Sejarah Awal Pembentukan Industri Rokok Kretek Kudus

C. Sejarah Awal Pembentukan Industri Rokok Kretek Kudus

1. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Haji Jamahri

Lahirnya industri rokok kretek di Kudus bermula setelah penemuan rokok kretek oleh Haji Jamahri, seorang warga masyarakat di Kudus. Mulanya Haji Jamahri menderita penyakit dada. Untuk mengobati penyakitnya yang telah lama menderanya, Haji Jamahri mencoba memakai minyak cengkeh untuk digosokkan ke bagian dada dan punggungnya. Usahanya kurang membawa kesembuhan yang maksimal bagi penyakit dada yang diderita Haji Jamahri. Haji Jamahri mencoba mengunyah cengkeh, hingga diperoleh suatu kesembuhan yang lebih baik. Terlintas dalam pikiran Haji Jamahri untuk memakai cengkeh sebagai bahan obat. Cengkeh dirajang halus, kemudian dicampurkan pada tembakau yang dipakai Haji Jamahri untuk merokok. Haji Jamahri menghisap asap dari pembakaran rokok dalam-dalam, sampai masuk ke dalam paru-paru (Solicihin Salam, 1987 : 16).

Hasilnya dipercaya diluar dugaan, karena penyakit dada yang diderita sembuh secara total. Dari mulut ke mulut pengobatan dengan cara ini menyebar ke sekitar tempat tinggal Haji Jamahri. Masyarakat sekitar mulai meminta rokok mujarab yang dipercaya menyembuhkan penyakit dada itu. Masyarakat justru merasakan suatu kenikmatan yang luar biasa. Rokok yang membawa manfaat dan dapat memberi kenikmatan pada sebagian orang ini memaksa Haji Jamahri untuk memproduksi rokok dalam jumlah besar dan mendirikan usaha rokok kecil- kecilan (Amen Budiman & Onghokham, 198 : 105-106).

Keberhasilan usaha Haji Jamahri mengakibatkan banyak orang berusaha mengikuti jejak beliau. Penemuan rokok kretek di akhir abad ke-19 membuka pintu keberhasilan masyarakat Kudus untuk muncul menjadi pengusaha rokok kretek. Pada mulanya, jenis rokok temuan Haji Jamahri ini biasa disebut dengan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap efek yang ditimbulkan dari pembakaran rokok yang terbuat dari klobot jagung dan cengkeh ini memunculkan bunyi Keberhasilan usaha Haji Jamahri mengakibatkan banyak orang berusaha mengikuti jejak beliau. Penemuan rokok kretek di akhir abad ke-19 membuka pintu keberhasilan masyarakat Kudus untuk muncul menjadi pengusaha rokok kretek. Pada mulanya, jenis rokok temuan Haji Jamahri ini biasa disebut dengan rokok cengkeh. Lantaran ketika dihisap efek yang ditimbulkan dari pembakaran rokok yang terbuat dari klobot jagung dan cengkeh ini memunculkan bunyi

Secara umum, kebanyakan masyarakat Kudus bermata pencaharian sebagai pedagang dan petani. Para pedagang biasanya berdagang ke luar kota, seperti : Semarang, Solo, Jogya, Kediri, Bojonegoro, Surabaya, Malang, Jombang, dan daerah sekitarnya. Rokok kretek mula-mula hanya menjadi kegemaran masyarakat Kudus saja. Akan tetapi, lambat laun rokok kretek diminati di daerah- daerah lain, akibat para pedagang Kudus jika pergi berdagang ke luar kota sambil membawa bekal rokok kretek untuk dijual secara eceran ke wilayah tempat berdagangnya (Solichin Salam, 1983 : 22). Kegiatan ini berlangsung lama. Jiwa dagang masyarakat Kudus diturunkan oleh Sunan Kudus, beliau adalah pedagang ulung yang berdagang antar benua. Dalam bekerja Sunan Kudus menyeimbangkan antara agama dan usaha. Niat yang disertai usaha dan memaknai kerja itu sebagai suatu ibadah, maka ketiganya merupakan sumber energi atau pendorong gairah kerja tinggi. Dengan berlandaskan semangat kerja tinggi dan diseimbangkan dengan ilmu agama, diyakini akan membawa kebaikan duniawi dan mencapai surgawi dengan indahnya (Suharso, 1994 : 154).

