Manfaat Penelitian Arti , sejarah dan dasar pelaksanaan Hak Asasi Manusia

2. Menjadi pembelajaran tentang bagaimana Reformasi TNI itu sendiri dan persoalan kompleks yang terdapat di dalamnya dan menjadi tugas kita untuk memonitoring perkembangannya. 3. Sebagai refrensi kepada masyarakat untuk lebih dapat mengetahui lebih lanjut salah satu lembaga atau birokrasi Negara.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah: 1. Manfaat bagi penulis, penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan pengetahuannya dan pemahaman penulis untuk berfikir secara akademis dalam melihat perkembangan reformasi yang terjadi di tubuh militer dan ke depannya penulis berharap memberikan manfaat lebih terhadap dirinya sendiri . 2. Manfaat bagi akademis, penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi baru dalam pengembangan khasanah ilmu politik, diharapkan hasilnya dapat memberikan pemahaman kepada mahasiswa dan juga masyarakat luas tentang implementasinya Reformasi TNI terutama terhadap perubahan sikap dan prilaku TNI atas penggunaan wewenangnya. 3. Manfaat praktis , hasil penelitian ini dapat memberikan realitas mengenai kenyataan akan kejadian yang terjadi di kehidupan nyata tentang Hak Asasi Manusia dan kedepannya diharapkan seluruh elemen Universitas Sumatera Utara menyadari pentingnya menghormati Hak Asasi Manusia tidak terkecuali siapapun itu.

F. Landasan Teori

a. Pengertian Militer dan Sipil

Dalam bahasa Inggris, Militer atau “ military ” adalah “the soldiers ; the army ; the army forces” 9 yang berarti prajurit atau tentara ; angkatan bersenjata. Di negara modern, militer biasanya adalah angkatan bersenjata yang terdiri dari 3 atau 4 angkatan perang yaitu : darat, laut, udara dan atau marinir. Sedangkan polisi, meski diberi kewenangan memegang senjata, tidak termasuk di dalamnya. Di Indonesia, batasan militer berubah dan berbeda dari masa ke masa. Militer pada masa Orde Lama adalah Angkatan Perang Republik Indonesia APRI yang terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut dan Angkatan Udara. Pada tahun 1959 sebutan APRI diubah menjadi ABRI yaitu kepanjangan dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI. Lalu pada masa Orde Baru, melalui UU Nomor 131961 Pasal 3, Keppres Nomor: 2251962, Keppres Nomor: 2901964 menetapkan Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah ABRI. Dengan demikian, ABRI meliputi 9 AS Horby, Oxpord Advanced Learner’s Dictionary of Current English, Oxford University Press, 1974, hal 536 Universitas Sumatera Utara TNI AU. TNI Angkatan Darat AD, TNI Angkatan Laut AL, TNI Angkatan Udara AU dan Kepolisian Negara RI. 10 Dimana kedudukannya sama dan sederajat dengan ketiga angkatan lainnya dengan garis-garis komando dan hierarki yang utuh dan bulat. 11 Pasca Orde Baru, di era Reformasi , terhitung 1 April 1999, yang dimaksud dengan militer adalah TNI bukan ABRI lagi yang terdiri dari TNI AD, TNI AL dan Batasan militer ini menjadi baku kemudian melahirkan istilah Sipil. kepada mereka yang bekerja di luar profesi Angkatan Bersenjata. Dalam bahasa Inggris, Sipil yaitu “civilian”, “person not serving with armed forces”. 12 Yang berarti seseorang yang bekerja di luar profesi angkatan bersenjata. Semua orang dengan segala macam profesi yang bekerja di instansi pemerintah maupun swasta yang berada di luar struktur organisasi militer, termasuk polisi di sebut warga sipil. Namun di Indonesia batasan ini tentu berbeda, karena polisi cenderung di anggap sebagai warga non-sipil. Cohan 13 mendefinisikan pihak sipil dapat berupa masyarakat umum, lembaga pemerintah dan swasta, para politisi dan negarawan. Sayidiman 10 Buku Peraturan Perundang-undangan Pertahanan dan Keamanan RI,Sekretariat Jendral Dephankam, Jakarta, 1996, halaman 88. 11 Himpunan Peraturan dan Perundang-Undangan Bidang Hankamneg dari tahun 1961-1971, Buku III, Biro Organisasi Sekretariat Jendral Dephankam Tahun 1989, halaman 142-144 12 AS Horby, op.cit., hal.151 13 Elliot A. Cohen, “Civil-Military Relation in the Contemporary World”, dalam Susilo Bambang Yudhoyono, Pengaruh Internasional dalam Hubungan Sipil – Militer, sebuah makalah yang disajikan dalam seminar nasional mencari format baru Hubungan Sipil-Militer Jurusan Ilmu Politik – Fisip Universitas Indonesia, Jakarta, 24-25 Mei 1999, Gedung Pusat Studi Jepang, Kampus UI Depok. Universitas Sumatera Utara Suryohardiprojo memberikan batasan sipil sebagai semua lapisan masyarakat. 14 Dari berbagai pengertian di atas maka dapat dibuat suatu pengertian secara universal bahwa sipil adalah semua orang baik individu ataupun institusi yang berada di luar organisasi militer.

