua jenis bakteri berbahaya.

20 Sularsi, “mewaspadai Depot Air Minum Isi Ulang”


(51)

4. Wadah

Menurut kamus Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan wadah adalah tempat untuk menaruh atau menyimpan sesuatu.21 Untuk menyimpan air yang dibeli dari depot air minum maka diperlukan wadah yang bersih. Pembeli dapat membawa wadah untuk menampung atau menyimpan air yang dibeli dari depot air minum. Selain itu, pelaku usaha AMD isi ulang juga dapat menyediakan wadah. Namun, dalam usaha AMD isi ulang, produk air minumnya tidak boleh diisi dalam wadah terlebih dahulu (dikemas) dan kemudian baru diperdagangkan, melainkan AMD isi ulang baru diisi atau dimasukkan ke dalam kemasan pada saat konsumen membeli produk AMD isi ulang.

5. Pemasaran

Dalam pemasarannya, produk AMD isi ulang berbeda dengan produk AMDK. AMD isi ulang hanya dapat dipasarkan lokal didaerah setempat sedangkan produk AMDK dapat dipasarkan secara nasional.

21

Tim Penyusun Kamus Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Bahasa Indonesia, Edisi 2 Cet. 4, (Jakarta:Balai Pustaka,1995)


(52)

41

BAB III

PROFIL USAHA DEPOT AIR MINUM ISI ULANG “TOCA”

A. Sejarah Singkat Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”

Depot Air Minum “TOCA” pertama kali di dirikan pada tanggal 24

September 2004 oleh Bapak Tom Rollick (Pelaku Usaha). Depot air minum isi ulang “TOCA” beralamat di Jl. Damai No. 76 RT. 011/ RW. 002 Kelurahan Petukangan Selatan Kecamatan Pesanggrahan Jakarta Selatan.1

Awalnya Bapak Tom Rollick sempat bekerja beberapa tahun sebagai karyawan di salah satu perusahaan swasta Vendor Telkom, setelah lama bekerja Bapak Tom Rollick memiliki ide untuk membuka usaha, beberapa kali mencoba buka usaha setelah beliau berhenti bekerja mulailah Bapak Tom Rollick memiliki keinginan untuk membuka usaha depot air minum isi ulang, alasan utama pelaku usaha dalam mendirikan usaha AMD isi ulang ini karena

menurut beliau “tidak ada seorang pun yang tidak membutuhkan air, dan air

selalu menjadi hal yang paling utama dalam kehidupan sehari-hari”.

B. Perkembangan Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”

Membangun usaha AMD isi ulang tidak semudah yang dibayangkan karena dari pengurusan surat izin usaha perdagangan dari pemerintah setempat, sampai melalui uji laboratorium oleh Departemen Kesehatan untuk standart kualitas air minum sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan (2) Peraturan

1

Sebagaimana dijelaskan Bpk. Tom Rhollick selaku Pelaku Usaha dalam wawancara pribadi di Depot Air “TOCA” pesanggrahan, Jakarta pada Kamis, 23 April 2015.


(53)

Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Serta mengenai persyaratan hiegene sanitasi yang harus sesuai dengan pasal 3 ayat (1) Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Namun semua itu dilalui dengan baik hingga bertahan sampai sekarang. persaingan usaha depot air minum isi ulang pun tidak menjadikan masalah serius menurut pelaku usaha. usaha yang berdiri sejak tahun 2003 ini sudah banyak memiliki banyak pelanggan dan dan sistem pemasaran yang baik dilakukan dalam menjalankan usahanya, menambahkan adanya promosi-promosi hadiah juga dilakukan oleh bapak Tom Rollick untuk tetap menjaga kenyamanan pelanggan, berkat semua usahanya Bapak Tom Rollick mendapatkan penghasilan yang cukup banyak sehari, pelaku usaha bisa menjual 125 galon air minum seharga Rp. 4000/galon dengan menghasilkan sebesar Rp. 500.000/hari.

