Kondisi Industri Rokok Kretek di Kudus awal Dekade 1900-an

D. Kondisi Industri Rokok Kretek di Kudus awal Dekade 1900-an

1. Awal Mula Sumber Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus

Bahan baku rokok kretek Kudus utamanya adalah tembakau dan cengkeh. Satu hal yang luar biasa, bahwa Kudus bukan merupakan wilayah penghasil bahan Bahan baku rokok kretek Kudus utamanya adalah tembakau dan cengkeh. Satu hal yang luar biasa, bahwa Kudus bukan merupakan wilayah penghasil bahan

Dikenalnya tembakau oleh masyarakat Kudus ternyata memiliki hubungan historis dengan Sunan Kudus. Menurut oral history dari masyarakat Kudus dan adanya makam atau petilasan Sunan Kedu di desa Gribig, Kecamatan Gebog, Kabupaten Kudus yang terletak di dekat gudang pabrik-pabrik rokok kretek Kudus, menyatakan bahwa tembakau diperkenalkan kepada masyarakat Kudus oleh Sunan Kedu. Hingga akhirnya dapat dimanfaatkan dengan menjadi penemuan rokok kretek.

Sunan Kedu lahir di Paraan Kabupaten Temanggung (daerah sentra tembakau). Semasa kecil bernama Abdul Hakim dan menginjak dewasa belajar ke Mekkah untuk memperdalam ilmu agama dan setelah kembali dari Mekkah diberi gelar Sunan Kedu atau Syeikh Abdul Basyir (setingkat wali). Sunan Kedu sangat gigih dalam menjalankan syiar Islam dan pemerintahan. Sunan Kedu datang ke Kudus terutama ke daerah Gribig sekitar tahun 1576 M. Sunan Kedu datang ke wilayah Kudus dengan tujuan untuk nyantri di Mbah Sunan Kudus untuk menjalankan syiar Islam di Kudus dan sekitarnya dan di Gribig pada khususnya. Selama nyantri di Sunan Kudus, dikalangan santri Sunan Kedu adalah santri yang berpengetahuan agama Islam sangat luas. Sunan Kedu yang berasal dari Temanggung diam-diam memiliki keahlian sebagai seorang petani tembakau yang handal. Keahlian ini yang dibawa Sunan Kedu memperkenalkan tembakau pada gurunya Sunan Kudus yang seorang pedagang untuk mengusahakan tembakau sebagai tanaman perdagangan (wawancara bapak Hardi Cahyana : 31 Desember 2009).

Kisah pewayangan tentang peranan Sunan Kedu terhadap penemuan tembakau dan rokok kretek di Kudus menceritakan suatu kisah yang berbeda. Kisah Sunan Kedu di Kudus yang berhubungan dengan tembakau dan penemuan rokok kretek diusahakan untuk menarik dan mempermudah ingatan masyarakat tentang munculnya tembakau dan pengusahaan rokok kretek Kudus masa penyebaran Islam. Ketika masa penyebaran Islam, Sunan Kedu dari Magelang berniat sowan (berkunjung) kepada Sunan Muria. Di tengah perjalanannya, sudah

menjadi kebiasaaan masyarakat jaman dahulu untuk saling mengadu kesaktian yang dimiliki. Sunan Kedu ingin mengadu kesaktiannya dengan Sunan Kudus. Sunan Kedu bersenjata tampah yang diterbangkan ke wilayah Menara melewati puncak Menara Kudus dengan tujuan untuk berusaha memancing kemarahan Sunan Kudus. Kejadian tersebut menjadikan Sunan Kudus merasa tertantang dan meminta Sunan Kedu untuk adu ayam. Adu ayam jago terjadi di daerah Gunung Pati Ayam, perbatasan Kudus-Pati. Sunan Kedu menggunakan ayam jago andalannya dan Sunan Kudus dengan kesaktiannya mengubah gaman kapak menjadi ayam jago. Perjanjian antara Sunan Kedu dan Sunan Kudus, adalah siapa yang kalah harus bergantung pada yang menang. Dalam pertarungannya Sunan Kedu kalah. Sunan Kudus meminta Sunan Kedu membawa bibit tembakau dari Magelang untuk ditanam. Atas keputusan para Sunan, bibit tembakau harus ditanam Sunan Kedu di Magelang dan hasilnya dibawa ke Kudus. Tembakau hasil tanam Sunan Kedu digunakan Sunan Kudus untuk nginang. Ketika itu banyak masyarakat Kudus Kulon yang berguru kepada Sunan Kudus, maka dari itu tembakau diupayakan oleh warga di Kudus sebagai salah satu barang dagangan dan sampai akhirnya dikembangkan menjadi temuan rokok klobot.

Kesaktian Sunan Kudus dalam bahasa Jawa kesedik wali, semua ucapan Sunan Kudus yang menyatakan bahwa siapa yang kalah harus bergantung kepada yang menang dalam tradisi lisan masyarakat Kudus ini ada benarnya. Tembakau Kedu yang dihasilkan wilayah Kedu (Sunan Kedu) hanya dapat digunakan untuk membuat rokok kretek oleh industri rokok kretek di wilayah Kudus saja, di wilayah lain tidak dapat digunakan.

Sunan Kedu wafat sekitar tahun 1612 M, di desa Gribig Kecamatan Gebog Kabupaten Kudus. Beliau dimakamkan di desa Gribig. Dari tembakau yang dibawa Sunan Kedu menjadi awal perkembangan perdagangan tembakau di Kudus, sampai akhirnya tercipta rokok klobot. Rokok klobot yang diminati warga Kudus berkembang pesat menjadi usaha kecil, dan oleh pengusaha pribumi terus mengembangkannya menjadi suatu industri rokok kretek Kudus yang terkemuka di dalam maupun di luar negeri. Perusahaan-perusahaan rokok kretek Kudus masih melestarikan budaya khaul terhadap Sunan Kedu. Setiap tanggal 13 bulan

Syuro diadakan penyembelihan kerbau untuk acara khaul yang dikelola masyarakat sekitar dan dikunjungi masyarakat dari seluruh penjuru Kudus atau dari sekitar daerah Kudus (wawancara Bapak Masturi : 26 Oktober 2009).

2. Pengadaan Bahan Baku Industri Rokok Kretek Kudus Penemuan rokok kretek di Kudus oleh Haji Jamahri dan Mbok Nasilah sekitar tahun 1880-an, membuat banyak orang mengikuti jejak Mbok Nasilah hingga lahirlah industri rokok kretek di Kudus. Pada mulanya, segala sesuatu tentang industri rokok kretek dalam pengerjaan dan penjualan produk rokok kreteknya masih sangat sederhana bahkan belum nampak adanya suatu lapangan usaha yang menjanjikan. Tahun 1880-an sampai 1980-an industri rokok kretek di Kudus mulai berkembang. Ditemukannya tembakau berakibat kepada semakin meningkatnya kegemaran orang mengkonsumsi tembakau. Basic pedagang yang dikuasai oleh masyarakat Kudus ditambah dengan perkembangan kegemaran orang mengkonsumsi tembakau menumbuhkan kemampuan masyarakat Kudus untuk membuat dan memasarkan rokok tradisional atau rokok klobot (Marcel Boneff, 1990 : 240). Rokok klobot merupakan jenis rokok pertama yang umum dinikmati masyarakat Kudus. Baru pada tahun 1880 ditemukanlah rokok kretek sebagai pembaharuan rokok klobot. Bunyi kretek-kretek yang ditimbulkan dari pembakaran klobot ini membawa perubahan sebutan rokok klobot menjadi rokok kretek. Pada awal kelahiran rokok kretek di Kudus, perdagangan dan pemenuhan permintaan rokok kretek hanya terbatas di Kudus saja. Dalam waktu yang sangat singkat, rokok kretek juga disenangi di daerah lain di luar kota Kudus. Sedikit demi sedikit pemasaran rokok kretek mengalami peningkatan yang luar biasa. Apalagi setelah munculnya Nitisemito sebagai pioneer wiraswastawan pribumi yang sukses mengelola industri rokok kretek miliknya.

