PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF BERBANTUAN GAME UNTUK MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMA

(1)

PENGARUH PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF BERBANTUAN GAME UNTUK

MENINGKATKAN MINAT BELAJAR DAN

PEMAHAMAN KONSEP SISWA SMA

skripsi

disajikansebagaisalahsatusyarat untukmemperolehgelarSarjanaPendidikan

Program StudiPendidikanFisika

oleh Tri Handayani

4201411012

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG


(2)

(3)

(4)

(5)

i

MOTTO

“ Orang yang paling tidak bahagia ialah mereka yang paling takut pada perubahan.” (Mignon McLaughlin)

“ “Mulai “ adalah kata yang penuh kekuatan. Cara terbaik untuk menyelesaikan sesuatu adalah, “mulai”. Tapi juga megherankan , pekerjaan apa yang dapat kita selesaikan kalau kita hanya memulainya.” (Clifford Warren)

PERSEMBAHAN

Skripsi ini untuk :

Ibu dan Ayahku tercinta terimakasih atas kasih sayang, pengorbanan dan doanya.

Adik ku Desi Sunyahni yang selalu mendukungku hingga saat ini

Atoek Wikwok yang selalu memberikan semangat dan mendukungku hingga saat ini

Sahabat-sahabatku ( Angga, Lisa , Nunung, septi, ita, ayu, anda, dan Tea) yang telah menjadi sahabat baik dan banyak memberikan semangat serta bantuan selama ini

Teman-teman pendidikan fisika angkatan 2011.

Teman-teman gary kos ( dasman, juju, pipin, uby, fulanah, pepeb, icen , isnul, anis, dan ela) yang selalu mendukungku hingga saat ini


(6)

ii

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan nikmat-Nya. Sholawat dan salam semoga senantiasa tercurah pada junjungan kita nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabat. Alhamdulillah dengan rahmat-Nya tersusunlah skripsi berjudul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif BerbantuanGame Untuk Meningkatkan Minat Belajar Dan Pemahaman Konsep Siswa”.

Penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak berupa saran,kritik, bimbingan, maupun petunjuk dan bantuan dalam bentuk lain, maka penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Prof. Dr. Fathur Rokhman, M.Hum, selaku Rektor Universitas Negeri Semarang.

2. Prof. Dr. Wiyanto, M.Si selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Semarang.

3. Dr. Khumaedi, M.Si selaku Ketua Jurusan Fisika FMIPA Universitas Negeri Semarang.

4. Prof. Dr. Hartono, M.Pd, dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, arahan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi. 5. Drs. Mosik, M.S, dosen pembimbing II yang telah memberikan bimbingan,

arahan dan saran kepada penulis selama penyusunan skripsi.

6. Sunarno, S.Si., M.Si, dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang sangat berguna untuk penyempurnaan skripsi ini.


(7)

iii

7. Prof. Dr. Hartono, M.Pd, selaku dosen wali yang telah memberikan arahan dan saran selama penulis belajar di UNNES.

8. Seluruh Dosen Jurusan Fisika yang telah memberikan bekal ilmu kepada penulis selama belajar di UNNES.

9. Dra. Jadmi Rahayu, M.M, selaku kepala SMA Negeri 1 Bergasyang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melakukan penelitian.

10. Drs. Sutoyo, guru mata pelajaran FISIKA SMA Negeri 1 Bergas yang telah membantu terlaksananya penelitian ini.

11. Kedua orang tuakuyang selalu memberikan do’a dan dukungan hingga terselesaikannya skripsi ini.

12. Teman-teman angkatan 2011jurusan Fisika yang telah memberikan saran dalam penyusunan skripsi.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah membantu baik material maupun spiritual.

Akhirnya penulis berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi pembaca khususnya dan perkembangan pendidikan pada umumnya.

Semarang, Agustus 2012


(8)

iv

Game Untuk Meningkatkan Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Siswa. Skripsi, Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang. Pembimbing I : Prof. Dr. Hartono, M.Pd. dan Pembimbing II : Drs. Mosik, M.S.

Kata Kunci : Model pembelajaran kooperatif, Game, Minat Belajar, Pemahaman Konsep

Observasi awal yang dilakukan di SMA N 1 Bergas menunjukkan adanya kurangnya minat siswa dalam mengikuti pembelajaran. Hal ini mengakibatkan hasil belajar kognitif siswa rendah, sehingga mengakibatkan pemahaman konsep siswa juga rendah. Pembelajaran fisika memerlukan model yang dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep siswa , yakni dengan pembelajaraan kooperatif berbantuan game . Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis model pembelajaran kooperatif berbantuan game terhadap minat belajar dan pemahaman konsep siswa. Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan nonequivalent control group design , yang diterapkan pada pokok bahasan perpindahan kalor kelas X. Berdasarkan hasil analisis minat belajar dan pemahaman konsep siswa menunjukkan bahwa kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Hal ini dapat dilihat dari perhitungan uji t minat belajar siswa menunjukkan , sedangkan dengan α= 5% dan dk = 124 diperoleh hasil 1,658, uji t pemahaman konsep menunjukkan bahwa

, sedangkan dengan α = 5% dan dk= 124 diperoleh hasil 1,658, karena t berada pada daerah penerimaan Ha, maka kelompok eksperimen lebih baik daripada kelompok kontrol. Hal ini diperkuat dengan hasil uji gain untuk minat belajar siswa kelas eksperimen 0,398, kelas kontrol sebesar 0,127, sedangkan gain untuk pemahaman konsep kelas eksperimen sebesar 0,72, kelas kontrol sebesar 0,67. Hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif berbantuan game dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep siswa .


(9)

viii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...i

PERSETUJUAN PEMBIMBING ...ii

PERNYATAAN...iii

HALAMAN PENGESAHAN...iv

MOTTO DAN PERSEMBAHAN...v

PRAKATA...vi

ABSTRAK...vii

DAFTAR ISI...viii

DAFTAR TABEL...ix

DAFTAR GAMBAR...x

DAFTAR LAMPIRAN...x

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang...1

1.2 Rumusan Masalah...6

1.3 Tujuan Penelitian...7

1.4 Manfaat Penelitian...7

1.5 Penegasan Istilah...8

1.6 Sistematika skripsi...10

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Belajar...12


(10)

ix

2.4 Pemahaman Konsep...20

2.5 Hubungan Minat dan Pemahaman Konsep...21

2.6 Model Pembelajaran Kooperatif...23

2.7 Game...27

2.8 Model Pembelajaran Demonstrasi...30

2.9 Perpindahan Kalor...31

2.10 Kerangka Berpikir...39

2.11 Hipotesis...43

BAB 3 METODE PENELITIAN 3.1 Populasi dan Sample...44

3.2 Variabel Penelitian...45

3.3 Desain Penelitian...46

3.4 Data dan Teknik Pengumpulan Data...50

3.5 Instrumen Penelitian...52

3.6 Teknik Analisis Data...58

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ...64


(11)

x BAB 5 PENUTUP

5.1 Simpulan...77

5.2 Saran...78

DAFTAR PUSTAKA...79


(12)

xi

Tabel Halaman

3.1 Desain Penelitian ...45

3.2 Klasifikasi Reliabilitas...54

3.3 Kriteria Tingkat Kesukaraan soal ...55

3.4 Kriteria Daya Beda Soal...56

3.5 Kriteria Presentase Skor...59

3.6 Klasifikasi Pemahaman Konsep...60

4.1 Hasil Uji Normalitas (Uji Barlet)...65

4.2 Rekapitulasi Hasil Pemahaman Konsep Antara Kelas Kontrol Dan Kelas Eksperimen...66

4.3 Hasil Uji Normalitas Pretest dan Posttest...66

4.4 Hasil Gain Minat Belajar...67

4.5 Hasil Gain Pemahaman Konse...67

4.6 Uji Hipotesis Minat Belajar Siswa ...68

4.7 Uji Hipotesis Pemahaman Konsep...69


(13)

viii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

2.1 Perpindahan Kalor secara Konduksi...32

2.2 Menentukan Kecepatan Aliran Kalor...33

2.3 Konveksi Kalor Dalam Air...34

2.4 Pemanasan Air dalam Ketel Terjadi secara Kondukai dan Konveksi...35

2.5 Peristiwa Konveksi...36

2.6 Angin Laut...36

2.7 Angin Darat...37

2.8 Radiasi...38

2.9 Skema Kerangka Berpikir...41


(14)

ix

Lampiran Halaman

1. Kisi-kisi Angket Minat...81

2. Angket Minat...86

3. Angket Tanggapan Siswa...88

4. Kisi-kisi Soal Uji Coba...112

5. Soal Uji Coba...113

6. Kunci Jawaban Soal Uji Coba...120

7. Daftar Nama Peserta Tes Uji Coba...121

8. Analisis Uji Coba Soal Pemahaman Konsep...122

9. Perhitungan Validitas Butir Soal Uji Coba...126

10. Perhitungan Reliabilitas Soal Uji Coba...129

11. Perhitungan Tingkat Kesukaraan Soal Uji Coba...131

12. Perhitungan Daya Pembeda Soal Uji Coba...133

13. Daftar Peserta Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...135

14. Silabus ...136

15. RPP Kelas Eksperimen...138

16. RPP Kelas Kontrol...152

17. Kisi-kisi Soal Penelitian Pemahaman Konsep ...166

18. Soal Posttest ...184

19. Kunci Jawaban Soal Posttest ...192


(15)

x

21. Uji Homogenitas Populasi...194

22. Uji Normalitas...196

23. Daftar Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...208

24. Daftar Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...209

25. Daftar Nilai Pretest Minat Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...210

26. Daftar Nilai Posttest Minat Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol...214

27. Uji Normalitas Nilai Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...218

28. Uji Normalitas Nilai Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ...224

29. Uji t Pemahaman Konsep ...230

30. Uji t Minat Belajar ...234

31. Uji Gain Pemahaman Konsep ...238

32. Uji Gain Minat Belajar ...243

33. Respond Siswa...248

34. Kartu Soal...250

35. Surat Keputusan Pembimbing...256

36. Surat Ijin Penelitian...257

37. Surat Keterangan penelitian...260


(16)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang Masalah

Perkembangan dunia pendidikan di Indonesia mengalami perubahan dari tahun ke tahun. Perubahan mendasar terjadi pada segi kurikulum tiap jenjang pendidikan maupun segi pola pembelajaran yang diterapkan pada masing-masing sekolah. Perkembangan dunia pendidikan yang cepat, memacu sekolah untuk menerapkan pola pedidikan yang dinamis pada berbagai bidang. Salah satu upaya yang dilakukan sekolah dalam menerapkan pola pendidikan yang dinamis adalah dengan memanfaatkan perkembangan media dalam kegiatan pembelajaran. Pemanfaatan media yang ada dalam kehidupan sehari-hari dapat mendukung berlangsungnya pembelajaran yang interaktif antara siswa dan guru. Media pembelajaran merupakan sebagai alat bantu mengajar yang turut mempengaruhi iklim, kondisi, dan lingkungan belajar yang diciptakan oleh guru (Arsyad, 2006:15).

