65 Semesta Berencana, sesuai dengan keputusan MPR. Untuk melaksanakan pekerjaan ini oleh
Menteri Agama waktu itu telah dibentuk sebuah lembaga yang diketuai oleh Prof. R.H.A.Sunarjo SH. Mantan Rektor Institut Agama Islam Negeri Sunan Kali Jaga Yogyakarta. Lembaga tersebut
beranggotakan para Ulama dan Cerdik pandai Muslim yang memiliki keahlian dalam bidangnya masing-masing
Dari waktu ke waktu Pemerintah Indonesia selalu mencetak kitab suci al-Quran. Pada Repelita IV 1984-1989 telah dicetak 3.729.250 buah, terdiri dari Mushhaf Al-Quran, Juz
Amma, Al-Quran dan Terjemahnya, serta Al-Quran dan Tafsirnya. Atas berbagai saran masyarakat dan pendapat musyawarah kerja ulama Al-Quran XV
23-25 Maret 1989 terjemah dan tafsir Al-Quran tersebut disempurnakan oleh pustaka penelitian dan pengembangan Lektur Agama bersama Lajnah Pentashhih Mushhaf Al-Quran.
20
B. Penerjemahan Al-Quran Ke dalam Bahasa Indonesia.
Dalam sub judul berikut ini Penulis bermaksud menyajikan tentang bebagai permasalahan yang terdapat dalam terjemahan Al-Qur’an dalam Bahasa Indonesia. Dalam
memperbincangkan masalah penerjemahan Al-Quran ini kita tidak dapat melepaskan diri dari perbincangan tentang masalah pembinaan dan pengembangan bahasa karena penerjemahan juga
termasuk masalah kebahasaan. Pernyataan ini menjadi mengemuka karena pola penerjemahan Al-Quran di Indonesia
cukup beragam, ada yang menulisnya dengan gaya bahasa prosa dan ada pula yang menulisnya dengan gaya bahasa yang puitis, seperti yang telah dilakukan oleh H.B. Jassin.
21
20
Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahannya, loc.cit.
21
Ali Audah, Dar Khazaah Dunia Islam, Jakarta: Pustaka Firdaus, 1999, cet. Ke-1, h. 329
66 Seorang Penerjemah dituntut kreatif. Penerjemahan Al-Quran ke dalam Bahasa
Indonesia saat ini pada dasarnya tidak akan banyak menemui kesulitan, sebab sudah ada beberapa contoh hasil terjemahan yang dapat dijadikan sebagai pembanding selain dalam Bahasa
Indonesia juga dalam Bahasa Asing, terutama dalam Bahasa Inggris banyak juga yang dapat diangkat sebagai bahan perbandingan.
Di samping itu istilah-istilah khusus dalam Al-Quran yang suka diterjemahkan ke dalam Bahasa Asing, Bahasa Indonesia telah terbantu dengan istilah-istilah itu yang sudah dipakai
dalam Bahasa Indonesia, seperti kata shadaqah, miskin, shalat, iman, akhirat, sabar, taqwa, tawakal, kiamat, dan sebagainya, meskipun kadang mengalami sedikit pergeseran makna.
22
Di antara berbagai hasil terjemahan itu masih terdapat beberapa kelemahan yang dirasakan, yang sebenarnya tidak seharusnya terjadi, kelemahan-kelemahan itu antara lain :
l. Bahasa terjemahan, terutama terjemah dari Bahasa Arab, lebih khusus lagi Bahasa Arab Al-Quran, dalam hal ini mungkin penerjemah selain terpengaruh oleh bahasa sumber,
terutama karena ingin menjaga kesucian Al-Quran dan bahasanya, sehingga tidak berani mengubah terlalu jauh dari kata-kata dan susunan kalimatnya, inilah yang kita kenal
dengan terjemahan Harfiah Literal Translation dengan akibat tidak sedap dibaca dan tidak mudah dicerna artinya.