b. Tipe-tipe orientasi militer

Setiap negara mempunyai tipe-tipe orientasi militer yang berbeda antara yang satu dengan yang lainnya. Hal ini terkait sangat erat dengan peran pihak militer dalam pemerintahan, selain itu terkait juga dengan sistem politik yang dianut oleh negara itu sendiri. Setiap negara mempunyai karakteristik tersendiri terhadap tipe-tipe orientasi militernya. Menurut Amos Perlmutter ada tiga jenis orientasi militer yang timbul di negara bangsa modern masing-masing bertindak sebagai reaksi terhadap jenis kekuatan sipil yang dilembagakan, yakni: 15 1. Prajurit Profesional Perwira profesional di zaman modern mempunyai ciri – ciri sebagai berikut: 1 keahlian managemen kekerasan, 2 pertautan tanggung jawab kepada klien, bangsa dan Negara, 3 korporatisme kesadaran kelompok dan organisasi birokrasi, dan 4 ideologi semangat militer. Ciri-ciri ini dapat dijumpai dalam semua lembaga militer baik di negara maju ataupun negara berkembang. 14 Sayidiman Suryohadiprojo, Hubungan Sipil-Militer di Indonesia: Suatu Pembahasan, Sebuah makalah yang disajikan dalam Seminar Nasional Mencari Format Baru Hubungan Sipil-Militer, Jakarta : FISIP UI, 1999 15 Amos Perlmutter, Militer dan Politik, Penerbit PT. Grafindo Persada, Jakarta, 2000, hal.14 Universitas Sumatera Utara Menurut Huntington keempat ciri tersebut merupakan variabel penting yang dapat menjauhkan fungsi militer dari intervensi politik suatu negara. Huntington melihat bahwa prajurit profesional klasik timbul apabila koalisi sipil memperoleh supremasi terhadap tentara. Prajurit dengan keahlian dan pengetahuan profesionalnya menjadi pelindung tunggal negara. 2. Prajurit Pretorian Kaum pretorian sebenarnya juga prajurit profesional namun karena kurang diperhatikan dan selalu dikendalikan oleh pemerintah sipil maka terbuka kemungkinan besar mereka melakukan intervensi dalam politik. Menurut Perlmutter kaum pretorian memang lebih sering timbul di masyarakat yang bersifat agraris atau transisi atau secara ideologis terpecah-pecah. Secara keseluruhan, kondisi pretorian mempengaruhi lembaga militer secara negatif dan menurunkan standar-standar profesionalisme. Frederick Mundel Watkins mendefinisikan pretorianisme sebagai suatu kata yang sering dipakai untuk mencirikan suatu situasi dimana militer dalam suatu masyarakat tertentu melaksanakan kekuasaan politik yang otonom di dalam masyarakat tersebut berkat penggunaan kekuatan actual atau ancaman penggunaan kekuatan. Perlmutter membedakan tipe praetorian kedalam dua kategori yaitu tipe praetorian yang paling ekstrim tipe penguasa dan tipe praetorian yang kurang ekstrim tipe penengah. Tentara praetorian Universitas Sumatera Utara penguasa mendirikan eksekutif yang independen dan suatu organisasi politik untuk mendominasi masyarakat dan politik. Sedangkan tentara praetorian penengah tidak mempunyai organisasi politik dan tidak banyak menunjukan minat dalam penciptaan ideologi politik. 3. Tentara Revolusioner Profesional Tentara revolusioner seperti tentara pretorian yang mempunyai pola intervensi illegal, namun tidak seperti tentara pretorian yang melalui kudeta militer atau melalui kerjasama dengan kelompok – kelompok lain sebelum dan selama proses intervensi. Intervensi tentara revolusioner merupakan suatu aktivitas kelompok militer yang illegal yang beroprasi secara sembunyi, dan dilancarkan untuk mendukung kelompok revolusioner yang sudah ada yang secara terang-terangan berusaha mengambil alih kekuasaan dengan bantuan dan dukungan kelembagaan secara besar-besaran. Tentara revolusioner bukanlah hasil dari keahlian militer, melainkan pengabdian revolusi dan mendapatkan dukungan partai. Tentara revolusioner tidak mengenal adanya pendaftaran dan penerimaan perwira, melainkan kesadaran sendiri untuk ikut bergabung membela kepentingan revolusi. Oleh karna itu tentara revolusi tidak ada pembatasan jumlah tentaranya. Tentara revolusi adalah angkatan bersenjata misal, suatu bangsa yang dipersenjatai. Universitas Sumatera Utara

