Perceraian Ditinjau Dari Hukum Islam

26 perkawinan dengan menggunakan lafal-lafal tertentu. Walaupun penekanannya berbeda akan tetapi mengandung maksud yang sama yaitu hilang atau putusnya ikatan pernikahaan. Talak memang merupakan hak suami akan tetapi bukan suami yang mempunyai hak memutuskan perkawinan. Islam juga telah memberikan hak kepada kaum wanita sebagai seorang istri untuk memutuskan akad nikah dengan mengajukan gugatan cerai khulu’, dan isteri memberikan semacam ganti untuk menebus dirinya agar suami bersedia menjatuhkan thalaq kepadanya. Khulu adalah perceraian dengan kehendak isteri. Dalam pasal 113 Kompilasi Hukum Islam, disebutkan pula bahwa putusnya perkawinan dapat disebkan karena kematian, perceraian, dan atas putusan pengadilan. Thalaq merupakan hak cerai suami terhadap isterinya, apabila dihatinya ada kebencian pada isterinya. Sebaiknya gugatan perceraian dapat diajukan oleh isteri kepada suaminya dengan alasan-alasan yang telah diatur dalam pasal 116 Kompilasi Hukum Islam. Hukum Menjatuhkan Talak Setabilitas rumah tangga dan kontinuitas kehidupan suami istri adalah tujuan utama adanya perkawinan dan hal ini sangat diperhatikan oleh syari’at Islam. Akad perkawinan dimaksudkan untuk selama hidup, agar dengan demikian suami istri menjadikan rumah tangga sebagai tempat berteduh yang nyaman dan permanen agar dalam perlindungan rumah tangganya itu kedua suami istri dapat menikmati kehidupan serta agar keduanya dapat menciptakan iklim rumah tangga 27 yang memungkinkan terwujudnya dan terpeliharanya anak keturunan dengan sebaik-baiknya. 26 Untuk itu maka syari’at Islam menjadikan pertalian suami istri dalam ikatan perkawinan sebagai pertalian yang suci dan kokoh, sebagaimana Al- Qur’an memberi istilah pertalian itu dengan mitsaq ghalizhjanji kukuh. Firman Allah dalam surat An-Nisa Ayat 21 menyatakan:             Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul bercampur dengan yang lain sebagai suami-isteri. dan mereka isteri-isterimu telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat Oleh karena itu suami istri wajib memelihara terhubungnya tali pengikat perkawinan itu, dan tidak sepantasnya mereka berusaha merusak dan memutuskan tali pengikat tersebut. Meskipun suami oleh hukum Islam diberi menjatuhkan talak, namun tidak dibenarkan suami menggunakan haknya itu dengan gegabah dan sesuka hati, apalagi hanya menurutkan hawa nafsunya. Para fuqaha berbeda pendapat tentang hukum asal menjatuhkan talak oleh suami. Yang paling tepat di antara pendapat itu ialah pendapat yang mengatakan bahwa suami diharamkan menjatuhkan talak kecuali karena 26 . Abd Rahman Ghazaly, Fiqih Munakahat Jakarta, Kencana 2006, Cet-2, h 195 28 daruratterpaksa 27 . Pendapat itu dikemukakan oleh ulama Hanafiyah dan Hanabilah. Alasannya ialah hadits yang menyatakan: اط ا د ك ها ع 28 “ Allah mengutuk suami tukang pencicip lagi suka mentalak istri”. Mereka ini juga beralasan bahwa menjatuhkan talak berarti mengkufuri nikmat Allah, sebab perkawinan itu termasuk nikmat dan anugrah Allah, padahal mengkufuri nikmat Allah itu dilarang. Oleh karena itu, menjatuhkan talak tidak boleh, kecuali karena daruratterpaksa. Talak menjadi wajib bagi suami atas permintaan istri dalam hal suami tidak mampu menunaikan hak-hak istri serta menunaikan kewajibannya sebagai suami,seperti suami tidak mampu mendatangi istri. Dalam hal ini istri berhak menuntut talak dari suaminya dan suami wajib menuruti tuntutan istri, jangan membiarkan istri terkatung-katung ibarat orang yang digantung, yakni tidak dilepaskan tetapi dijamin hk-haknya. 29 Talak itu diharamkan jika dengan talak itu kemudian suami berlaku serong, baik dengan bekas istrinya ataupun dengan wanita lain, suami diharamkan menjatuhkan talak jika hal itu mengakibatkan terjatuhnya suami ke dalam perbuatan haram. Sayyid Sabiq mengemukakan bahwa talak diharamkan jika tidak ada keperluan untuk itu, karena talak yang demikian menimbulkan madharat, 27 . Jurinal Dkk, Fiqih Ibadah Jakarta, CV Sejahtera 2008 Cet-1, h 249 28 . Jurinal Dkk, Fiqih Ibadah Jakarta, CV Sejahtera 2008 Cet-1, h 249 29 . Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006 Cet- 2, h 211-114. 29 baik bagi suami maupun diri istri, serta melenyapkan kemaslahatan kedua suami istri itu tanpa alasan. Talak yang demikian ini bertentangan dengan sabda Rasulullah SAW: رارض ا ررض ا 30 “ tidak boleh timbul madharat dan tidak boleh saling menimbulkan madharat”. Dalam riwayat lain diktakan bahwa talak tanpa sebab adalah makruh hukumnya, berdasarkan hadis yang menetapkan bahwa talak merupakan jalan yang halal yang paling dibenci oleh Allah, yakni dibenci jika tidak ada sebab yang dibenarkan, sedangkan Nabi menamakanya halaltidak haram, juga karena talak itu menghilangkan perkawinan yang di dalamnya terkandung kemaslahatan-kemaslahatan yang disunatkan, sehingga talak itu hukumnya makruh. Talak itu mubah hukumnya dibolehkan ketika ada keperluan untuk itu, yakni karena jeleknya perilaku istri, bukannya sikap istri terhadap suami, atau suami menderita madharat lantaran tingkah laku istri, atau suami tidak mencapai tujuan perkawinan dari istri. 31 Talak disunatkan jika istri rusak moralnya, berbuat zina, atau melanggar larangan-larangan Agama, atau meninggalkan kewajiban- kewajiban Agama seperti meninggalkan shalat, puasa, istri tidak menjaga afifahmenjaga diri, berlaku hormat. Dalam hal ini ulama Hanabilah 30 . Jurinal Dkk, Fiqih Ibadah Jakarta, CV Sejahtera 2008 Cet-1, h 250 31 . Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006 Cet- 2, h 214 30 mempunyai dua pendapat, pertama sunat hukumnya, dan yang kedua wajib hukumnya.dinukilkan dari Imam Ahmad bahwa mentalak istri yang demikian ini adalah wajib, terutama jika istri berbuat zina, meninggalkan shalat, atau meninggalkan puasa. Menurut beliau, tidak seyogyanya istri yang demikian dipelihara terus, karena akan menurunkan martabat agama, mengganggu tempat tidur suami, dan tidak terjamin keamanan anak yang dilahirkan. 32

