LATAR BELAKANG Proses Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit Menggunakan Novozym® 435 dalam Sistem Pelarut ChCl untuk Menghasilkan Biodiesel

1 BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Eksplorasi dan konsumsi bahan bakar fosil yang berlebihan telah menyebabkan penurunan cadangan minyak di seluruh dunia, maka cara yang paling memadai untuk memenuhi kebutuhan energi dunia yang terus meningkat adalah dengan mencari bahan bakar alternatif yang berkesinambungan dan ramah lingkungan [1]. Salah satu bahan bakar alternatif tersebut adalah biodiesel. Biodiesel dapat diproduksi dari minyak nabati dan lemak hewani atau dari minyak goreng bekas dan dikenal sebagai energi yang terbarukan [2 –4]. Biodiesel tidak beracun, biodegradable dan merupakan bahan bakar ramah lingkungan [2]. Bahan baku biodiesel yang berpotensi besar di Indonesia untuk saat ini adalah minyak kelapa sawit Palm Oil, dimana produksi kelapa sawit sangat tinggi di Indonesia [3]. Hal ini merupakan peluang besar bagi biodiesel berbasis bahan baku Palm Oil sebagai energi alternatif pengganti bahan bakar fosil di Indonesia. Umumnya produksi biodiesel sawit dilakukan dengan reaksi transesterifikasi secara kimiawi, namun terdapat beberapa kelemahan seperti dalam hal pemulihan gliserol dan penghapusan garam anorganik [5 –6]. Untuk itu, dilakukan penelitian mengenai proses transesterifikasi enzimatis dimana proses tersebut memiliki beberapa keunggulan, yaitu memproduksi produk kemurnian yang tinggi dan mudahnya pemisahan dari produk samping berupa gliserol [7]. Namun, proses enzimatis ini juga memiliki kelemahan di antaranya yaitu terjadinya penurunan aktivitas dan stabilitas enzim yang disebabkan oleh adsorpsi gliserol ke dalam pori-pori enzim yang pada akhirnya akan menutupi sisi aktif enzim [8 –10]. Oleh karena itu, digunakanlah pelarut untuk meningkatkan stabilitas enzim. Pelarut organik umumnya bersifat volatil dan berbahaya karena beracun serta dapat menonaktifkan enzim [11 –12]. Sedangkan ionic liquid tidak menonaktifkan enzim, lebih ramah lingkungan karena merupakan senyawa non volatil, dapat dibuat dari komponen tidak beracun, harganya lebih murah dan tidak memerlukan pemurnian, sehingga banyak dilakukan penelitian mengenai ionic Universitas Sumatera Utara 2 liquid untuk menentukan kondisi optimum dalam produksi biodiesel dengan nilai yield tinggi [11]. Zhang, et al., 2011 melakukan penelitian produksi biodiesel dari minyak jagung menggunakan Penicillium expansum lipase PEL dengan ionic liquid [BMIm][PF 6 ] menghasilkan yield 86 [13]. Sedangkan Liu, et al., 2011 meneliti produksi biodiesel dari minyak kedelai menggunakan Burkholderia cepacia lipase BCL dengan ionic liquid [OmPy][BF 4 ] menghasilkan yield 82,2 ± 1,2 [14]. Dibandingkan dengan ionic liquid yang telah dilaporkan tersebut, ChCl memiliki keunggulan yaitu murah dan tidak beracun. Zhao, et al., 2013 telah meneliti mengenai produksi biodiesel dari minyak kedelai menggunakan Novozym ® 435 dengan ionic liquid choline chloride ChCl menghasilkan yield 88 [8]. Penggunaan ionic liquid yang dilaporkan oleh para peneliti tersebut menggunakan minyak dengan kadar asam lemak bebas 0,05 dan kadar air ≤ 1 , sehingga diperlukan kajian lebih lanjut tentang pembuatan biodiesel berbasis RBDPO dengan kadar asam lemak bebas 0,05 dan kadar air 1 secara transesterifikasi menggunakan katalis Novozym ® 435 dengan sistem pelarut ChCl dan etanol sebagai acyl acceptor.

1.2 PERUMUSAN MASALAH