c. Hubungan Sipil Militer menurut Samuel P. Huntington

Menurut Samuel P. Huntington hubungan sipil-militer ditunjukan melalui dua cara, 16 yaitu : 1 Subjective civilian control pengendalian sipil subjektif Dilakukan dengan cara memperbesar kekuatan sipil maximizing civilian power dibandingkan dengan kekuasaan militer. Cara ini, dapat menimbulkan hubungan sipil-militer kurang sehat karena merujuk pada upaya untuk mengontrol militer dengan mempolitisasi mereka dan membuat mereka lebih dekat ke sipil civilian the military. 2 Objective civilian control pengendalian sipil objektif Dilakukan dengan cara sebaliknya yaitu dengan cara militarizing the military untuk mencapai pengendalian sipil objektif yaitu dengan cara memperbesar profesionalisme kaum militer, kekuasaannya akan diminimkan namun tidak sama sekali melenyapkan kekuasaan kaum militer, melainkan tetap menyediakan kekuasaan terbatas tertentu untuk melaksanakan hubungan sipil-militer yang sehat. Menurut Huntington istilah Objective civilian control mengandung : 1. Profesionalisme yang tinggi dan pengakuan dari pejabat militer akan batas-batas profesionalisme yang menjadi bidang mereka; 2. Subordinasi yang efektif dalam militer kepada pemimpin 16 Samuel P. Huntington, The Soldier and the State: The Theory and Politics of Civil-Military Relations, Cambridge, Harvard University Press, 1957, halaman 80-99. Universitas Sumatera Utara politik yang membuat keputusan pokok tentang kebijakan luar negeri dan militer; 3. Pengakuan dan persetujuan dari pihak pemimpin politik tersebut atas kewenangan profesionalisme dan otonomi bagi militer; dan 4. Akibatnya minimalisasi intervensi militer dalam politik dan minimalisasi politik dalam militer. Dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara, hubungan sipil-militer yang harmonis merupakan hal yang sangat penting bagi suatu bangsa karena berpengaruh terhadap ketahanan nasionalnya, bahkan menjadi prasyarat utama yang menentukan maju-mundurnya sebuah negara. Hubungan sipil-militer yang harmonis dan sinergis akan memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi kejayaan negara dan bangsa. Namun, sebaliknya hubungan sipil-militer yang buruk akan membawa bangsa dan negara pada perpecahan dan kehancuran. Hubungan sipil-militer yang baik adalah terjadinya interaksi timbal balik antara pemerintahan sipil dengan kalangan militer dimana pemerintahan sipil membutuhkan militer untuk melindungi wilayah dan rakyat negaranya serta menjamin kepentingan nasionalnya, sedangkan militer memerlukan dukungan pemerintah dalam hal alokasi anggaran yang dibutuhkan, untuk membangun kekuatan angkatan perang dalam rangka mengatasi ancaman yang timbul. 17 17 Budi Santoso, Ketahanan Nasional Indonesia : Penangkal Disintergrasi Bangsa dan Negara, Jakarta : Penerbit Pusaka Sinar Harapan, 2000, halaman 199-207 Universitas Sumatera Utara Pada akhirnya, Reformasi TNI yang dijalankan secara sungguh- sungguh sesuai dengan sistem yang berlaku akan melahirkan tentara profesional yang mempunyai karakteristik; 1 tidak berpolitik dan berniaga, 2 Mempunyai keahlian, kesatuan profesi, kompetensi teknis, serta mengetahui secara persis etika-etika militer dan etika-etika perang, 3 Menghormati Supremasi, hukum, demokrasi dan Hak Asasi Manusia dan 4 ketika tentara digelar untuk digunakan, berhasil memenangkan peperangan.