Menurut Hamalik, sebagaimana yang dikutip oleh Arsyad (2006: 15-16) mengemukakan bahwa pemakaian media pembelajaran dalam proses belajar mengajar dapat membangkitkan keinginan dan minat yang baru, membangkitkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan bahkan membawa pengaruh-pengaruh psikologi terhadap siswa. Penggunaan media pembelajaran pada tahap orientasi pembelajaran akan sangat membantu keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian pesan dan isi pelajaran pada saat itu. Selain membangkitkan


(17)

2

motivasi dan minat siswa, media pembelajaran juga dapat membantu siswa meningkatkan pemahaman, menyajikan data dengan menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan informasi.

“ In order to improve teaching, it is necessary that teachers recognize and work on students most common difficulties in order to minimize those difficulties by varying the teaching methods. McDenmott (1996) points out that most of learning problems occur because the ways in which concepts are explained to

students are complex and difficult to understand”(Fiscarelli, 2013) . Dalam rangka meningkatkan pengajaran guru perlu mengenali kesulitan paling umum yang dialami siswa untuk meminimalkan kesulitan siswa dengan cara memvariasikan metode dalam pengajaran, McDermott(1996) menunjukkan bahwa sebagian besar masalah pembelajaran terjadi karena cara menjelaskan konse-konsep sulit dimengerti oleh siswa.

Peningkatan kualitas pendidikan memerlukan perbaikan proses pembelajaran disekolah, untuk itu diperlukan kreativitas guru dalam merancang pembelajarannya agar tercipta suasana atau iklim dalam pembelajaran yang dapat memotivasi siswa untuk senantiasa belajar dengan baik dan bersemangat. Suasana pembelajaran yang kondusif dan menantang berkompetisi secara sehat, akan berdampak positif dalam pencapaian prestasi belajar siswa. Sebaliknya, tanpa hal itu apapun yang dilakukan guru tidak akan mendapat respon siswa secara aktif.

Minat merupakan salah satu aspek psikologis yang sangat berpengaruh dalam kegiatan pembelajaran. Minat seperti yang dipahami selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar siswa dalam bidang-bidang studi


(18)

tertentu. Seandainya,seorang siswa yang menaruh minat besar terhadap matematika akan memusatkan perhatiannya lebih banyak daripada siswa lainnya. Kemudian, karena pemusatan perhatian yang intensif terhadap materi itulah yang memungkinkan siswa tadi untuk belajar lebih giat, dan akhirnya mencapai prestasi yang diinginkan. Guru dalam kaitan ini sebaiknya berusaha membangkitkan minat siswa untuk menguasai pengetahuan yang terkandung dalam bidang studinya dengan cara yang kurang lebih sama dengan kiat membangun sikap positif seperti terurai diatas (Syah, 2006:151)

Pembelajaran Fisika ditingkat SMA dimaksudkan sebagai sarana untuk melatih siswa agar dapat menguasai pengetahuan dan konsep fisika. Ilmu pengetahuan alam khususnya fisika pada hakekatnya adalah menyangkut produk dan proses. Bahkan, secara lebih lengkap dijelaskan ada tiga komponen, yaitu sikap ilmiah, proses ilmiah dan produk ilmiah. Oleh karenanya, pengajaran eksata tidak sebatas mementingkan penguasaan siswa terhadap fakta, konsep, dan teori-teori, tetapi yang lebih penting adalah siswa mengerti dan paham terhadap proses bagaimana fakta, konsep, dan teori itu ditemukan.

Hasil riset yang dilakukan pada para siswa di Amerika sebagaimana yang dikutip oleh Rusman (2010) memperlihatkan bahwa banyak dari mereka gagal untuk membuktikan pengertian secara mendalam ketika mereka mempelajari sains fisika dengan metode konvesional. Ini berarti ada kecenderungan hanya ada beberapa saja yang mampu bertahan dengan metode ini dan dapat sukses.

Menurut Meisner yang dikutip oleh Masa’mah (2008) menyadari bahwa siswa tidak semuanya mampu memahami materi dengan cara pengajaran


(19)

4

konvesional. Masing-masing siswa memiliki kecerdasan yang berbeda. Ini berarti anak dengan tipe kecerdasan tertentu sebaiknya diperlakukan dengan cara tertentu juga. Sebagai contoh apabila ada anak yang memiliki kecerdasan otak kanan sangat kuat namun memiliki kecenderungan otak kiri yang kurang baik, maka akan lebih baik diberikan game-game yang berhubungan dengan Fisika,bukan hanya rumus saja atau penjelasan kata-kata. Menurut Garder yang dikutip oleh Masa’mah (2008) mengatakan bahwa tidak ada anak dengan kemampuan yang identik, itulah mengapa pengajaran yang bervariasi perlu dilakukan.

Bahrudin (2005) sebagaimana yang dikutip oleh Masa’mah (2008)

menyatakan bahwa ukuran keberhasilan pendidikan pertama-tama adalah apabila anak dapat belajar dengan senang. Apabila sekolah tidak dapat memberikan rasa nyaman maka keberhasilan anak untuk belajar berkurang 50%, oleh karena itu proses pembelajaran harus dibangun berdasarkan kegembiraan murid dan guru.

Hasil belajar Fisika yang rendah juga disebabkan kurangnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran Fisika. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya minat siswa untuk belajar Fisika yaitu model pembelajaran yang digunakan guru Fisika selama proses pembelajaran kurang menarik. Sebagian besar guru Fisika di Indonesia pada umumnya dan di kabupaten Semarang pada khususnya masih menggunakan metode ceramah dalam pembelajarannya. Akibatnya siswa semakin enggan untuk belajar Fisika, dan kesan sulit dari pelajaran Fisika juga semakin kuat.

Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan model pembelajaran baru dan guru profesional yang diharapkan mampu menyelenggarakan pembelajaran yang


(20)

efektif, yaitu dengan merancang bahan belajar (stimullus) yang mampu menarik dan memotivasi siswa untuk belajar dan mampu menggunakan berbagai model pembelajaran yang menarik. Salah satu model pembelajaran menarik yang dapat diterapkan yaitu Model Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Game.

Salah satu pembelajaran berorientasi pada siswa yaitu pembelajaran kooperatif yang merupakan pembelajaran secara berkelompok. Dalam model pembelajaran kooperatif, siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil saling membantu belajar satu dengan lainnya. Kelompok-kelompok tersebut beranggotakan siswa dengan hasil belajar tinggi, rata-rata, dan rendah, laki-laki dan perempuan , siswa dengan latar belakang suku berbeda yang ada dikelas, kelompok heterogen ini akan bekerja sama dengan baik sebagai sebuah tim.

Pada kelompok kooperatif ini, siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan berargumentasi untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.

Media yang digunakan dalam penelitian ini adalah game. Game atau permainan adalah setiap konteks antara pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pula, sehingga ada yang menang dan ada yang kalah, biasanya dalam konteks tidak serius atau dengan tujuan refreshing. Permainan merupakan kesibukan yang dipilih sendiri oleh pemain tanpa adanya unsur paksaan, tanpa didesak oleh rasa tanggung jawab dan tidak mempunyai tujuan tertentu. Sadiman (2009: 75)


(21)

6

Tujuan peneltian ini adalah untuk membandingkan peningkatan antara kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuan game dan model demonstrasi.Model pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Aris, 2014: 62)

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan, maka model pembelajaran kooperatif berbantuan game dapat dijadikan sebagai salah satu cara membuat pembelajaran Fisika lebih menarik yang melibatkan siswa untuk berperan aktif dalam pembelajaran melalui penelitian yang berjudul” Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Game Untuk

Meningkatkan Minat Dan Pemahaman Konsep Siswa”.

1.2.

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dipaparkan, permasalahan yang akan dikaji adalah:

a. Bagaimana perbandingan peningkatan minat belajar siswa SMA N 1 Bergas kelas X antara yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantu game dengan model pembelajaran demonstrasi? b. Bagaimana perbandingan peningkatan pemahaman konsep siswa SMA N 1

Bergas kelas X antara yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantu game dengan model pembelajaran demonstrasi?


(22)

c. Bagaimana respon siswa tentang ” Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Game Untuk Meningkatkan Minat Belajar

dan Pemahaman Konsep Siswa SMA” ?

1.3.

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, tujuan yang ingin dicapai pada penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui perbandingan peningkatan minat belajar siswa SMA N 1 Bergas kelas X antara yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuangame dengan model pembelajaran demonstrasi? b. Untuk mengetahui perbandingan peningkatan pemahaman konsep siswa

SMA N 1 Bergas kelas X antara menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuangame dengan model pembelajaran demonstrasi?

c. Untuk mengetahui respon siswa tentang ”Penerapan Model

Pembelajaran Kooperatif Berbantuan Game Untuk Meningkatkan

Minat Belajar dan Pemahaman Konsep Siswa SMA”?

1.4.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada berbagai pihak, diantaranya bagi siswa, guru, dan bidang pendidikan. Bagi siswa, penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan minat belajar Fisika melalui model pembelajaran kooperatif berbantuan game, sehingga pemahaman konsep siswa juga ikut meningkat. Selain itu, penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan bagi guru dalam rangka membelajarkan Fisika dan mengurangi perbedaan kemampuan pemahaman antar siswa. Bagi bidang pendidikan,


(23)

8

diharapkan penelitian ini dapat menambah alternatif pembelajaraan yang membuat siswa lebih tertarik dalam mengikuti pembelajaran Fisika, sehingga proses pembelajaraan dapat berjalan lebih efektif.

1.5.