Jasa para pedagang Kudus menjadikan rokok kretek akhirnya kian dikenal. Namun tidak begitu dengan Haji Jamahri yang diketahui meninggal pada 1890. Siapa dan bagaimana asal-usul Haji Jamahri masih remang-remang. Hanya temuan rokok kretek Haji Jamahri yang terus berkembang. Beberapa sumber mengatakan penemu rokok kretek Kudus adalah Haji Jamahri, namun beberapa cerita sejarah lisan mengatakan bahwa Haji Jamahri hanya membuat ramuan rokok untuk obat tidak sepenuhnya rokok kretek seperti yang dikenal dihisap untuk mendapatkan suatu kenikmatan.

2. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Mbok Nasilah Penemu rokok oleh beberapa cerita sejarah lisan dipercaya masyarakat ditemukan oleh Mbok Nasilah. Mbok Nasilah adalah janda kusir delman Kardi. Sepeninggal suaminya Kardi, Mbok Nasilah berwiraswasta membuka sebuah warung. Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok 2. Penemu Rokok Kretek Kudus Versi Mbok Nasilah Penemu rokok oleh beberapa cerita sejarah lisan dipercaya masyarakat ditemukan oleh Mbok Nasilah. Mbok Nasilah adalah janda kusir delman Kardi. Sepeninggal suaminya Kardi, Mbok Nasilah berwiraswasta membuka sebuah warung. Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok

Pada awalnya Mbok Nasilah mencoba meracik rokok dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran ini kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok tersebut biasa disebut dengan rokok klobot. Rokok klobot racikan Mbok Nasilah disukai oleh para kusir dokar dan pedagang keliling. Salah satu penggemar rokok kretek Mbok Nasilah adalah Nitisemito yang saat itu menjadi kusir (wawancara Bapak Afif Masluri : 12 Oktober 2009).

Sampai saat ini, beberapa referensi mengacu pada penemuan rokok kretek Kudus oleh Haji Jamahri. Tapi Mbok Nasilah sendiri oleh sebagian sumber lisan juga disebutkan sebagai orang yang dapat dan mahir meracik rokok kretek. Usaha industri yang dirintis oleh Nitisemito berawal dari perkenalan dengan Mbok Nasilah yang telah menjual rokok kretek hasil racikan Mbok Nasilah sendiri di warung miliknya. Dari hasil racikan rokok kretek milik Mbok Nasilah, akhirnya Nitisemito tertarik dan terus mengembangkan usaha rokok kretek menjadi industri besar.

Usaha Nitisemito belum dapat dikaitkan dengan jelas bila dihubungkan dengan penemuan rokok kretek oleh Haji Jamahri. Jika ditilik dari tahun penemuan rokok kretek, Mbok Nasilah terlebih dahulu meracik rokok kretek tahun 1870 dan kemudian baru Haji Jamahri menemukan rokok kretek sebagai obat penyakit dadanya pada tahun 1880. Terjadi selisih waktu dan terlihat Mbok Nasilah yang terlebih dahulu menemukan rokok kretek.

Bagaimanapun penemuan rokok kretek oleh Mbok Nasilah dan Haji Jamahri, mereka berdua sangat berperan dalam perkembangan industri rokok Bagaimanapun penemuan rokok kretek oleh Mbok Nasilah dan Haji Jamahri, mereka berdua sangat berperan dalam perkembangan industri rokok