Berkat keahlian para pengusaha rokok kretek pribumi dalam perataan pemakaian cengkeh dan tembakau, serta penentuan syarat-syarat pembuatan rokok kretek, pengusaha rokok kretek memberi rasa khas terhadap produksi rokok kreteknya. Apalagi dengan variasi bahan, kadar campuran, dan komposisi saus Berkat keahlian para pengusaha rokok kretek pribumi dalam perataan pemakaian cengkeh dan tembakau, serta penentuan syarat-syarat pembuatan rokok kretek, pengusaha rokok kretek memberi rasa khas terhadap produksi rokok kreteknya. Apalagi dengan variasi bahan, kadar campuran, dan komposisi saus

Bahan baku utama untuk membuat rokok kretek ada dua macam, yaitu tembakau dan cengkeh.

a. Tembakau Pada tahun 1863, Nien Huys pegawai bangsa Belanda mencoba menanam jenis tanaman baru di daerah Deli. Tanaman ini disebut dengan tembakau, dan berhasil tumbuh menjadi tanaman komoditi pembuatan cerutu (Antonie Rieth, 1987 : 98). Tanpa tembakau rokok tidak dapat diproduksi. Seluruh perusahaan rokok kretek yang ada di pulau Jawa biasanya menggunakan tembakau yang dihasilkan dari wilayah pulau Jawa sendiri. Umumnya, perusahaan rokok kretek dari suatu daerah tertentu belum tentu menggunakan tembakau yang dihasilkan dari daerahnya sendiri sebab perusahaan rokok kretek tidak hanya mendatangkan satu jenis tembakau saja untuk produksi rokok kreteknya.

Dataran Kudus tidak cocok untuk menanam jenis tanaman tembakau, kalaupun dapat ditanam tembakau yang dihasilkan dari daerah Kudus rasanya terlalu pahit dan aromanya tidak begitu harum. Sedang untuk menghasilkan rokok kretek dibutuhkan tembakau yang mempunyai rasa gurih dan mempunyai aroma harum. Kebutuhan tembakau untuk perusahaan rokok kretek Kudus didatangkan dari daerah : Kedu, Weleri, Bojonegoro, Mojokerto, Madura, dan Temanggung. Tembakau bisa sangat mempengaruhi rokok kretek yang akan dibuat sesuai dengan rasa dan kaulitas tembakaunya. Rasa dan kualitas rokok kretek tertentu, juga membutuhkan rasa dan kualitas tembakau tertentu pula. Rasa dan kualitas tembakau dipengaruhi oleh iklim dan letak geografi daerah tanam tembakau. Hal inilah yang menyebabkan adanya perdagangan tembakau, dari daerah-daerah menuju ke Kudus (Mark Hanusz, 2000 : 78-82).

Sebagian besar pengusaha rokok kretek sangat merahasiakan pembelian dan jumlah penggunaan tembakau, hal ini dilakukan untuk menghindari ramuannya tidak diketahui oleh pihak lain. Cara perusahaan rokok kretek Kudus menciptakan tembakau dengan mengangkat seorang agen atau perwakilan perusahaan rokok kreteknya. Jika tidak, pengusaha rokok kretek di Kudus berusaha mencari tembakau di daerah-daerah penghasil tembakau yang dibutuhkan oleh perusahaannya.

Bentuk penjualan tembakau dari petani secara langsung kepada agen atau pengusaha rokok kretek, antara lain : 1.) Dijual secara bebas, yaitu tembakau dijual oleh petani kecil kepada agen pada waktu tembakau masih belum dipanen. Cara pembelian seperti ini biasanya berlaku untuk jenis tembakau Virginia dan tembakau Weleri.

2.) Menjual rajangan kepada tengkulak-tengkulak kecil yaitu tembakau dipanen kemudian tembakau dikeringkan dan dirajang, baru kemudian dijual kepada agen atau langsung kepada pengusaha rokok kretek.

3.) Tengkulak kecil menjual tembakau kepada tengkulak besar. Prosesnya sama dengan atas, bedanya tembakau tersebut diserahkan langsung oleh tengkulak besar kepada pengusaha rokok kretek tanpa melalui agen.

4.) Tengkulak menjual langsung kepada pengusaha rokok kretek dengan mendapat komisi langsung dari pengusaha rokok kretek di perusahaan. Tengkulak macam ini biasa disebut dengan makelar tembakau (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).

Perbedaan kualitas tembakau ditentukan oleh faktor alam dan faktor perawatan. Faktor perawatan meliputi : perajangan dan penyimpanan tembakau yang nantinya sangat mempengaruhi harga tembakau bila hasilnya baik (Mark Hanusz, 2000 : 87-88).

Tembakau yang dijual di daerah Kudus biasanya diambil dari nama daerah asalnya, seperti : tembakau Temanggung dan tembakau Madura. Pengusaha rokok kretek Kudus banyak menggunakan tembakau dari daerah Madura, Temanggung, Weleri, Magelang, Mojokerto, Muntilan dan Bojonegoro. Jenis tembakau Virginia terutama tembakau krosok Bojonegoro mempunyai mutu paling baik untuk membuat rokok kretek. Tembakau krosok juga dihasilkan dari daerah Wonosobo, Besuki, Lumajang, dan Bojonegoro (wawancara bapak Afif Masluri : 12 Oktober 2009).

Perusahaan rokok kretek Kudus lebih senang menggunakan tembakau dari daerah Kedu, hal ini disebabkan tembakau yang dihasilkan dari daerah Kedu juga sangat cocok untuk memproduksi rokok kretek. Daerah Kedu menghasilkan tembakau garangan dan tembakau pepean, jenis tembakau kuning dan rasanya ringan. Harga tembakau dari Kedu cukup terjangkau dan kualitasnya cukup bagus. Menurut RJL Kussendrager dalam Amen Budiman & Ong Hok Ham ( 1987 : 89) juga menyebutkan ketinggian mutu tembakau dari Kedu :

“tembakau Kedu sangat disukai benar yang dipandang sebagai tembakau yang paling baik di seluruh Pulau Jawa ”. Orang Belanda

juga memakai tembakau Kedu sebagai bahan pembuatan cerutu mereka.

Biasanya tembakau yang digunakan dalam rokok kretek lebih bernilai bila disimpan lebih lama. Beberapa perusahaan rokok kretek menyimpan tembakau selama lima tahun. Kulaitas rokok yang bagus akan diperoleh jika tembakau disimpan lebih lama dahulu di dalam gudang. Rokok buatan pabrik kecil yang murah biasanya cukup membutuhkan waktu simpan selama tiga bulan. Semakin baik kualitas tembakau maka terjadi perbaikan mutu hasil produksi rokok kretek. Agar memperoleh tembakau dengan harga murah biasanya pengusaha membeli tembakau saat panen sehingga harganya murah. Tembakau Biasanya tembakau yang digunakan dalam rokok kretek lebih bernilai bila disimpan lebih lama. Beberapa perusahaan rokok kretek menyimpan tembakau selama lima tahun. Kulaitas rokok yang bagus akan diperoleh jika tembakau disimpan lebih lama dahulu di dalam gudang. Rokok buatan pabrik kecil yang murah biasanya cukup membutuhkan waktu simpan selama tiga bulan. Semakin baik kualitas tembakau maka terjadi perbaikan mutu hasil produksi rokok kretek. Agar memperoleh tembakau dengan harga murah biasanya pengusaha membeli tembakau saat panen sehingga harganya murah. Tembakau

b. Cengkeh Cengkeh yang digunakan ada dua macam, yaitu :

a) Cengkeh impor dari Zanzibar dan Madagaskar

b) Cengkeh hasil produksi dalam negeri dari daerah Manado, Maluku, Ambon, Jawa Barat, Jawa Tengah (Mark Hanusz, 2000 : 64).

