77
A. Riwayat Hidup H.B.Jassin
Nama lengkap Jassin adalah Hans Bague Jassin, lahir 31 juli 1917 di Gorontalo Sulawesi Utara, dan wafat pada tanggal 11 maret tahun 2000. Berpendidikan Guovernements H.I.S.
Gorontalo tamat 1932, H.B.S-B 5 tahun di Medan tamat 1939, Fakultas Sastra Universitas Indonesia tamat 1957, kemudian memperdalam pengetahuan dalam bidang Ilmu Perbandingan
Kesusastraan di Universitas Yale, Amerika Serikat 1953-1959, dan terakhir menerima gelar Doctor Honoris Causa dari Universitas Indonesia 1975.
35
Pengalaman pendidikan di Universitas Yale oleh Jassin memiliki pengalaman tersendiri yang ia tuangkan dalam bentuk sebuah buku yang berjudul Omong-omong H.B. Jassin
perjalanan ke Amerika 1958-1959 terbitan Balai Pustaka. Dalam buku tersebut penulis bermaksud menyajikannya secara singkat
Ia adalah salah seorang dari 16 pegawai negeri yang ditugaskan belajar di Amerika Serikat, sesuai dengan Surat Keputusan Perdana Menteri R.I. tanggal 17 juli 1958, No.
303P.M.1958. Penugasannya juga atas anjuran Menteri P dan K, yang menurut rencana setelah kembali dari Amerika, ia akan pergi ke Uni Soviet dan R.R.C. Beasiwa dan biaya perjalanan ia
peroleh dari Pemerintah Amerika Serikat melalui Kementerian P dan K, Dalam Surat Keputusan itu dilampirkan daftar nama-nama peserta yang akan berangkat beserta tujuan sekolah masing-
masing di Amerika. Jadi, walaupun mereka berada dalam satu kelompok mereka pergi dan pulang dengan tujuan masing-masing.
Lamanya perjalanannya sebelas bulan, ia berangkat dari Jakarta tanggal 21 juli 1958 dan tiba kembali di Jakarta tanggal 21 juli 1959. Ia sempat mengunjungi negara-negara bagiannya
antara lain Indiana, North Carolina, Connecticut.
35
Pamusuk Eneste, Leksikon kesusastraan Indonesia modern, Jakarta: PT. Jambatan, 1990, edisi baru, h. 73-75
78 Enam minggu yang pertama, yaitu tanggal 24 Juli sampai 3 September 1958 Jassin
berada di Bloomington, Indiana untuk mengikuti Orientation Course, yang diadakan di Indiana University. Di sana dia diajarkan “Comparative Literature”, tetapi saat itu muslin panas
sehingga ia tidak dapat mengikuti kuliah-kuliah yang diadakan. Profesor Horts Frencz, sebagai ketua jurusan comparative literature mengundangnya untuk menghadapi kongres Comparative
Literature Association. Kesempatan ini dipergunakannya dengan senang hati, sekedar untuk mendapatkan bayangan dan pengalaman tentang kongres tingkat Internasional. Tempat Kongres
itu diadakan di Chapel Hill, North Carolina, yang dimulai tanggal 8-12 september 1958. Dan kongres itu dihadiri oleh para sarjana Ilmu Perbandingan Kesusasteraan,dari Eropa, Amerika dan
beberapa negara lain. Tempat kuliahnya sebenarnya di Yale University, New Heaven, Connecticut. Kuliah itu
diadakan dua Catur Wulan yaitu dari pertengahan September1958 sampai dengan Mei 1959. Di Tempat tersebut jurusan Comparative Litrature menjadi bagian yang berdiri sendiri dengan
ketuanya Reene Weliek, ia mengikuti empat mata kuliah, pertama dua mata kuliah dari Profesor Wellek yaitu Contemporary Criticism in England, The United States, and the European
Continent dan Tolstoy in his European setting. Kedua, dari Profesor Brooks yaitu Twentieth Century, dan ketiga dari - Profesor Wimsat, yaitu Theories of Poetry.