3. Golongan Pribumi Pendiri Industri Rokok Kretek Kudus Akhir abad ke-19 masyarakat pribumi tanah air telah mengenal istilah ”rokok”, setelah munculnya penemuan rokok. Menghisap rokok telah menjadi salah satu kebiasaan masyarakat Indonesia. Kalau tidak menghisap rokok badan rasanya kurang enak, bahkan pikiran sering tidak jalan atau kalut. Rokok kretek telah menjadi kebutuhan di negara kita Indonesia. Secara otomatis, pasar rokok kretek telah meluas. Harga rokok kretek yang masih terjangkau oleh konsumen baik itu kalangan atas, menengah, maupun kalangan bawah, sehingga dengan mudah masyarakat dapat menemukan rokok kretek di seluruh pelosok negeri. Tidak banyak yang mengetahui bagaimana sejarah penemuan rokok kretek yang setiap hari dihisap oleh para perokok, mungkin perokok hanya tahu merk rokoknya, cita rasa rokoknya, bahan pembuatan rokok kretek, dan sedikit bahaya merokok atau hanya kenikmatan saat menghisap rokok saja. Rokok kretek yang telah menjadi salah satu barang kebutuhan negeri ini, memiliki sejarah awal pembentukan industri rokok kretek yang salah satunya terdapat di Kudus.

Pada masa kolonial tembakau menjadi hal penting bagi usaha perkebunan yang diusahakan Belanda di Jawa dan Sumatra. Tanaman tembakau hasil perkebunan awalnya dikhususkan untuk pembuatan cerutu yang hasilnya diekspor ke Eropa. Pada waktu yang sama produsen yang ada di Indonesia menanam tembakau yang khusus dikonsumsi dalam negeri. Tembakau dilinting sendiri oleh para perokok dengan di bungkus daun jagung kering atau selaput sayuran lain. Tembakau di Jawa Tengah dicampur dengan bermacam rempah-rempah sesuai dengan selera perokok (Lance Castle, 1982 : 59).

Perokok yang menggulung campuran bahan rokoknya sendiri dengan cara seperti ini disebut dengan rokok tingwe (linting dhewe). Meluasnya kebiasaan merokok tersebut, mengakibatkan tembakau mulai menjadi barang yang dicari dan diusahakan di pasaran (Lance Castle, 1982 : 60).

Awal abad ke-20 merupakan fajar menyingsing dunia industri rokok kretek Kudus. Tahun 1904 setelah penemuan rokok kretek, H.M. Ilyas telah memproduksi rokok kretek secara masal. Langkah ini diikuti oleh pengusaha rokok kretek pribumi yang lain. Penemuan rokok kretek awalnya menjadi dagangan memikat di tangan Nitisemito sebagai perintis industri rokok kretek pertama di Kudus dari golongan pribumi (Solichin Salam, 1983 : 22).

Tahun 1908, perjuangan pengusaha pabrik kretek pribumi dalam mengembangkan industri rokok kretek Kudus mulai menampakkan hasil yang gemilang. Ditandai dengan berdirinya pabrik rokok kretek yang tergolong jenis industri besar milik Nitisemito dengan merk produksi Bal Tiga. Pabrik rokok kretek Bal Tiga berkembang menjadi satu-satunya industri rokok kretek terbesar di Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi asli Kudus membawa industri rokok kretek Kudus ke arah kemajuan dengan berbagai strategi perpabrikan yang sudah mapan. Secara umum pengusaha pabrik kretek pribumi telah berhasil menggerakkan orang-orang memasuki dunia industri (http://bluedayax. multiply.com/journal/item/177 : 13/3/2009).

Bisnis rokok dimulai oleh Nitisemito pada 1906 dan pada 1908 usahanya resmi terdaftar dengan merek "Tjap Bal Tiga". Bisa dikatakan langkah Nitisemito itu menjadi tonggak tumbuhnya industri rokok kretek di Kudus. Beberapa babad dan legenda yang beredar di Jawa, dicatatkan rokok sudah dikenal sudah sejak lama bahkan sebelum Haji Jamahri dan Nitisemito merintisnya. Tercatat dalam Kisah Roro Mendut, yang menggambarkan seorang putri dari Pati yang dijadikan istri oleh Tumenggung Wiroguno, salah seorang panglima perang kepercayaan Sultan Agung menjual rokok "klobot" (rokok kretek dengan bungkus daun jangung kering) yang disukai pembeli terutama kaum laki-laki karena rokok yang dijajakan telah direkatkan dengan ludah Roro Mendut yang amat cantik jelita (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 93-94).

Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markamah dan ayah H. Sulaiman di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi pada tahun 1874 (Arsip PPRK : Almarhum Nitisemito). Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Semasa hidupnya Nitisemito tidak pernah mendapatkan Nitisemito sendiri seorang buta huruf, dilahirkan dari rahim Ibu Markamah dan ayah H. Sulaiman di desa Janggalan dengan nama kecil Rusdi pada tahun 1874 (Arsip PPRK : Almarhum Nitisemito). Ayahnya, Haji Sulaiman adalah kepala desa Janggalan. Semasa hidupnya Nitisemito tidak pernah mendapatkan

Pada usia 17 tahun itu juga, Nitisemito merantau ke Malang, Jawa Timur untuk bekerja sebagai buruh jahit pakaian. Usaha ini berkembang, hingga Nitisemito mampu menjadi pengusaha konfeksi. Beberapa tahun kemudian, usaha tersebut kandas karena terlilit hutang. Nitisemito pulang kampung dan memulai usaha baru membuat minyak kelapa dengan alasan banyak masyarakat Kudus dan sekitarnya sering menggunakan minyak kelapa untuk penerangan rumah dan menggoreng. Kembali usaha Nitisemito mengalami kegagalan, ternyata masyarakat Kudus lebih senang membuat minyak kelapa sendiri daripada membeli. Nitisemito bangkit kembali dengan berdagang kerbau karena sapi dikeramatkan disembelih di daerah Kudus, namun gagal (Amen Budiman & Onghokham, 1987 : 128).

Awal terbukanya jalan Nitisemito dalam usaha dagangnya, ketika Nitisemito bekerja menjadi kusir dokar sambil berdagang tembakau. Saat itulah Nitisemito berkenalan dengan Mbok Nasilah, pedagang rokok klobot di Kudus. Mbok Nasilah, yang juga dianggap sebagai penemu pertama rokok kretek, menemukan rokok kretek untuk menggantikan kebiasaan nginang pada sekitar tahun 1870. Di warung Mbok Nasilah, yang kini menjadi toko kain Fahrida di Jalan Sunan Kudus 120, Mbok Nasilah menyuguhkan rokok temuannya untuk para kusir yang sering mengunjungi warungnya. Kebiasaan nginang yang sering dilakukan para kusir mengakibatkan kotor warung Mbok Nasilah, sehingga dengan menyuguhkan rokok, Mbok Nasilah berusaha agar warungnya tidak kotor.

Pada awalnya Mbok Nasilah mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran tersebut kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok racikan Mbok Nasilah ternyata disukai oleh para kusir dokar dan pedagang Pada awalnya Mbok Nasilah mencoba meracik rokok. Salah satunya dengan menambahkan cengkeh ke tembakau. Campuran tersebut kemudian dibungkus dengan klobot atau daun jagung kering dan diikat dengan benang. Rokok racikan Mbok Nasilah ternyata disukai oleh para kusir dokar dan pedagang

Nitisemito lantas menikahi Mbok Nasilah tahun 1894 dan mengembangkan usaha rokok kreteknya menjadi dagangan utama. Di warung milik bersama Mbok Nasilah dan Nitisemito menyediakan barang kebutuhan hidup sehari-hari, warung kopi, menjual rokok kretek eceran, dan bahan baku rokok kretek, seperti : tembakau, cengkeh, klobot, dan jinggo (benang). Tahun 1905, rokok kretek buatan Mbok Nasilah diusahakan oleh Nitisemito dan rokoknya terkenal sangat enak. Tamu-tamu yang berkunjung dirumah Nitisemito sangat menggemari rokok kretek buatan Mbok Nasilah. Atas saran sahabat- sahabat Nitisemito, rokok klobot diusahakan dan dibuat bungkus bercap pemiliknya. Rokok klobot yang diperdagangkan diberi nama rokok klobot Nitisemito. Usaha rokok kretek Nitisemito tumbuh menjadi industri kecil yang dikelola sendiri oleh Nitisemito, Mbok Nasilah, dan kedua putrinya masing- masing Nahari dan Nafi’ah (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).

