Deskripsi Wilayah Kota Kudus

A. Deskripsi Wilayah Kota Kudus

1. Letak dan Keadaan Geografis

Kudus adalah sebuah kota kecil yang berstatus Daerah Tingkat II/Kabupaten, dan terletak 51 Km sebelah Utara kota Semarang. Kudus terletak di Pantai Utara Jawa Tengah, selama berada di bawah penguasaan kolonial Belanda sampai tahun 1924, Kudus termasuk dalam Karesidenan Jepara-Rembang (Lance Castle, 1982 : 139). Letak kota Kudus sangat strategis, karena berbatasan dengan kota Jepara di sebelah Utara; kota Pati, Juwana, Rembang, Lasem, Blora dan Cepu di sebelah Timur; Kota Grobogan di sebelah Selatan; serta kota Demak dan

Semarang di sebelah Barat. Luasnya 425,16 Km 2 dan sampai tahun 1964 berpenduduk sekitar 395.202 jiwa (Solichin Salam, 1988 : 3).

Kota Kudus terletak di pantai Utara Jawa Tengah, dari Semarang berjarak

51 Km, dari Demak berjarak 25 Km, dari Jepara berjarak 38 Km, dan dari Pati berjarak 24 Km (Solichin Salam, 1983 : 7). Kudus merupakan Kabupaten kecil di Jawa Tengah yang terbagi dalam 9 Kecamatan yaitu Kecamatan Kota Kudus, Kecamatan Jati, Kecamatan Bae, Kecamatan Dawe, Kecamatan Undaan, Kecamatan Gebog, Kecamatan Kaliwungu, Kecamatan Jekulo, dan Kecamatan Mejobo (Aristasius Sugiya, 2001 : 126). Letaknya yang strategis antara jalur Semarang-Surabaya mengakibatkan Kudus mempunyai prospek bagus di bidang industri dan perdagangan.

Letak geografis Kudus yang strategis memudahkan hubungan arus lalu lintas dari wilayah Barat ke Timur Pulau Jawa, ataupun sebaliknya. Hal ini sangat mendukung perkembangan kota Kudus sebagai kota yang mengembangkan industri rokok kretek. Kendaraan distribusi hasil produksi rokok kretek maupun pengangkut bahan baku rokok kretek dapat dengan mudah menjangkau wilayah tujuan pendukung industri rokok kretek Kudus (Sofia, 1992 : 25).

Nama kota Kudus diberikan oleh Sunan Kudus, dari asal kata bahasa Arab : Al Quds atau Qudus yang berarti Suci. Nama itu diambil dari nama sebuah batu peringatan yang terletak di mihrab Masjid Menara Kudus, yang bertuliskan dalam huruf dan bahasa Arab. Batu tersebut konon dibawa oleh Sunan Kudus dari Baitul Makdis (Al Quds), sebagai oleh-oleh atau hadiah ketika beliau dahulu pergi haji dan kemudian singgah ke Baitul Makdis untuk memperdalam ilmu agamanya. Kot a ini kemudian diberi nama “Kudus” oleh Sunan Ja’far Shadiq atau Sunan Kudus.

Dengan diketemukannya bekas bangunan suci serta berbagai arca Hindu di daerah Kudus seperti : (1) bangunan Menara Kudus yang mirip dengan candi Hindu, (2) gapura sebagai pintu masuk ke kompleks makam Sunan Kudus, Menara Kudus, dan Masjid Menara Kudus yang bentuknya mirip candi bentar merupakan bentuk akulturasi budaya Hindu dan Islam (Solichin Salam, 1977 : 38). Di samping itu adanya legenda yang hidup dikalangan masyarakat setempat, dan dongeng-dongeng yang menyebutkan masyarakat Kudus tidak pernah menyembelih sapi karena dahulu Sunan Kudus pernah merasa dahaga kemudian ditolong seorang pendeta Hindu dengan diberi air susu sapi. Sebagai rasa terimakasih dan rasa hormat terhadap masyarakat yang baru memeluk Islam dengan keyakinan agama lama mereka yang mempercayai sapi sebagai binatang suci dan dimuliakan, maka Sunan Kudus mengkeramatkan hewan sapi untuk disembelih. Hal tersebut merupakan petunjuk atau indikator yang kuat bahwa daerah kota Kudus sebelum kedatangan Islam merupakan salah satu pusat agama Hindu dan dipandang sebagai “Kota Suci” (Solichin Salam, 1988 : 6-7).