d. Teori tentang Hak Asasi Manusia

Hak-hak asasi manusia dapat dibagi atau dibedakan sebagai berikut: 18 1. Hak-hak asasi pribadi atau “personal rights” yang meliputi kebebasan menyatakan pendapat, kebebasan memeluk agama, kebebasan bergerak dan sebagainya. 2. Hak-hak asasi ekonomi atau “property rights”, yaitu hak untuk memiliki sesuatu, membeli dan menjualnya serta memanfaatkannya. 3. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan atau “rights of legal equality”. 4. Hak-hak asasi politik atau “political rights”, yaitu hak untuk ikut serta dalam pemerintahan, hak pilih memilih dan dipilih 18 C.S.T. Kansil, Hukum Tata Negara Republik Indonesia I, Jakarta : Penerbit Rineka Cipta, 2000, hal 203. Universitas Sumatera Utara dalam pemilihan umum, hak mendirikan partai politik dan sebagainya. 5. Hak-hak asasi sosial dan kebudayaan atau “social and culture rights”, misalnya hak untuk memilih pendidikan, mengembangkan kebudayaan dan sebagainya. 6. Hak-hak asasi untuk mendapatkan perlakuan dan tata-cara peradilan dan perlindungan atau “procedural rights”, misalnya peraturan dalam hal penangkapan, penggeledahan, peradilan dan sebagainya. Menurut UU No.26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM pasal 7 tujuh Pelanggaran hak asasi manusia yang berat meliputi: kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan. Kejahatan genosida 19 adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras, kelompok etnis, kelompok agama, dengan cara: a. Membunuh anggota kelompok; b. mengakibatkan penderitaan fisik atau mental yang berat terhadap anggota-anggota kelompok; c. Menciptakan kondisi kehidupan kelompok yang akan mengakibatkan kemusnahan secara fisik baik seluruh atau sebagiannya; 19 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 huruf a UU No. 262000 tentang Pengadilan HAM Universitas Sumatera Utara d. Memaksakan tindakan-tindakan yang bertujuan mencegah kelahiran didalam kelompok; atau e. Memindahkan secara paksa anak-anak dan kelompok tertentu ke kelompok lain. Sedangkan Kejahatan terhadap kemanusiaan 20 adalah salah satu perbuatan yang dilakukan sebagai bagian dan serangan yang meluas atau sistematik yang diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap penduduk sipil, berupa: a. Pembunuhan; b. Pemusnahan; c. Perbudakan; d. Pengusiran atau pemindahan penduduk secara paksa; e. Perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lain secara sewenang-wenang yang melanggar asas-asas ketentuan pokok hukum internasional; f. Penyiksaan; g. Perkosaan, perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan atau sterilisasi secara paksa atau bentuk- bentuk kekerasan seksual lain yang setara; h. Pengamayaan terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham politik, ras, kebangsaan, etnis, 20 Pasal 7 huruf b UU No 262000 tentang Pengadilan HAM Universitas Sumatera Utara budaya, agama, jenis kelamin atau alasan lain yang telah diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum Internasional; i. Penghilangan orang secara Paksa; atau j. Kejahatan apartheid.