Penegasan Istilah

a. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran Kooperatif merupakan model pembelajaran dengan menggunakan sistem pengelompokkan atau tim kecil, yaitu antara 4 sampai 6 orang yang mempunyai latar belakang kemampuan akademik, jenis kelamin, rasatau suku yang berbeda ( Rusman, 2010 : 202).

b. Game

Game merupakan kata dalam bahasa inggris yang berarti permainan. permainan adalah sesuatu yang dapat dimainkan dengan aturan tertentu sehingga ada yang menang dan ada yang kalah, biasanya dalam konteks tidak serius atau dengan tujuan refreshing. Game atau permainan merupakan setiap konteks antara pemain yang berinteraksi satu sama lain dengan mengikuti aturan-aturan tertentu untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu pula. Sadiman (2009: 75) . Game dibagi menjadi 3 kategori, yaitu game online, game offline dan game yang ada didalam kelas.

c. Model pembelajaran Demonstrasi

Model pembelajaran demonstrasi adalah model mengajar dengan cara memperagakan barang, kejadian, aturan, dan urutan melakukan sesuatu kegiatan, baik secara langsung maupun melalui penggunaan media


(24)

pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan atau materi yang sedang disajikan (Aris, 2014: 62)

d. Minat belajar

Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati seseorang, diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa senang. Jadi berbeda dengan perhatian, karena perhatian sifatnya sementara ( tidak dalam waktu yang lama) dan belum tentu diikutin dengan perasaan senang, sedangkan minat selalu diikuti dengan perasaan senang dari situ diperoleh kepuasaan (Slameto, 2010: 57).

e. Pemahaman konsep

Pemahaman merupakan sesuatu hal yang harus dimiliki oleh seseorang khususnya siswa agar memperoleh hasil yang optimal. Pemahaman konsep adalah suatu jenjang dalam ranah kognitif yang menunjukkan kemampuan menjelaskan hubungan yang sederhana antara faktor-faktor dan konsep (Arikunto, 2007: 118).

Pemahaman konsep adalah kemampuan mengungkapkan makna suatu konsep yang meliputi kemampuan membedakan, menjelaskan, menguraikan, lebih lanjut, dan mengubah konsep. Pemahaman konsep dalam penelitian ini adalah konsepsi siswa yang sama dengan konsepsi para fisikawan yang menyangkut pemahaman siswa dalam materi


(25)

10

1.6

Sistematika Skripsi

Susunan skripsi ini terdiri atas tiga bagian yaitu bagian pendahuluan, bagian isi dan bagian akhir skripsi.

1.6.1 Bagian Pendahuluan

Bagian pendahuluan skripsi ini berisi halaman judul, pengesahan, motto dan persembahan, abstrak, kata pengantar, daftar isi, daftar lampiran, daftar gambar dan daftar tabel.

1.6.2 Bagian Isi

Bagian isi terdiri dari lima bab,sebagai berikut: Bab 1 : Pendahuluan

Bagian bab 1 ini berisi tentang latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, penegasan istilah dan sistematika skripsi.

Bab 2 : Tinjauan Pustaka

Bagian bab 2 ini berisi tentang teori-teori yang dijadikan pedoman atau acuan dalam melakukan penelitian, kerangka berpikir dan hipotesis.

Bab 3 : Metode Penelitian

Bagian bab 3 ini berisi metode yang digunakan untuk analisis data yang meliputi: metode penentuan obyek penelitian, metode pengumpulan data, penyusunan instrumen, prosedur penelitian dan metode analisis data.


(26)

Bab 4 : Hasil Penelitian dan Pembahasan

Bagian bab 4 ini berisis hasil-hasil penelitian yang diperoleh yang disertai dengan analisis data serta pembahasannya.

Bab 5 : Penutup

Bagian bab 5 ini berisis simpulan dari penelitian dan saran-saran.

1.6.3 Bagian Akhir Skripsi


(27)

12

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Belajar

Proses belajar tidak lepas dari adanya beberapa komponen pembelajaran antara lain: tujuan pembelajaran, peserta didik, tenaga kependidikan, kurikulum, strategi pembelajaran, media pembelajaran, dan evaluasi pembelajaran. Pelaksanaan pembelajaran menekankan adanya suatu proses atau kegiatan belajar yang dilakukan oleh siswa. Menurut Teori Kognitif, belajar tidak hanya melibatkan hubungan antara stimulus dan respon. Belajar melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Belajar adalah proses berpikir, perubahan persepsi dan pemahaman. Perubahan persepsi dan pemahaman tidak selalu berbentuk perubahan tingkah laku yang bisa diamati. Asumsi dasar teori ini adalah setiap orang telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan didalam dirinya yang tertata dalam bentuk struktur kognitif. Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan baik apabila materi pelajaran yang baru beradaptasi sesuai dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki oleh siswa.

Proses belajar Fisika menurut Piaget mengarahkan pada pola tahap perkembangan tertentu sesuai dengan umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap: asimilasi (proses penyesuaian pengetahuan baru dengan struktur kognitif siswa), akomodasi (proses penyesuaian struktur kognitif siswa dengan pengetahuan baru), equilibrasi (proses penyeimbngan mental setelah terjadi asimilasi/akomodasi).


(28)

Proses pembelajaran Fisika menurut Brunner mengarah pada cara guru mengatur materi pelajaran dan bukan ditentukan oleh umur siswa. Proses belajar terjadi melalui tahap-tahap : enaktif ( aktifitas siswa untuk memahami lingkungan), ikonik( siswa melihat dunia melalui gambar-gambar dan visualisasi verbal),simbolik ( siswa memahami gagasan-gagasan abstrak). Saat proses belajar berlangsung, siswa dibebaskan untuk belajar sendiri atau belajar dengan cara menemukan (discovery).

Proses belajar fisika menurut Ausubel mengarah pada kemampuan siswa dalam mengasimilasikan pengetahuan yang dimiliki dengan pengetahuan yang baru. Proses belajar terjadi melalui tahapan-tahapan: memperhatikan stimulus yang diberikan, memahami makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang sudah dipahami. Aplikasinya siswa belajar secara deduktif ( dari umum ke khusus).

Belajar adalah perubahan relatif permanen dalam dalam kapasitas pribadi seseorang sebagai akibat pengolahan atas pengalaman yang diperolehnya dan praktik yang dilakukannya (Permendiknas RI Nomor 41 Tahun 2007). Proses belajar pada siswa dapat terjadi dengan berbagai cara, namun demikian dalam kegiatan belajar mengajar tidak boleh dilakukan sembarangan, guru harus menggunakan prinsip-prinsip belajar agar bisa bertindak secara tepat.

Menurut Gagne dan Berliner, sebagaimana yang dikutip oleh Anni (2006, 2-5) menyatakan bahwa belajar merupakan proses dimana suatu organisasi mengubah perilakunya karena hasil pengalaman. Morgen et.al menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan relatif permanen yang terjadi karena hasil dan


(29)

14

praktik atau pengalaman. Slavin menyatakan bahwa belajar merupakan perubahan individu yang disebabkan oleh pengalaman. Cronbach di dalam bukunya Educational Psychology menyatakan bahwa belajar sebaik-baiknya adalah dengan mengalami dan dalam mengalami itu si pelajar menggunakan panca inderanya. Hal-hal pokok mengenai definisi belajar sebagai yaitu:

1. Bahwa belajar itu membawa perubahan ( dalam arti behaviour changes, aktual maupun potensial).

2. Bahwa perubahan itu pada pokoknya adalah didapatkannya kecakapan baru. 3. Bahwa perubahan itu terjadi karena usaha ( dengan sengaja).

2.2

Pembelajaran Fisika

Fisika merupakan salah satu cabang ilmu pengetahuan alam atau sains. Fisika mempelajari tingkah laku alam dari berbagai bentuk gejala atau fenomena yang muncul di alam, untuk kemudian memahami penyebabnya. Jadi, belajar Fisika tidak lepas dari penguasaan konsep dasar Fisika melalui pemahaman dan pengalaman langsung, melalui inquiry.

Belajar Fisika adalah proses mengasah kemampuan untuk memahami konsep, prinsip, maupun hukum-hukum alam. Pada proses pembelajaran siswa dilatih untuk mampu menyusun kembali dalam bahasanya sendiri, pengetahuan tentang Fisika yang diperolehnya sesuai dengan tingkat kematangan dan perkembangan intelektualnya. Kemampuan berpikir analitis, induktif, dan deduktif dalam menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan peristiwa alam sekitar, baik secara kualitatif maupun kuantitatif menggunakan matematika, serta


(30)

dapat mengembangkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap percaya diri menjadi kemampuan-kemampuan utama yang dikembangkan dalam belajar.

( Depdiknas, 2003: 1).

“ Science studies andparticulary physics are among the school subjects

with which students in Turkey have the most difficulty. Research has shown that physics classes in Turkey are largely implemented, with traditional methods of instruction. As is recognized, traditional teaching methods render the teacher the dominant figure in the clasroom will making the student a passiveparticipant. This kind of model from the very beginning leads students into the path of traditional

learning strategies such as memorization and replication”(Selcuk, 2013). Studi sains dan khususnya Fisika adalah salah satu mata pelajaran sekolah yang paling sulit di Turki. Penelitian telah menunjukkan bahwa kelas Fisika di Turki sebagian besar dilaksanakan dengan metode tradisional Seperti yang diakui, metode pengajaran tradisional membuat guru dominan dikelas sementara membuat siswa pasif, Sehingga model pengajaran tradisional kurang menarik saat proses pembelajaran berlangsung.

Teori Fisika tidak cukup hanya dibaca dan dihafal tetapi harus dipahami serta jika memungkinkan dipraktikkan secara langsung, sehingga siswa terlatih untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah. Karakterisktik pembelajaran Fisika harus melibatkan siswa secara aktif untuk berinteraksi dengan objek nyatayang ada dialam sekitar atau keadaan yang dialami siswa dalam kehidupan sehari-hari.


(31)

16

Proses pembelajaran yang semacam ini akan memberikan suasana yang menyenangkan, keluar dari rutinitas mendengar dan mencatat,dan mengaktifkan seluruh indra siswa. Semakin banyak indra yang dilibatkan dalam proses pembelajaran, semakin lama ingatannya tersimpan.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran Fisika lebih menitikberatkan pada proses pemberian pengalaman langsung kepada siswa dengan menerapkan pembelajaran menyenangkan, sehingga siswa dapat menyimpan pengetahuan yang didapat.