Kudus memiliki tata letak kota yang hampir sama dengan tata letak kota di Indonesia pada umumnya. Pusat kota atau alun-alun menjadi batas sebutan Kudus Kulon dan Kudus Wetan. Masjid Agung berada di sebelah Barat alun-alun, pusat pemerintahan berada di sebelah Selatan alun-alun, dan pusat perekonomian berada di sebelah Timur alun-alun. Titik percabangan jalan raya yang mengitari pusat kota tersebut ada tujuh, maka sering disebut dengan simpang tujuh.

Ditilik dari segi histories, kota Kudus mulai tampil dalam panggung sejarah pada abad ke-16 Masehi yaitu ketika Sunan Kudus menyebarkan ajaran Ditilik dari segi histories, kota Kudus mulai tampil dalam panggung sejarah pada abad ke-16 Masehi yaitu ketika Sunan Kudus menyebarkan ajaran

Kudus merupakan sebuah kota tua yang mempunyai warisan budaya dan sejarah yang kaya. Dikatakan bersejarah karena di Kudus banyak peninggalan sejarah masa lampau, bangunan monumental yang unik dan spesifik. Kota Kudus memiliki sejarah masa lampau kewalian tempat penyebaran agama Islam oleh Sunan Kudus dan Sunan Muria, sehingga Kudus mendapat julukan salah satu Kota Wali. Peninggalan bersejarah seperti Menara Kudus, Masjid Menara Kudus, Makam Sunan Kudus, Makam Sunan Muria, dan Museum Kretek merupakan bukti bahwa Kudus merupakan kota bersejarah. Kudus juga mencatat sejarah besar mengenai industri rokok kretek (Solichin Salam, 1988 : 3). Kudus juga telah melahirkan Raja Kretek sebagai pioneer wirausahawan pribumi. Perusahaan rokok kretek baik besar maupun kecil berhasil menopang kesejahteraan rakyat Kudus. Kudus mencapai tingkat kesejahteraaan tertinggi di Jawa Tengah yang ditopang dari industri rokok kretek yang telah lahir sejak tahun 1890. Perkembangan industri rokok kretek Kudus maju pesat, di mana industri rokok kretek ini mampu memberikan kontribusi ekonomi mencapai 40% terhadap pemerintah (Aristasius Sugiya, 2001 : 128).

Secara administratif, penggunaan tanah di Kudus dimanfaatkan sebagai : tempat tinggal, lahan pertanian, jalan, bangunan, dan lain-lain. Pada mulanya lahan pertanian di kota Kudus cukup luas dan dimanfaatkan untuk penanaman tanaman pangan. Sebagian besar penduduk Kudus bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang. Seiring dengan perkembangan jaman, bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri di daerah pedesaan menyebabkan lahan pertanian semakin lama semakin sempit. Penduduk desa yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, memerlukan tanah untuk tempat tinggal dan Secara administratif, penggunaan tanah di Kudus dimanfaatkan sebagai : tempat tinggal, lahan pertanian, jalan, bangunan, dan lain-lain. Pada mulanya lahan pertanian di kota Kudus cukup luas dan dimanfaatkan untuk penanaman tanaman pangan. Sebagian besar penduduk Kudus bermatapencaharian sebagai petani dan pedagang. Seiring dengan perkembangan jaman, bertambahnya jumlah penduduk dan berkembangnya industri di daerah pedesaan menyebabkan lahan pertanian semakin lama semakin sempit. Penduduk desa yang sebagian besar bermatapencaharian sebagai petani, memerlukan tanah untuk tempat tinggal dan

2. Kondisi Demografis Kudus

Pembahasan mengenai penduduk di wilayah Kudus tidak lepas dari kondisi geografis kota Kudus. Kudus memiliki kontur tanah datar dan berhawa panas (sejuk), sehingga lahan di kota Kudus cocok dimanfaatkan untuk penanaman tanaman pangan. Selain itu, pengaruh agama Islam di Kudus juga memungkinkan munculnya jiwa dagang masyarakat Kudus. Penduduk desa sebagian besar memanfaatkan lahan pertanian dengan bertani tanaman pangan dan tebu. Penduduk di sekitar Kudus Kulon memanfaatkan pengaruh agama Islam dengan berdagang ke luar daerah Kudus. Penduduk memegang peranan penting dalam pembangunan, sesuai dengan potensi alam (pemanfaatan lahan) dan potensi sumber daya manusia daerah tersebut.