Perusahaan rokok kretek Kudus lebih senang menggunakan cengkeh impor daripada menggunakan cengkeh hasil dalam negeri, sebab kualitas cengkeh impor jauh lebih baik, kadar minyaknya lebih banyak, rasanya gurih, lebih banyak mengkreteknya (mengeluarkan suara kretek-kretek) dan rasanya lebih ringan.

Untuk penggunaan cengkeh impor pemerintah mengusahakan pembagian cengkeh bagi pengusaha rokok kretek di Jawa agar cengkeh tidak menjadi obyek spekulasi pengusaha rokok kretek. Pembagian cengkeh impor diatur berdasarkan besar kecilnya perusahaan rokok kretek dalam membayar pajak pita cukai. Untuk penggunaan cengkeh dalam negeri tidak diadakan sistem pembagian sebab harganya jauh lebih murah, rasanya keras (nyegrak), tidak ada rasa gurihnya, dan kurang mengkreteknya (Mark Hanusz, 2000 : 69).

Semakin banyak penggunaan cengkeh dalam suatu perusahaan rokok kretek, menunjukkan semakin banyak produksi rokok kretek. Naik turunnya penggunaan cengkeh di perusahaan rokok kretek dipengaruhi oleh jumlah impornya. Kondisi negara yang tidak stabil juga mempengaruhi pasokan impor cengkeh ke Indonesia. Ketika kondisi negara sedang tidak stabil masa 1950-an, maka terjadi pembatasan impor cengkeh. Hal ini memaksa pengusaha untuk berupaya menutup kebutuhan cengkeh pabrik rokok kreteknya dengan penggunaan cengkeh yang diusahakan di dalam negeri.

Harga cengkeh yang selalu mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, menjadi salah satu persoalan yang sulit bagi pabrik rokok kretek. Untuk mengatasi masalah harga cengkeh yang melambung tinggi, pengusaha rokok kretek pernah tergoda untuk : mempergunakan tembakau atau cengkeh yang lebih murah, atau dengan penggunaan campuran dengan takaran atau perbandingan campuran cengkeh yang lebih rendah dibanding dengan tembakau, atau mengurangi upah para abon (Lance Castle, 1982 : 63-64).

Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan harapan dapat menekan biaya, sehingga harga jual rokok dapat dipenuhi oleh para konsumen yang kebanyakan golongan menengah ke bawah. Mutu dan campuran tembakau dengan cengkeh merupakan hal yang sangat penting dalam pabrik kretek.

Untuk cengkeh tidak perlu disimpan dalam waktu lama untuk mendapatkan aroma khas, tetapi karena naik turunnya harga dan kadang terjadi perhentian penawaran serta kesulitan pembagian dari pemerintah kolonial maka perusahaan rokok kretek sebaiknya mempunyai persediaan cengkeh yang cukup (Lance Castle, 1982 : 48).

Bahan baku pendukung untuk memproduksi rokok kretek dan rokok klobot, antara lain :

a. Daun Jagung atau klobot sebagai pembungkus rokok klobot

Klobot yang digunakan dalam industri rokok kretek masa itu, digunakan istilah ”ombyok, uter, ontong”. Setiap satu ombyok klobot

terdiri dari 20 buah ontong jagung, tiap 25 ombyok berisi 500 ontong dan disebut satu uter. Dan setiap satu ontong klobot dapat dijadikan kira-kira sebanyak 5 batang rokok. Kira-kira satu uter klobot dapat dijadikan 2500 buah batang rokok (Solichin Salam, 1983 : 18).

Biasanya klobot yang digunakan dalam industri rokok kretek Kudus berasal dari daerah Undaan (pinggiran kota Kudus yang berbatasan dengan Grobogan, Purwodadi). Kualitas klobot jagung dari daerah Undaan tersebut baik, tapi kwantitas atau jumlah pemenuhan Biasanya klobot yang digunakan dalam industri rokok kretek Kudus berasal dari daerah Undaan (pinggiran kota Kudus yang berbatasan dengan Grobogan, Purwodadi). Kualitas klobot jagung dari daerah Undaan tersebut baik, tapi kwantitas atau jumlah pemenuhan

b. Tali pengikat atau jinggo, untuk mengikat rokok klobot

c. Saus, bahan pewangi rokok kretek. Saus digunakan sebagai bahan pemberi rasa khas pada aroma rokok kretek yang membedakan rokok yang satu dengan yang lain. Rasa atau aroma dari rokok kretek tiap perusahaan berbeda-beda. Penggunaan saus sangat mempengaruhi rasa rokok kretek. Hal ini mengakibatkan saus sebagai bahan misterius dalam mengahasilkan rokok kretek. Perusahaan rokok kretek besar biasanya menggunakan saus yang didatangkan dari Inggris dan Amerika. Tiap daerah biasanya memiliki permintaan berbeda-beda terhadap rasa atau aroma rokok kretek : di Jawa Barat lebih menyukai rasa pedas, di Jawa Tengah lebih menyukai rasa manis, dan di Jawa Timur menyukai rasa asin (Mark Hanusz, 2000 : 90-96).

d. Lem dari tepung aci, untuk mengelem kertas sigaret kretek dan kertas kemasan luar (kertas selop luar)

e. Kertas Kegunaan kertas pada industri rokok kretek Kudus, ada beberapa macam :

a) pembungkus rokok (kertas papir)

b) pengepak terdiri dari jenis kertas cassing, HVS, syllovan, dan kertas minyak.

c) mencetak pita cukai

d) pengepres dan pembungkus luar (selop)

e) pembuatan merk luar (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).

Jumlah penduduk yang kian bertambah dan jumlah perusahaan yang menggunakan kertas bertambah mengakibatkan kelangkaan kertas. Kelangkaan kertas sering mengakibatkan kerugian besar bagi industri rokok kretek Kudus. Apabila kekurangan jenis kertas pita cukai yang dibuat oleh pemerintah, pengusaha rokok kretek Kudus mengalami kerugian yang tidak sedikit. Rokok yang sudah dibungkus tidak dapat dipasarkan, kondisi tersebut dapat menghentikan perputaran modal dan bahkan dapat mengakibatkan rokok kretek yang telah jadi dan disimpan digudang akan rusak dimakan ulat atau terkena udara lembab, sehingga tidak dapat dipasarkan lagi.

Kebutuhan kertas tidak dapat dipenuhi hanya dari dalam negeri, produksi kertas Padalarang dan Leces tidak dapat memenuhi hampir semua jenis kertas kebutuhan perusahaan rokok kretek Kudus hanya kertas pengepak jenis pembungkus luar yang dapat dipenuhi. Sedangkan kebutuhan kertas yang lain, seperti : kertas pita cukai yang dicetak pemerintah, kertas papir, kertas pembungkus selop luar, harus didatangkan dari Inggris dan Jerman.

