© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id
untuk mengutarakan sesuatu dalam manah. Jadi, sebelum manusia mengujarkan produk bahasa, proses produksi bahasa sudah berlangsung dalam pikiran manusia
lebih dahulu. Selain itu, ruang mental terstruktur oleh framebingkai dan model kognitif yang saling berhubungan, dan dapat dimodifikasi sesuai pemikiran dan
wacana yang sedang berlangsung. Berdasar hal itu ruang mental dapat digunakan untuk pemetaan dinamis dalam pemikiran dan bahasa. Keberlangsungan kegiatan
yang terjadi dalam ruang mental itu tidak dapat terlepas dari konsep blending. Geeraerts 2006: 307 mengutip pandangan Fauconnier dan Turner mengenai
konsep blending yaitu suatu proses dalam ruang mental yang memadukan berbagai pengalaman ataupun kebudayaan yang dialami manusia yang bersifat dinamis, untuk
memperoleh maksud dari pemikiran manusia ataupun bahasa. Dalam proses tersebut, image schema dari pelaku tutur baik penutur maupun mitra tutur harus sama,
pandangan tersebut biasa disebut dengan istilah pengetahuan bersama background knowledge. Berdasar pandangan itu, maka proses komunikasi penerimaan
informasimaksud antar pelaku tutur dapat diterima dengan baik tidak terhambat.
2.2.2 Blending pemaduan
Makna metaforis merupakan makna kias non-literal, yaitu: makna yang muncul berdasarkan pada pengalaman manusia, bukan merupakan makna kata seperti yang
terdapat di dalam kamus atau pola kalimat seperti yang ditemukan dalam tata bahasa. Suatu ungkapan dapat menjadi metaforis apabila mengandung dua ranah berbeda
yang ditautkandibandingkan untuk membentuk makna baru berdasarkan pengalaman manusia non-literal.
© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id
Kövecses 2010:4 menjelaskan, konsep metafora merupakan pertautan antara dua ranah yaitu ranah sumber source domain bersifat konkret dan ranah sasaran
target domain lebih bersifat abstrak. Untuk mengidentifikasi hubungan dua ranah yang bebeda ranah sumber dan target pada konseptual metafora, maka diperlukan
sebuah konsep blending pemaduan. Geeraerts 2006: 307 mengutip pandangan Fauconnier dan Turner berpendapat bahwa, konsep blending merupakan suatu proses
dalam ruang mental yang memadukan berbagai pengalaman ataupun kebudayaan yang dialami manusia yang bersifat dinamis, untuk memperoleh maksud dari
pemikiran manusia dalam penggunaan bahasa. Fauconnier dan Turner 2002 berpendapat bahwa pemaduan merupakan sebuah
proses pemetaan ruang yang meliputi penalaran manusia, dan mengeksplorasi pemaduan fenomena, terutama pada metafora.
Menurut Croft dan Cruse, 2004: 33 proses pemetaan pada teori metafora konseptual hanya melibatkan dua ruang mental yaitu sumber dan target, akan tetapi
dalam teori blending pemaduan melibatkan empat ruang mental diantaranya adalah 2 ruang input dalam metafora merupakan ranah sumber dan target, ruang generik,
yang mewakili struktur konseptual yang dimiliki oleh kedua input, dan ruang campuran, yang menggabungkan materi dari input dan berinteraksi.
Fauconnier 1997: 149-150 menyatakan empat prinsip dalam teori pemaduan antara lain: 1 dalam integrasi konseptual, terdapat hubungan antara ruang input
cross-space mapping, 2 ruang generik yaitu bagian ruang mental yang memetakan dan merefleksikan kesamaan kedua ruang input, 3 terdapat ruang blend sebagai
© Master Program in Linguistics, Diponegoro University www.eprints.undip.ac.id
ruang proyeksi parsial dari kedua input, 4 emergent structure, yaitu kemunculan penemuan baru yang diperoleh dari proyeksi selektif dari kedua ruang input. Teori
pemaduan blending yang dipaparkan menunjukkan bahwa proses pembentukan metafora tidak lepas dari kreatifitas imajinasi manusia.
2.2.3 Embodiment penubuhan