Mulailah Nitisemito membuat rokok klobot berdasarkan pesanan sahabat- sahabat. Usaha ini maju pesat, Nitisemito tidak sekedar membuat rokok klobot berdasarkan pesanan dari sahabat-sahabatnya tapi sudah khusus menjaul rokok klobot di warungnya. Untuk pertama kalinya rokok klobot dijual tanpa bungkus dengan harga 2,5 sen seikat untuk 25 batang ukuran kecil dan 3 sen seikat untuk

25 batang ukuran besar. Dari dijajakan eceran di pinggir jalan, dibawa (dicangking) ketika berdagang di pasar, sampai akhirnya rokok klobot berkembang di jual ke luar kota : Semarang dan Kendal tapi masih dalam bentuk eceran. Rokok klobot yang dijual Nitisemito hanya dibungkus pakai kertas koran. Setiap satu bendel berisi 250 batang. Tahun 1908, industri kecil milik Nitisemito tersebut berkembang menjadi industri mapan (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M Nitisemito).

Rokok klobot yang diusahakan Nitisemito kemudian diberi bungkus kertas polos dan dilekati merk ”Tumpeng Segitiga”, ”Sawer”, ”Soempil”, ganti dengan

”Djeroek”. Kemudian Nitisemito memberi label rokoknya "Rokok Tjap Kodok Mangan Ulo " (Rokok Cap Kodok makan Ular). Nama ini tidak membawa hoki

malah menjadi bahan tertawaan. Nitisemito lalu mengganti dengan Tjap Bulatan Tiga di bawahnya diberi nama Nitisemito. Lantaran gambar bulatan dalam kemasan mirip bola, merek ini kerap disebut Bal Tiga. Julukan ini akhirnya menjadi merek resmi dengan tambahan Nitisemito (Tjap Bal Tiga H.M. Nitisemito) . Mulanya timbul ide untuk menggunakan cap Bal Tiga adalah berdasarkan pertimbangan, bahwa Nitisemito gemar bermain bola ”Bal” dan ”Tiga” melambangkan dirinya serta kedua orang menantunya Karmain dan Oemarsaid (Solichin Salam, 1983 : 25-26).

Bal Tiga resmi berdiri pada 1914 di Desa Jati, Kudus dan menjadi industri rokok kretek raksasa dengan ribuan tenaga kerja. Munculnya industri rokok kretek Kudus pertama oleh pengusaha kretek pribumi, secara otomatis membawa perubahan bagi masyarakat Kudus yang semula bertani menjadi buruh pabrik. Keberadaan perusahaan rokok kretek Kudus tersebut telah memperbaiki kesejahteraan penduduk sekitar Kudus (Solichin Salam, 1983 : 25).

Bertindak sebagai pemimpin perusahaan Bal Tiga milik Nitisemito adalah

H. Akwan dan M. Karmain, tapi sang pengatur rasa berada di bawah kuasa Nitisemito. Usaha rokok kretek bercap Bal Tiga makin berkembang tahun 1924 dengan bungkus (longsong) yang menarik, dimana tiap longsong berisi 25 batang.

Setelah 10 tahun beroperasi, Nitisemito mampu membangun pabrik besar diatas lahan 6 hektar di Desa jati. Ketika itu, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem). Diantara pabrik besar itu adalah milik M. Atmowidjojo (merk Goenoeng Kedoe), H.M Muslich (merk Delima), H. Ali Asikin (merk Djangkar), Tjoa Khang Hay (merk Trio), dan M. Sirin (merk Garbis & Manggis) (http://bluedayax. multiply.cm/journal/item/177 : 13/3/2009).

