Virginitas dalam Perkawinan Profil Informan Mahasiswa .1 LW Pr, 21 tahun

86 ketidakpedulian lingkungan masyarakat terhadap perilaku menyimpang yang terjadi di sekitarnya.

4.3.8 Virginitas dalam Perkawinan

Masalah keperawanan atau keperjakaan dalam budaya populer bukan lagi dianggap hal yang sakral. Tapi meski begitu, himbauan klasik untuk menjaga keperawanan dan keperjakaan tak hanya terkait norma tapi lebih dari itu memiliki manfaat kesehatan yang besar. Keperawanan dan keperjakaan merupakan tanda kesucian bagi sebagian orang. Keperawanan juga sering di istilahkan dengan Virginitas. Berbicara virginitas, bukan hanya dominasi kaum perempuan namun kaum pria juga turut ambil bagian dalam masalah ini. Karena makna virgin bukan hanya ‘kegadisan’ saja, tapi juga mencakup ‘keperjakaan’.Virginitas sangat dekat hubungannya dengan melakukan hubungan seks. Menjaga virginitas berarti menjaga hubungan pergaulan dengan lawan jenis agar tidak kebablasan. Virgin atau tidaknya seseorang bukan hanya pada kondisi selaput dara saja bagi perempuan, tapi sudah pada perilaku seksual dia yang menjurus. Virginitas bukan melulu pada utuh tidaknya selaput dara yang menunjukkan kegadisan seorang perempuan. Tapi virginitas adalah kondisi mental dan akhlak seseorang dalam perilaku seksualnya. Jadi pihak laki-laki juga bisa dikatakan tidak virgin kalau ia sudah mulai berani melakukan seks bebas sebelum menikah. Peneliti menemukan bahwa bagi Universitas Sumatera Utara 87 sebagian pelaku seks keperawanan dan keperjakan bukan menjadi tuntutan di pernikahan kelak. Hal ini seperti yang di tuturkan para oleh informan dibawah ini: “ kalau kita nikah sama orang kampung maka perawan itu akan terasa penting, karena mereka mengartikan perawan itu suci. Itu juga kalau orang kampung yang memang masih menjaga keperjakaannya atau yang masih kental kampungnya. Tapi zaman sekarang jarang wanita yang masih perawan.” Wawancara dengan informan LW, 2011. “ mau gimana lagi semuanya udah terlanjur. Saya merasa gak punya hak untuk berharap dapat pasangan yang masih perjaka. Menurut saya kalau saya udah sukses orang pasti bisa terima saya. Banyak laki-laki yang mencari pasangannya hanya dari sisi materi”Wawancara dengan informan FZ, 2011. “gak kupikirkan lagi itu, terserah la mau kayak mana nanti kan gak bisa juga di balek kan keperawanan itu, laki-laki pun banyak nya yang udah gak perjaka berarti masih ada nya harapan ada yang mau sama awak” Wawancara dengan informan BR, 2011” “ orang baik pasti dapat orang baik juga. Jadi menurut saya laki-laki yang masih perjaka seharusnya dapat pasangan yang perawan juga. Bagi saya sih, kalau calon saya memang suka sama saya pasti dia akan menerima saya apa adanya dan menurut saya perlu memberitahu calon suami kalau saya udah gak suci lagi agar ke depannya tidak menimbulkan pertengkaran” Wawancara dengan informan ST, 2011. “ untuk apa kita berharap dapat perjaka sementara kita sendiri udah gak perawan. Tapi kalau memang dapat yang perjaka syukuri aja mudah-mudahan kita bisa lebih baik” Wawancara dengan informan HL, 2011. Namun ada juga informan lainnya yakni informan laki-laki menganggap bahwa keperawanan menjadi tuntutan dan dianggap penting dalam pernikahan walaupun ia sendiri tidak menganggap penting mempertahankan keperjakaannya. Hal ini seperti yang dikatakan informan berikut ini : Universitas Sumatera Utara 88 “ walau pun saya udah gak perjaka lagi tapi saya menuntut istri saya harus masih perawan. Perawan atau tidaknya calon istri itu perlu saya tahu karna saya gak mau istri saya bekas orang. Sejahat- jahatnya saya, kalau untuk istri harus perempuan baik-baik” Wawancara dengan informan AL, 2011. Dari hasil wawancara tersebut dapat disimpulkan bahwa makna virginitas baik keperawanan ataupun keperjakaan tidak begitu penting lagi bagi sebagian pelaku seks bebas. Mereka beranggapan keperawanan dan keperjakaan bukan menjadi syarat yang penting untuk pernikahan kelak.

4.3.9 Sikap Masyarakat terhadap Pelaku Seks Bebas