11
Sebagai jalan tengah, muncul sistem atau teori yang disebut pembuktian yang berdasarkan keyakinan hakim sampai batas tertentu. Menurut teori
ini, hakim dapat memutusakn seseorang bersalah berdasarkan keyakinannya, keyakinan yang didasarkan kepada dasar-dasar pembuktian
disertai dengan suatu kesimpulan yang berlandaskan kepada peraturan- peraturan pembuktian tertentu.
4 Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Negatif
Dalam sistem atau teori pembuktian undang-undang secara negatif ini, pemidaan didasarkan kepada pembuktian berganda yaitu pada peraturan
perundang-undangan dan keyakinan hakim, dan menurut undang-undang, dasar keyakinan itu bersumber pada peraturan udang-undang. Dalm
KUHAP pasal 183 disebutkan: “Hakim tidak boleh menjatuhkan pidana kepada seseorang,
kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindakan pidana benar-benar terjadi
dan terdakwalah yang bersalah melakukannya. ”
Dari kalimat tersebut nyata bahwa pembuktian harus didasarkan kepada undang-undang KUHAP, yaitu alat bukti yang sah tersebut dalam KUHAP pasal
184, disertai dengan keyakinan hakim yang diperloeh dari keyakinan tersebut. sehingga artinya KUHAP menganut sistem atau teori pembuktian secara negatif.
15
15
Andi Hamzah, Hukum Acara Pidana Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2008, h. 251-256.
12
2. Kerangka Konseptual
Dalam pembahasan ini, akan diuraikan beberapa konsep-konsep terkait terhadap beberapa istilah yang akan sering digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a. Perjanjian
Sebagaimana dalam pasal 1313 Burgerlijk wetboek atau Kitab Undang-undang Hukum Perdata:
“Suatu Perjanjian adalah perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih
”.
Dengan kata lain perjanjian atau kontrak merupakan peristiwa hukum dimana seorang berjanji kepada orang lain atau dua orang saling berjanji
untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu.
16
b. Kartel
Dalam pasal 11 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat dijelaskan
mengenai kartel yaitu; “Pelaku Usaha dilarang membuat perjanjian, dengan pelaku usaha
pesaingnya, yang bermaksud untuk mempengaruhi harga dengan mengatur produksi danatau pemasaran suatu barang danatau jasa, yang dapat
mengakibatkan terjadinya praktek monopoli danatau persaingan usaha yang tidak sehat.
”
Dalam pasal di atas dapat dipahami bahwa kartel adalah suatu tindakan perjanjian antar pelaku usaha yang bertujuan
„mempengaruhi harga‟
16
Ahmadi Miru, Hukum Kontrak Perancangan Kontrak Jakarta; Rajawali Press, 2010, h. 2
13
dengan mengatur jumlah produksi danatau wilayah pemasaran suatu barang danatau jasa sehingga
„dapat berakibat‟ pada terjadinya praktek monopoli dan persaingan usaha yang tidak sehat.
Menurut KPPU dalam Peraturan KPPU Nomor 4 Tahun 2010 mengenai pedoman pelaksanaan pasal 11 tentang kartel, suatu kartel dapat
terjadi apabila suatu kelompok perusahaan dalam suatu industri tertentu yang seharusnya bersaing satu sama lain, tetapi mereka setuju untuk melakukan
koordinasi kegiatannya dengan mengatur produksi, pembagian wilayah, kolusi tender dan kegiatan-kegiatan anti persaingan usaha lainnya, sehingga
mereka dapat menaikan harga dan memeperoleh keuntungan di atas harga yang kompetitif.
17
Menurut Richard Postner sebagaimana yang dikutip oleh Mustafa Kamal Rokan, kartel adalah
“a contract among competing seller to fix the price of product they sell or, what is the small thing, to limit their output is likely any other contract in
the sense that the parties would not sign it unless they expected it to make them all better of
”.
18
Terdapat beberapa karakteristik dari kartel yaitu, terdapat konspirasi
antar pelaku usaha. Kedua, melakukan penetapan harga. Ketiga, agar
17
Lampiran, Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 4 Tahun 2010 tentang Pedoman Pelaksanaan pasal 11 tentang Kartel berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999
tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.
18
Mustafa Kamal Rokan, Hukum Persaingan Usaha; Teori dan Praktiknya Di Indonesia, h. 117.
14
penetapan harga dapat efektif, maka dilakukan pula alokasi terhadap konsumen, produksi atau wilayah pemasaran. Keempat, adanya perbedaan
kepentingan misalnya karena perbedaan biaya.
19
F. Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian hukum merupakan kegiatan ilmiah, yang didasarkan pada metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari satu atau
beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya, untuk kemudian mengusahakan suatu pemecahan atas permasalahan-permasalahan yang timbul dalam
gejala yang bersangkutan.
20
Penulis dalam melakukanproses penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang
meletakan hukum sebagai sebuah bangunan sistem norma.
21
Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-
undangan, putusan pengadilan, perjanjian, serta doktrin ajaran hukum. Sementara metode penulisan yang digunakan adalah deskriptif analitis yakni mengungkapkan
19
Andi Fahmi Lubis, Dkk, Hukum Persaingan Usaha: Antara Teks dan Konteks, h. 107.
20
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet. Ke-3, Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1986, h. 42.
21
Fahmi M. Ahmadi, Jaenal Arifin, Metode Penelitian Hukum, Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah, 2010, h. 31.
15
peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan teori-teori hukum sebagai objek penelitian.
22
2. Pendekatan Masalah
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pendekatan perundang-undangan statue approach, karena isu hukum yang ada pada skripsi ini
tentang isu hukum dogmatis, sehingga pendekatan perundang-undangan pasti digunakan dalam skripsi ini. Selain itu, pendekatan perundang-undangan juga
digunakan sebagai arahan untuk menghindari kekeliruan dalam pengambilan konklusi. Selain pendekatan perundang-undangan, penulis juga menggunakan
pendekatan konsep conceptual approach, yang digunakan untuk memahami konsep-konsep penting yang akan dibahas dalam penelitian ini.
3. Sumber Data
Dalam penelitian ini data yang digunakan adalah data sekunder yang artinya data yang sebelumnya telah diolah oleh orang lain. Data sekunder antara lain
dokumen-dokumen resmi, buku-buku, hasil-hasil penelitian yang berbentuk laporan, buku harian, dan lain-lain.
23
Data sekunder ini meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier :
a. Bahan Hukum Primer
22
Zainuddin Ali, Metode Penelilitian Hukum, Cet.Ke-4, Jakarta: Sinar Grafika, 2013, h. 175.
23
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Cet.Ke-3, h. 12.