23
Kekakuan dalam terjemahan mungkin karena terlalu mengikuti konstruksi kalimat Arab dengan tidak memperhatikan konstruksi menurut rasa Bahasa Indonesia atau suatu ungkapan
Arab diambil begitu saja dan tidak digantikan dengan ungkapan Bahasa Indonesia. Misalnya surat 17:107
22
Ibid., h.331
23
Ibid., h.330
67 Diterjemahkan demikian :
“Mereka menyungkur atas muka mereka sambil bersujud Q.S :17:107. Dengan rasa Bahasa Indonesia yang baik seharusnya kalimat ini diterjemahkan dengan :
Merekapun jatuh tunduk atas mukanya dalam sujud begitu pula yang terjadi pada surat 26:29
☺ ⌧
diterjemahkan menurut susunan kalimat Arab akan berbunyi : Sungguh jika kamu menyembah tuhan selain Aku, benar-benar Aku akan menjadikan
kamu salah seorang yng dipenjarankan Q.S.Asy-Syuara:29. Lebih lancar menurut susunan Bahasa Indonesia rasanya jika bagian kedua kalimat itu
diterjemahkan : ......... pasti ku masukan kau ke dalam penjara .
Tetapi tidak semua terjemahan harfiah itu kaku dan janggal, contohnya dalam surat al- Hasyr 59 ayat 23,
☺ ☺
☺ ☺
⌧ ☺
☺
Artinya: Dia-lah Allah yang tiada Tuhan selain Dia, raja yang maha suci, yang maha sejahtera, yang maha mengaruniakan rasa aman, yang maha memelihara, yang maha
perkasa, yang maha kuasa, yang memiliki segala keagungan, maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.
68 2. Adakalanya ia menguasai bahasa sumber dengan baik, tapi tidak pada bahasa sasaran,
sehingga banyak hasil terjemahan tidak enak dibaca dan sukar difahami. Yang demikian inilah yang sering kita jumpai dalam hasil-hasil terjemahan, terutama tentunya
terjemahan Qur an atau Hadits. 3. Teknik penulisan, tidak sdikit penerjemah yang tidak mampu menguasai teknik penulisan
sebagaimana mestinya, seperti menempatkan paragraf, titik, titik korna, huruf miring, huruf tebal, huruf kapital, catatan bawah footnote penerjemah dan sebagainya.
4. Transliterasi, oleh karena tansliterasi Arab-Latin di Indonesia sudah beberapa kali mengalami perubahan, maka tidak jarang penulis dan penerjemah tidak memiliki
keseragaman dalam penulisan translitrasi. Penulisan translitrasi terakhir yang disahkan oleh Surat Keputusan bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
R.I. No. 158 tahun 1987 yang pada pokoknya disusun sejalan dengan Ejaan Yang Disempurnakan EYD. Huruf Arab yang belum ada padanannya dalam huruf latin
dilakukan dengan cara memberi tambahan tanda diakritik diacritical mark dengan dasar satu
fonem satu
lambang juga
dalam penulisan
huruf-huruf pada
suda diseragamkan dengan lturuf a bukan o tet sampai sekarang sistem baru ini tampaknya tak banyak dikenal orang. Transliterasi demikian tidak berlaku untuk kata-
kata bahasa Arab yang sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia seperti kata shalatdoazikirwudluridlasedekahhadisramadhan dan sebagainya.
Dalam terjemahan Quran yang demikian itu hampir tidak pernah dihiraukan, juga dalam sebagian besar media massa Islam. Orang tetap menulis shalat atau sholat, doa, dzikir, wudlu,
ridla atau ridho, hadits dan seterusnya. Penulisan Ejaan ini sampai sekarang tetap kacau. Berbeda
69 dengan EYD, yang begitu dikeluarkan ketentuannya ditaati orang, transliterasi Arab-Latin
ternyata kurang mendapat perhatian.
24
C. Latar Belakang Penerjemahan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia