Menurut Handoko, struktur organisasi mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
11
a. Spesialisasi kegiatan.
Yaitu berkenaan dengan spesifikasi tugas individual dan kelompok kerja dalam organisasi pembagian kerja dan penyatuan tugas-tugas tersebut dalam
satuan-satuan kerjaunit kerja. b.
Standardisasi kegiatan. Yaitu merupakan prosedur yang digunakan organisasi untuk menjamin
terlaksananya kegiatan sesuai dengan perencanaan. Standardisasi juga berarti menjadikan seragam dan konsisten dalam suatu persyaratan atau peraturan
yang baku. c. Koordinasi kegiatan.
Yaitu menunjukkan keterpaduan dan kerjasama dalam melaksanakan kegiatan organisasi secara efektif menuju tercapainya tujuan. Koordinasi juga
menunjukkan prosedur-prosedur yang mengintegrasikan fungsi-fungsi satuanunit kerja dalam organisasi.
d. Sentralisasi atau Desentralisasi dalam pengambilan keputusan. Yaitu bergantung pada lokasi kekuasaan pengambilan keputusan. Dalam
struktur organisasi sentralistis, wewenang keputusan diambil oleh manajemen puncak. Sementara dalam organisasi desentralistis, wewenang pengambilan
keputusan diberikan kepada manajemen tingkat menengah dan bawah.
11
Ibid.,h.108.
e. Ukuran satuan kerja. Yaitu menunjukkan jumlah karyawan dalam suatu kelompok kerja.
Implementasi strategi yang dilakukan pada penetapan Prosedur, Progam dan Anggaran.
Menurut Waller, Prosedur merupakan garis pedoman bagi tindakan karyawan yang sering diacu dari kebijakan fungsional semata adalah untuk menjelaskan
tatacara pelaksanaan semua aktivitas manajemen yang perlu dikerjakan dalam organisasi. Tugas prosedur adalah sekedar memastikan bahwa di seluruh organisasi,
semua orang mengerjakan sesuatu dengan cara yang sama dan bekerja sebagaimana semua orang bekerja. Prosedur dalam perspektif manajemen mutu mengungkapkan
bagaimana semua aktivitas manajemen dilaksanakan, siapa yang akan melaksanakan aktivitas subjek jabatanfungsional, bagaimana aktivitas didokumentasikan,
instruksi tempat kerja yang diperlukan untuk referensi.
12
Akhirnya berdasarkan prosedur yang telah ditetapkan, disusunlah progam. Dalam perencanaan progam perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
13
a. Penanggung jawab dan personil yang terlibat dalam pembuatan progam baru
harus ditentukan. b.
Fungsi-fungsi yang terlibat dalam progam harus dipastikan memahami peranannya. Fungsi-fungsi lain bila dilibatkan harus dikoordinasikan secara
tertib dan tercatat.
12
Ibid.,h.130.
13
Ibid.,h.133.
c. Perencanaan progam harus diawali dengan menetapkan tujuan dan
persyaratan atau kriterianya. Persyaratan dapat berasal dari hasil evaluasi sebelumnya, masukan dari konsumenklien, tinjauan hukum.
d. Perlu ditentukan pula tata cara verifikasi dan evaluasi terhadap hasil
pelaksanaan progam. Dengan menetapkan anggaran, maka dapat diketahui sasaran profit dan juga
pertumbuhannya setiap tahun, penyusunan anggaran merupakan bentuk nyata komitmen
perusahaan dalam
mengimplementasikan strategi
yang telah
diformulasikan sebelumnya. Perlunya perencanaan anggaran dana yang merupakan bagian dari penyusunan rencana jangka pendak dalam bidang biaya. Jika strategi
tidak didukung anggaran yang memadai maka strategi itu besar kemungkinan akan berubah menjadi dokumen perencanaan saja yang tidak dapat diimplementasikan.
14
3. Pengertian Pengelolaan Zakat
Pengelolaan Zakat menurut UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 1 ayat 1 adalah kegiatan perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pengawasan terhadap pengumpulan dan pendistribusian serta pendayagunaan zakat. Sebagaimana dijelaskan dalam maksud definisi pengelolaan zakat di atas.
Diawali dengan kegiatan perencanaan, dimana dapat meliputi perencanaan progam beserta budgetingnya serta pengumpulan collecting data muzakki dan mustahiq,
kemudian pengorganisasian meliputi pemilihan struktur organisasi Dewan pertimbangan, Dewan Pengawas dan Badan pelaksana, penempatan orang-orang
14
Ibid.,h.141.
amil yang tepat dan pemilihan sistem pelayanan yang memudahkan ditunjang dengan perangkat lunak software yang memadai, kemudian dengan tindakan nyata
pro active melakukan sosialisasi serta pembinaan baik kepada muzakki maupun mustahiq dan terakhir adalah pengawasan dari sisi syariah, manajemen dan keuangan
operasional pengelolaan zakat.