Satu hal yang perlu Jassin catat adalah mata kuliah Kesusasteraan diajarkan tersendiri di dalam satu jurusan, tidak sebagai mata kuliah tambahan atau pembantu. Lain dari keadaan di
Universitas Indonesia pada tahun 50-an, mata kuliah kesusastraan diajarkan bersama dengan mata kuliah bahasa. Mata kuliah bahasa tersebut lebih mendapat tempat, atau menjadi mata
kuliah utama. Namun kini kedua mata kuliah itu, keseusastraan dan bahasa atau linguistik, pengajaranya telah berhasil dipisahkan. Jadi kedua ilmu itu mempunyai masing-masing jurusan.
79 Di Yale University untuk mencapai satu tingkat M.A. atau Ph.D, mahasiswa wajib
mengikuti berbagai persyaratan. Persyaratan itu umumya adalah mahasiswa harus menempuh empat mata kuliah, yang dipilih bersama ketua jurusan. Dengan terbatasnya mata kuliah yang
dipilih memungkinkan mahasiswa lebih khusus dan mendalam mempelajarinya. Sistem pengajaran di Amerika umumnya lebih mementingkan bentuk seminar. Dengan
bentuk seperti ini mahasiswa diajarkan untuk membuat makalah sendiri, dan harus mempertahankannya dalam diskusi antar mahasiswa. Hal ini dapat dilakukan karena jumlah mata
kuliah yang terbatas. Dengan memperdalam dan memperluas pengetahuan tentang “Ilmu Perbandingan
Kesusastraan” yang dipelajarinya di Amerika sangat menunjang ajar mengajarnya di Fakultas Sastra-UI, selain itu, juga mendukung Disertasi tentang “Kesusastraan Indonesia Modern” yang
sedang dipersiapkannya.
36
Sebagai seorang akademisi tentunya banyak pengalaman dan penghargaan yang telah diperolehnya, dalam buku sastra Indonesia sebagai warga sastra Dunia ia mendapatkan
pengakuan yang beragam dari berbagai pihak: H.B. Jassin adalah tokoh yang sudah tidak asing lagi dalam kesusastraan Indonesia. Gayus Siagian menyebutnya “Paus Kesusastraan
Indonesia”, Profesor Teeuw menyebutnya “Penjaga Sastra Indonesia”, Arief Budiman menyebutnya “Kritikus Sastra yang bekerja secara cermat dan kontinyu”, M.H. Rustandi
Kartakusuma memberinya predikat “Penerjemah yang baik”, dan Profesor Harsya W.Bachtiar, ketika masih menjabat Dekan Fakultas Sastra Universitas Indonesia 1975 pernah mengatakan
36
Balai Pustaka, Omong-omong H.B. Jassin Perjalanan ke Amerika 1958-1959, Jakarta PT. Balai Pustaka, 2000, cetke-10, h. VII-X.
80 “Fakultas Sastra Universitas Indonesia sendiri sudah sejak 1969 ingin mengangkatnya sebagai
guru besar.