Kebutuhan kertas perusahaan rokok kretek Kudus memunculkan ide pembuatan industri kertas di Kudus. Tahun 1952 pemerintah dan panitia pengelola rencana pembuatan kertas industri rokok kretek Kudus telah berhasil mengupayakan penanaman pohon pinus di Jawa sebagai bahan pembuatan kertas. Tahun 1958, perusahaan kertas didirikan di Kudus. Mulai tahun 1960, kebutuhan kertas industri rokok kretek Kudus sudah dapat dipenuhi oleh perusahaan kertas yang telah didirikan di Kudus dan tidak lagi mengimpor kertas dari luar negeri.

Penyediaan bahan baku rokok kretek bagi industri rokok kretek Kudus masih sangat bergantung dari daerah lain di luar kota Kudus, bahkan dari luar negeri. Diperlukan hubungan timbal balik dan interaksi yang baik dengan daerah- daerah penunjang bahan baku industri rokok kretek Kudus. Agar proses pendistribusian bahan baku rokok kretek dari daerah-daerah tersebut ke Kudus berjalan dengan lancar.

3. Produksi Rokok Kretek Kudus

Pada awal pembentukan indstri rokok kretek Kudus cara produksi yang diterapkan masih sangat tradisional, yaitu : klobot dibesut (dihaluskan), kemudian campuran tembakau dan cengkeh dibungkus dengan klobot secara hati-hati agar klobot tidak sobek oleh batang cengkeh. Salah satu ujung rokok klobot diikat dengan tali atau serat, terakhir rokok klobot dijajakan di warung, kampung- kampung, dan dipasar-pasar. Kemajuan industri rokok kretek Kudus memungkinkan munculnya sejumlah merk Indonesia yang pemiliknya dikenal sebagai raja kretek. Hal ini merupakan teladan yang baik bagi penduduk pribumi untuk menunjukkan kekuatan diri pada masa kolonial Belanda. Masa Kolonial, di Kudus telah berdiri 12 perusahaan rokok besar, 16 perusahaan menengah, dan tujuh pabrik rokok kecil (gurem) (Lance Castle, 1982 : 46).

Pada tahun 1920-an, rokok kretek yang beredar adalah rokok kretek yang masih sederhana sistem pengerjaannya belum ada mesin modern hanya perlu keahlian khusus dari para buruhnya. Pengusaha rokok kretek memperoleh tembakau dan cengkeh dengan kualitas super dari berbagai daerah penyuplai tembakau dan cengkeh. Pihak pabrik mencampurkan sendiri tembakau, cengkeh, serta saus rahasia yang menjamin mutu produksi rokok kreteknya. Kegiatan mencampur bahan pembuat rokok kretek dilakukan di dalam pabrik oleh pengusaha sendiri untuk menjamin rahasia kenikmatan khas dari masing-masing rokok kretek yang dibuat, agar tidak sering merubah aturan dalam pencampurannya. Pengusaha rokok kretek harus benar-benar memikirkan produksi rokok kreteknya. Rasa dan perbandingan bahan harus benar-benar dipikirkan untuk menjaga kepercayaan konsumen. Cengkeh dan tembakau terdiri dari beraneka jenis, masing-masing memiliki keistimewaan dan rasa yang khas. Seorang pengusaha rokok kretek harus mempunyai pengalaman luas di bidang pertembakauan, serta percampuran cengkeh dan saus. Pengusaha yang berpengalaman dapat meramu tembakau dan melakukan pencampuran dengan komposisi yang tepat sehingga menjadi rokok kretek sesuai yang diinginkan untuk konsumen. Ahli mencampur bahan rokok kretek tersebut dinamakan ”master”.

Masing-masing kemampuan atau selera pengusaha memberikan ciri tersendiri Masing-masing kemampuan atau selera pengusaha memberikan ciri tersendiri

Berhubung dengan bentuk rokok yang diproduksi yang lancip di salah satu ujungnya pada waktu itu, dan bungkus yang digunakan untuk membungkus tembakau dan cengkeh dari daun klobot, maka butuh ketrampilan khusus dalam membuat lintingan rokok kretek. Membesut klobot tidak mudah, apalagi dengan campuran tembakau dan cengkeh harus diusahakan agar rajangan cengkeh tersebut tidak merusak atau merobek klobot pembungkusnya. Ribuan tangan terampil dibutuhkan untuk memenuhi permintaan rokok kretek Kudus. Pekerja rokok kretek selain bekerja di pabrik biasanya mengerjakan pekerjaan di rumah- rumah. Pekerja yang rumahnya jauh tidak perlu meninggalkan rumah, menghabiskan uang transport, dan tetap bisa melaksanakan kegiatan rumah tangga, serta pekerjaannya dapat dibantu oleh seisi rumah (Arsip PNRI : Peroesahaan Rokok Kretek di Koedoes).

Pekerja yang bekerja di pabrik biasanya bagian sortir (bagian pemilah), pembungkus rokok kretek dalam pack, dan pengirim hasil produksi untuk didistribusikan pada agen dan pemesan rokok kretek. Sebagian besar kegiatan melinting rokok dilakukan di rumah-rumah. Bahan-bahan pembuat rokok kretek dibagikan dari pabrik kepada para abon yaitu orang yang menjadi perantara antara majikan dalam pabrik dengan buruh-buruh. Bahan-bahan pembuat rokok biasanya diambil secara keseluruhan terlebih dahulu oleh para abon pada salah satu pabrik rokok kretek Kudus, kemudian abon membagi-bagikan bahan-bahan tersebut kepada buruh atau kornet. Jumlah abon ditaksir sekitar 30.000orang lebih.

Abon ini berasal dari lingkungan kampung sekitar district Kudus yang datang ke pabrik rokok kretek, dan meminta campuran bahan rokok kretek yang telah siap dari para pengusaha untuk diedarkan kepada para buruh linting rokok rumahan dan dilinting di rumah mereka masing-masing yang disebut kornet. Rokok kretek yang telah dilinting oleh para kornet diserahkan kembali kepada para abon untuk dikumpulkan. Setelah terkumpul dalam jangka waktu seminggu, Abon ini berasal dari lingkungan kampung sekitar district Kudus yang datang ke pabrik rokok kretek, dan meminta campuran bahan rokok kretek yang telah siap dari para pengusaha untuk diedarkan kepada para buruh linting rokok rumahan dan dilinting di rumah mereka masing-masing yang disebut kornet. Rokok kretek yang telah dilinting oleh para kornet diserahkan kembali kepada para abon untuk dikumpulkan. Setelah terkumpul dalam jangka waktu seminggu,

Para abon harus menjaga dengan baik hasil produksi rokok selama dalam pengangkutan dengan menggunakan gerobak kuda dari desa-desa disekitar Kudus ke pabriknya, dan biaya keseluruhan dari produksi dan pengangkutan ditanggung oleh perusahaan. Biasanya para abon menerima pekerjaan dari seorang pengusaha dan menerima dari pengusaha yang bersangkutan semacam abonnemen rokok yang mereka hasilkan. Oleh karena itu, mereka disebut sebagai abonne yang artinya langganan (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 113).

Sistem abon diterapkan berdasar pada beberapa pertimbangan, masa kelahiran industri rokok kretek Kudus telah mendapatkan buruh pelinting rokok dari kota Kudus sendiri. Untuk mencapai tingkat produksi yang mereka inginkan, pengusaha rokok kretek kemudian mengambil pekerja-pekerja baru dari daerah di sekitar kota Kudus. Untuk mendatangkan pekerja yang letaknya jauh dari pabrik, butuh biaya transportasi yang banyak. Biaya transportasi tidak mungkin dibebankan terhadap harga jual kepada konsumen, karena konsumen yang sebagian rakyat berpenghasilan rendah tidak mungkin harga jual rokok dinaikkan. Masalah lain adalah tempat bagi ribuan pekerja ketika itu belum memungkinkan, biaya pembangunan pabrik masih sangat mahal. Oleh karena itu, digunakan sistem abon agar produksi rokok yang diinginkan terpenuhi tanpa harus repot memikirkan biaya transport yang harus dikeluarkan bagi pekerja yang jauh, dan tempat bagi pekerja untuk memproduksi rokok kretek (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 112).