15
Pengelolaan zakat di Indonesia dilakukan oleh badan amil zakat BAZ dan lembaga amil zakat LAZ dengan cara menerima atau mengambil harta atau barang
zakat dari muzakki atas dasar pemberitahuan muzakki.
16
Jadi, dapat disimpulkan bahwa pengelolaan zakat adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan zakat yang dilakukan oleh badan atau lembaga amil
zakat dengan tujuan mensejahterakan kehidupan mustahik.
B. Zakat Maal dan Zakat Produktif 1. Pengertian Zakat Maal dan Zakat Produktif
a. Pengertian Zakat Maal
Menurut UU No.38 tahun 1999 tentang Pengelolaan Zakat pasal 11, zakat maal adalah bagian harta yang disisihkan oleh seorang muslim atau badan dengan
ketentuan agama untuk diberikan kepada yang berhak menerimanya. Daud Ali berpendapat, zakat maal adalah bagian dari harta kekayaan
seseorang juga badan hukum yang wajib dikeluarkan untuk golongan orang tertentu setelah dimiliki selama jangka waktu tertentu dalam jumlah minimal tertentu.
17
15
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, h.252.
16
Ibid.,h.268.
17
Muhammad Daud Ali, Sistem Ekonomi Islam: Zakat dan Wakaf, Jakarta: UI Press, 1988 h.26.
Zakat maal adalah zakat kekayaan, artinya zakat yang dikeluarkan dari kekayaan atau sumber kekayaan itu sendiri.
18
b. Pengertian Zakat Produktif
Kata produktif secara bahasa berasal dari dari bahasa inggris “productive” yang berarti banyak menghasilkan; memberikan banyak hasil; banyak menghasilkan
barang- barang berharga; yang mempunyai hasil baik. “productivity” daya produksi.
Zakat produktif adalah Pemberian zakat yang dapat membuat para penerimanya menghasilkan sesuatu secara terus menerus, dengan harta zakat yang
telah diterimanya itu. Zakat produktif dengan demikian adalah zakat dimana harta atau dana zakat yang diberikan kepada para mustahik tidak dihabiskan akan tetapi
dikembangkan dan digunakan untuk membantu usaha mereka, sehingga dengan usaha tersebut mereka dapat memenuhi kebutuhan hidup secara terus-menerus.
19
Zakat produktif pada dasarnya menitikkan pola penyaluran zakat secara produktif, pola produktif adalah pola penyaluran dana zakat kepada mustahik yang
ada dipinjamkan oleh amil untuk kepentingan aktifitas suatu usahabisnis. Pola penyaluran secara produktif pemberdayaan adalah penyaluran zakat atau dana
lainnya yang disertai target merubah keadaan penerima mustahik dari kondisi kategori mustahik menjadi kategori muzakki.
20
Dalam sebuah hadist yang diriwayatkan oleh imam muslim dari salim bin abdillah bin umar dari ayahnya, bahwa Rasulullah saw telah memberikan kepadanya
18
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, h.10.
19
Artikel diakses pada 15 Januari 2015 dari http:rachmatfatahillah.blogspot.co.id201303zakat- konsumtif-dan-zakat-produktif.html.
20
Lili Bariadi dkk, Zakat dan Wirausaha, h.35.
zakat, lalu menyuruhnya untuk dikembangkan atau disedekahkan lagi.Salim pun mengelolanya sampai ia mampu memberikan sedekah dari usahanya tersebut. Sejarah
itu menjadi tonggak awal bagaimana mengelola zakat sehingga menjadi sesuatu yang produktif dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, terutama para mustahiknya.
21
Lembaga pengelola zakat memiliki dua sisi kegiatan yaitu mendistribusikan dana secara konsumtif dan secara produktif. Secara konsumtif berarti dana zakat
habis begitu saja dipergunakan untuk keperluan sehari-hari dan membiayai kesehatan. Secara Produktif berarti mengembangkan usaha-usaha produktif memberikan bantuan
dana modal untuk wirausaha dalam rangka meningkatkan kualitas income per capita pengusaha.
22
2. Tujuan Zakat
Tujuan utama zakat adalah untuk mengentaskan kemiskinan mustahiq orang- orang yang berhak menerima zakat dari kemiskinan, bahkan merubah mereka dari
mustahiq menjadi muzakki orang-orang yang membayar zakat.
23
Menurut Qosim Bukhori dalam buku Didin Hafidhuddin, Tujuan zakat ada tiga yaitu pertama membersihkan jasmani dan rohani, yag kedua memperbaiki taraf
hidup manusia, dan yang terakhir meningkatkan taraf kehidupan.
24
21
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, h.223.
22
Lili Bariadi dkk, Zakat dan Wirausaha, h.76.
23
Fakhruddin, Fiqh dan Manajemen Zakat di Indonesia, h.215.
24
Didin Hafidhuddin, The Power Of Zakat: Studi Perbandingan Pengelolaan Zakat Asia Tenggara, UIN Malang Press, 2008, h.16.