Penduduk Kudus terdiri dari berbagai macam etnis dan keturunan. Penduduk kota Kudus terdiri dari : orang pribumi, bangsa Arab, dan etnis Tionghoa. Sebagian besar penduduk Kudus memeluk agama Islam. Kaum Tionghoa sebagian besar tinggal di sekitar pusat kota, seperti di wilayah : Kramat, Panjunan, Wergu, Demaan. Orang-orang keturunan Arab sebagian tinggal di sekitar kompleks Sunan Kudus. Orang-orang pribumi menyebar ke seluruh penjuru kota Kudus. Kebanyakan dari penduduk Kudus dahulunya berprofesi sebagai pedagang, petani, perajin, atau petugas agama. Pedagang pergi membeli maupun menjual dagangannya, menjajakan dagangannya ke berbagai penjuru dan kembali ke daerah asalnya untuk berapa lama dan kemudian melakukan aktivitas dagangnya kembali. Perdagangan merupakan salah satu sumber utama kemakmuran kota Kudus sampai munculnya industri rokok kretek Kudus (Lance Castle, 1982 : 82-83). Penduduk Kudus juga mempunyai ciri dialek khas bahasa

Jawa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari yang membedakan dengan daerah lain (Solichin Salam, 1984 : 3).

Perkembangan kota Kudus dari tahun 1900 sampai 1964, dilihat dari berbagai sisi kehidupan baik itu pembangunan fisik, kependudukan, maupun industri secara wajar mengalami masa pasang surut. Ada kalanya berada pada keberhasilan dan ada kalanya mengalami masa-masa suram. Sejarah kota Kudus dilihat dari garis dinamikanya menunjukkan ke arah kemajuan atau perkembangan sesuai dengan data yang diperoleh dari BPS tahun 1905-1961:

a. Tahun 1905 berpenduduk sebanyak 90.000 jiwa

b. Tahun 1915 berpenduduk sebanyak 278.000 jiwa

c. Tahun 1930 berpenduduk sebanyak 280.294 jiwa

d. Tahun 1953 berpenduduk sebanyak 309.273 jiwa

e. Tahun 1958 berpenduduk sebanyak 329.696 jiwa

f. Tahun 1961 berpenduduk sebanyak 373.598 jiwa (Solichin Salam, 1983 : 8).

Pertumbuhan penduduk yang terjadi di Kudus (lihat atas) mengakibatkan seluruh aspek masyarakat maupun pemerintah berusaha mengupayakan suatu cara untuk bisa tetap menjamin kesejahteraan masyarakat secara merata. Perubahan dari satu sektor, nantinya akan mempengaruhi sektor-sektor lainnya. Pertumbuhan penduduk wanita secara nyata jumlahnya lebih banyak dibanding dengan jumlah pertumbuhan penduduk laki-laki. Untuk mengatasi pertambahan penduduk di wilayah Kudus dan semakin sempitnya lahan pertanian, maka diusahakan satu sektor di luar pertanian yaitu industri. Adanya industrialisasi, terutama industri rokok kretek Kudus membawa kemajuan yang berarti bagi kota Kudus. Di bidang industri, aneka perusahaan rokok kretek mulai dibangun dari usaha kecil. Tercatat

62 perusahaan rokok kretek berkembang di kota Kudus (Solichin Salam, 1983 : 8). Keterkaitan antara pemenuhan kesejahteraan masyarakat dengan penyempitan lahan pertanian, mendorong sebagian penduduk wanita untuk bekerja dalam sektor industri rokok kretek Kudus. Buruh wanita lebih banyak dibutuhkan dalam industri rokok kretek Kudus, karena pengerjaan produksi rokok 62 perusahaan rokok kretek berkembang di kota Kudus (Solichin Salam, 1983 : 8). Keterkaitan antara pemenuhan kesejahteraan masyarakat dengan penyempitan lahan pertanian, mendorong sebagian penduduk wanita untuk bekerja dalam sektor industri rokok kretek Kudus. Buruh wanita lebih banyak dibutuhkan dalam industri rokok kretek Kudus, karena pengerjaan produksi rokok