Umumnya pengusaha besar pabrik rokok kretek mempunyai sekitar 100 abon . Abon memiliki anak buah atau buruh-buruhnya sendiri dalam kampungnya yang disebut kornet sekitar delapan sampai sepuluh kornet. Sistem abon ini merupakan sistem yang masih tradisional, di mana pekerja mengerjakan produksi rokok kretek di rumah masing-masing. Biasanya dalam satu rumah satu keluarga dapat ikut membantu mengerjakan produksi rokok kretek. Selain itu, produksi rokok kretek ini dapat dikerjakan pada waktu luang setelah pekerjaan rumah Umumnya pengusaha besar pabrik rokok kretek mempunyai sekitar 100 abon . Abon memiliki anak buah atau buruh-buruhnya sendiri dalam kampungnya yang disebut kornet sekitar delapan sampai sepuluh kornet. Sistem abon ini merupakan sistem yang masih tradisional, di mana pekerja mengerjakan produksi rokok kretek di rumah masing-masing. Biasanya dalam satu rumah satu keluarga dapat ikut membantu mengerjakan produksi rokok kretek. Selain itu, produksi rokok kretek ini dapat dikerjakan pada waktu luang setelah pekerjaan rumah

Selama sepuluh sampai lima belas tahun sebelum pendudukan Jepang, sistem abon digantikan dengan sistem pabrik. Alasan utama penggantian sistem ini adalah untuk memenuhi kebutuhan penguasaan yang lebih besar karena industri rokok kretek mengalami persaingan menghadapi tantangan baru dari tahun 1925 sampai 1933. Karena mutu rokok kretek sangat ditentukan oleh campuran tembakau dan cengkeh, maka pengadaan bahan baku menjadi satu hal yang cukup penting bagi usaha rokok kretek. Untuk mendapatkan kualitas rokok kretek yang baik maka perlu diimpor cengkeh dari Zanzibar. Harga cengkeh sendiri selalu mengalami fluktuasi harga, tahun 1928 harga cengkeh melambung tinggi hingga begitu menyulitkan industri rokok kretek. Karena sebagian besar perokok adalah golongan miskin maka beberapa kebijakan harus dikeluarkan oleh para pengusaha rokok kretek. Pengusaha rokok kretek tergoda untuk menggunakan tembakau atau cengkeh yang lebih murah atau perbandingan tembakau dan cengkeh dikurangi, atau mungkin mengurangi jumlah tenaga abon. Dengan tujuan untuk menekan biaya, sehingga konsumen tidak lekas kabur (Lance Castle, 1982 : 63-64).

Kebijakan mengurangi upah para abon, mendapat respon negatif dari para abon . Abon yang membenci kebijakan tersebut membalas dendam dengan memalsukan cengkeh yang rendah mutunya ke dalam campuran tembakau saat menggulung rokok tersebut. Tahun 1930-an pengusaha rokok kretek mulai membangun pabrik-pabrik dan meninggalkan kebiasaan memborongkan pekerjaan menggulung kepada para abon. Dibukanya pabrik, secara otomatis modal kerja dapat dihemat dalam satu lingkungan kerja. Biaya produksi yang melambung dapat ditutup dengan masuknya modal kerja yang diperoleh, sehingga pengusaha rokok kretek masih bisa menguasai merk kesetiaan bagi konsumennya (Lance Castle, 1982 : 64).

Pekerjaan membuat rokok kretek ini membutuhkan kesabaran, tenaga buruh rokok kretek mendapat gaji borongan sesuai dengan berapa banyak dia menghasilkan rokok kretek hari itu pula. Sebagian besar pekerjaan membuat Pekerjaan membuat rokok kretek ini membutuhkan kesabaran, tenaga buruh rokok kretek mendapat gaji borongan sesuai dengan berapa banyak dia menghasilkan rokok kretek hari itu pula. Sebagian besar pekerjaan membuat

Mayoritas buruh memang merupakan wanita yang berasal dari kampung- kampung, namun di dalam satu pabrik besar ada sejumlah karyawan yang digaji besar dengan kedudukan tertentu. Karyawan yang digaji besar biasanya berkedudukan sebagai juru tulis atau pengawas. Kehidupan karyawan lebih terikat pada pabrik sebagai sumber penghasilan utama. Karyawan yang mendapat hak istimewa ini paling sedikit merupakan anggota kultural yang sama atau keluarga dari pemilik pabrik (Lance Castle, 1982 : 92).

Industri rokok kretek secara teknis memang sederhana, tapi di dalamya banyak kerumitan. Pengusaha dan mereka yang bekerja di dalam perusahaan harus pandai-pandai membeli bahan baku, menjalankan proses produksi dan pengawasan proses produksi dan memasarkan hasil produksi haruslah mempergunakan ketrampilan yang sungguh-sungguh untuk mendapatkan laba dan mempertahankan kepercayaan konsumen, serta kelangsungan usaha rokok kretek.

Proses produksi rokok kretek Kudus secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian :

a. Proses Pengerjaan Beberapa jenis tembakau rajangan dicampur menjadi satu dengan perbandingan tertentu. Campuran tersebut dimasukkan dalam mesin pencampuran untuk dibersihkan dari tanah dan kotoran. Cengkeh direndam dalam air supaya minyaknya hilang, agar rasanya tidak terlalu pedas. Cengkeh yang sudah direndam dimasukkan dalam mesin perajang cengkeh. Kemudian tembakau dan cengkeh yang sudah siap dicampur menjadi satu dalam perbandingan tertentu kira-kira dua a. Proses Pengerjaan Beberapa jenis tembakau rajangan dicampur menjadi satu dengan perbandingan tertentu. Campuran tersebut dimasukkan dalam mesin pencampuran untuk dibersihkan dari tanah dan kotoran. Cengkeh direndam dalam air supaya minyaknya hilang, agar rasanya tidak terlalu pedas. Cengkeh yang sudah direndam dimasukkan dalam mesin perajang cengkeh. Kemudian tembakau dan cengkeh yang sudah siap dicampur menjadi satu dalam perbandingan tertentu kira-kira dua

b. Proses pembuatan Rokok yang dihasilkan ada dua macam, yaitu rokok klobot dan sigaret kretek. 1.) Rokok Klobot Seperti yang telah diterakan diatas, pembuatan rokok klobot masih sangat sederhana. Pengerjaannya hanya butuh keahlian tangan buruhnya. Tembakau dan cengkeh dicampur dengan perbandingan rata-rata dua (tembakau) banding satu (cengkeh). Klobot dibesut (dihaluskan) dengan setrika, formula yang telah jadi dimasukkan dan dilinting, diikat dengan benang (jinggo) (Lance Castle, 1982 : 42).

Proses penggulungan rokok klobot benar-benar membutuhkan ketrampilan dan keahlian tangan pembuatnya, dalam sehari pembuatam rokok klobot hanya mampu mencapai 2000 batang. Untuk membesut klobot biasanya buruh membawa pulang seikat klobot ke rumah untuk disetrika, sebagai bekal besok membuat rokok klobot berikutnya (Lance Castle, 1982 : 46).