e. Landasan Normatif tentang Tugas dan Peran TNI

Istilah Reformasi TNI Tentara Nasional Indonesia awalnya muncul pada masa reformasi 1998. Penggunaan kata TNI terkait dengan upaya reformasi internal Angkatan Bersenjata Republik Indonesia ABRI. Munculnya istilah ini sebagai respon kalangan TNI terhadap desakan publik atas peran politik dan ekonomi TNI serta akuntabilitas atas pelanggaran- pelanggaran Hak Asasi Manusia HAM yang di lakukan sebelum 1998. Tuntutan reformasi tersebut berujung pada jatuhnya pemerintahan Rezim Orde Baru. Secara umum, tuntutan gerakan masyarakat bukan hanya kepada TNI melainkan dapat dikalkulasikan sebagai tuntutan atas adanya reformasi di sektor keamanan berupa transformasi kebijakan-kebijakan dan institusi- institusi keamanan negara dari sistem lama yang otoriter menuju sistem baru yang demokratis. Sehingga aktor-aktor keamanan termasuk TNI menjadi institusi profesional, menjadi subjek dari supremasi pemerintahan sipil, akuntabel serta menghormati HAM. 21 Sektor keamanan yang dimaksud di atas adalah seluruh institusi yang memiliki otoritas untuk menggunakan atau mengerahkan kekuatan fisik atau 21 Tim IDSPS, Loc.cit., hal 1. Universitas Sumatera Utara ancaman penggunaan kekuatan fisik dalam rangka melindungi negara dan warga negara. Dalam definisi ini termasuk TNI dan Polri Kepolisian Negara Republik Indonesia, maupun segenap institusi sipil yang bertanggung-jawab dalam pengelolaan dan pengawasannya, seperti Presiden, Departemen Pertahanan dan DPR Dewan Perwakilan Rakyat. Reformasi TNI merupakan bagian dari reformasi sektor keamanan, yaitu reformasi kolektif intra-institusional yang meliputi; Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri, Dinas Imigrasi, Departemen Pertahanan, Kejaksaan, Parlemen, Badan Intelijen Negara BIN, TNI dan Polri. Reformasi TNI menjadi penting karena TNI merupakan institusi yang tidak terpisah dari sejarah kelam politik pemerintahan Orde Baru yang mendapat tekanan untuk mereformasi dirinya. Karenanya, salah satu agenda Reformasi TNI adalah menjauhkan institusi ini dari berbagai praktek- praktek yang menyimpang di masa lalu dan mendorong pertanggungjawaban politik dan hukum yang akuntabel terhadap berbagai kejahatan dan pelanggaran serta memastikan terbentuknya militer profesional sebagaimana dimaksud dalam UU No.34 Tahun 2004 tentang TNI, yang berbunyi “Tentara Profesional adalah tentara yang terlatih, terdidik, diperlengkapi secara baik, tidak berpolitik praktis, tidak berbisnis, dan dijamin kesejahteraannya, serta mengikuti kebijakan politik Negara yang menganut prinsip demokrasi, supremasi sipil, hak asasi manusia, Universitas Sumatera Utara ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi” 22 Secara normatif, gerakan reformasi mendorong TNI melakukan perubahan paradigma, peran, fungsi dan tugasnya. Pemerintah pun mewujudkan upaya-upaya penghapusan hak-hak istimewa TNI selama masa Orde Baru yang di tuntut rakyat Indonesia melalui beberapa kebijakan dan peraturan yang meliputi pengaturan tentang pemisahan TNI dan Polri Tap MPR No.VI2000, Undang-Undang No. 3 tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-Undang No. 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia. Amandemen Kedua Undang Undang Dasar 1945 pada Bab XII Tentang Pertahanan dan Keamanan negara Pasal 30 ayat 2 dua dan ayat 3 tiga menyatakan bahwa : “…2 usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta oleh Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kekuatan utama, dan rakyat, sebagai kekuatan pendukung. 