Evaluasi dan Dampak Pasca Diklat Pim

2.2.3. Evaluasi dan Dampak Pasca Diklat Pim

Meningkatkan produktivitas bukan berarti hanya meningkatkan keluaran, sehingga upaya untuk melakukan evaluasi akan memastikan bahwa suatu program adalah akuntabel dan memenuhi kebutuhan organisasi secara cost-effective. Tanpa adanya evaluasi, sangat sulit untuk menunjukkan bahwa diklat adalah alasan dari sebuah perbaikan performance. Dari hasil studi yang dilaksanakan Hewitt Associates (sebuah perusahaan jasa konsultasi SDM) yang menganalisis efek dari program diklat terhadap performance pekerja, pada 205 perusahaan dengan performance management programs terhadap 232 perusahaan tanpa program tersebut. Hasilnya, perusahaan dengan performance management programs membukukan higher profit, better cash flow, stronger stock market performance and higher stock values. Hasil ini secara signif ikan menunjukkan betapa pentingnya evaluasi dari program diklat yang dilaksanakan. Sebagian besar perusahaan tersebut menyadari pentingnya evaluasi program diklat, namun hanya sedikit perusahaan yang benar-benar mengevaluasi program diklat mereka (Kumpikaite, 2007:29).

Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dimana data yang terkait dikumpulkan dan diubah menjadi informasi untuk mengukur efek dari pelatihan, membantu dalam pengambilan keputusan, Evaluasi adalah suatu proses yang sistematis dimana data yang terkait dikumpulkan dan diubah menjadi informasi untuk mengukur efek dari pelatihan, membantu dalam pengambilan keputusan,

Evaluasi sumberdaya manusia adalah pengumpulan informasi penting secara sistematik secara deskriptif dan judgemental untuk membuat keputusan pelatihan yang efektif terkait dengan seleksi, adopsi, value, dan modif ikasi berbagai kegiatan instruksional (DeSimone, et al, 2003 dalam Kumpikaite, 2007:30). Definisi ini kemudian menghasilkan beberapa poin penting:

1. Pertama, ketika melakukan evaluasi, baik informasi deskriptif maupun judgemental dapat dikumpulkan, dan kedua informasi ini sangat dibutuhkan dalam evaluasi diklat. Beberapa penilaian (judgement) tersebut dapat disampaikan oleh orang-orang yang terlibat dalam program tersebut, dan pihak-pihak lainnya yang tidak terlibat dalam program tersebut.

2. Kedua, evaluasi juga melibatkan pengumpulan data secara sistematis menurut rencana atau metode yang telah ditentukan sebelumnya agar dapat dipastikan informasi yang diperoleh tepat dan berguna.

3. Ketiga, evaluasi dilakukan untuk membantu manajer, karyawan, dan HRD dapat membuat informasi yang jelas tentang program diklat dan metode tertentu. Misalnya, jika sebagian atau suatu program tidak efektif, maka dapat diubah atau dihilangkan, atau jika sangat berharga, maka dapat direplikasi pada bagian lain dari organisasi.

Informasi dari Proses Evaluasi Pelatihan harus memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholders adalah setiap orang yang terkena dampak pelatihan tersebut. Sponsor/ organisasi yang mengirimkan pegawai ke dalam program diklat disebut stakeholder kunci karena mereka memiliki kepentingan dalam program ini. Jika kebutuhan mereka tidak terpenuhi, pelatihan tidak Informasi dari Proses Evaluasi Pelatihan harus memenuhi kebutuhan para pemangku kepentingan (stakeholders). Stakeholders adalah setiap orang yang terkena dampak pelatihan tersebut. Sponsor/ organisasi yang mengirimkan pegawai ke dalam program diklat disebut stakeholder kunci karena mereka memiliki kepentingan dalam program ini. Jika kebutuhan mereka tidak terpenuhi, pelatihan tidak

1. Pengurangan waktu siklus (Reduction in cycle time).

2. Peningkatan kualitas (Improved Quality).

3. Peningkatan Kinerja (Increased Performance).

4. Kesalahan kerja berkurang (Reduced Errors).

5. Meningkatkan Penjualan/ pelayanan (Increased Sales/ services).

Tujuan utama dari evaluasi diklat adalah untuk memberikan informasi kepada para pembuat keputusan. Berikut ini adalah jenis keputusan bahwa evaluasi mendukung (Basarab dan Root, 1992:6) :

1. Keputusan mengenai apakah program pelatihan dilanjutkan, disesuaikan, atau dihilangkan.

2. Keputusan mengenai apakah unsur-unsur dari program pelatihan (seperti sebagai bahan, kegiatan, metode pengiriman, tujuan, dll) harus berubah. Perubahan ini biasanya berputar di sekitar isu-isu seperti: modifikasi konten, perubahan strategi instruksional, dan validasi dan kemungkinan kebutuhan perangkat tambahan.

3. Keputusan mengenai apakah jenis dan jumlah peserta yang dikirim melalui diklat harus diubah.

Melalui proses evaluasi, keputusan dapat dibuat untuk menentukan revisi program diklat yaitu untuk memenuhi kebutuhan audiens baru, Keputusan mengenai bagaimana efektivitas program diklat dapat mencapai tujuan yang dinyatakan, diringkas, dan dijelaskan dalam pengembalian atas investasi perusahaan/ organisasi (return on investment), Keputusan mengenai apakah persyaratan dari semua pemangku kepentingan telah dicapai, Keputusan mengenai apakah pelatihan memenuhi atau melebihi tujuan yang ditetapkan. Jika tujuan tidak terpenuhi, maka tindakan pembenahan perlu dilakukan.