2.3

Minat Belajar

Minat merupakan faktor instrinsik yang dapat berpengaruh terhadap hasil belajar seseorang. Minat berhubungan dengan perasaan suka atau tidak suka, senang atau tidak senang, tertarik atau tidak tertarik. Seseorang yang mempunyai minat terhadap suatu pelajaran, maka seseorang tersebut akan cenderung bersungguh-sungguh mempelajarinya, sedangkan seseorang yang kurang berminat terhadap suatu pelajaran maka cenderung enggan mempelajarinyan. (Slameto, 2010: 57).

Menurut Lazandes dan ittel (2012) menyatakan bahwa “ subject-specific interest is an important determinant for succesful learning and advanced

achievement”(Lazandes, 2012). Minat merupakan faktor penting penentu keberhasilan pembelajaran dan peningkatan prestasi siswa.

Minat berhubungan dengan perasaan tertarik atau tidak tertarik, ketertarikan seseorang terhadap sesuatu timbul karena ada sesuatu yang dianggap menarik. Minat dapat membuat siswa lebih dekat dan terus terdorong untuk


(32)

memahami hal-hal yang dipelajarinya. Siswa yang mempunyai minat terhadap pelajaran akan mempunyai keinginan besar untuk berhasil, sehingga bila siswa tertarik untuk mempelajari fisika maka dapat meningkatkan aktivitas belajar fisika. Minat merupakan faktor internal yang memberi pengaruh terhadap aktivitas beajar fisika. Minat merupakan faktor internal yang memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar fisika.

Indikator minat belajar menurut Slameto (2003: 58) siswa yang berminat dalam belajar mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a. Mempunyai kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan mengenang sesuatu yang dipelajari secara terus menerus.

b. Ada rasa suka dan senang pada sesuatu yang diminati.

c. Memperoleh suatu kebangaan dan kepuasaan pada sesuatu yang diminati. Ada rasa ketertarikan pada sesuatu aktivitas-aktivitas yang diminati.

d. Lebih menyukai suatu hal yang menjadi minatnya daripada yang lainnya. e. Dimanifestasikan melalui partisipasi pada aktivitas dan kegiatan.

Ada beberapa indikator siswa yang memiliki minat belajar yang tinggi hal ini dapat dikenali melalui proses belajar dikelas maupun dirumah yaitu:

a. Perasaan Senang

Seorang siswa yang memiliki perasaan senang atau suka terhadap pelajaran fisika, maka ia harus terus mempelajari bidang tersebut.

b. Ketertarikan Siswa. Berhubungan dengan daya gerak yang mendorong siswa untuk cenderung merasa tertarik pada orang, kegiatan, atau bisa berupa pengalaman efektif yang dirangsang oleh kegiatan itu sendiri.


(33)

18

c. Perhatikan dalam Belajar

Adanya perhatian juga menjadi salah satu indikator minat. Perhatian merupakan konsentrasi atau aktifitas jiwa kita terhadap pengamatan, pengertian, dan sebagainya dengan mengesampingkan hal lain. Seseorang yang memiliki minat pada objek tertentu maka dengan sendirinya dia akan memperhatikan objek tertentu. Misalnya, seorang siswa menaruh minat terhadap pelajaran fisika, maka ia berusaha untuk memperhatikan penjelasan dari gurunya.

d. Bahan Pelajaran dan Sikap Guru yang Menarik

Tidak semua siswa menyukai suatu bidang studi pelajaran karena faktor minatnya sendiri. Ada yang mengembangkan minatnya terhadap bidang pelajaran tersebut karena pengaruh dari gurunya, teman sekelas, bahan pelajaran yang menarik. Walaupun demikian lama-kelamaan jika siswa mampu mengembangkan minatnya yang kuat terhadap mata pelajaran niscaya ia bisa memperoleh prestasi yang berhasil sekalipun ia tergolong siswa yang berkemampuan rata-rata.

e. Keterlibatan Siswa

Ketertarikan seseorang akan sesuatu obyek yang mengakibatkan orang tersebut senang dan tertarik untuk melakukan atau mengerjakan kegiatan dari obyek tersebut.

f. Manfaat dan Fungsi Mata Pelajaran. Minat secara umum termasuk dalam kategori perangkat afektif yang memiliki intensitas tinggi. Dalam Depdiknas (2008:6) penilaian minat antara lain dapat digunakan untuk:


(34)

1. mengetahui minat siswa sehingga siswa mudah untuk pengarahan dan pembelajaran.

2. Menggambarkan keadaan langsung dikelas.

3. Mengelompokkan siswa yang memiliki minat sama.

4. Acuan dalam menilai kemampuan siswa secara keseluruhan dan memiliki metode yang tepat dalam penyampaian materi.

5. Mengetahui tingkat minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan guru, dan

6. Meningkatkan motivasi belajar siswa

Minat merupakan sumber dari usaha, hubungannya dengan belajar yaitu minat merupakan salah satu unsur yang diperlukan dalam aktivitas belajar. Karena minat merupakan sumber yang menyebabkan siswa lebih berkonsentrasi dalam belajar, lebih semangat, dan menimbulkan perasaan senang sehingga siswa tidak cepat merasa bosan untuk belajar.

Guru merupakan salah satu faktor penting dalam pembelajaran, guru harus mampu menerapkan pembelajaran yang menarik, mengkondisikan kelas sesuai dengan harapan akan dapat meningkatkan minat siswa untuk lebih tertarik mempelajari materi. Oleh karena itu, seorang guru dalam menyampaikan pelajaran harus mampu membuat siswa senang dalam belajar. Dari berbagai kajian teori diatas, maka model pembelajaran kooperatif berbantuan game merupakan pilihan yang tepat untuk meningkatkan minat dan pemahaman konsep siswa.


(35)

20

2.4

Pemahaman Konsep

Pemahaman merupakan sesuatu hal yang harus dimiliki oleh seseorang khususnya siswa agar memperoleh hasil yang optimal. Pemahaman konsep adalah suatu jenjang dalam ranah kognitif yang menunjukkan kemampuan menjelaskan hubungan yang sederhana antara faktor-faktor dan konsep. (Arikunto, 2007: 118).

Pemahaman sebagai kemampuan memperoleh makna dari materi pesertadidik. Hal ini ditunjukkan melalui penerjemahan materi pesertadidik, dan melalui mengestimasikan kecenderungan masa depan. Hasil belajar ini berada pada satu tahap diatas peningkatan materi sederhana dan mencerminkan tingkat pemahaman rendah.

Pemahaman konsep adalah kemampuan mengungkapkan makna suatu konsep yang meliputi kemampuan menbedakan, menjelaskan, menguraikan, lebih lanjut, dan mengubah konsep.

Siswa dikatakan memahami konsep apabila siswa telah mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi dan memberi contoh dari konsep.

Indikator yang menunjukkan pemahaman konsep adalah sebagai berikut: 1. Menyatakan ulang sebuah konsep.

2. Menyatakan obyek-obyek menurut sifat-sifatnya (konsep). 3. Memberikan contoh dan bukan contoh suatu konsep.

4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis. 5. Mengembangkan syarat cukup suatu konsep.


(36)

7. Menggunakan konsep atau alogaritma ke pemecahan masalah. (Wardhani, 2005: 85)

Hasil belajar merupakan hal penting yang akan dijadikan sebagai tolok ukur sejauh mana keberhasilan seseorang dalam belajar (Anni, 2007: 5-8). Hasil belajar siswa dapat juga digunakan untuk mengetahui sejauh mana siswa tersebut memahami konsep materi yang sudah diajarkan.

Jadi, yang dimaksud pemahaman dalam penelitian ini adalah suatu kemampuan untuk mengerti secara benar konsep-konsep atau fakta-fakta. Pemahaman sebagai salah satu indikator kadar keberhasilan belajar siswa dapat bernilai amat baik, baik, cukup, dan buruk. Pemahaman (understanding) merupakan prasyarat mutlak untuk menuju tingkat kemampuan kognitif yang lebih tinggi, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi.

2.5

Hubungan Minat Dan Pemahaman Konsep

Siswa yang memiliki minat belajar dan sikap positif terhadap suatu mata pelajaran akan merasa senang mempelajari mata pelajaran tersebut, sehingga dapat diharapkan akan mencapai hasil belajar yang optimal.

Ada beberapa cara untuk dapat membangkitkan minat belajar siswa terhadap mata pelajaran tersebut, diantaranya yaitu:

1. Dengan cara membuat materi yang akan diajarkan semenarik mungkin dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku, materi, desain pembelajaran yang membebaskan siswa untuk mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain belajar siswa ( kognitif, afektif, dan psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun performansi yang menarik saat mengajar.


(37)

22

2. Keadaan atau situasi yang menarik minat.

Keadaan atau suasana dalam kelas hendaknya diusahakan sedemikian rupa sehingga tidak membosankan dan cepat membuat siswa menjadi lelah. Keadaan dan suasana yang menarik adalah yang mendukung terpenuhinya kebutuhan siswa baik kebutuhan yang berhubungan dengan jasmani maupun rohani( Arikunto 1990:105).

Dalam suatu penelitian diperoleh adanya korelasi antara minat dan hasil belajar Fisika, hasil belajar yang diteliti oleh penulis adalah hasil belajar kognitif untuk lebih tepatnya adalah pemahaman konsep. Dalam penelitian tersebut disebutkan semakin tinggi minat siswa terhadap pelajaran fisika, semakin tinggi hasil belajarnya. Sehingga dapat disimpulkan, semakin tinggi minat belajar siswa maka semakin tinggi juga tingkat pemahaman konsep tentang materi Fisika tersebut. Minat siswa dalam belajar Fisika sebesar 40%, angka tersebut menunjukkan bahwa minat siswa dalam belajar fisika tergolong sedang , dari hasil penelitian juga menyebutkan bahwa prestasi siswa terhadap mata pelajaran Fisika juga tergolong sedang yaitu 46%. Hasil belajar Fisika yang masih tergolong sedang tersebut disebabkan karena minat siswa terhadap Fisika juga masih tergolong sedang dan teknik yang dilakukan guru dalam membangkitkan minat siswa belajar Fisika masih tergolong cukup baik. Namun dapat dikatakan bahwa teknik yang dilakukan guru dalam membangkitkan minat siswa belajar Fisika sudah mempunyai pengaruh dan meningkatkan hasil belajar.