37
Pembelaan Dalam Perkara “LANGIT MAKIN MENDUNG”
Selain pengalamannya dalam dunia pendidikan H.B.Jassin juga memiliki pengalaman yang tidak dapat dilupakannya begitu saja, karena hal tersebut berkaitan dengan karya cipta
orang lain tapi ia bersedia untuk menjadi terdakwa saat itu. Pembelaannya dalam perkara “Langit Makin Mendung” di muka pengadilan Jakarta
Pusat pada bulan Agustus 1968 dilakukannya dengan ikhlas dan senang hati terhadap cerita pendek karya seseorang yang berada di balik nama Ki panji kusmin. Pembelaan yang dimaksud
adalah karena isi cerita dalam Cerpen itu berkaitan dengan hal-hal yang bertentangan dengan akidah agama tertentu Islam, menurut Jaksa penuntut dan Menteri Agama waktu itu, sedangkan
menurut Jassin sendiri semua fakta yang tersaji dalam cerita itu hanya bersifat imajinasi, khayal, atau fantasi, sedangkan akidah adalah soal dogma atau hakikat. Dan fantasi tidak sama dengan
hakikat. Logika yang semu dicoba saudara jaksa paksakan kepada terdakwa dengan pertanyaan
sebagai berikut : 1. Tuhan di antara salah satu sifatnya adalah Qadir, artinya maha kuasa, kalau Tuhan
digambarkan sebagai terpaksa, apakah itu tidak bertentangan dengan agama? Ketika terdakwa memberikan penjelasan, penjelasannya ditolak, yang dikehendaki oleh jaksa
hanya jawaban “ya” atau “tidak”, menurut Jassin saat itu ia berhadapan dengan logika jaksa karena jaksa mensejajarkan karangan sastra yang bersifat imajiner dengan ajaran
agama ynag bukan imajiner.
37
81 2. Contoh lain di mana penuntut umum dalam tanya jawabnya hanya meminta jawaban
“ya” atau “tidak” atas pertanyaan menurut sifat dua puluh dan ayat Quran, Tuhan itu sempurna; dijawab tertuduh “ya”, betul, lalu penuntut melanjutkan dalam cerita itu
Tuhan digambarkan sebagai orang tua, berarti Tuhan tidak sempurna. Dia bisa muda dan bisa tua dan tentu bisa mati. Apakah ini tidak bertentangan dengan keyakinan dan iman
saudara sebagai orang Islam? Dijawab oleh terdakwa “ya” ini bertentangan dengan keyakinan dan agama. Di sini menurut Jassin nampak suatu kontradiksi, suatu kelicikan
terjadi dan manipulasi dalam pemikiran. Menurutnya lagi Tuhan tidak tergantung pada cara manusia menggambarkan ada-Nya. Dia menerima semua yang beritikad baik
mencari Wajah-Nya. Sifat dua puluh hanyalah tafsiran manusia, sekalipun bedasarkan Quran dan Hadits. Tuhan di sini coba dirumuskan dengan kata-kata dan istilah, tapi
Tuhan tidak dapat dirumuskan. Jadi sifat 20 pun belum lengkap menafsirkan, apalagi menggambarkan Tuhan yang sesungguhnya. Pengarang Ki panji kusmin tak bermaksud
menghina Tuhan hanya karena ia menggambarkannya sebagai orang tua berkacamata apakah orang tua berkacamata hina?. Lagi pula yang digambarkan ini bukanlah zat
Tuhan, siapakah yang zat Tuhan? Tuhan yang digambarkan ini adalah Tuhan imajiner, bukan Tuhan hakikat, bagaimanakah pengarang dapat menghina Tuhan yang
sesungguhnya dalam dunia yang imajiner. 3. Tuduhan berikutnya berdasarkan KUHP 156 menyatakan di muka umum penghinaan
terhadap sesuatu golongan, dalam hal ini ialah golongan kiai-kiai Islam. Menurut terdakwa adalah tidak beralasan sama sekali. Pertama pengarang dengan ceritanya sama
sekali tidak bermaksud menghina para kiai historis. Kedua cerita itu adala imajiner, bukan laporan-sejarah: Ketiga; tokoh-kiai yang imajiner itu dalam rangka kejadian
82 imajiner adalah kiai yang menyelewengkan agama dan sebagian yang demikian patut
dicela. Kiai-kiai yang dimaksud pengarang dalam ceritanya yang imajiner itu tentulah bukan yang seperti Hamka, Muhammad Natsir, Isa Anshari, Firdaus A.N. sebab para kiai
yang semacam mereka ini yang menegakkan Islam, tapi mengapa justru dijebloskan ke dalam tahanan.