2.) Sigaret Kretek Setelah proses pengerjaan, formula yang sudah jadi dibagikan kepada buruh penggulung. Buruh duduk menghadap mesin penggulung. Mesin penggulung terdiri dari kayu, kain,

dan logam. Buruh penggulung yang jumlahnya banyak berkumpul dalam satu ruangan, tidak ada usaha diantara mereka saling membantu ataupun berbicara pada saat bekerja. Setiap buruh berusaha mengejar target produksi sebanyak mungkin, karena upah yang diterimanya tergantung dari besar kecilnya buruh menggulung rokok kretek. Pembuatan sigaret kretek memerlukan gerakan berbeda pada setiap penggulung membentangkan formula dengan jumlah tertentu di atas kain, kemudian membubuhi kertas papir dengan sedikit lem yang telah ada barulah buruh penggulung menggerakkan tuas logam mesin yang menghasilkan sigaret kretek. Sisa tembakau yang mencuat keluar dari ujung sigaret kretek, dipindahkan dari buruh penggulung kepada buruh mbatil untuk dirapikan (Lance Castle, 1982 : 45-46).

Untuk dua orang buruh penggulung diperlukan satu orang buruh mbatil. Rokok kretek yang telah dirapikan, kemudian diikat dengan benang sebanyak 25 buah setiap ikat. Rokok yang sudah dibendel, dikeringkan dengan sinar matahari. Setelah kering, dicelup ke dalam air yang telah dicampur dengan campuran sakarin agar salah satu ujung rokok terasa manis.

Setelah selesai, bisa dibungkus dengan pembungkus luar (selop) dan diberi nama sesuai pemilik pabrik, dan diberi pita cukai dengan tujuan agar terlihat pajak cukai rokok kretek telah dibayar lunas oleh perusahaan rokok kretek Kudus (Lance Castel, 1982 : 45-46).

c. Proses Pembungkusan Satu bungkus atau satu pack berisi beberapa batang rokok kretek banyaknya tergantung dari permintaan konsumen dan kebijaksanaan pengusaha. Satu bungkus bisa berisi 8, 10, 12, 16 batang rokok kretek, dan sebagainya.

Beberapa pack rokok kretek, biasanya dibungkus satu pres. Biasanya satu pres berisi 20 unit dan proses pembungkusannya dikerjakan dengan cetakan yang terbuat dari kayu. Setiap 10 pres dapat dikemas kembali menjadi satu bos rokok kretek. Ukuran kemasan bos biasanya digunakan untuk memenuhi pesanan rokok di daerah sekitar Pulau Jawa. Setiap 10 bos bisa dikemas kembali menjadi satu peti. Biasanya kemasan peti digunakan untuk pesanan dalam jumlah besar di daerah luar Jawa (wawancara Bapak Afif Masluri : 25 Oktober 2009).

Dapat kita lihat segala aktivitas produksi rokok kretek mulai dari : mencampur tembakau, menggiling cengkeh, menggulung rokok, sortir, memasang banderolnya, membungkus serta memasukkan dalam bungkusan besar untuk dikirim kepada seluruh agen semuanya dikerjakan oleh pribumi. Dari tuan sampai kuli rokok kretek di pegang oleh pribumi. Sebenarnya bangsa kita bangsa yang besar, seharusnya dapat berkembang sama dengan bangsa-bangsa yang lainnya (Parada Harahap, 1952 : 240).

Proses produksi rokok kretek Kudus mulai dari yang tradisional sampai yang modern, kesemuanya membutuhkan tenaga manusia atau buruh dalam menunjang proses produksi. Pengusaha industri rokok kretek Kudus membutuhkan tenaga kerja sebagai pendukung produksi terbaik rokok kreteknya. Buruh yang bekerja juga mendapatkan kesejahteraan yang lebih terjamin selama bekerja pada industri rokok kretek Kudus. Personalia dari pengusaha hendaknya memahami kebutuhan pekerjanya. Sedangkan, pekerja yang mendapat jaminan kesejahteraan akan memberikan loyalitas kerja yang tinggi bagi industri rokok kretek Kudus yang mereka jadikan gantungan hidup.

4. Tantangan Industri Rokok Kretek Kudus Masa Penjajahan Dari tahun ke tahun perkembangan perusahaan rokok kretek Kudus semakin mengalami kemajuan yang pesat. Ketika masa kolonial perusahaan- perusahaan rokok kretek di Kudus diwajibkan membuat ijin usaha sehingga dapat diketahui jenis usaha, pengusaha, dan tempat usaha. Hal ini dilakukan agar 4. Tantangan Industri Rokok Kretek Kudus Masa Penjajahan Dari tahun ke tahun perkembangan perusahaan rokok kretek Kudus semakin mengalami kemajuan yang pesat. Ketika masa kolonial perusahaan- perusahaan rokok kretek di Kudus diwajibkan membuat ijin usaha sehingga dapat diketahui jenis usaha, pengusaha, dan tempat usaha. Hal ini dilakukan agar

Kedudukan orang pribumi yang masih diletakkan pada strata paling bawah mengakibatkan mereka harus tunduk pada kekuasaan kolonial, sekalipun pribumi itu adalah seorang pengusaha yang telah menghidupi ribuan buruh dan menyumbangkan income yang banyak bagi kas kolonial. Kedudukan para pengusaha pribumi industri rokok kretek Kudus di depan penguasa sama sekali tidak sesuai dengan sumbangan mereka dalam bidang perekonomian. Pengusaha rokok kretek bila ada keperluan atau diundang datang ke rumah Regent masih disuruh duduk di lantai (Parada Harahap, 1952 : 144).

Tidaklah menjadi sesuatu yang berlebihan jika para pengusaha pabrik kretek pribumi tersebut sudah seharusnya mendapatkan tempat yang layak dihadapan penguasa pada waktu itu (kolonial), karena keberhasilannya di bidang ekonomi. Sayangnya, kondisi tersebut tidak terjadi entah karena pengaruh kedudukan pribumi yang selalu ditempatkan pada struktur sosial terendah, para pengusaha pabrik kretek pribumi ini harus tunduk pada penguasa dan golongan yang ada diatasnya. Perjuangan untuk memperbaiki kondisi pengusaha pabrik kretek pribumi ini sebagai seorang usahawan besar nampaknya masih mengalami kesulitan. Walaupun demikian, semangat pengusaha pabrik kretek pribumi untuk mengembangkan industri rokok kretek Kudus tetap berkobar kuat didalam sanubari mereka.

Kesalutan terhadap usaha pengusaha pribumi dapat terlihat dalam besarnya pabrik dan rumah pemilik pabrik. Kemewahan yang terlihat dari luar menunjukkan banyaknya keuntungan yang didapat dari penjualan rokok, sehingga Kesalutan terhadap usaha pengusaha pribumi dapat terlihat dalam besarnya pabrik dan rumah pemilik pabrik. Kemewahan yang terlihat dari luar menunjukkan banyaknya keuntungan yang didapat dari penjualan rokok, sehingga

Tahun 1932 pemerintah kolonial menetapkan pemungutan pajak tembakau, banyak pengusaha rokok kretek Kudus memutuskan mundur sejenak. Akibatnya banyak para abon yang tidak bekerja. Sebagian dari mereka mendirikan perusahaan rokok kecil. Pengaruh malaise juga mengakibatkan penurunan pendapatan pengusaha rokok kretek. Pabrik rokok kretek kecil dirasa dapat memberikan tambahan pendapatan, maka dari itu ketika terjadi malaise banyak pabrik rokok kecil bermunculan (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 137).