(38)

2.6

Model Pembelajaran Kooperatif

Dalam model pembelajaran kooperatif ini, guru lebih berperan sebagai fasilitator yang berfungsi sebagai jembatan penghubung ke arah pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri. Guru tidak hanya memberikan pengetahuan pada siswa, tetapi juga harus membangun pengetahuan dalam pikirannya. Siswa mempunyai kesempatan untuk mendapatkan pengalaman langsung dalam menerapkan ide-ide mereka, ini merupakan kesempatan bagi siswa untuk menemukan dan menerapkan ide-ide mereka sendiri.(Rusman, 2010: 201-202)

Secara sederhana kata “kooperatif” berarti mengerjakan sesuatu secara bersama-sama dengan saling membantu satu sama lainnya sebagai satu tim. Pembelajaran kooperatif dapat diartikan belajar bersama-sama, saling membantu antara satu dengan yang lain dalam belajar dan memastikan bahwa setiap orang dalam kelompok mencapai tujuan atau tugas yang telah ditentukan sebelumnya.

Rusman (2010: 203-204) mendefinisikan bahwa pembelajaran kooperatif (cooperative learning) merupakan bentuk pembelajaran dengan cara siswa belajar dan bekerja dalam kelompok-kelompok kecil secara kolaboratif yang anggotanya terdiri dari empat sampai enam orang dengan struktur kelompok yang bersifat heterogen.

Pembelajaran kooperatif tidak sama dengan sekedar belajar dalam kelompok. Ada unsur dasar pembelajaran kooperatif yang membedakan dengan pembelajaran kelompok yang dilakukan asal-asalan. Pelaksanaan prinsip dasar pokok sistem pembelajaran kooperatif dengan benar akan memungkinkan guru


(39)

24

mengelola kelas dengan lebih efektif. Dalam pembelajaran kooperatif proses pembelajaran tidak harus belajar dari guru kepada siswa. Siswa dapat saling membelajarkan sesama siswa lainnya. Pembelajaran oleh rekan sebaya (Peerteaching) lebih efektif daripada pembelajaran oleh guru.

Menurut Rusman(2010: 206) menyatakan Pembelajaran kooperatif akan efektif digunakan apabila:

1) Guru menekankan pentingnya usaha bersama disamping usaha secara individual

2) Guru menghendaki pemerataan perolehan hasil dalam belajar

3) Guru ingin menanamkan tutor sebaya atau belajar melalui teman sendiri 4) Guru menghendaki adanya pemerataan partisipasi aktif siswa

5) Guru menghendaki kemampuan siswa dalam memecahkan berbagai permasalahan

Pembelajaran kooperatif mempunyai beberapa karakteristik. Karakteristik tersebut merupakan sesuatu yang membedakan pembelajaran kooperatif dengan pembelajaran yang lain. Hal tersebut disebutkan dalam Rusman (2010: 207) yang menyebutkan bahwa karakteristik pembelajaran kooperatif adalah sebagai berikut: 1. Pembelajaran secara tim

Artinya pembelajaran dilakukan secara bersama–sama untuk mencapai tujuan tertentu.

2. Didasarkan pada manajemen kooperatif

Pada pembelajaran kooperatif mempunyai fungsi manajemen, yaitu fungsi perencanaan, sebagai organisasi dan sebagai kontrol.


(40)

3. Kemauan untuk bekerja sama

Untuk mendapatkan hasil yang optimal maka prinsip kebersamaan dan bekerja sama yang harus selalu ditekankan.

4. Keterampilan bekerja sama. Pembelajaran kooperatif yang menuntut siswa untuk bekerja sama akan mempengaruhi kemampuan sosial siswa. Dalam hal ini adalah keterampilan berinteraksi, berkomunikasi dan menyampaikan pendapat.

Pembelajaran kooperatif adalah suatu sistem yang di dalamnya terdapat elemen-elemen atau prinsip-prinsip yang saling terkait. Menurut Roger dan David Johson sebagaimana di jelaskan oleh Rusman (2010: 212) ada beberapa unsur yang merupakan ketentuan pokok dalam pembelajaran kooperatif, yaitu saling ketergantungan positif, interaksi tatap muka, akuntabilitas individu, dan keterampilan menjalin hubungan antar pribadi.

Aris (2014: 46) menyatakan bahwa terdapat enam langkah utama atau tahapan dalam pembelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif.


(41)

26

FASE-FASE AKTIVITAS GURU

Menyampaikan tujuan dan memotivasi siswa

Guru menyampaikan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai pada pembelajaran tersebut dan memotivasi siswa belajar

Menyampaikan informasi Guru menyajikan informasi kepada siswa dengan jalandemonstrasi atau lewat bahan bacaan.

Mengorganisasikan siswa ke dalam kelompok-kelompok belajar

Guru menjelaskan kepada siswa bagaiman caranya membentuk kelompok belajar dan membantu setiap kelompok agar melakukan transisi secara efisien.

Membimbing kelompok

bekerja dan belajar

Guru membimbing kelompok-kelompok belajar pada saat mereka mengerjakan tugas mereka. Evaluasi Guru mengevaluasi hasil belajar tentang materi

yang telah dipelajari atau masing-masing kelompok mempresentasikan hasil kerjanya.

Memberikan penghargaan Guru mencari cara-cara untuk menghargai, baik upaya maupun hasil belajar individual dan kelompok.

Kelebihan metode pembelajaran kooperatif, antara lain: 1) Siswa mempunyai tanggung jawab dan terlibat secara aktif dalam pembelajaran; 2) Keterampilan berpikir dan keterampilan sosial siswa dapat berkembang karena


(42)

adanya interaksi dan tukar pendapat; 3) Siswa memiliki motivasi yang tinggi untuk belajar karena didorong dan didukung dari rekan sebaya.

Kelemahan pembelajaran kooperatif antara lain: 1) Selama kegiatan diskusi kelompok berlangsung, ada kecenderungan topik permasalahan yang sedang dibahas meluas. Sehingga banyak yang tidak sesuai dengan waktu yang telah ditentukan; 2) Saat diskusi kelompok, terkadang didominasi oleh seseorang, hal ini mengakibatkan siswa yang lain menjadi pasif.

2.7

Game

Game merupakan kata dalam bahasa inggris yang berarti permainan. permainan adalah sesuatu yang dapat dimainkan dengan aturan tertentu sehingga ada yang menang dan ada yang kalah, biasanya dalam konteks tidak serius atau dengan tujuan refreshing.

Game merupakan sesuatu hal yang dimainkan dengan suatu aturan tertentu yang biasa digunakan untuk tujuan kesenangan dan dapat juga digunakan untuk tujuan pendidikan. (Sadiman, 2009: 75)

Game dibagi menjadi 3 kategori, yaitu game online, game offline dan game yang ada didalam kelas.

1) Game online

Dalam kamus Wikipedia, game online disebutkan mengacu pada sejenis game yang dimainkan melalui jaringan komputer, umumnya dimainkan dalam jaringan internet. Biasanya internet games dimainkan oleh banyak pemain dalam waktu yang bersamaan dimana satu sama lain bisa tidak


(43)

28

mengenal. Game online adalah bentuk dari teknologi yang hanya bisa diakses melalui jaringan komputer, misalnya : Roly poly cannon 3 game dan game memasak gulungan kalifornia.

2) Game offline

Game offline adalah game tanpa menggunakan jaringan internet sehingga game tersebut tidak dapat dimainkan secara bebas oleh siapapun. Contoh game offline yaitu: playstation, sega dan nitendo.

3) Permainan

Dewi(2010), menyatakan bahwa permainan merupakan bagian dari bermain dan bermain juga bagian dari permainan keduanya saling berhubungan. Permainan adalah kegiatan yang kompleks yang didalamnya terdapat peraturan, play dan budaya. Permainan adalah kegiatan pelatihan di dalam atau di luar ruangan yang menyenangkan dan penuh dengan tantangan. Adapun bentuk dari kegiatannya berupastimulus kehidupan melalui kegiatan yang kreatif, rekreatif dan edukatif. Baik secara individual maupun secara kelompok, dengan tujuan untuk pengembangan diri maupun kelompok. Menurut beberapa pendapat para ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa definisi permainan adalah suatu aktifitas belajar yang dilakukan oleh beberapa individu atau kelompok yang melibatkan aspek motorik, kognitif dan psikomotorik untuk pengembangan diri yang meliputi kecakapan fisik, intelektual, soasial, moral, dan emosional.

Pada ensiklopedia wikipedia sebagaiman yang dikutip oleh sandyajizah (2013) menyatakan definisi dari game “ is a recreational activity involving one or


(44)

more players, defined by a) a good that the players try reach, and b) some set of rules that determines what the players can do. Games are played primarily for entertainment or enjoyment.

Dari definisi game tersebut dapat disimpulkan kriteria dari suatu permainan : a) tujuan akhir yang ingin dicapai pemain, b) ada sejumlah aturan yang menentukan batasan-batasan tindakan yang bisa dilakukan pemain, c) tindakan pemain diluar batasan-batasan tersebut akan dianggap sebagai tindakan curang.

Kriteria pemilihan media pembelajaran: (1). Ketepatan dengan tujuan pembelajaran (2). Dukungan terhadap isi bahan pembelajaran (3). Kemudahan memperoleh media (4). Ketersediaan waktu dalam penggunaannya (5). Memilih media pembelajaran harus sesuai dengan taraf Berfikir siswa.(Ummi, 2014).

Tabel Jenis Game yang digunakan

Materi Game

Perpindahan kalor secara konduksi

 Video perpindahan kalor secara konduksi  Game memasak gulung california

Perpindahan kalor secara konveksi

Game memasak gulung california

Cooking akademi

 Ular tangga  Playing card

Perpindahan kalor secara radiasi

 Video perpindahan kalor secara radiasi  Ular tangga


(45)

30

2.8

Model Pembelajaran Demonstrasi

Demonstrasi atau peragaan merupakan salah satu strategi mengajar dimana guru memperlihatkan suatu benda asli, benda tiruan,atau suatu proses dari materi yang diajarkan kepada seluruh siswa(Miftahul, 2013: 231). Hal ini juga berarti bahwa strategi demonstrasi adalah cara penyajian pelajaran dengan mempertahankan dan mempertunjukkan suatu proses, situasi, atau benda tertentu yang sedang dipelajari baik dalam bentuk sebenarnya maupun dalam bentuk tiruan yang dipertunjukkan oleh guru atau sumber belajar lain didepan seluruh siswa.