Rangkuti berpendapaat bahwa tujuan pengarang adalah hendak mensucikan Islam dari racun-racun faham baru yang menyesatkan Nasakom, sehingga banyak dari pengikut-
pengikutnya dengan sadar ataupun tidak memperpincang ataupun melumpuhkan Islam. lman dan Islam menjadi permainan bibir semata. Semua peristiwa dan gejala yang destruktif untuk Islam
inilah yang menjadi latar belakang timbulnya imajinasi pengarang Ki panji kusmin. Menurut H.B. Jassin, saya tidak kenal dengan Ki panji kusmin waktu karangan-karangan
yang pertama saya terima, sebagaimana biasa tiap pengarang yang berhasil lolos masuk dalam majalah SASTRA, otomatis saya kirimi formulir biografi pengarang untuk keperluan
dokumentasi, tapi ia mendapat jawaban: “Saya baru mulai pak. Belum sepatutnya saya memberikan biografi saya, nantilah apabila saya telah maju dalam karang mengarang akan
saya kirimkan”. Jawaban ini bagi Jassin jadi petunjuk bahwa pengarang bukan seorang yang suka menonjolkan diri, tapi seorang yang rendah hati, seorang yang jatmika.
Kemudian pada saat berikutnya, barulah terdakwa mendapatkan gambaran sedikit mengenai pengarang. Ibu Ki panji kusmin melukiskan dia sebagai seorang yang pendiam, tidak
banyak bergaul dengan orang, suka menyisihkan diri, sederhana, suka merenung-merenung dan menulis-menulis. Ki panji kusmin lahir tahun 1941, sekolahnya sampai tamat Akademi
Pelayaran dan beberapa tahun menjadi mualim. Tapi pekerjaan di kapal rupanya tidak menarik hatinya dan ia kemudian turun ke darat dan bekerja di lapangan perdagangan. Mengenai agama
83 Ki panji kusmin lahir dari keluarga beragama Islam. Tapi ia sekolah di sekolah katolik sejak
sekolah dasar. Sebagai seorang pendiam dan pemalu serta tidak banyak pergaulan, ia mempunyai rasa
rendah diri, dapatkah kita bayangkan jiwa pengarang tatkala ceritanya dihebohkan orang. Orang berdemonstrasi, mendatangi kantor majalah yang memuat ceritanya, mencari pemimpin
perusahaan dan pemimpin redaksi dan mencari pengarang, ia cepat-cepat minta maaf kaget sendiri oleh akibat tulisannya. Pendidikan pengarang di sekolah katolik sejak sekolah dasar,
mempunyai pengaruh pada hasil ciptaannya, seperti demikian halnya dengan Amir Hamzah. Dapatlah kita mengerti mengapa ia sampai mempersonifikasikan Tuhan dan melukiskan Nabi-
nabi, hal-hal yang tidak asing dalam seni Nasrani. Cerita “Langit makin mendung” adalah bagian pertama dari satu cerita panjang. Tiap
orang yang membaca bagian pertama ini merasakan bahwa cerita belum selesai, masih ada sambungannya. Cerita perjalannya Nabi ke bumi baru berada pada tingkat pertama. Dikatakan
bahwa Nabi membuat riset ke bumi. Turunnya Nabi ke bumi adalah karena pertimbangan yang mulia mengadakan riset
karena umatnya akhir-akhir ini sudah jarang yang nampak masuk surga. Di bumi berkecamuk kemesuman, kemunafikkan, kelaparan, tangis dan kebencian. Maka apabila Nabi merasa
terpanggil untuk mengadakan riset itu adalah sesuai dengan kemuliaan jiwanya sebagai pemimpin umat yang bertanggungjawab.
Pengarang tidak sesaat pun merendahkan Nabi. Ketika burak kendaraannya bertabrakkan dengan Sputnik Rusia terpental bersama Jibril, mereka tidak cidera suatu apapun, tersangkut di
gumpalan awan yang empuk bagaikan kapas. Sebaliknya sputnik yang tidak punya rem ketiganya masuk ke dalam neraka. Apabila Iblis terdengar mengatakan bahwa Islam terancam
84 digantikan Nasakom. Nabi dengan pasti berkat “sabda Allah tidak akan kalah. Begitu pun Islam.