Pasokan air minum yang digunakan oleh pelaku usaha adalah pasokan

air yang dikirim langsung dari Sukabumi “Fadil Water Mineral” yang diyakini

pelaku usaha teruji paling baik. Bapak Tom Rollick mengaku bahwa selama ini konsumen tidak ada keluhan mengenai air minum isi ulang yang di produksinya, hanya saja ada keluhan-keluhan mengenai fasilitas pesan antar yang agak lama, bukan permasalahan yang terlalu serius dalam menjalankan usaha ini, permasalahan ini terjadi dikarenakan pasokan air habis dan keterlambatan pasokan air masuk biasanya karena mobil pasokan air terkena


(54)

macet. Sesuai dengan perkembangan usahanya, bapak Tom Rollick memiliki

2 (dua) depot air minum isi ulang “TOCA”.

C. Visi Dan Misi Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”

Setiap pengusaha pasti memiliki visi dan misi dalam menjalankan usahanya, visi merupakan tonggak yang menjad awal terciptanya berbagai rencana-rencana yang akan dilakukan. Sementara misi adalah strategi yang ingin dicapai guna mewujudkan visi yang diimpikan. Adapun visi dan misi depot air minum isi ulang “TOCA” adalah sebagai berikut:

1. Visi

a. Depot air minum isi ulang “TOCA” ingin menjadi depot air minum

yang terdepan dan dapat menguasai pangsa pasar khususnya diwilayah pesanggrahan dan sekitarnya.

b. Mengutamakan pelayanan yang berfokus pada kepuasan konsumen 2. Misi

a. Menjadikan depot air minum isi ulang “TOCA” pilihan nomor 1 oleh

konsumen khususnya di wilayah pesanggrahan dan sekitarnya.

b. Memberikan air minum yang baik, berkualitas dan hiegenis dengan harga murah dan terjangkau

D. Struktur Organisasi Usaha Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”

Penyususan suatu struktur organisasi usaha depot air minum isi ulang

“TOCA”, yaitu:


(55)

2. Teknisi: Murry

3. Bagian Operasional 1: Wawan 4. Bagian operasional 2: Doni

E. Aktifitas Depot Air Minum Isi Ulang “TOCA”

Depot air minum isi ulang “TOCA” merupakan usaha yang bergerak dalam bidang penjualan air minum bersih. Depot air minum isi ulang dibuka pukul 08.00 s/d 20.00. depot air minum isi ulang “TOCA” memiliki 2 unit sepeda motor untuk fasilitas jasa pesan antar.


(56)

45

DEPOT AIR MINUM ISI ULANG “TOCA”

A. Permasalahan Yang Dihadapi Konsumen Terhadap Munculnya Usaha DAM isi ulang

Usaha AMD isi ulang merupakan salah satu bidang usaha penyediaan air minum bagi masyarakat. Pelaku usaha AMD isi ulang dalam menyediakan produk air minum, melakukan proses pengolahan air bersih menjadi air minum dan menjualnya secara langsung kepada konsumen di lokasi pengolahan. Produk air minum yang di jual kepada konsumen tersebut harus layak dikonsumsi, yaitu harus memenuhi persyaratan air minum dan juga standar kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah.

Permasalahan yang seringkali dihadapi oleh konsumen berkaitan dengan adanya AMD isi ulang yaitu mengenai standar kesehatan yang tidak sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum. Namun demikian, seringkali produk DAM isi ulang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar kesehatan yang telah ditetapkan. Pelanggaran mengenai standar kesehatan ini mengakibatkan produk DAM isi ulang yang dihasilkan tidak higienis dan menimbulkan masalah


(57)

kesehatan, seperti diare dan sakit perut. Selain itu, pelaku usaha DAM isi ulang juga memakai kemasan returnable milik AMDK. Hal ini tentu saja telah mengelabui konsumen dalam memberikan informasi yang benar mengenai produk DAM isi ulang tersebut. Dengan pemakaian botol galon yang masih berlabel milik AMDK maka informasi yang diperoleh konsumen mengenai produk tersebut adalah tidak sesuai antara isi dan label pada kemasannya. Permasalahan ini seringkali menimbulkan kesalahpahaman dan membingungkan konsumen dalam hal perbedaan antara produk AMD isi ulang dan AMDK. Dalam pemakaian kemasan