Kondisi kota Kudus cukup luar biasa dalam beberapa hal. Hampir disepanjang jalan baik di kota maupun di pinggir kota dapat dijumpai pabrik rokok kretek baik besar maupun kecil. Bau saus campuran cengkeh dan tembakau mengisi lapisan udara di sepanjang jalan yang berderet gudang atau brak pabrik rokok kretek. Salah satu fenomena yang menarik di Kudus adalah pada waktu pagi-pagi buta wanita-wanita dari berbagai district di sekitar Kudus beramai- ramai memasuki pintu gerbang pabrik rokok kretek bagaikan arak-arakan semut. Kendaraan distribusi rokok kretek terlihat sering melintas menghantarkan kebutuhan konsumen. Pada sore hari mereka berbondong-bondong keluar dari brak pabrik rokok tempat mereka bekerja, dan menjalani kebiasaan para ibu-ibu yaitu berbelanja bahan makanan di depan pabrik yang telah siap dijajakan oleh para penjual insidental (Lance Castle, 1982 : 72).

Kudus merupakan daerah industri dan perdagangan, di mana sektor ini mampu menyerap banyak tenaga kerja dan memberikan kontribusi yang besar terhadap PDRB (Produk Domestic Regional Bruto). Jiwa dan semangat wirausaha masyarakat Kudus diakui ulet, semboyan jigang (ngaji dagang) yang dimiliki masyarakat mengungkapkan karakter, bahwa dalam menjalankan usaha ekonomi juga menggunakan dasar ilmu agama. Kudus merupakan daerah yang dibentuk oleh Sunan Kudus dengan etos kerja yang baik. Sunan Kudus sendiri merupakan seorang pedagang. Bagi Sunan, orang saleh adalah orang yang menyeimbangkan niat dengan usaha, ibadah menjadi sumber energi dan pendorong gairah kerja. Masyarakat Kudus yang menyimpan jiwa dagang dan etos kerja tinggi mampu mandiri di bidang perekonomian. Etos kerja yang tinggi muncul akibat adanya berbagai tantangan dan harapan. Kerja keras yang tekun merupakan jawaban waktu terhadap kesuksesan pengusaha industri rokok kretek (Suharso, 1994 : 154- 155).

Kudus tergolong unggul dalam bidang industri, pabrik gula terdapat di pinggir kota, pabrik kertas terdapat di berbagai penjuru, dan hampir di setiap jalan di kota Kudus rupanya terdapat pabrik kretek besar ataupun kecil. Orang-orang Kudus dahulunya memang terkenal dengan kehidupannya yang tidak jauh bergelut dengan perdagangan dan industri kecil. Pekerjaan sebagai pedagang menjadikan orang-orang Kudus terbiasa mengadakan usaha ke daerah-daerah lain untuk menguatkan jaringan distribusi hasil produksinya, termasuk rokok kretek. Selama abad ke-19 Kudus menjadi pusat sejenis perdagangan khas, pedagang menjajakan barang dagangannya ke berbagai penjuru, kembali ke kota Kudus sementara waktu, dan kemudian menjalani aktivitas berdagang kembali ke berbagai wilayah. Modal yang rendah, transaksi perdagangan minim, dan munculnya saingan pedagang Cina mengakibatkan pedagang pribumi harus pandai-pandai menyiasati persaingan perdagangan.

Potensi ekonomi Kabupaten Kudus terdiri dari sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan, serta kondisi geografis yang mendukung menjadikan Kudus sebagai wilayah yang berpotensi tinggi mengembangkan sistem industri terutama industri rokok kretek. Untuk dapat memanfaatkannya maka diperlukan perencanaan, inovasi dari sumber daya manusianya, serta dukungan dari aspek ekonomi agar pengembangan kota Kudus sesuai dengan kondisi masyarakatnya. Sejak ditemukan rokok kretek Kudus dan berkembangnya industri rokok kretek Kudus, potensi ekonomi baik itu sumber daya manusia, sumber daya alam dan sumber daya buatan di daerah Kudus serta sumber daya dari daerah luar penghasil bahan baku rokok kretek Kudus dapat dimanfaatkan dengan efektif.