Ia ada dan tetap ada, walau bumi hancur sekalipun”. Meskipun Nabi turun di atas daerah yang penuh kemaksiatan, jauh dari pada beliau sesuai
dengan kemuliaan akan lakunya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang terkutuk, sebaliknya beliau murka melihat keadaan di daerah itu. Nabi menggeleng-geleng melihat segala
kemaksiatan. Betapa mungkin rakyat yang sebagian besar beragama Islam begitu bebas berbuat cabul katanya, dan apabila Nabi kemudian akan mengusulkan supaya dipasang TV di surga,
Jassin mengartikan bahwa maksud pemasangan itu adalah untuk mengikuti keadaan masyarakat yang tambah merosot dan untuk dapat mengambil tindakan-tinadakan pencegahan atau
perbaikan. Jadi bukanlah untuk menyaksikan adegan-adegan cabul yang telah ternyata menjijikan bagi Nabi. Kecabulan di daerah senen digambarkan dengan realistis, justru untuk
menampilkan kebobrokan masyarakat di tengah Alam Nasakom yang membawa kemelaratan. Tapi meskipun realistis, gambarannya tidak menjadi porno.
Dalam cerpen tersebut tidak sesaat pun pengarang memperlihatkan romantik yang menggugah syahwat nafsu birahi, malahan Nabi merasa jijik melihat kemesuman dan perihatin
terhadap kemelaratan dan penderitaan umatnya. Keadaan agama sudah sangat menyedihkan, disebabkan karena pengaruh Ajaran Nasakom. Sundel-sundel pun sudah dijadikan soko guru
revolusi. Batu-batu di seluruh dunia tidak cukup untuk menghukum para pezinah , pelacur- pelacur telah menguasai seluruh negeri.
Yang dikeritik pengarang Ki panji kusmin ialah PBR yang menciptakan nasakom dan menuduh orang yang menentang komunis sebagai komunistophobi. Ia mengkritik juga para Kiai
yang tidak berani menegur apalagi menentang PBR. Meskipun ia nyata-nyata melanggar berbagai suruhan agama dan melakukan kekejian pengarang dalam berimajinasi pergunakan alat-
85 alat gaya bahasa berupa pekerjaan maksiat di depan umum. Kepandaian pengarang dalam
berimajinasi diiringi dengan kepandaiannya dalam mempergunakan alat-alat gaya bahasa berupa ironi, sarkasme, humor, satire, sinisme dan sebagainya. Tapi alat-alat ini tanpa pengertian dari
pihak pembaca bisa disalah tafsirkan sebagai contoh ironi, ironi adalah cara pengucapan dimana seseorang mengatakan sesuatu, sedangkan yang dimaksud adalah sebaliknya. Setelah Nabi
menyaksikan adegan-adegan mesum di daerah planet, adegan pengeroyokan terhadap pencopet yang kemudian dilindungi oleh orang berbaju hijau, berkatalah Nabi: “Sesungguhhya tontonan
ini mengasyikkan meskipun kotor. Akan ku usulkan dipasang TV di surga”. Pembaca yang tidak sadar tingkat-tingkat gaya bahasa tersebut di atas, akan mengira bahwa ucapan itu dikatakan
serius, sedang sebenarnya Nabi justru hendak mengatakan yang sebaliknya.
38
Demikianlah sekelumit tentang pembelaan H.B. Jassin terhadap cerita pendek “Langit makin mendung” karangan Ki panji kusmin.
Meskipun demikian setelah sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat selesai H.B. Jassin yang pulang ditemani istrinya bersama dengan Hamka yang berada dalam satu mobil, Hamka
memohon kepada hakim agar pesakitan H.B. Jassin dibebaskan saja. Sebab menurut Hamka pesakitan belum mengetahui lebih mendalam pandangan Islam terhadap karangan seperti itu.
B. Hasil Karyanya l. Karya Asli