Latar Belakang Penerjemahan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia

69 dengan EYD, yang begitu dikeluarkan ketentuannya ditaati orang, transliterasi Arab-Latin ternyata kurang mendapat perhatian. 24

C. Latar Belakang Penerjemahan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia

Latar belakang pembahasan penerjemahan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia dimulai dengan pengalaman pribadi yang dialami oleh H.B. Jassin sendiri. Pada mulanya bagaimana timbul pertanyaan pada dirinya, bagaimana ia jatuh cinta kepada Al-Quran. Pada tanggal 12 Maret 1962 istrinya yang tercinta meninggal dunia, kejadian tersebut sangat menggugah kesadarannya akan arti hidup manusia yang singkat di dunia ini. Berbuat baiklah terhadap sesama manusia, bersabarlah, beramallah, balaslah kejahatan dengan kebaikan, niscaya kejahatan berubah menjadi kebaikan. Tujuh hari lamanya setiap malam diadakan pembacaan Al-Qur’an di rumah keluarganya, sejak malam pertama jenazah istrinya diangkut dari rumah sakit dan dibaringkan dalam rumah, ia mengikuti semua kegiatan itu sampai selesai 30 juz dalam waktu tujuh hari. Pada malam kedelapan sepilah rumah, tidak ada lagi yang datang membaca Al-Qur’an, maka timbullah fikiran pada dirinya, mengapa saya, ungkap Jassin dalam hati, tidak meneruskan sendiri pengajian itu? lalu ia coba mengaji dengan suara perlahan, makin lama makin keras dengan suara beralun terbawa oleh rasa haru yang terkandung di dalam hati. 25 Pagi-pagi ia membaca Firman-firman Allah SWT, menangkap getaran-getaran udara yang diproduksi oleh tenggorokan, diolah menjadi pengertian-pengertian oleh akal dan fikiran dan merasuk ke dalam hati yang peka menerima. Alangkah nikmat isi kandungan Firman-firman Allah, alangkah dalam, luas, jauh, tinggi, luhur, dan murni. 24 Ibid. h.334 25 H.B. Jassin, Sastra Indonesia Sebagai Warga Sastra Dunia, Jakarta: PT. Gramedia, 1985, h.219 70 Ia memulai pekerjaan dengan Bismillah dan mengakhirinya dengan Alhamdulillah, kedua kalimat tayyibah tersebut bukan sekedar ucapan rutin, tetapi merupakan sebuah rutinitas yang dilakukan dengan penuh kesadaran tiap gerak langkah hidup hanyalah terjadi karena Allah dan H.B. Jassin bersukur bahwa ia telah selamat melakukan sesuatu pekerjaan karena karunia-Nya, 26 Sepuluh tahun lebih ia menyelami ayat demi ayat, tidak satu pun hari yang lewat tanpa menghirup firman Allah SWT yang maha suci, sekalipun hanya satu ayat dalam sehari. Ujian demi ujian menimpa pula, bahkan pernah dituduh murtad dan berhadapan dengan hakim pengadilan atas tuduhan menghina Tuhan, menghina agama Islam, Rasul dan Nabi-nabi, Pancasila dan UUD 1945. Tapi semua itu diterimanya sebagai cambuk untuk lebih dalam menyelam ke dalam inti hakikat kebenaran dan hal yang demikian ia anggap sebagai karunia dari Tuhan Yang Maha Esa. Berbagai fitnahan dan tuduhan demikian ia jadikan sebagai pelajaran dan ia tidak berkeinginan untuk menjawabnya. Selanjutnya H.B. Jassin dengan lapang dada dan berjiwa besar memanfaatkan waktu yang ia miliki untuk menukik lebih dalam ke dalam samudra Al-Quran. Ayat demi ayat dibacanya secara cermat dan teliti dengan penuh penghayatan dari sinilah mulai muncul pemikiran untuk menerjemahkan Bacaan Mulia ke dalam Bahasa Indonesia yang puitis. 