returnable terdapat beberapa prinsip1, yaitu: a). Kemasan tidak dijual, 2). Kemasan dipinjamkan dengan atau tanpa jaminan, 3). Kemasan mengandung merek produsen, 4). Kemasan tidak boleh diiisi barang lain untuk diperdagangkan, 5). Secara hukum kemasan tetap milik produsen. Berdasarkan prinsip tersebut, maka seringkali pelaku usaha DAM isi ulang dalam menjual produknya telah melanggar prinsip returnlable

tersebut. Pemakaian botol galon milik AMDK yang masih berlabel oleh pelaku usaha DAM isi ulang telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen dan Peraturan Pemerintah Nomor 69 tahun 1999 tentang label dan iklan pangan, karena isi tidak sesuai dengan ketentuan keterangan yang tertera pada label di botol galon.

1


(58)

Permasalahan lain yang dihadapi konsumen berkaitan dengan produk DAM isi ulang yaitu mengenai informasi yang menyesatkan pada iklan produk sehingga konsumen menjadi korban penipuan atas informasi yang tidak benar pada iklan produk DAM isi ulang. Penggunaan tanda SNI (Standar Nasional Indonesia), ozon, UV, halal, standar Departemen kesehatan dan air baku yang tidak bertanggung jawab telah menyesatkan dan mengelabui konsumen.

Sebagai pelaku usaha, seharusnya produsen DAM isi ulang memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur kepada konsumen mengenai produknya seperti yang dijelaskan oleh Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sehingga tidak ada kesalahpaham yang dapat merugikan msyarakat sebagai konsumen.

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, maka terrdapat beberapa pelanggaran yang telah dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang terhadap pemakaian botol galon AMDK, yang masih berlabel, juga mengenai hiegene sanitasi depot air minum.


(59)

B. Perlindungan Hukum terhadap Konsumen Air Minum Depot Air Isi Ulang “TOCA” di Wilayah Pesanggrahan

Dari segi tujuannya, kaidah hukum atau norma hukum itu tertuju kepada cita kedamaian hidup antar pribadi (het recht wil de vrede). Tujuan kedamaian hidup bersama tersebut dikaitkan pula dengan perumusan kaidah hukum, yaitu mewujudkan kepastian, keadilan dan kebergunaan.2

Konsumen merupakan pihak yang lemah kedudukannya bila dibandingkan dengan pelaku usaha. Oleh karena itu diperlukan suatu aturan yang dapat melindungi kepentingan konsumen agar tidak dirugikan atau disalah gunakan oleh para pelaku usaha. Perlindungan konsumen dibutuhkan untuk menyelamatkan daya tawar konsumen terhadap pelaku usaha dan mendorong kegiatannya. Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen menjamin adanya kepastian hukum terhadap segala kebutuhan konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 1 butir (1).

Undang-undang Perlindungan Konsumen memberikan perlindungan kepada setiap konsumen yang merasa dirugikan hak-haknya oleh pelaku usaha. Pada dasarnya pelaku usaha bertanggung jawab atas kerugian yang diderita konsumen atas produk yang dihasilkan atau diperdagangkan3.

2

Jimly Asshiddqie, Perihal Undang-undang, h. 3

3


(60)

Air minum tergolong kondisi beresiko tinggi karena dikonsumsi langsung tanpa diolah. Oleh karena itu dibutuhkan regulasi yang tegas dan pengawasan yang memadai agar air minum yang dikonsumsi masyarakat terjamin mutunya. Usaha Depot air minum isi ulang “TOCA” ini merupakan salah satu bidang usaha yang bergerak dalam hal penyediaan air minum untuk pemenuhan kebutuhan konsumen di wilayah Pesanggrahan. Oleh karena berhubungan dengan kepentingan konsumen, maka keberadaannya tidak terlepas dari Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 tentang perlindungan konsumen yang bertujuan untuk memberikan perlindungan hukum terhadap konsumen.