E. Perceraian Ditinjau Dari Hukum Positif

pada pasal 1 UU No. 1 tahun 1974 dijelaskan bahwa tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia, kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Namun pada realitanya sering kali perkawinan tersebut kandas di tengah jalan yang mengakibatkan putusnya perkawinan, ada kalanya karena sebab kematian, perceraian, ataupun karena putusan pengadilan berdasarkan syarat-syarat yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Pasal 38 UUP menyatakan perkawinan dapat putus karena : a. Kematian b. Perceraian c. Atas keputusan pengadilan 33 Dalam PP No. 9 Tahun 1975 pasal 19 dinyatakan hal-hal yang menyebabkan terjadinya perceraian. Perceraian dapat terjadi karena alasan sebagai berikut: 32 . Abdul Qodir Jaelani, Keluarga Sakinah Surabaya, Bina Ilmu 1995 Cet-1, h 319 33 . Subekti Dan Tjitrosudibio, Kitab UUD Hukum Perdata,Jakarta, PT Pradnya Paramita 2007, Cet-38, h 549 31 a. Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi, dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan. b. Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alas an yang sah atau karena hal yang lain diluar kemampuan. c. Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang dapat membahayakan pihak yang lain. d. Suami melanggar talik-talak e. Antara suami istri terus-menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga . 34 Selanjutnya pada pasal 39 UUP dinyatakan: 1 Perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. 2 Untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan bahwa suami istri tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami istri. 3 Tata cara perceraian di depan sidang pengadilan diatur dalam peeraturan perundangan sendiri. 35 34 . Abd Rahman Ghazali, Fiqih Munakahat, Jakarta: Kencana, 2006 Cet- 2, h 249 35 . Ibid, h 549 32

BAB III GAMBARAN UMUM DESA KAHIYANGAN

A. Letak Geografis dan Sejarah

1. Letak Geografis Desa Kahiyangan dengan luas wilayah seluruhnya 98.915 ha, penggunaan lahan di desa Kahiyangan terdiri dari lahan sawah 65.746 ha dan lahan darat 30.770 ha, lahan darat terbagi pada lahan: 1 Pemukiman penduduk : 22.353 h 2 Perkebunan : 3.390 h 3 Pekarangan : 2.476 h 4 Prasarana lainnya : 2.551 h 1 a. Batas-Batas Desa Kahiyangan sebagai berikut : Sebelah Utara : Desa Pancalang Kecamatan Pancalang Sebelah Timur : Desa Silebu Kecamatan Pancalang Sebelah Barat : Desa Randobawailir kecamatan Mandirancan Sebelah Selatan : Desa Pakembangan Kecamatan Mandirancan 2 b. Sedangkan jarak tempuh ke desa kahiyangan : Jarak dari Kecamatan Pancalang : 0,5 km 1 . Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011 2 . Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011 33 Jarak dari ibu kota Kabupaten : 20 km Jarak dari ibu kota Provinsi : 180 km Jarak dari ibu kota Negara : 360 km 3 Kondisi geografis Desa Kahiyangan antara 350-400 meter diatas permukaan air laut, suhu rata-rata 30 C dan luas Desa Kahiyangan 98,915 Ha, dengan luas lahan pertanian produktif 65,746 Ha mencapai 65,03 sisa lahan dipergunakan untuk Perumahan, Kolam, Perkantoran Desa, Lapangan Olah Raga, dan lain-lain. mata pencaharian penduduk hampir 85 adalah petani dan buruh tani sedangkan sisanya adalah Pegawai Negeri Sipil, Pedagang, Tukang Kayu, Tukang Batu, dan lain-lain. 2. Sejarah Desa Kahiyangan Nama “ Kahiyangan “ berasal dari nama sebuah tempat para dewa dalam agama Budha. “Kahiyangan” adalah sebuah tempat yang sering di kunjungi oleh masyarakat setempat. Kemudian Desa Kahiyangan berdiri pada tahun 1800 M. dipimpin pertama kali oleh sesepuh bernama Ki Macan Gentong 4 . Desa Kahiyangan pernah dipimpin oleh beberapa kepala desa di antaranya: a. Bapak Makrab b. Bapak H Sukabi c. Bapak H Ikhsan 3 . Wawancara dengan bapak Dedi Mulyadi. 07 Februari 2011 4 . Wawancara dengan Kiyai Maksud. 08 Februari 2011