20
BAB II STUDI TEORITIS PEMBUKTIAN PERJANJIAN KARTEL
A. Aspek Pembuktian
1. Definisi Pembuktian
Kata  pembuktian  berasal  dari  kata  “bukti”  yang  apabila  diterjemahkan kedalam  bahasa  inggris  terdapat  dua  kata  yaitu  evidence  dan  proof.  Evidence
memiliki  makna  informasi  yang  memberikan  dasar-dasar  yang  mendukung  suatu keyakinan  bahwa  beberapa  bagian  atau  keseluruhan  fakta  itu  adalah  benar.
Sedangkan  kata  proof  mengacu  pada  hasil  suatu  proses  evaluasi  dan  menarik kesimpulan  terhadap  evidence  atau  dapat  juga  digunakan  lebih  luas  mengacu  pada
proses itu sendiri.
1
Karenanya evidence lebih dekat maknanya kepada alat bukti sedangkan proof dapat diartikan pembuktian yang mengarah pada suatu proses.
2
Oleh sebab itu, bukti merujuk  pada  suatu  alat-alat  bukti  yang  mana  termasuk  barang  bukti  yang
menyatakan  kebenaran  suatu  peristiwa.  Sementara  pembuktian  merujuk  pada  suatu proses  mengenai  pengumpulan  bukti,  memperlihatkan  bukti  sampai  dengan
penyampaian bukti tersebut kepada pengadilan.
3
1
Eddy O.S. Hiariej, Teori dan Hukum Pembuktian, Jakarta;Penerbit Erlangga, 2012, h. 2.
2
Ibid, h. 2-3
3
Ibid, h. 4
21
2. Teori Pembuktian
Walaupun Komisi Pengawas Persaingan Usaha bukanlah merupakan lembaga peradilan,  tetapi  dalam  Undang-undang  diberi  kewenangan  untuk  memutus  perkara
quasi Yudisial dalam kasus Persaingan Usaha, karenanya  dalam membahas tentang pembuktian suatu perkara perlu juga kiranya dipahami tentang teori-teori pembuktian
dalam menilai alat-alat bukti yang ada, sebagaimana dijelaskan sebagai berikut: a.
Teori Pembuktian Berdasarkan Undang-undang Positif Pembuktian  yang  hanya  melulu  menggunakan  alat  bukti  yang
disebutkan  oleh  undang-undang.  Dikatakan  secara  positif  karena  didasarkan pada undang-undang melulu. Artinya, jika suatu perbuatan telah terbukti lewat
alat-alat  bukti  yang  disebutkan  oleh  undang-undang,  maka  keyakinan  hakim menjadi tidak diperlukan.
b. Teori Pembuktian Berdasarkan Keyakinan Hakim Melulu
Teori  ini  berlawanan  dengan  teori  pembuktian  menurut  undang- undang  secara  positif.  Ini  didasari  bahwa  alat  bukti  berupa  pengakuan
terdakwapun  tidak  selalu  membuktikan  kebenaran.  Pengakuan  dari  terdakwa kadang-kadang  tidak  menjamin  terdakwa  telah  benar-benar  melakukan
tindakan yang telah didakwakan. Oleh karena itu diperlukan keyakinan hakim sendiri.  Dengan  sistem  ini,  pemidanaan  dimungkinkan  tanpa  didasarkan
kepada alat-alat bukti dalam undang-undang.