Banyaknya pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang terhadap ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen telah merugikan konsumen. Pemakaian botol galon milik AMDK yang masih berlabel oleh AMD isi ulang telah melanggar ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang perlindungan konsumen, dimana pelaku usaha DAM isi ulang telah memberikan keterangan yang tidak benar kepada konsumen serta Peraturan Menteri Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, dimana pelaku usaha kurang memperhatikan resiko terjadinya kontaminasi yang berasal dari tempat, peralatan dan penjamah terhadap air minum agar aman dikonsumsi.

Perlindungan hukum terhadap konsumen Air minum depot isi ulang dapat dilihat dari beberapa pasal dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999


(61)

tentang Perlindungan Konsumen, antara lain Pasal 4 butir a dan c, Pasal 7 butir b dan d, serta Pasal 8.

Pasal 4 butir a Undang-undang Perlindungan konsumen memberikan hak kepada setiap konsumen atas keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/jasa. Oleh karena itu, produk AMD isi ulang juga harus aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Sedangkan pasal 4 butir c memberikan hak kepada konsumen untuk mendapatkan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/jasa. Dalam mengkonsumsi AMD isi ulang, setiap konsumen berhak untuk mendapatkan keterangan yang benar dari pelaku AMD isi ulang terhadap produk yang dibelinya itu. Undang-undang Perlindungan konsumen juga memberikan jaminan hak tersebut.

Pasal 7 butir b Undang-undang Perlindungan konsumen menyebutkan bahwa pelaku usaha wajib untuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi barang dan/atau jasa. Ketentuan pasal ini memberikan kewajiban kepada setiap pelaku usaha untuk memberikan informasi dan keterangan yang jujur mengenai barang dan/atau jasa yang diproduksinya. Begitu juga halnya pelaku usaha AMD isi ulang harus mematuhi ketentuan yang benar tentang produk air minum yang diproduksinya sesuai kenyataan dan tidak mengelabui konsumen.

Sedangkan Pasal 7 butir d Undang-undang Perlindungan konsumen mewajibkan pelaku usaha untuk menjamin mutu barang dan/atau jasa yang


(62)

diproduksinya dan/atau jasa yang diperdagangkannya. Disini dapat dilihat bahwa aspek perlindungan hukum yang diberikan oleh Undang-undang Perlindungan konsumen yaitu membebankan kewajsiban kepada pelaku usaha AMD isi ulang agar produk yang diperdagangkannya terjamin mutunya, sehingga aman untuk dikonsumsi masyarakat.

Terhadap munculnya usaha DAM isi ulang, terdapat beberapa pelanggaran ketentuan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum yang telah dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang. Higiene sanitasi yang masih kurang dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang, Hal ini berarti telah membahayakan konsumen karena tidak sesuai dengan persyaratan higiene sanitasi. Apabila dikaitkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2014 tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum, maka aspek perlindungan hukum terhadap munculnya usaha DAM isi ulang dapat dilihat pada beberapa pasal, diantaranya yaitu Pasal 2 ayat 1, Pasal 3 ayat 1, Pasal 4 ayat 1, Pasal 7 dan Pasal 15.

Pasal 2 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa setiap DAM wajib: a). Menjamin air minum yang dihasilkan memenuhi standar baku mutu atau persyaratan kualitas air minum sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, b). Memenuhi persyaratan higiene sanitasi dalam pengelolaan air minum, bila dilihat ketentuan pasal diatas,


(63)

maka aspek hukum perlindungan konsumen yang diberikan adalah setiap pelaku usaha dapat menjamin air minum yang dihasilkan sehingga tidak merugikan konsumen.

Pada pasal 3 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa “Persyaratan Higiene sanitasi dalam pengelolaan air minum paling sedikit meliputi: 1). Tempat; 2). Peralatan; dan 3). Penjamah. Dalam penjelasan pasal 3 ayat 1 disebutkan bahwa tempat, peralatan dan penjamah menjadi persyaratan yang dapat dipertanggung jawabkan oleh pelaku usaha. Ketentuan pasal 3 ayat 1 bertujuan agar pelaku usaha dalam memilih lokasi berada didaerah yang bebas pencemaran lingkungan, bangunan yang layak, dan peralatan yang layak.