Kehidupan perusahaan rokok kretek pada masa pendudukan Jepang mengalami kesulitan yang cukup parah. Penanaman tembakau dibatasi oleh bala tentara Jepang, karena lahan pertanian digunakan untuk menanam tumbuhan jarak sebagai kebutuhan permesinan dan transportasi mereka. Cengkeh susah didapat, impor dibatasi dan cengkeh dalam negeri susah didapat. Kesulitan mendapatkan bahan baku pengusaha rokok kretek menutup perusahaan rokok mereka. Armada angkutan perusahaan rokok kretek dirampas tentara Jepang, gudang penyimpanan tembakau dijadikan tempat latihan militer dan asrama tentara Jepang (Amen Budiman & Ong Hok Ham, 1987 : 175-176).

Sama halnya dengan pemerintah kolonial pihak Jepang juga mewajibkan pengusaha pribumi untuk mendaftarkan ijin usahanya. Menurut pasal 22 P.P 1932 No.517 Jepang memberikan ijin bagi para pengusaha untuk menjalankan perusahaan atau pabrik dari hasil tembakau. Surat ijin berusaha dari pemerintah Jepang (Arsip Propinsi Jawa Tengah : Gunseikan Zamubutyo. No. 10421/F di Jakarta 19 Oktober 2603).

Selain mewajibkan mengurus ijin usaha para pengusaha pabrik rokok kretek pribumi juga diwajibkan melaporkan penggunaan cap/merk dan bungkus rokok kretek untuk masing-masing pabrik rokok kretek. Dalam ijin tersebut diterakan merk/cap, jenis rokok, dan isi masing-masing bungkus eceran serta beberapa gambar pengajuan atau sample bungkus rokok. Sample atau cap rokok akan diseleksi dan dicap sebagai tanda persetujuan dari pemerintah kolonial. Laporan persetujuan kemudian ditembusi kepada masing-masing pengusaha untuk kemudian dijalankan dalam usahanya. Pajak perang yang dipungut oleh pemerintah kolonial juga memberatkan pengusaha pribumi (Arsip Propinsi Jawa Tengah : Surat Pemberitahuan tentang tjap dan boengkoes etjeran rokok kretek No 3/drie/26/149 di Kudus 1949).

Tahun 1932 semua bungkus rokok harus dise gel dengan kertas “bandrol” yang menunjukkan harga eceran, bandrol ini harus diperoleh sebelumnya dari Dinas Bea dan Cukai Jakarta dengan proporsi pembayaran sesuai pajak. Penetapan peraturan ini menyebabkan ketakutan bagi para pengusaha rokok kretek. Pemungutan pajak yang lebih rendah terjadi pada rokok buatan tangan tangan daripada rokok buatan mesin. Pada tahun 1935, pemerintah juga menetapkan harga eceran minimum rokok putih (Lance Castle, 1982 : 65).

Di masa revolusi fisik industri rokok kretek Kudus tetap bertahan dan bermunculan, sekalipun dalam ukuran kecil. Sesudah pengakuan kedaulatan, masa berproduksi rokok-rokok cap Nojorono, Jambu Bol, Gunung, dan Delima. Masa ini bermunculan new comers, seperti rokok cap : Anggur, Sukun dan Djarum. Di masa orde lama, rokok besar tercatat 6 buah, yaitu : Nojorono, Anggur, Djambu Bol, Djarum, Sukun, Sri Hesti (Solichin Salam, 1983 : 31).

5. Munculnya Aneka Pabrik Rokok Kretek Kudus Awal abad ke-20 merupakan fajar Kebangkitan Nasional, lahirnya berbagai organisasi pergerakan nasional mempengaruhi semangat masyarakat Indonesia termasuk di kota Kudus. Para pribumi merasakan adanya angin segar dan semangat nasionalisme mendorong mereka untuk berani tampil ke depan berusaha dengan jiwa dan semangat percaya pada kekuatan sendiri. Jiwa 5. Munculnya Aneka Pabrik Rokok Kretek Kudus Awal abad ke-20 merupakan fajar Kebangkitan Nasional, lahirnya berbagai organisasi pergerakan nasional mempengaruhi semangat masyarakat Indonesia termasuk di kota Kudus. Para pribumi merasakan adanya angin segar dan semangat nasionalisme mendorong mereka untuk berani tampil ke depan berusaha dengan jiwa dan semangat percaya pada kekuatan sendiri. Jiwa

Pembangunan ekonomi memerlukan kelompok pengusaha yang kompetitif dan otonom. Golongan pengusaha belum nampak terbentuk masa kebangkitan nasional sampai pasca kemerdekaan. Selama masa penjajahan Belanda struktur perekonomian didominasi oleh perusahaan asing Belanda dan para pedagang Cina. Perusahaan besar berada di tangan orang-orang Belanda dan orang-orang Cina bergerak disektor menengah. Orang-orang Cina sebagai perantara antara orang Asing dengan orang pribumi. Kebijaksanaan kolonial Belanda telah memberikan orang-orang Cina kedudukan penting dalam perekonomian. Pedagang Cina menguasai industri kecil, menampung hasil para petani kecil dan menguasai sebagian besar lalu lintas pedagang kecil. Orang-orang pribumi berada pada lapisan paling bawah yang bergerak hanya pada sektor pertanian substitusi dan perdagangan kecil. Sedikit sekali orang pribumi yang terlibat dalam kegiatan kewiraswastaan atau dunia bisnis. Karena alasan historis menjadikan orang Indonesia pada waktu itu tidak memiliki jiwa wiraswasta (Yahya Muhaimin, 1990 : 2-3).

Kondisi Kudus menunjukkan setelah keberhasilan Nitisemito, mendorong kelompok pengusaha pribumi lain mengadu nasib dalam industri rokok kretek Kudus. Beberapa industri rokok kretek yang bermunculan di kota Kudus :

a. H.M. Muslich H.M. Muslich seorang pedagang yang selalu melewati kota Kudus, selama perjalanan selalu dibekali istrinya dengan rokok kretek buatan istrinya sendiri. Lambat laun, rokok buatannya dititipkan pada pedagang Cina (pedagang es keliling) untuk dijualkan ternyata rokoknya laku keras. Menerima pesanan dan akhirnya membuat rokok kretek dalam jumlah besar. Tahun 1914 membuka pabrik rokok kretek

d engan merk ”De Klauw”, beberapa tahun kemudian diganti menjadi cap ”Tebu dan Tjengkeh”. Dimasa kolonial tercatat pernah memiliki

buruh tetap/lepas sebanyak 4000 orang. Rata-rata tiap orang memproduksi 500 batang rokok klobot tiap harinya. Pemasaran buruh tetap/lepas sebanyak 4000 orang. Rata-rata tiap orang memproduksi 500 batang rokok klobot tiap harinya. Pemasaran

b. H.M. Ma’roef H.M. Ma’Roef memulai usaha rokok kecil-kecilan tahun 1937, dengan bermodal kemauan dan kejujuran (manajemen tradisional). Modal awal sekitar f.125,-- gulden. Cap rokok yang mula-mula dipakai adalah cap ”Sawo”, kemudian diganti menjadi cap ”Djambu Bol” dan pada tahun 1937 mendirikan pabrik di desa Ngembal Rejo Kudus. Jenis produksi rokoknya adalah rokok klobot, dengan buruh awal sebanyak 15 orang. Daerah pemasarannya, antara lain : Semarang, Tegal, Pekalongan, Batang, Rembang, Jepara, Surabaya dan Kudus. Selama 8 tahun berdiri Djambu Bol belum begitu stabil. Baru ketika tahun 1949, Djambu Bol memproduksi rokok kretek, tanpa meninggalkan rokok klobot. Tahun 1950-an pemasaran rokok Djambu Bol melebar sampai ke Lampung. Buruh rokoknya pun kian meningkat, bahkan terspesifikasi menjadi : buruh borongan tetap, buruh borongan lepas, dan staf kantor. Jiwa sosial H.M. Ma’roef sangat besar terbukti dalam pengalokasian dana keuntungan usahanya untuk pendirian masjid dan sekolah di berbagai daerah di sekitar Kudus yang diakui sangat bermanfaat (Solichin Salam, 1983 : 33).