Langkah-langkah pembelajaranya menurut, (Aris, 2014: 62-63)

1. Guru menyampaikan kompetensi yang ingin dicapai

2. Guru menyajikan gambaran sekilas materi yang akan disampaikan 3. Menyiapkan bahan atau alat yang diperlukan.

4. Menunjuk salah seorang siswa untuk mendemonstrasikan sesuai skenario yang telah disiapkan

5. Seluruh siswa memperhatikan demonstrasi dan menganalisisnya

6. Tiap siswa mengemukakan hasil analisis dan mendemonstrasikan pengalaman

7. Guru dan siswa membuat kesimpulan 8. Penutup

Kelebihan pembelajaran demonstrasi, Menurut (Miftahul, 2014: 233) 1. Membuat pengajaran lebih jelas dan lebih konkret


(46)

2. Memusatkan perhatian siswa

3. Lebih mengarahkan proses belajar siswa pada materi yang sedang dipelajari 4. Lebih menekankan pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran dalam

diri siswa

5. Membuat siswa lebih mudah memahami apa yang dipelajari 6. Membuat proses pengajaran lebih menarik

7. Merangsang siswa untuk aktif mengamati dan menyesuaikan antara teori dengan kenyataan

8. Membantu siswa memahami dengan jelas jalannya suatu proses atau kerja suatu benda

2.9

Perpindahan Kalor

Pada penjelasan sebelumnya telah dibahas kalor merupakan suatu bentuk energi yang dapat berpindah karena ada perbedaan suhu. Perpindahan kalor dapat terjadi dengan 3 cara, yaitu secara konduksi, konveksi, dan radiasi. Untuk lebih jelasnya perhatikan uraian berikut.

1. Konduksi

Perpindahan kalor secara konduksi (hantaran) adalah perpindahan kalor melalui zat perantara dimana partikel-partikel zat perantara tersebut tidak berpindah. Perhatikan gambar 2.1


(47)

32

Gambar 2.1

Perpindahan kalor secara konduksi Sumber : http://www.pengertianahli.com

Dari gambar 2.1 tersebut jika ujung batang logam dipanaskan dengan api, ternyata ujung logam yang dipegang akhirnya menjadi panas. Hal tersebut membuktikan adanya perpindahan kalor dari ujung batang logam yang dipanaskan ke ujung batang yang dipegang. Ada zat yang daya hantarnya baik, ada pula zat yang daya hantar panasnya buruk. Berdasarkan daya hantar panasnya maka zat dikelompokkan menjadi dua yaitu konduktor dan isolator.

a) Konduktor (zat yang dapat menghantarkan panas dengan baik), antara lain: tembaga, alumunium, besi, dan baja.

b) Isolator ( zat yang kurang baik menghantar panas), antara lain: kaca, karet, kayu, dan plastik.

Kemampuan menghantarkan kalor logam dapat dijelaskan dengan menganggap adanya elektron-elektron bebas pada logam. Elektron bebas ialah elektron yang dengan mudah dapat pindah dari suatu atom ke atom lain. Di tempat yang dipanaskan energi elektron-elektron bertambah besar. Karena elektron bebas mudah pindah, pertambahan energi ini dengan cepat dapat dibawa ke tempat lain


(48)

di dalam zat dan dapat diberikan ke elektron lain yang letaknya lebih jauh melalui tumbukan. Dengan cara ini energi berpindah lebih cepat.

Gambar 2.2 menentukan kecepatan aliran kalor Sumber : Widodo (2009 : 115)

Dari percobaan dan penalaran ditemukan bahwa kecepatan mengalirnya kalor dengan cara konduksi dari suatu tempat ke tempat lain dalam satu potong zat bergantung pada lima faktor, yaitu selisih suhu T, luas penampang A, tebal zat L, lamanya kalor mengalir t, dan jenis zat. Dari percobaan ditemukan bahwa kalor yang mengalir,

 Sebanding dengan selisih suhu antara kedua ujung potongan zat yang ditinjau

 Sebanding dengan luas penampang potongan (A)

 Berbanding terbalik dengan tebal atau panjang potongan (L)


(49)

34

Atas dasar itu, secara matematik banyak kalor H yang mengalir dari ujung bersuhu ke ujung bersuhu dapat dinyatakan dengan persamaan :

(2.1)

dengan :

H = Perambatan kalor tiap satuan waktu (Kal/det) K = Koefisien konduksi termal (Kal/ )

= Perbedaan suhu (oC) A = Luas penampang (m2) L = Panjang (m)

2. Konveksi

Perpindahan kalor secara konveksi (aliran) adalah perpindahan kalor karena aliran zat yang dipanaskan. Konveksi hanya terjadi pada zat yang dapat mengalir, yaitu zat cair dan zat gas.

a. Konveksi dalam zat cair

Bila air dipanaskan, air akan memuai sehingga massa jenisnya berkurang. Karena massa jenisnya berkurang maka air ini menjadi lebih ringgan dan naik ke atas. Tempatnya kemudian digantikan oleh air yang lebih dingin dari atas, yang turun karena massa jenisnya lebih besar. Gerakan atau sirkulasi air tersebut dinamakan aruskonveksi.


(50)

Gambar 2.3 Konveksi kalor di dalam air Sumber : Widodo(2009:116)

Penerapan konveksi kalor dalam air pada kehidupan sehari-hari. 1) Pemanasan air dalam ketel

Pada saat memanaskan air dalam ketel, maka terjadi perpindahan kalor secara konduksi dan konveksi.

Gambar 2.4 Pemanasan air dalam ketel terjadi secara konduksi dan konveksi Sumber : Widodo (2009: 117)


(51)

36

Arus konveksi pada udara atau gas terjadi ketika udara panas naik dan udara yang lebih dingin turun. Konveksi udara dapat dilihat pada gambar dibawah. Jika lilin dinyalakan akan terjadi aliran udara panas dalam alat. Dengan menggunakan asap dari obat nyamuk yang dibakar, aliran udara terlihat. Udara panas akan naik dan udara dingin akan turun.

Penerapan konsep konveksi kalor dalam udara pada kehidupan sehari-hari dapat dilihat pada terjadinya angin laut, angin darat dan pembuatan cerobong asap pada tangki pabrik.

Gambar 2.5 peristiwa konveksi Sumber : Widodo (2009:118)

a. Angin laut (terjadi siang hari)

Pada siang hari daratan lebih cepat panas dari pada lautan. Akibatnya udara diatas daratan naik, dan kekosongan tersebut akan digantikan oleh udara yang lebih dingin dari atas laut yang bertiup ke darat, sehingga terjadilah angin laut.


(52)

Gambar 2.6 Angin laut Sumber : Widodo (2009:118) b. Angin darat ( terjadi malam hari )

Pada malam hari daratan lebih cepat dingin dari pada lautan, karena daratan lebih cepat melepaskan kalor. Akibatnya udara panas dilautan naik dan kekosongan tersebut digantikan oleh udara yang lebih dingin dari atas daratan yang bertiup ke laut, sehingga terjadilah angin darat.

Gambar 2.7 Angin darat Sumber : Widodo (2009:118)

Banyak kalor yang merambat tiap satuan waktu secara konveksi dapat dinyatakan dengan persamaan:

(2.2)

dengan :


(53)

38

h : Koefisien konveksi (Kal/m detoC) A : Luas penampang (m2)

∆T : Perbedaan suhu (oC) 3. Radiasi

Antara radiasi dengan matahari terdapat ruang hampa yang tidak memungkinkan terjadinya konduksi dan konveksi, akan tetapi panas matahari dapat dirasakan. Dalam hal ini kalor tidak mungkin berpindah dengan cara konduksi ataupun konveksi. Perpindahan kalor dari matahari ke bumi terjadi lewat radiasi(pancaran). Jadi radiasi adalah perpindahan kalor tanpa zat perantara. Alat yang digunakan untuk mengetahui adanya radiasi ( pancaran ) kalor dinamakan termoskop.

Gambar 2.8 Radiasi Sumber : Widodo (2009:119)

Bola lampu A dihitamkan, sedangkan bola lampu B tidak dihitamkan, apabila pancaran kalor jatuh pada bola A, maka tekanan gas didalam bola A bertambah besar dan permukaan alkohol di bawah B akan naik. Apabila bola A dan bola B bersama-sama diberi pancaran kalor, maka permukaan alkohol dibawah A tetap turun dan permukaan alkohol di bawah B naik. Hal ini menujukkan bahwa bola


(54)

lampu yang dihitamkan menyerap kalor lebih banyak daripada bola lampu yang tidak dihitamkan.

Banyaknya kalor yang dipancarkan tiap satuan luas, tiap satuan waktu dapat dinyatakan dengan:

(2.3)

Dengan :

W : Energi kalor tiap satuan luas tiap satuan waktu ( watt/m2K) e : emisivitas, besarnya tergantung sifat permukaan benda.

: konstanta stefan-Boltzman = 5,672.10-8 watt m-2 K-4 T : Suhu mutlak (K)

Catatan: Untuk benda hitam e=1

Untuk benda bukan hitam 0<e<1

2.11 Kerangka Berpikir

Dari paparan teori diatas, maka dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut:

Permasalahan yang terjadi di SMA pada mata pelajaran Fisika adalah pembelajaran masih berlangsung satu arah,guru masih mendominasi jalannya pembelajaran, siswa menjadi pasif dan kurang memahami konsep dengan baik, sehingga nilai rata-rata kelas masih rendah.

Benda yang permukaannya hitam kusam memancarkan atau menyerap kalor lebih baik dari pada benda yang permukaannya putih mengkilap.


(55)

40

Pemahaman merupakan bagian dari hasil belajar aspek kognitif, pemahaman siswa rendah disebabkan karena kurangnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika. Salah satu faktor yang menyebabkan kurangnya minat siswa untuk belajar fisika yaitu model pembelajaran yang digunakan selama proses pembelajaran kurang menarik siswa. Sebagian besar guru masih menggunakan metode konvesional yaitu siswa hanya mendengarkan ceramah dari guru dan latihan mengerjakan soal, akibatnya siswa semakin enggan untuk mempelajari fisika dan kesan sulit dari pembelajaran fisika semakin kuat. Rendahnya minat belajar siswa terhadap mata pelajaran fisika dapat dilihat dari pemahamna terhadap materi yang merupakan hasil belajarnya.