Pasal 4 ayat 1 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa setiap DAM wajib memiliki izin usaha sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan pasal 4 ayat 1 bertujuan agar pelaku usaha memiliki bukti yang akurat yang dapat meyakinkan konsumen, dan tidak ada unsur yang dapat merugikan konsumen.

Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan sertifikat laik higiene sanitasi harus dipasang di tempat yang terlihat dan mudah dibaca konsumen. Ketentuan pasal 7 bertujuan agar konsumen dengan mudah mengetahui informasi dan keabsahan dari DAM isi ulang tersebut.

Pasal 15 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 menyebutkan bahwa setiap DAM wajib menyediakan informasi mengenai: 1). Alur pengolahan air


(64)

minum, 2). Masa kadaluarsa alat desinfeksi; 3). Waktu penggantian dan/atau pembersihan filter; dan 4). Sumber dan kualitas air baku. Ketentuan pasal 15 bertujuan memberikan keterangan mengenai produknya secara jelas sehingga tidak terjadi kesalahpahaman atau kekeliruan pada konsumen.

Berdasarkan ketentuan pasal-pasal diatas maka terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha DAM isi ulang dapat diajukan gugatan ke pengadilan negeri. Penyelesaian sengketa yang diajukan melalui peradilan umum ini tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan konsumen yang diatur dalam Pasal 48 jo 45 jo 64, dimana berlaku asas lex spesialis derogat lex gemeralis.

C. Faktor-fakor yang mempengaruhi masyarakat Pesanggrahan terhadap pemilihan air minum depot isi ulang “TOCA”

Saat terjadi krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada tahun 1999, usaha DAM mulai berkembang, penyebabnya adalah kebutuhan terhadap air minum semakin mahal. Masyarakat mulai mencari alternatif lain untuk memenuhi kebutuhan tersebut dengan biaya yang lebih murah. Sejak tahun 1997, usaha DAM mulai berkembang pesat, mulai dari 400 depot yang ada kembudia berkembang menjadii 6000 depot di tahun 2005 dan tersebar ke seluruh wilayah Indonesia. Saat ini penggunaan air minum depot isi ulang semakin populer digunakan oleh masyarakat.

Ada beberapa faktor umum yang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih air minum depot isi ulang, yaitu: 1). Karena tingginya tingkat


(65)

pencemaran limbah pada air tanah sebagai sumber air; 2). PDAM tidak mampu melayani kebutuhan seluruh masyarakat akan air bersih dan air minum; 3). Sulitnya menemukan sumber air bersih saat musim kemarau terutama didaerah-daerah yang kekurangan air; 4). Karena harga Air Minum depot isi ulang yang ditawarkan lebih murah sepertiga AMDK yang bermerek; 5). Pengaruh gaya hidup masyarakat yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang praktis.

Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi masyarakat lebih memilih air minum depot isi ulang, terdapat dua faktor yang selalu menjadi jawaban dari masyarakat dikawasan pesanggrahan, faktor yang pertama Karena harga Air Minum depot isi ulang yang ditawarkan lebih murah sepertiga AMDK yang bermerek, sedangkan faktor yang kedua Pengaruh gaya hidup masyarakat yang ingin mendapatkan sesuatu dengan cara yang praktis, menurut beberapa narasumber di sekitaran Pesanggrahan khususnya Jl. Damai menggunakan air minum depot isi ulang lebih mudah dibanding harus memasak air sendiri untuk dikonsumsi, serta para konsumen di pesanggrahan menyimpulkan harga yang terjangkau pada air minum depot isi ulang lebih hemat dibandingkan harus membeli Air minum dalam kemasan.4 Kepercayaan konsumen air minum depot isi ulang “TOCA” juga menjadi salah satu faktor, karena keramahan dari para pengantar airnya dan proses

4

Sebagaimana hasil wawancara pribadi dari beberapa masyarakat di daerah pesanggrahan, Jakarta pada Kamis, 23 April 2015.