Jiwa semangat wiraswasta telah membakar masyarakat pribumi nasional di daerah Kudus untuk tampil dan maju ke depan dibidang industri rokok kretek Kudus. Aneka rokok kretek dengan berbagai merk telah bermunculan. Menurut catatan statistik Kabupaten Kudus dalam tahun 1930, di Kudus terdapat 70 Jiwa semangat wiraswasta telah membakar masyarakat pribumi nasional di daerah Kudus untuk tampil dan maju ke depan dibidang industri rokok kretek Kudus. Aneka rokok kretek dengan berbagai merk telah bermunculan. Menurut catatan statistik Kabupaten Kudus dalam tahun 1930, di Kudus terdapat 70

Tahun 1930-an produksi rokok kretek mencapai 3 – 10 juta per hari, dengan jumlah buruh mencapai 10 ribu orang. Pabrik rokok kretek yang dibangun di Jati mengubah sistem pengerjaan rokok kretek yang diborongkan kepada abon menjadi sistem buruh pabrik. Upah buruh batil, linting rokok per seribu buah adalah sebesar 20 sen. Sedang buruh nyontong memasukkan 4-8 batang rokok kretek ke longsong mendapat upah 1 sen. Etiket rokok kretek milik Nitisemito

awalnya dicetak di Drukkerij “Nimef” Malang, dan berubah dicetak di Drukkerij “Masman” Semarang (Solichin Salam, 1983 : 26).

Keberuntungan Nitisemito semakin melonjak disertai dengan kelahiran putra keempatnya M. Soemadji Nitisemito, rokok kreteknya laris luar biasa. Nitisemito menarik menantunya M. Karmain untuk membantu mengelola industri. Industri rokok kretek milik Nitisemito ini membawanya menjadi salah satu raja kretek. Usaha yang dikelola Nitisemito menyerap ribuan buruh pabrik rokok kretek (Arsip Propinsi Jawa Tengah : M. Nitisemito).

Nitisemito yang tak pernah mengenyam pendidikan formal, tidak berarti dia terbelakang. Sebagai seorang pedagang yang tangguh, penuh dengan ide-ide baru, kreatif, inovatif Nitisemito berhasil merintis dan mengelola perusahaan rokok kretek pertama di Indonesia yang paling besar dan modern milik pribumi.

Semangat kerja yang tinggi dan diimbangi dengan ketaatan beribadah menjadikan pribumi Kudus menjadi orang-orang yang mandiri di bidang perekonomian. Berbagai tantangan, harapan dan keinginan menjadikan pengusaha pribumi industri rokok kretek Kudus semakin semangat untuk memajukan industri dalam kondisi masih dalam belenggu penjajahan. Kerja keras, tekun, ulet menjadi jawaban waktu terhadap kesuksesan Nitisemito dan kawan-kawan dalam menata industri rokok kretek milik pribumi. Munculnya enterpreuner baru dari golongan Semangat kerja yang tinggi dan diimbangi dengan ketaatan beribadah menjadikan pribumi Kudus menjadi orang-orang yang mandiri di bidang perekonomian. Berbagai tantangan, harapan dan keinginan menjadikan pengusaha pribumi industri rokok kretek Kudus semakin semangat untuk memajukan industri dalam kondisi masih dalam belenggu penjajahan. Kerja keras, tekun, ulet menjadi jawaban waktu terhadap kesuksesan Nitisemito dan kawan-kawan dalam menata industri rokok kretek milik pribumi. Munculnya enterpreuner baru dari golongan

Jiwa enterpreuner yang dimiliki Nitisemito seperti : mampu membina kepercayaan relasi, memiliki semangat dan daya kerja tinggi, memahami makna laba dalam bentuk uang, bekerja keras, dan mengembangkan naluri bisinisnya. Kesemuanya itu dalam perkembangannya mengalami pergeseran-pergeseran membawa kemajuan dalam manajemen perusahaan Nitisemito (Suharso, 1994 : 155).