Berangkat dari masalah tersebut maka perlu adanya metode pembelajaran yang dapat membantu peserta didik dalam meningkatkan minat belajar dan meningkatkan pemahaman materi fisika. Oleh karena itu, guru harus merancang dan menerapkan model pembelajaran yang tepat dan solutif untuk mengetahui permasalahan tersebut. Salah satu metode pembelajaran yang cocok untuk dijadikan solusi bagi permasalahan yang ada yaitu dengan menggunakan suatu metode belajar yang ada unsur belajar dan bermainnya yaitu menerapkan model pembelajaran kooperatif berbantu game .

Dari kegiatan, pada kelas eksperimen diatas diharapkan dapat meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep siswa. Selanjutnya hasil belajar pre-test dan post-test kelompok eksperimen dianalisis untuk membuktikan kebenaran hipotesis atau mengetahui adanya pengaruh dan besarnya pengaruh


(56)

penerapan model pembelajaran kooperatif berbantu game untuk meningkatkan minat belajar dan pemahaman konsep siswa SMA Negeri 1 Bergas.


(57)

42

Gambar 2.9 Skema Kerangka Berpikir Fakta

 Model pembelajaran kurang menarik  Siswa pasif

 Minat belajar siswa rendah  Hasil belajar siswa rendah

 Pemahaman konsep siswa rendah

Model pembelajaran kooperatif berbantu game

Kelebihan:

a) terjadi hubungan saling menguntungkan diantara anggota kelompok atas dan kelompok bawah yang akhirnya akan melahirkan motivasi yang tinggi untuk menemukan konsep yang benar

b) mengembangkan semangat kerja kelompok dan semangat kebersamaan diantara anggota kelompok

c). Menumbunkan komunikasi yang efektif dari semangat berkompetisi diantaraanggota kelompok.

Pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran kooperatif berbantuan game

Peningkatan Minat belajar siswa

Peningkatan pemahaman konsep siswa


(58)

2.12

Hipotesis

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

Ho : Peningkatan minat belajar siswa SMA yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuan game lebih kecil atau sama dengan yang dijarkan dengan model pembelajaran demonstrasi

Ha : Peningkatan minat belajar siswa SMA yang diajar menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuan game lebih besar yang dijarkan dengan model pembelajaran demonstrasi

Ho : Peningkatan pemahaman konsep siswa SMA yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuan game lebih kecil atau sama dengan yang diajarkan dengan model pembelajaran demonstrasi

Ha : Peningkatan pemahaman konsep siswa SMA yang diajarkan menggunakan model pembelajaran kooperatif berbantuan game lebih besar yang diajarkan dengan model pembelajaran demonstrasi


(59)

44

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1

Populasi dan sampel

Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen yang dilaksanakan di SMA Negeri 1 Bergas dengan populasi dan sampel sebagai berikut:

3.1.1 Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009: 80). Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa kelas X semester II SMA N 1 Bergas tahun pelajaran 2015/2016 yang terdiri dari 9 kelas dan 360 siswa.

3.1.2 Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2009: 81). Sampel yang diambil dari populasi harus benar-benar representative atau mewakili dari keseluruhan populasi. Sampel dalam penelitian ini adalah kelas X-1,X-2, X-3, dan X-7 SMA N 1 Bergas.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik pengambilan sampel secara Purposive sampling. Dengan menggunakan teknik purposive sampling diperoleh empat kelas sebagai kelas sampel yang akan menjadi dua kelas eksperimen dan dua kelas kontrol.


(60)

Menurut Sugiyono (2009: 124) purposive sampling adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Tujuan atau pertimbangan pemilihan kelas X-1, X-2, X-3, dan X-7 sebagai sampel adalah berdasarkan kondisi awalnya, yaitu berdasarkan nilai fisika ujian tengah semester genap. Keempat kelas ini yang mempunyai nilai rata-rata yang tidak jauh berbeda. Selain itu pemilihan sampel juga berdasarkan kesamaan guru pengampu mata pelajaran Fisika di SMA N 1 Bergas.

3.2

Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat.

3.2.1 Variabel bebas

Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahannya atau timbulnya variabel dependen atau terikat (Sugiyono, 2009: 39). Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran kooperatif berbantuan game .

3.2.2 Variabel terikat

Variabel terikat variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi akibat,karena adanya variabel bebas (Sugiyono, 2009: 39). Variabel terikat dalam penelitian ini adalah peningkatan minat belajar dan pemahaman konsep siswa.


(61)

46

3.3

Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan studi eksperimen dengan desain nonequivalent control group design yang merupakan bagian dari quasi experiment. Menurut Sugiyono (2009: 116), bentuk desain nonequivalent control group ini pengambilan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol tidak dipilih secara random.

Rancangan penelitian dengan desain tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 3.1. Desain Penelitian

O1 : Pretestsebelum penelitian kelompok eksperimen

O3 : Pretestsebelum penelitian kelompok kontrol

O2 : Posttestsesudah penelitian kelompok eksperimen

O4 : Posttestsesudah penelitian kelompok kontrol

X : Perlakuan (Pembelajaran kooperatif berbantuan game)

Y : Perlakuan (dengan menggunakan metode demonstrasi)

Penelitian diawali dengan mengadakan tes awal pemahaman konsep fisika dan angket minat belajar pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Kemudian kedua kelas diberi perlakuan perlakuan yang berbeda, untuk kelas eksperimen diterapkan pembelajaran kooperatif berbantuangame pada kelompok eksperimen,

Eksperimen O1

X

O2


(62)

sedangkan pada kelompok kontrol digunakan model pembelajaran demonstrasi. Setelah itu, kelompok eksperimen dan kelompok kontrol diberi test akhir untuk mengetahui perbedaan pemahaman konsep fisika antara kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.

3.3.1

Alur Penelitian

Langkah – langkah yang dilakukan dalam melaksanakan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Penentuan populasi dan sampel penelitian dari subyek penelitian. Teknik pengambilan sampel menggunakan purposive sampling, hal ini disebabkan karena pengambilan sampel berdasarkan tujuan dan pertimbangan tertentu, yaitu nilai ujian semester genap yang tidak jauh berbeda.

2. Pembuatan perangkat pembelajaran berupa RPP, LKS dan silabus yang menggunakan pembelajaran kooperatif berbantuangame serta perangkat pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran demonstrasi.

3. Pembuatan instrumen berupa soal dan angket untuk pretest dan posttest yang telah diuji cobakan pada kelompok diluar kelompok eksperimen dan kelompok kontrol yaitu kelas IX dimana kelas tersebut sudah pernah mempelajari perpindahan kalor.

4. Menganalisis hasil uji coba soal sehingga diketahui validitas, reabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda dari soal tersebut.

5. Pemilihan soal uji coba yang memenuhi syarat sebagai soal pretest dan posttest yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol.


(63)

48

6. Pelaksanaan pretest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Hasil dari pretest pemahaman konsep fisika tersebut adalah acuan kondisi awal siswa sebelum diterapkan perlakuan.

7. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif berbantuangame pada kelompok eksperimen dan pembelajaran demonstrasi pada kelompok kontrol.

8. Pelaksanaan ujian akhir berupa posttest pada kelompok eksperimen dan kelompok kontol yaitu berupa soal dan angket minat belajar siswa.

9. Hasil posttest yang telah dilakukan pada kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dianalisis dengan uji gain, uji signifikansi dan uji hipotesis.

10. Pengambilan kesimpulan dengan berupa perbandingan hasil pretest dan hasil posttest kelompok eksperimen dan kelompok kontrol


(64)

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, alur dalam penelitian ini dapat digambarkan pada diagram berikut :

Sampel Uji Coba Soal

Gambar 3.1 Rancangan penelitian

Uji Gain

Uji Signifikansi

Uji Normalitas Populasi

Tehnik Purposive Sampling

Nilai Ulangan Fisika Tengah Semester 2 Kelas Uji Coba

Instrumen

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Uji Normalitas Uji Homogenitas

Pretest

Pembelajaran kooperatif berbantuan game Pembelajaran demonstrasi

Posttest


(65)

50

3.4Data dan Teknik Pengumpulan Data

3.4.1 Sumber Data

Sumber data penelitian iniadalah siswa SMA N 1 Bergas tahun ajaran 2014/2015, kelas X-1 dan X-2 sebagai kelas eksperimen dan kelas X-3 dan X-7 sebagai kelas kontrol.

3.4.2 Jenis Data dan Penelitian

Data penelitian ini adalahdata kualitatif dan data kuantitatif. Data kuantitatif diperoleh dari hasil tes pemahaman yaitu berupa pretest dan posttest, sedangkan data kualitatif diperoleh dari angket penilaian minat belajar siswa awal dan akhir dan angket respond siswa.

3.4.3 CaraPengambilan Data

Data yang digunakan masing-masing diambil dengan cara sebagai berikut:

1) Data mengenai hasil tes pemahaman diperoleh dengan melaksanakan tes pemahaman berupa soal pilihan ganda.

2) Data mengenai minat siswa diperoleh dengan mengisi angket minat belajar padaawal pembelajaran dan akhir pembelajaran berlangsung.

3) Data ketertarikan dan keterlibatan siswa dalam kegiatan belajar mengajar sesudah dilakukan penelitian diperoleh dari angket respond siswa pada akhir pembelajaran.

3.4.4 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ada tiga yaitu:


(66)

1) Dokumentasi

Dalam penelitian ini,metode dokumentasi digunakan untuk mencari data tentang nama siswa, jumlah siswa dan nilai siswa. Data tersebut diperoleh dari tata usaha dan guru mata pelajaran fisika yang mengampu siswa kelas X semester II tahun ajaran 2014/2015. Data awal dalam penelitian ini adalah nilai ulangan tengah semester 2, data nilai ulangan tengah semester 2 selengkapnya dapat dilihat pada lampiran.

2) Angket

Kuesioner (Angket) merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawabnya. Kuesioner merupakan teknik pengumpulan data yang efisien bila peneliti tahu dengan pasti variabel yang akan diukur dan tahu apa yang bisa diharapkan dari responden. Selain itu, kuesioner juga cocok digunakan bila jumlah responden cukup besar dan tersebar diwilayah yang luas. Kuesioner dapat berupa pertanyaan atau pernyataan tertutup atau terbuka, dapat diberikan kepada responden secara langsung atau dikirim melalui pos, atau internet (Sugiyono, 2009: 142).

3) Tes

Metode tes digunakan untuk mengukur pemahaman siswa mengenai materi perpindahan kalor. Test yang digunakan berupa tes objektif berbentuk pilihan ganda. Test ini dibagi menjaddi dua yaitu, pre-test ( tes awal ) dan post-test (tes akhir). Pretest dilakukan sebelum mendapat perlakuan dan posttest dilakukan setelah mendapat perlakuan.