(66)

pengantaran yang cepat. Memang masih ada kekhawatiran terkait kualitas air minumnya,menurut para konsumen di Pesanggrahan transparansi tentang kualitas air minumnya masih kurang, karena hanya ditujukan menggunakan uji lab saja, namun tidak mengurangi minat dalam menggunakan air minum depot isi ulang ini.

D. Penyelesaian Sengketa dalam Usaha Depot Air Minum Isi Ulang

Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 merupakan segala upaya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen seperti yang tercantum pada Pasal 1 butir (1).

Air minum tergolong komoditi berisiko tinggi karena dikonsumsi langsung dan tanpa diolah. Apabila pelaku usaha AMD isi ulang melanggar pasal-pasal yang terdapat dalam Undang-undang Nomor 8 tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, maka setiap konsumen yang merasa dirugikan dan hak-haknya telah dilanggar oleh pelaku usaha dapat mengajukan gugatan sengketa konsumen melalui BPSK (Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen) atau melalui pengadilan negeri sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, disebutkan bahwa tata cara penyelesaian sengketa konsumen dapat diajukan melakui dua cara, yaitu; 1). Penyelesaian sengketa diluar pengadilan yang dilaksanakan melalui Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen; 2). Penyelesaian sengketa melalui pengadilan yang mengacu pada ketentun peradilan umum.


(67)

Dengan demikian, bila terjadi sengketa konsumen maka konsumen dapat memilih untuk mengajukan gugatan melalui pengadilan atau diluar pengadilan. Apabila para pihak yang bersengketa (konsumen dan pelaku usaha) sepakat untuk menyelesaikan sengketa gugatan dapat diajukan, maka gugatan dapat diajukan ke Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) sesuai ketentuan Pasal 47. Penyelesaian sengketa di luar pengadilan ini dapat dilakukan dengan cara mediasi, konsiliasi atau arbitrase sesuai ketentuan Pasal 52 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999.

Namun, apabila gugatan sengketa konsumen tersebut diajukan melalui pengadilan maka didasarkan pada ketentuan Pasal 48 jo, 45 jo, 64 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen. Pasal menyebutkan bahwa penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan umum yang berlaku.

Ketentuan Pasal 48 ini juga harus memperhatikan ketentuan dalam Pasal 45 dimana setiap konsumen yang dirugikan dapat mengajukan gugatan di luar pengadilan maupun melalui pengadilan berdasarkan pilihan penyelesaian sukarela para pihak yang bersengketa. Jadi, pilihan penyelesaian segketa didasarkan pada kesepakatan para pihak secara sukarela. Apabila penyelesaian sengketa konsumen dilakukan melalui pengadilan, maka tata caranya berdasarkan hukum acara perdata. Namun demikian dalam penyelesaian sengketa konsumen melalui pengadilan, berlaku asas lex


(1)

30. Menggunakan pakaian kerja yang bersih dan rapi untuk mencegah pencemaran dan estetika

31. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala minimal 2 (dua) kali dalam setahun sebagai screening dari penyakit bawaan air

32. Operator/penanggung jawab/pemilik harus memiliki surat keterangan telah mengikuti kursus higiene sanitasi depot air minum sebagai syarat permohonan pengajuan sertifikat laik sehat DAM. Surat keterangan telah mengikuti kursus hygiene sanitasi depot air minum bisa didapat dari penyelenggara atau instansi yang melaksanakan kursus hygiene sanitasi depot air minum, seperti Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Propinsi, Kab/Kota atau asosiasi depot air minum.

33. Bahan baku yang dipakai sebagai bahan produksi air minum harus memenuhi persyaratan kualitas air bersih sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 tentang Syarat-syarat Kesehatan dan Pengawasan Kualitas Air Bersih

34. Izin pengangkutan air mobil tanki dikeluarkan oleh instansi terkait, misalnya Dinas Pertambangan atau dinas lainnya/jaminan pasok air baku. Perusahaan pengangkutan air harus memberikan hasil uji lab air baku ke pada DAM setiap 3 bulan sekali.

35. Kendaraan tangki air terbuat dari bahan yang tidak dapat melepaskan zat-zat beracun ke dalam air/harus tara pangan untuk mencegah pencemaran air oleh bahan kimia seperti Zn (seng), Pb (timbal), Cu (tembaga) atau zat lainnya yang dapat membahayakan kesehatan.