c. Atmowidjojo Atmowidjojo mendirikan pabrik rokok kretek dengan merk ”Goenoeng Kedoe”. Tercatat pabriknya pernah memiliki buruh

sebanyak 6000 orang, produksinya tergolong besar dan ternama di bawah Niitisemito.

d. H.M. Ashadi H.M. Ashadi, tahun 1918 mendirikan pabrik rokok kretek dengan

cap ”Delima”. Produksinya juga cukup besar, memiliki sekitar 5000 orang buruh pabrik. Pemasaran rokok klobotnya sampai ke daerah Jember, Banyuwangi, dan Kudus. Sedang rokok sigaret kreteknya cap ”Delima”. Produksinya juga cukup besar, memiliki sekitar 5000 orang buruh pabrik. Pemasaran rokok klobotnya sampai ke daerah Jember, Banyuwangi, dan Kudus. Sedang rokok sigaret kreteknya

e. Rusjdi Pabrik rokok kretek cap Sogo merupakan pecahan rokok cap Gunung Kedu milik Atmowidjojo. Tahun 1938 Rusjdi mendirikan pabrik rokok kretek cap Sogo. Pemasaran rokok kretek Sogo meliputi daerah Pati, Lasem, Tuban, Surabaya, Sidoarjo, Bangil, Pasuruan, Lumajang, Malang dan Mojokerto. Mengalami masa kejayaan ketika tahun 1942 dan mengalami penurunan produksi mulai tahun 1943 sampai dengan 1946.

f. Mabruri Mabruri melanjutkan usaha ayahnya H M Djoefrij pengusaha rokok klobot merk ”Sepeda Motor”. Tahun 1923 membuat rokok klobot dengan cap ”Bola Dunia”, 1924 diganti menjadi rokok klobot cap ”Mustafa Kemal”, kemudian cap ”Autosedan” dan ”Lampoe Magic Tiga ”. Produksi rokok klobotnya cukup pesat tahun 1935. Bahan pembuat rokok klobotnya, seperti tembakau diambil dari daerah Muntilan, Magelang dan Temanggung. Sedang cengkehnya diimpor dari Zanzibar. Buruh rokok klobotnya ada 100 orang dan produksinya sebanyak 500.000 per hari. Daerah pemasarannya, meliputi : Kertosono, Jombang, Pare, Malang, Surabaya, Pasuruan, Probolinggo, Banyuwangi, Balikpapan, Samarinda, Lahat, Palembang, Gorontalo.

g. Mc. Wartono Mc. Wartono mendirikan pabrik rokok ”Siyem” tahun 1947 di desa Gondosari Gebog. Ketika itu buruh yang dimiliki baru 10 orang. Produksi rokok klobotnya per hari mencapai 6000 batang. Tahun 1949, berganti merk menjadi rokok cap ”Sukun”. Produksi rokoknya

dipasarkan di daerah Gebog dan sekitarnya. Produksi rokok kretek menyusul dibuatnya, pembuatannya menggunakan tangan (tenaga kerja manusia). Bahan baku tembakau yang digunakan berasal dari daerah Temanggung, Muntilan, Weleri, Bojonegoro, dan Madura.

Cengkeh dari Purwokerto, Lampung, Padang, Ambon, dan Menado, serta sebagian kecil dari Zanzibar. Pemasaran rokok kreteknya sampai ke daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jakarta, Sumatra Utara, Sumatra Timur, Lampung dan Bali. Jiwa sosial Mc. Wartono terhadap masyarakat sekitar juga cukup besar, terbukti andilnya memberikan bantuan pada pembangunan dan kemajuan daerah sekitar (Solichin Salam, 1983 : 30-35).

Aneka rokok kretek dengan berbagai merk mulai bermunculan. Sekian banyak perusahaan rokok kretek Kudus berdiri, selang 1908-1964 tercatat 11 tokoh pembesar industri rokok kretek Kudus, yaitu :

1. M Nitisemito (PR Bal Tiga)

2. M Atmowijoyo (PR Goenoeng Kedoe)

3. H M Muslich (PR Teboe & Tjengkeh)

4. Tjoa Kong Hay (PR Tiro)

5. H M Ashadi (PR Delima)

6. H Ali Asikin (PR Djangkar)

7. M Sirin (PR Garbis & PR Manggis)

8. H A Ma’ruf (PR Djambu Bol)

9. Koe Djie Siong (PR Nojorono)

10. Oei Wie Gwan (PR Djarum)

11. Mc Wartono (PR Sukun) (Arsip Museum Kretek Kudus). Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, sekitar tahun 1950-an diadakan perbaikan perekonomian dengan cara merubah sistem perekonomian dari perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hasrat untuk memegang peranan perekonomian mulai dimiliki oleh kalangan pribumi. Idealnya perekonomian nasional merupakan perekonomian yang stabil dan beraneka, berkembang dan makmur, pemilikan pengawasan dan pengelolaan ekonomi berada di tangan pribumi dan pemerintahan nasional. Namun, keinginan memegang peranan perekonomian rakyat pribumi mendapat beberapa kendala. Sumber daya manusia yaitu orang-orang terlatih yang sudah berpengalaman dalam dunia usaha masih sangat sedikit. Selain ketrampilan yang masih terbatas, 11. Mc Wartono (PR Sukun) (Arsip Museum Kretek Kudus). Setelah Belanda mengakui kedaulatan RI, sekitar tahun 1950-an diadakan perbaikan perekonomian dengan cara merubah sistem perekonomian dari perekonomian kolonial menjadi perekonomian nasional. Hasrat untuk memegang peranan perekonomian mulai dimiliki oleh kalangan pribumi. Idealnya perekonomian nasional merupakan perekonomian yang stabil dan beraneka, berkembang dan makmur, pemilikan pengawasan dan pengelolaan ekonomi berada di tangan pribumi dan pemerintahan nasional. Namun, keinginan memegang peranan perekonomian rakyat pribumi mendapat beberapa kendala. Sumber daya manusia yaitu orang-orang terlatih yang sudah berpengalaman dalam dunia usaha masih sangat sedikit. Selain ketrampilan yang masih terbatas,

Pemerintah dengan program Bentengnya berusaha mengembangkan dan melindungi golongan pengusaha pribumi, menekan persaingan dengan pihak asing dan Cina, memperkecil ketergantungan pengusaha pribumi terhadap pengusaha asing dan pedagang Cina. Pembentukan modal besar yang diusahakan oleh pemerintah belum berhasil, justru praktek jual beli kemudahan kebijakan dalam birokrasi mendominasi. Para pengusaha pribumi yang ingin berusaha mandiri kesulitan untuk mengembangkan diri karena pejabat birokrasinya telah membuat berbagai rencana dan kebijaksanaan yang tidak semata untuk mendorong kewiraswastaan (Yahya Muhaimin, 1990 : 5).

Industri besar menjadi determinan terhadap industri kecil, usaha menggalakkan pengusaha mampu mengadakan impor barang telah gagal. Kendala semula yang telah dihadapi, ditambah dengan kondisi pemerintah yang mengalami keterpurukan keuangan mengakibatkan sangat sulitnya membentuk usahawan pribumi.