3 Tentara Nasional Indonesia terdiri dari Angkatan Darat, Angkatan Laut, dan Angkatan Udara, sebagai alat negara bertugas mempertahankan, melindungi, dan memelihara keutuhan dan kedaulatan negara” 22 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, poin d, pasal2, Bab II. Universitas Sumatera Utara Konstitusi menyatakan bahwa fungsi dan tugas pokok TNI di bidang pertahanan sebagai alat negara dengan tugas pertahanan, perlindungan dan pemeliharaan keutuhan dan kedaulatan negara. Sebagai alat negara, TNI mutlak tunduk pada negara melalui perintah dan pengelolaan oleh otoritas politik sipil, mendapatkan fasilitas negara dan mendapatkan previledge untuk menggunakan kekuatan koersifnya atas perintah negara terkait upaya- upaya pertahanan. Sejauh ini tidak ada institusi atau alat negara lainnya yang memiliki otoritas penggunaan kekuatan koersif atas perintah otoritas politik sipil selain militer. Lebih lanjut UU No. 3 Tahun 2002 Tentang Pertahanan Negara pasal 10 ayat 1 satu dan 3 tiga menegaskan tugas konstitusional tersebut dengan menyatakan, “… 1 Tentara Nasional Indonesia berperan sebagai alat pertahanan Negara Kesatuan Republik Indonesia;… 3 Tentara Nasional Indonesia bertugas melaksanakan kebijakan pertahanan negara untuk : a. Mempertahankan kedaulatan negara dan keutuhan wilayah; b. Melindungi kehormatan dan keselamatan bangsa; c. Menjalankan Operasi Militer Selain Perang; d. Ikut serta aktif dalam tugas pemeliharaan perdamaian regional dan internasional.” Selanjutnya, fungsi dan tugas pokok TNI dijabarkan dalam UU no 34 Tahun 2004 tentang TNI bab IV tentang Perang, Fungsi dan Tugas pasal 5 sampai dengan Pasal 10. Universitas Sumatera Utara Pasal 5 menegaskan kembali peran TNI sebagai “alat negara di bidang pertahanan yang menjalankan tugasnya berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara”. Pasal 6 menjabarkan fungsi pertahanan TNI yang meliputi “fungsi penangkalan terhadap ancaman luar dan dalam terhadap keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa; fungsi penindakan; dan fungsi pemulihan.” Pasal 7 menjelaskan secara mendetail tugas pokok TNI yang meliputi “operasi militer untuk perang dan operasi militer selain perang yang diantaranya adalah: 1. Mengatasi gerakan separatis bersenjata; 2. Mengatasi pemberontakan bersenjata; 3. Mengatasi aksi terorisme; 4. Mengamankan wilayah perbatasan; 5. Mengamankan obyek vital nasional yang bersifat strategis; 6. Melaksanakan tugas perdamaian dunia sesuai dengan kebijakan politik luar negeri; 7. Mengamankan Presiden dan Wakil Presiden berserta keluarganya; 8. Memberdayakan wilayah pertahanan dan kekuatan pendukungnya secara dini sesuai dengan sistem pertahanan semesta; 9. Membantu tugas pemerintah di daerah; 10. Membantu Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam rangka tugas keamanan dan ketertiban masyarakat yang diatur dalam undang-undang; 11. Membantu mengamankan tamu negara setingkat kepala negara dan perwakilan pemerintah asing yang sedang berada di Indonesia; 12. Membantu menanggulangi akibat bencana alam, pengungsian, dan pemberian bantuan kemanusiaan; 13. Membantu pencarian dan pertolongan dalam kecelakaan search and rescue; serta 14. Membantu pemerintah dalam mengamankan Universitas Sumatera Utara pelayaran dan penerbangan terhadap pembajakan, perompakan dan penyeludupan”. 23 Pasal 8, 9 dan 10 menjabarkan tugas masing-masing Angkatan Darat,Laut dan Udara berupa pelaksanaan tugas-tugas pokok di atas di masing-masing matra, menjaga keamanan perbatasan di wilayah darat, laut dan udara, melaksanakan tugas pembangunan dan pengembangan di masing-masing matra serta melakukan pemberdayaan di setiap wilayah darat, laut dan udara. 24