(67)

52

3.5

Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian yang digunakan terdiri dari dua macam yaitu: instrumen pembelajaran dan instrumen evaluasi.

1) Instrumen pembelajaran 1. Silabus

2. Rencana pelaksanaan pembelajaran 3. Macam-macam game

4. Kartu soal

5. Papan ular tangga 2) Instrumen evaluasi

1. Kisi-kisi soal dan angket 2. Soal pre-test danpost-test

3. Angket untuk mengukur minat belajar siswa(angket awal dan akhir) 4. Angket refleksi

3.5.1. Uji Coba Instrumen Penelitian

Instrumen dalam penelitian ini berupa seperangkat kelengkapan pembelajaran dan soal-soal pretest-posttest. Sebuah tes yang baik sebagai alat pengukur harus memenuhi persyaratan tes, diantaranya adalah validitas dan reliabilitas.

3.5.1.1. Uji Validitas Tes

Instrumen yang valid berarti alat ukur yang digunakan untuk mendapatkan data (mengukur) itu valid. Valid berarti instrumen tersebut dapat digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur.


(68)

Rumus untuk menguji validitas adalah:

Dengan :

rxy = koefisien korelasi antara variabel X dan Y N = jumlah siswa

X = skor item Y = skor total

= jumlah perkalian X dan Y

Hasil rhitung dikonsultasikan dengan rtabel dengan taraf signifikasi 5%. Jika didapatkan harga rhitung> rtabel, maka butir instrumen dapat dikatakan valid, akan tetapi sebaliknya jika harga rhitung< rtabel, maka dikatakan bahwa instrumen tidak valid. (Arikunto, 2010)

Hasil perhitungan skor tes uji coba untuk aspek soal pemahaman konsep diperoleh bahwa soal yang valid ada 35 nomor yaitu nomor 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11, 12, 13, 14, 15, 16, 17, 18, 19, 20, 21, 22, 23, 24, 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31, 32, 33, 34, dan 35.

3.5.1.2.Uji Reliabilitas

Reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data. Untuk menguji reliabilitas instrument berbentuk soal obyektif dengan skor 1 dan 0 maka reliabilitas instrumen yang digunakan dengan menggunakan rumus KR-20. Menurut


(69)

54

Arikunto(2002: 103) penggunaan rumus KR-20 akan memberikan harga reliabilitas yang tinggi.

[

[

]]

Dengan :

r11 : reliabilitas instrumen k : banyak butir pertanyaan

: varians total

P : proporsi subyek yang menjawab betul pada sesuatu butir ( proporsi subjek yang mendapat skor 1)

p

:

q

:

Untuk menghitung koefisien reliabilitas pada angket digunakan rumus alpha yaitu:

[

[

]]

Dengan varians total sebagai berikut:

∑ ∑


(70)

Dengan :

r11 : reliabilitas instrumen k : banyak butir soal i : nomor butir soal

: varians total N : jumlah peserta

∑ : jumlah varian tiap-tiap item ∑ : jumlah skor total kuadrat

∑ : kuadrat dari jumlah skor ( Arikunto, 2006: 109-110) Klasifikasi reliabilitas disajikan secara rinci pada tabel 3.2 berikut

Tabel 3.2 Klasifikasi Reliabilitas

Interval Kriteria

Sangat tinggi

Tinggi

Cukup

Rendah

Sangat rendah

Setelah diperoleh koefisien reliabilitas kemudian dikonsultasikan dengan harga r product moment pada taraf signifikasi 5%. Jika harga r11> rtabel maka dikatakan bahwa instrument tersebut tidak reliabel.


(71)

56

Perhitungan reliabilitas menggunakan rumus alpha untuk tes kognitif pemahaman konsep siswa diperoleh bahwa adalah 0,747 sedangkan untuk taraf signifikasi 5% adalah 0,339. Jadi dapat disimpulkan bahwa instrumen tes reliabel untuk mengukur pemahaman konsep siswa.

3.5.1.3. Tingkat Kesukaran

Soal dapat dikatakan baik jika soal tersebut tidak terlalu mudah ataupuntidak terlalu sukar. Rumus yang digunakan untuk mencari taraf kesukaran soal bentuk pilihan ganda adalah sebagai berikut:

Keterangan

P : Proporsi (angka indeks kesukaran soal)

B : Banyak peserta yang menjawab bentul butir soal yang bersangkutan :Jumlah peserta yang mengikuti test

Tabel 3.3 kriteria tingkat kesukaran soal

P(indeks kesukaran) Kriteria

0,71-1,00 Mudah

0,31-0,70 Sedang

0,00-0,30 Sukar

(Arikunto, 2002: 208)

Berdasarkan hasil skor tes ujicoba untuk aspek kognitif pemahaman

konsep diperoleh bahwa soal yang mudah yaitu nomor

1,2,3,4,5,6,7,8,11,12,13,16,18,21,22,23,24,26,27,28,29,32,34,35,soal yang sedang yaitu nomor 9,14,15,17,25, 30, 31, dan soal yang sukar yaitu nomor 10,19,20,33.


(72)

3.5.1.4. Daya Pembeda

Analisis daya pembeda digunakan untuk mengetahui kemampuan soal tersebut dalam membedakan peserta didik yang pandai dengan peserta didik yang kurang pandai. Rumus yang digunakan adalah:

Keterangan :

: banyaknya peserta kelas atas : banyaknya peserta kelas bawah

: banyaknya kelas atas yang menjawab benar : banyaknya kelas bawah yang menjawab benar

Tabel kriteria 3.4 Daya Beda Soal

Daya pembeda soal Kriteria

Jelek (dibuang)

Cukup

Baik

Sangat baik

Negatif Sangat jelek (dibuang)


(73)

58

3.6. Teknik Analisis Data

3.6.1. Analisis Data Awal

3.6.1.1. Uji Homogenitas

Pada awal penelitian, peneliti harus mengetahui apakah populasi dan sampel yang akan diteliti bersifat homogen ataukah tidak.

Hipotesis yang digunakan adalah :

(Tidak adaperbedaan varians populasi) (Ada perbedaan varians populasi)

Uji homogenitas populasi dilakukan dengan menggunakan uji Barlett yang menggunakan statistik chi kuadrat sebagai berikut:

Dengan ∑ dan ∑

Dengan :

= varian masing-masing kelompok S= varian gabungan

B = Koefisien Barlett

= jumlah siswa dalam kelas

Jika dengan demikian kriteria populasi dalam keadaan homogen terpenuhi. Dalam data diperoleh sebesar dan sebesar . Hal ini dapat disimpulkan bahwa populasi mempunyai varians yang sama (homogen).


(74)

3.6.1.2. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui apakah data hasil penelitian terdistribusi normal atau tidak. Untuk melakukan uji normalitas menggunakan Chi-Kuadrat yang dirumuskan sebagai berikut:

Jika , maka data terdistribusi normal. 3.6.2. Analisis Data Tahap akhir

Data yang digunakan pada analisis tahap akhir adalah data post-test dan data minat akhir.

3.6.2.1. Uji Normalitas Data

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui normal tidaknya data yang akan dianalisis, karena menjadi metode statistik yang digunakan.

Untuk menguji normalitas data digunakan rumus chi-kuadrat,yaitu:

3.6.2.2. Analisis Minat Belajar siswa

Penilaian minat belajar dari angket dianalisis dengan analisis persentase menggunakan rumus distribusi persentase sebagai berikut:

Data hasil pengukuran minat belajar siswa dianalisi dengan rumus deskriptif prosentase yaitu:


(75)

60

Dengan :

N : Presentase nilai siswa yang diperoleh (Sudjana, 2002: 131) Tabel 3.5 Kriteria presentase skor

Rentang Kriteria

85%-100% Minat sangat tinggi 69%-84,99% Minat tinggi 53%-68,99% Minat sedang 37%-52,99% Minat rendah 25%-36,99% Minat sangat rendah 3.6.2.3Analisis Pemahaman Konsep

Untuk mengetahui tingkat pemahaman konsep siswa, digunakan tes pilihan ganda yang masing-masing disediakan 5 alternatif jawaban.

Perhitungan tingkat pemahaman konsep menggunakan persamaan sebagai berikut:

dengan:

Np% : presentase skor yang diharapkan

n : jumlah skor yang diperoleh

N : jumlah skor maksimum

Berdasarkan perhitungan diatas, maka kriteria pemahaman konsep dapat dilihat pada Tabel 3.6 berikut:


(76)

Tabel 3.6 Klasifikasi Pemahaman Konsep Siswa

3.6.2.4. Uji Gain

Besar peningkatan pemahaman konsep fisika antara sebelum dan sesudahdiberi perlakuan dilakukan dengan uji gain. Peningkatan pemahaman konsep digunakan rumus gain ternormalisasi, yaitu :

dengan :

= gain ternormalisasi

= nilai rata-rata pada post test = nilai rata-rata pada pre test

Besarnya faktor (g) dikategorikan sebagai berikut : Tinggi < g > > 0,70

Sedang 0,3 ≤ < g > ≤ 0,7


(77)

62

3.6.2.5. Uji Hipotesis

Untuk membandingkan keadaan setelah tindakan penelitian, baikminat maupun pemahaman pada kelas eksperimen dan kelas kontrol, maka perlu diadakan uji kesamaan dua rata-rata. Uji kesamaan dua rata-rata dilakukan dengan uji dua pihak. Hipotesis yang digunakan adalah:

Ho : (rat-rata dua kelompok tidak berbeda secara signifikan) Ha : (rata-rata dua kelompok berbeda secara signifikan) Rumus yang digunakan adalah:

̅ ̅ √

√ √

Keterangan :

̅ : Nilai rata-rata kelas eksperimen

̅ : Nilai rata-rata kelas kontrol

: simpangan baku kelas eksperimen : simpangan baku kelas kontrol

: varians kelas eksperimen

: varians kelas kontrol

: korelasi antara dua sampel (Sugiyono, 2009: 274).

Dengan

∑ √∑


(78)

Dari yang diperoleh kemudian dibandingkan dengan dengan menggunakan dk = n1+n2-2 dan taraf signifikansi 5 %. Ho akan diterima jika


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 38

FOTO PENELITIAN

Pelaksanaan Pretest

Pelaksanaan Pembelajaran dengan menggunakan game