Hubungan Sipil Militer menurut Samuel P. Huntington

c. Hubungan Sipil Militer menurut Samuel P. Huntington

Menurut Samuel P. Huntington hubungan sipil-militer ditunjukan melalui dua cara, 16 yaitu : 1 Subjective civilian control pengendalian sipil subjektif Dilakukan dengan cara memperbesar kekuatan sipil maximizing civilian power dibandingkan dengan kekuasaan militer. Cara ini, dapat menimbulkan hubungan sipil-militer kurang sehat karena merujuk pada upaya untuk mengontrol militer dengan mempolitisasi mereka dan membuat mereka lebih dekat ke sipil civilian the military. 2 Objective civilian control pengendalian sipil objektif Dilakukan dengan cara sebaliknya yaitu dengan cara militarizing the military untuk mencapai pengendalian sipil objektif yaitu dengan cara memperbesar profesionalisme kaum militer, kekuasaannya akan diminimkan namun tidak sama sekali melenyapkan kekuasaan kaum militer, melainkan tetap menyediakan kekuasaan terbatas tertentu untuk melaksanakan hubungan sipil-militer yang sehat. Menurut Huntington istilah Objective civilian control mengandung : 1. Profesionalisme yang tinggi dan pengakuan dari pejabat militer akan batas-batas profesionalisme yang menjadi bidang mereka; 2. Subordinasi yang efektif dalam militer kepada pemimpin 16 Samuel P. Huntington, The Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations, Cambridge, Harvard University Press, 1957, halaman 80-99. Universitas Sumatera Utara politik yang membuat keputusan pokok tentang kebijakan luar negeri dan militer; 3. Pengakuan dan persetujuan dari pihak pemimpin politik tersebut atas kewenangan profesionalisme dan otonomi bagi militer; dan 4. Akibatnya minimalisasi intervensi militer dalam politik dan minimalisasi politik dalam militer. Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, hubungan sipil-militer yang harmonis merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bangsa karena berpengaruh terhadap ketahanan nasionalnya, bahkan menjadi prasyarat utama yang menentukan maju-mundurnya sebuah negara. Hubungan sipil-militer yang harmonis dan sinergis akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kejayaan negara dan bangsa. Namun, sebaliknya hubungan sipil-militer yang buruk akan membawa bangsa dan negara pada perpecahan dan kehancuran. Hubungan sipil-militer yang baik adalah terjadinya interaksi timbal balik antara pemerintahan sipil dengan kalangan militer dimana pemerintahan sipil membutuhkan militer untuk melindungi wilayah dan rakyat negaranya serta menjamin kepentingan nasionalnya, sedangkan militer memerlukan dukungan pemerintah dalam hal alokasi anggaran yang dibutuhkan, untuk membangun kekuatan angkatan perang dalam rangka mengatasi ancaman yang timbul. 17 17 Budi Santoso, Ketahanan Nasional Indonesia : Penangkal Disintergrasi Bangsa dan Negara, Jakarta : Penerbit Pusaka Sinar Harapan, 2000, halaman 199-207 Universitas Sumatera Utara Pada akhirnya, Reformasi TNI yang dijalankan secara sungguh- sungguh sesuai dengan sistem yang berlaku akan melahirkan tentara profesional yang mempunyai karakteristik; 1 tidak berpolitik dan berniaga, 2 Mempunyai keahlian, kesatuan profesi, kompetensi teknis, serta mengetahui secara persis etika-etika militer dan etika-etika perang, 3 Menghormati Supremasi, hukum, demokrasi dan Hak Asasi Manusia dan 4 ketika tentara digelar untuk digunakan, berhasil memenangkan peperangan.

d. Teori tentang Hak Asasi Manusia