Sedikit demi sedikit makna kerja dari pribumi mengalami banyak pergeseran dari penggunaan alat tradisional ke sistem pabrik yang lebih modern. Para pengusaha pribumi rokok kretek ini mulai menggunakan manajemen modern untuk mengembangkan usahanya. Untuk mengembangkan usahanya Nitisemito menyewa tenaga pembukuan asal Belanda untuk membantu menerapkan sistem manajemen handal dalam usahanya. Pasaran produknya cukup luas, mencakup kota-kota di Jawa, Sumatera, Sulawesi, Kalimantan bahkan ke Negeri Belanda sendiri. Nitisemito dengan ide M Karmain kreatif memasarkan produknya, misalnya dengan menyewa pesawat terbang Fokker seharga 200 gulden saat itu untuk mempromosikan rokoknya ke Bandung dan Jakarta. Setiap ada pameran di berbagai wilayah produk rokok kretek Nitisemito ikut serta meramaikan stand- stand yang ada, hingga meluaslah kabar produksi rokok kretek. Dalam promosi rokoknya Nitisemito juga menyediakan barang-barang pecah belah sebagai reward kepada para konsumen rokoknya (Solichin Salam, 1983 : 26).

Industri rokok kretek Kudus yang mayoritas dipegang oleh pribumi mulai tahun 1880 tersebut merupakan kebanggan bagi pengusaha pabrik kretek pribumi dan kota Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi adalah orang-orang yang mampu memajukan dirinya sendiri, orang yang tadinya tidak berharta, tidak mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai, tetapi berkat keuletan kerja, dengan perasaan dagangnya yang cerdik dan tajam mereka mampu mengumpulkan kekayaan dengan mendirikan pabrik besar yang dijaga dan dipeliharanya dari nol. Semangat mempertahankan apa yang telah dibangun oleh Industri rokok kretek Kudus yang mayoritas dipegang oleh pribumi mulai tahun 1880 tersebut merupakan kebanggan bagi pengusaha pabrik kretek pribumi dan kota Kudus. Pengusaha pabrik kretek pribumi adalah orang-orang yang mampu memajukan dirinya sendiri, orang yang tadinya tidak berharta, tidak mempunyai bekal ilmu pengetahuan yang memadai, tetapi berkat keuletan kerja, dengan perasaan dagangnya yang cerdik dan tajam mereka mampu mengumpulkan kekayaan dengan mendirikan pabrik besar yang dijaga dan dipeliharanya dari nol. Semangat mempertahankan apa yang telah dibangun oleh

Sektor industri merupakan sektor yang paling strategis bagi perekonomian Kudus, produk unggulan Kudus untuk industri besar atau sedang yaitu industri rokok kretek. Komoditas industri rokok kretek Kudus memiliki potensi untuk berkembang, tercermin bahwa industri rokok kretek Kudus : memiliki keunggulan kompetitif, bahan baku yang cukup, sumber tenaga kerja yang memadai, tersedianya modal yang cukup, mampu menyerap tenaga kerja terutama tenaga kerja lokal setempat, memberi kontribusi terhadap perekonomian daerah dan nasional, mempunyai jaminan mutu produksi yang baik, mampu meningkatkan pendapatan dan kemampuan sumber daya masyarakat setempat, dan tersedianya teknik industri yang tidak merusak budaya setempat. Rokok kretek buatan industri rokok kretek Kudus mampu bersaing, nilai permintaannya tinggi baik bagi pemasok maupun bagi pembeli, jangkauan pasarnya luas dan memiliki keunggulan bila disaingkan dengan produk lain. Usaha rokok kretek Kudus juga dalam perkembangannya mengalami pasang surut produksi, produktivitas tenaga kerja, dan provitabilitas. Sayangnya, industri rokok kretek Kudus memiliki kelemahan : bahan baku rokok kretek masih didatangkan dari luar daerah, permodalan industri kecil kurang, limbah industri merajalela dan menggangu, persaingan pasar yang ketat. Untuk mengatasi kelemahan industri rokok kretek Kudus tersebut diperlukan kerjasama antara pemerintah, pejabat pemerintah, pengusaha, dan lingkungan dunia usaha mengembangkan industri rokok kretek dan perekonomian daerah Kudus, atau dengan meningkatkan basis industri dan meningkatkan kemandirian industri (Pemkab Kudus, 2004 : 90-110).