Menurut Barnett dan Mattox (2010:37) pengukuran evaluasi diklat yang sebenarnya digunakan dalam suatu organisasi ditentukan oleh strategi dan model yang digunakan, sebagai contoh Boudreau dan Ramstead (2007) menawarkan the HR BRidge Framework dengan fokus pada pengukuran tiga grup penting, yaitu efisiensi, efektivitas, dan Menurut Barnett dan Mattox (2010:37) pengukuran evaluasi diklat yang sebenarnya digunakan dalam suatu organisasi ditentukan oleh strategi dan model yang digunakan, sebagai contoh Boudreau dan Ramstead (2007) menawarkan the HR BRidge Framework dengan fokus pada pengukuran tiga grup penting, yaitu efisiensi, efektivitas, dan

Sumber : Boudreau and Ramstead (2007) Gambar 2.1 Mengoptimalkan Performa Pegawai

Skema diklatpim pola baru yang sangat signifikan perubahannya dibandingkan pola lama tersebut tentu perlu dibarengi dengan upaya untuk menilai kemanfaatannya secara berkelanjutan sekembalinya peserta diklat dilingkungan pekerjaannya. Evaluasi terhadap hasil pelatihan akan memberikan masukan untuk menyempurnakan sistem Skema diklatpim pola baru yang sangat signifikan perubahannya dibandingkan pola lama tersebut tentu perlu dibarengi dengan upaya untuk menilai kemanfaatannya secara berkelanjutan sekembalinya peserta diklat dilingkungan pekerjaannya. Evaluasi terhadap hasil pelatihan akan memberikan masukan untuk menyempurnakan sistem

Sumber : Mathis dan Jackson, 2006; 331 Gambar 2.2 Tingkatan Evaluasi

Donald L. Kirkpatrick (1998) dalam Mathis dan Jackson (2006; 331-332) menjelaskan masing-masing tingkatan evaluasi tersebut sebagai berikut:

1. Tahap Reaksi (reaction level). Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan dengan melakukan wawancara atau dengan memberikan kuisioner kepada mereka. Sebuah ukuran tingkat reaksi dapat dikumpulkan dengan melakukan survey terhadap para 1. Tahap Reaksi (reaction level). Organisasi mengevaluasi tingkat reaksi peserta pelatihan dengan melakukan wawancara atau dengan memberikan kuisioner kepada mereka. Sebuah ukuran tingkat reaksi dapat dikumpulkan dengan melakukan survey terhadap para

2. Tahap Pembelajaran (learning level). Tingkat-tingkat pembelajaran dapat dievaluasi dengan mengukur seberapa baik peserta pelatihan telah mempelajari fakta, ide, konsep, teori, dan sikap. Ujian-ujian pada materi pelatihan secara umum digunakan untuk mengevaluasi pembelajaran dan dapat diberikan pada saat sebelum atau setelah pelatihan untuk membandingkan hasilnya.

3. Tahap Perilaku (behavioral level). Mengevaluasi pelatihan pada tingkat perilaku berarti, (1) mengukur pengaruh pelatihan terhadap kinerja pekerjaan melalui wawancara kepada peserta pelatihan dan rekan kerja mereka, dan (2) mengamati kinerja pada pekerjaan. Tahap ini mengukur seberapa baik keterampilan atau perubahan perilaku peserta pelatihan telah “tertransfer” dalam pekerjaannya.

4. Tahap Hasil (results level). Para pemberi kerja mengevaluasi hasil- hasil dengan mengukur pengaruh dari pelatihan pada pencapaian tujuan organisasional. Karena hasil-hasil seperti produktivitas, perputaran, kualitas, waktu, penjualan, dan biaya secara relatif konkrit, jenis evaluasi ini dapat dilakukan dengan membandingkan data-data sebelum dan setelah pelatihan. Kesulitan pengukuran hasil adalah untuk mengetahui dengan tepat apakah perubahan benar-benar terjadi sebagai hasil dari pelatihan atau dari faktor- faktor lain yang menjadi penyebab utamanya.

Selanjutnya terdapat dua macam evaluasi yang dikenal secara luas yaitu formative evaluation merupakan metode yang menilai keberhasilan program saat dalam proses dan summative evaluation yaitu metode yang menilai keberhasilan program pada akhir proses, jadi berfokus pada dampak atau pasca pelatihan. Menurut evaluasi 4 tahap dari Kirkpatrick tersebut, pada evaluasi tahap 1 dan 2 akan menghasilkan informasi untuk organisasi tentang penyelenggara pelatihan (formative), sedangkan evaluasi tahap 3 dan 4 menghasilkan informasi yang berfokus pada dampak pelatihan bagi organisasi

(summative) yang merupakan kondisi pasca pelatihan (Sopacua dan Budijanto, 2007:371).

Senada dengan hal tersebut, Noe (2003:238) menambahkan bahwa baik level 1 dan 2 (reactions and learning) dikumpulkan pada saat penyelesaian diklat, sebelum peserta diklat kembali ke tempat kerja. Outcome level 3 (behavior/ skill) dapat pula diketahui pada saat berakhirnya program diklat untuk memperoleh gambaran tingkat behavior atau skill peserta diklat. Adapun untuk mengetahui apakah peserta diklat menerapkan seluruh konten diklat dalam lingkungan pekerjaannya, maka evaluasi level 3, 4 (results), dan bahkan 5 (return on investment) dapat dilakukan.