Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN
b. Salah satu pihak meninggalkan yang lainnya selama 2 dua tahun
berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah karena hal ini lain di luar kemauan.
c. Salah satu pihak mendapat hukuman penjara selama 5 tahun atau
hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung. d.
Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.
e. Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang
mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajiban sebagai suami istri. f.
Antara suami istri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga
3
Yahya Harahap menjelaskan dalam bukunya, apabila suami hendak menceraikan istri, harus melalui jalur hukum yang harus ditempuhnya melalui
gugatan permohonan ke Pengadilan Agama, menurut ketentuan Pasal 66 ayat 1. pasal 67 huruf a, dalam perkara cerai talaq bisa dilakukan secara sepihak.
4
Dalam masalah perceraian sudah diatur sedemikian oleh aturan yang dijadikan pedoman oleh umat Islam di Negara Indonesia, tetapi ada beberapa
masyarakat di Desa Kahiyangan melakukan perceraian sebagai jalan terakhir untuk mengakhiri sebuah pernikahan tanpa melalui proses persidangan di
3
Sudarsono, Hukum Perkawinan Internasional, Jakarta: PT.Rineka Cipta, 1992, h.116- 117.
4
Yahya Harahap, Kedudukan Kewenangan dan Acara Peradilan Agama, Jakarta: Pustaka Kartini, 1997, h .231.
pengadilan. Padahal sudah jelas bahwa perceraian hanya dapat dilakukan melalui proses persidangan di pengadilan dan telah melalui prosedur yang telah
ditentukan serta telah melalui usaha untuk perdamaian untuk tidak terjadinya perceraian. Jika semua itu telah dijalankan dan tetap menjadi keinginan antara
suami istri tetap bercerai maka perceraianlah yang menjadi jalan terakhir bagi keduanya.
Akibat hukum dari perceraian yang dilakukan tanpa melalui proses persidangan di pengadilan pada masyarakat merupakan akibat hukum
berdasarkan hukum Islam. Akibat hukum tersebut meliputi akibat terhadap harta benda, sedangkan apabila dipandang dari perspektif Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 maka perceraian tersebut belum mempunyai akibat hukum yang diakui dan bersifat mengikat secara yuridis.
Seperti yang terjadi pada masyarakat Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan ketika di antara mereka ada yang becerai
mereka hanya mendatangkan pihak keluarga, bukan hanya itu saja, ada beberapa masyarakat Desa Kahiyangan yang ingin bercerai hanya cukup
mengucapkan kata cerai secara lisan saja. Dengan cara yang mereka lakukan tersebut dianggap perceraian yang sah, tapi jika ditinjau dari Undang-Undang
Nomor 1 Tahun 1974 maka perceraian mereka tidaklah sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum tetap. Menurut Undang-Undang perkawinan
Nomor 1 Tahun 1974 pasal 39 ayat 1 dan Undang-Undang Nomor 22 tahun
1946 tentang pencatatan nikah, talaq dan rujuk, perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan.
5
Namun tidak demikian, dengan banyak kasus perceraian yang terjadi di Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan. Di sini sang
suami menceraikan istrinya tanpa memperdulikan batas-batas dan norma-norma yang wajib dipatuhi, suami mempunyai hak untuk menjatuhkan talak, namun
talaq hanya dapat jatuh pada perempuan yang jadi objeknya, jika perempuanya bukan merupakan objeknya, maka tidaklah ia dapat ditalak seperti perceraian
secara sepihak tanpa hadirnya istri sebagai objeknya perlu ditegaskan setatus hukumnya.
Berdasarkan permaslahan tersebut, maka penulis membuat pembahasan skripsi
dengan judul
“PERCERIAN SEPIHAK TANPA MELALUI PENGADILAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DAN
HUKUM POSITIF Studi Kasus di Desa Kahiyangan, Kecamatan Pancalang, Kabupaten Kuningan
”. B.
Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.
Pembatasan Masalah
Untuk mempersempit dan mempermudah penelitian dan memperjelas pokok-pokok masalah yang akan dibahas dan diuraikan dalam skripsi ini, maka
penulis membatasi masalah dengan membahas seputar Hukum Percerian Sepihak
5
. Abdurahman, Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Tentang Perkawinan, Jakarta: Akademik Presindo, 1986, Cet Ke-1, h.144.
Tanpa Melalui Pengadilan Studi Kasus di Desa Kahiyangan Kecamatan Pancalang Kabupaten Kuningan.