27 Mulai menerjemahkan Al-Quran 26 Ibid., h.220 27 Ibid., h.221 71 Sampai tibalah suatu hari hati H.B Jassin terbuka untuk memulai menerjemahkan Al- Quran, pada tanggal 7 Oktober 1972, di negeri yang dingin jauh dari katulistiwa, yakni di negeri Belanda. Satu tahun lamanya di negeri kincir angin tersebut Jassin menerjemahkan sebagian dari isi kandungan Al-Quran dan sekembali di Indonesia lebih dari satu tahun pula ia mengerjakannya, Alhamdulillah selesailah seluruhnya sebanyak 30 juz tanggal 18 Desember 1974 di Jakarta, Ibukota Republik Indonesia. Karena selalu dibawa ke mana-mana untuk mengerjakannya, tercatatlah berbagai kota tempat terjemahan pernah dilakukan seperti Amsterdam, Berlin, Paris, London, Antwerpen, Kuala Lumpur, Singapura, tetapi juga kampung- kampung kecil seperti Leiden; Zaandam, Reuver, Peperga dan beberapa kali dalam perjalanan di pesawat terbang. Pikiran untuk menerjemahkan Al-Quran secara puitis muncul pada diri H.B. Jassin setelah membaca terjemahan Abdullah Yusuf Ali The Holy Quran yang diperolehnya dari seorang kawan, Haji Kasim Mansyur tahun 1969. Itulah terjemahan yang dirasakan yang paling indah penuh rasa estetika yang tinggi karena dalam estetika disertai pula dengan berbagai keterangan yang luas dan universal sifatnya. Dalam pekerjaan menerjemahkan sudah barang tentu Jassin bertolak dari kitab induk Al- Quranul Karim sendiri yang berbahasa Arab artinya ia tidak menerjemahkan hasil terjemahan orang lain, di samping itu ia mempergunakan sebagai perbandingan terjemahan-terjemahan lain dalam bahasa asing sebagai bahan perbandingan dan Bahasa Indonesia serta beberapa kamus Arab-Inggris. Jadi, terjemahanya bukanlah terjemahan dari terjemahan Yusuf Ali ataupun terjemahan lainnya. Susunan sajak terjemahan dalam Bahasa Indonesia adalah susunan karya 72 H.B. Jassin sendiri, sedang susunan sajak dalam Bahasa Arab Al-Quran disusun baru sesuai dengan baris-baris sajak dalam Bahasa Indonesia. 28 Sesudah tanggal 18 Desember 1974 terjemahan tersebut selesai secara keseluruhan, diketiknya baik-baik dan diserahkan kepada penerbit Djambatan berangsur-angsur sampai lengkap 27 Agustus 1975. Tapi dalam pada itu di luaran timbul, pertanyaan apakah terjemahan saya, menurut H.B. Jassin dapat dipertanggung jawabkan dari sudut isinya, mengingat bahwa saya bukan seorang ulama yang telah mempelajari isi Al-Quran secara mendalam dari berbagai sudut sebagaimana yang disyaratkan bagi seorang penerjemah Al-Quran tutur Jassin. 29 Sebelum hasil karyanya diterbitkan dan didistribusikan kepada masyarakat umum, kepada Majelis Ulama Indonesia yang ketika itu diketuai oleh Hamka, datang permintaan supaya terjemahan itu diperiksa oleh para ulama, tugas itu oleh MUI pusat diserahkan kepada Majelis Ulama DKI. Untuk keperluan penjelasan, lembaga tersebut mengundang H.B. Jassin dalam suatu pertemuan di kediaman Gubernur Jakarta Raya saat itu Haji Ali Sadikin, tanggal 25 Agustus 1976. Pertemuan ini di pimpin oleh K.H. Rahmatullah Shiddiq. Hasilnya adalah bahwa Majelis Ulama DKI menghargai usaha penerjemahan yang dilakukan oleh Jassin, dan akan memberikan bantuan untuk meneliti isi terjemahan tersebut. Untuk itu dibentuklah suatu panitia yang terdiri atas K.H. Saleh Suaidy, Muchtar Luthfi Al Anshari, dan H. Iskandar Idris. Oleh karena K.H. Saleh Suaidy meninggal dunia, kedudukannya digantikan oleh K.H. Abdul Azis, itu pun hanya beberapa waktu saja karena kemudian beliau ditugaskan oleh pemerintahan DKI untuk menjadi ketua rombongan Haji ke Tanah Suci Mekkah menjelang akhir tahun 1976. 