36. Bukti tertulis bisa berupa nota pembelian air baku dari perusahaan pengangkutan air/sertifikat sumber air

37. Pengangkutan yang melebihi waktu 12 jam memungkinkan berkembangnya mikoorganisma yang membahayakan kesehatan, apabila diperiksa air dalam tangki harus mengandung sisa klor sesuai peraturan perundang-undangan 38. Kualitas air minum yang dihasilkan harus sesuai dengan standar baku mutu

atau persyaratan kualitas air minum sesuai Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 492/Menkes/Per/IV/2010 tentang Persyaratan Kualitas Air Minum


(2)

Pada hari ini ………. tanggal …………bulan ………tahun ………telah dilakukan pemeriksaan :

1. Inspeksi Sanitasi DAM 2. Uji Laboratorium

3. Analisis hasil inspeksi sanitasi dan uji laboratorium terhadap :

Nama Depot Air Minum : ... Nama Pemilik/Penanggung jawab : ………..

Alamat : ………...

dengan nilai hasil pemeriksaan : ……….

Demikian berita acara ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

……….,……….. 20… Pemilik DAM Tim Pemeriksa

1. ……… 2. ………

………..…… 3. ………

BERITA ACARA PEMERIKSAAN


(3)

Kepada Yth :

Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota/KKP... di ...

Pada hari ini ………. tanggal …………bulan ………tahun ………berdasarkan berita acara pemeriksaan terhadap :

Nama Depot Air Minum : ... Nama Pemilik/Penanggung jawab : ………..

Alamat : ………...

Dengan ini dinyatakan sudah/belum)* memenuhi Standar Baku Mutu dan Persyaratan Higiene Sanitasi DAM sehingga dapat/tidak dapat)* memperoleh sertifikat Laik Higiene Sanitasi DAM

Demikian rekomendasi ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya.

……….,……….. 20… Tim Pemeriksa

1. ……… 2.

………...…

3. ………. Catatan :

*) coret yang tidak perlu

REKOMENDASI


(4)

FORM DAM 7

Dikeluarkan :………

Pada tanggal :………

Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota/KKP………. Stempel instansi (nama lengkap) Pas Photo LOGO INSTANSI SERTIFIKAT

LAIK HIGIENE SANITASI DEPOT AIR MINUM N o m o r :

Berdasarkan pertimbangan:

a. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor. …….tanggal……..tentang Higiene Sanitasi Depot Air Minum.

b. Peraturan Daerah No………. tanggal………tentang Pengawasan Depot Air Minum .

c. Pemenuhan kelengkapan persyaratan administratif dan persyaratan teknis.

Diberikan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Depot Air Minum (DAM) kepada : Nama Depot Air Minum : ...

Nama Pemilik/Penanggung jawab : ………..

Alamat : ………...

Ketentuan :

Sertifikat Laik Higiene Sanitasi Depot Air Minum berlaku selama 3 (tiga) tahun sejak tanggal dikeluarkan.

Dikeluarkan :……… Pada tanggal :……… Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota/KKP……….

Stempel instansi

(nama lengkap)


(5)

Kepada Yth : (Nama Pemohon)

di ...

Sehubungan dengan permohonan Saudara Nomor ... tanggal ..., maka berdasarkan rekomendasi Tim Pemeriksa yang disertai dengan Berita Acara Pemeriksaan, bahwa:

Nama Depot Air Minum : ... Nama Pemilik/Penanggung jawab : ………..

Alamat : ………...

Dengan ini dinyatakan belum memenuhi Standar Baku Mutu dan Persyaratan Higiene Sanitasi DAM sehingga tidak dapat diterbitkan Sertifikat Laik Higiene Sanitasi DAM, dengan alasan sebagai berikut:

1... 2...

Demikian surat ini dibuat untuk dipergunakan sebagaimana mestinya. ……….,……….. 20…

Dikeluarkan :……… Pada tanggal :……… Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota/KKP………. Stempel instansi

(Nama lengkap)

SURAT PENOLAKAN


(6)