28 Ibid., hal. 222 29 Ismail Lubis, Falsifikasi Terjemahan Al-Qur’an, Departemen Agama edisi 1990, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2000, cet.ke-1, h. 110 73 Mukhtar Lutfi yang juga dikenal sebagai pengurus lembaga pendidikan Al Irsyad pusat menyebutkan tidak seluruh terjemahan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia diteliti oleh tim peneliti, tapi hanya sebagian saja, itupun dilakukan apabila H.B. Jassin merasa ragu terhadap terjemahan ayat yang diterjemahkannya. Penelitian tersebut berlangsung lebih kurang 45 hari. 30 Apabila ditelaah secara mendalam karya H.B. Jassin yang berjudul kontroversi Al-Quran berwajah puisi, kelihatan bahwa hal-hal yang melatar belakangi kritikus sastra ini menerjemahkan secara puitis bukan mempuisikan Al-Quran adalah sebagai berikut : 1. Jassin memandang Al-Quran baik edisi Indonesia, Turki, Mesir maupun Arab, semua susunannya sama yakni berbentuk prosa menurut istilah H.B: Jassin. 2. Bahasa Al-Quran itu puitis seperti puisi, sehingga rasanya lebih indah kalau disusun berbentuk puisi dan tentunya enak dibaca. 3. Dari segi spiritualpun keindahan bahasanya bisa diresapi, enak dibaca dan penuh irama. 31 Kitab Rujukan Menurut DR. Ismail Lubis M.A dalam disertasinya yang berjudul Falsifikasi terjemahan Al-Quran Departemen Agama 1990 menyatakan apabila dilihat dalam beberapa catatan H.B. Jassin yang dikutipnya dari media cetak Kompas tertanggal 08 Nopember 1978 diuraikan kembali dalam polemik tentang Al-Quranul Karim Bacaan Mulia, kiranya tidak tepat kalau H.B. Jassin dalam menerjemahkan AlQuran secara puitis dikatakan mempergunakan kitab rujukan tetapi lebih tepat mempergunakan bahan perbandingan, seperti tampak pada kutipan pernyataan berikut ini: 30 Ibid., 31 Ibid., h.111 74 “Tentulah ada untungnya bahwa Al-Quran yang saya terjemahkan sudah ada terjemahannya dalam bahasa-bahasa yang saya kuasai. Tidak ada salahnya untuk mempergunakan terjemahan-terjemahan tersebut sebagai perbandingan, asalkan induk yang ditejemahkan tetap Al-Quran dalam Bahasa Arab”. Dari pernyataan ini muncul alasan bahwa ia tidak mempergunakan kitab rujukan. Ia tidak mengingkari telah memakai berbagai terjemahan sebagai bahan. perbandingan dalam fungsinya sebagai kamus dan buku tafsiran. Kemudian Jassin menambahkan bahwa ia mempergunakannya secara kritis, cermat dan hati-hati tidak sekedar ambil sana ambil sini. Bahan perbandingan yang dipergunakan dalam menerjemahkan bacaan mulia ke dalam Bahasa Indonesia secara puitis antara lain ialah : 1. The Eternal Message Of Muhammad, oleh Abdul Rachman Azzam. 2. Sejarah Al-Quran, oleh Haji Aboebakar. 3. The Message Of The Quran, oleh Ali Hasyim Amir. 4. An Advanced Learners Arabic English Dictionary, oleh H. Anthony Salamone 5. The Koran Interpreted oleh Arthur J. Arberry 6. The Holy Quran, oleh A. Yusuf Ali 7. Baidawis commentary on surat 12 of the Quran, oleh F.L. Besston 8. The Koran, oleh George Sale 9. Concordantiae Corani Arabicae, oleh Gustavus Flagel 10. Die Richtungen der Islamischen koran Auslengung, oleh Ignaz Goldziher 11. Arabic-English Dictionary, oleh J.G. Have S.J 12. De Koran, oleh J. H. Kramers 13. The Koran, oleh J.M Rodwell 75 14. A Dictionary and Glossary of the Koran, oleh John Penrice 15. Al-Quranul karim beserta Terjemah dan Tafsirnya, oleh H.M Kasim Bakry 16. The Quran, oleh Muhammad Khan Zafrulla 17. The Meaning of the Glorius Koran, oleh M. Picthall 18. The Koran, oleh NJ Dawood 19. Le Coran, oleh Regris Blachere 20. The Quraan, oleh Richard Bell 21. Der Koran, oleh Rudy Paret 22. Sejarah dan Pengantar Ilrnu Tafsir, oleh T.M. Hasbi Ash Shiddiedy 23. An Introduction to the Quran, oleh W. Montgomery Bell Watt 24. Tafsir Qurun Karim, oleh H. Zainuddin Hamidy. 32

B. Latar Belakang Penyebutan Al-Quranul Karim Bacaan Mulia