G. Metodologi Penelitian

a. Jenis penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan tujuan menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi atau berbagai variabel yang timbul dalam masyarakat yang menjadi objek penelitian. Penelitian deskriptif ini menggunakan pendekatan sejarah. Metode deskriptif ini menggunakan teori-teori yang berhubungan dengan Reformasi TNI, hubungan sipil-militer dan Hak Asasi Manusia. 23 Kelemahan dari pasal ini adalah masih dimasukannya problem keamanan internal sebagai bagian dari ancaman terhadap integritas Negara Kesatuan Republik Indonesia. Yang kemudian memberikan justifikasi bagi pelibatan TNI dalam penyelesaian problem-problem tersebut. Pasal ini memunculkan wilayah abu-abu peran TNI dan Polri seperti mengatasi sparatisme dan pemberontakan bersenjata, memerangi aksi terorisme, mengamanaan obyek vital dan membantu tugas pemerintah daerah. Tak heran kemudian muncul anggapan bahwa secara terselubung legitimasi peran sosial,politik dan ekonomi militer seperti di masa lalu. 24 Mufti Makaarim A., Mempertimbangkan Hak Pilih TNI, Konsistensi reformasi TNI dan Demokratisasi Politik Indonesiai, makalah seminar. Universitas Sumatera Utara Usaha mendeskripsikan tentang keterkaitan antara Reformasi TNI terhadap tindak pelanggaran HAM oleh TNI, pada tahap permulaan tertuju pada usaha mempaparkan berbagai tindakan TNIABRI yang dilakukan di masa lampau, kesalahan-kesalahan dan pelanggaran-pelanggaran oknum- oknumnya, mengemukakan perbedaan antara sipil dan militer, mengartikan Reformasi TNI yang merupakan bagian dari Reformasi Sektor Keamanan. Pada umumnya penelitian deskriptif ini merupakan penelitian non hipotesis sehingga dalam langkah-langkah penelitiannya tidak perlu merumuskan hipotesa.

b. Teknik pengumpulan data

Adapun teknik pengumpulan data dan informasi dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan metode library research atau studi pustaka yaitu dengan cara menghimpun buku-buku, makalah-makalah dan dokumen-dokumen dari berbagai sumber dan tempat serta hal-hal lain yang menunjang dan juga melakukan beberapa riset dan berdiskusi dengan berbagai pihak, kemudian apabila perlu juga dilakukan wawancara kepada pihak-pihak terkait dalam rangka menyempurnakan penelitian ini.

c. Sistematika Penulisan

Untuk memperoleh suatu gambaran yang lebih terperinci, serta untuk mempermudah isi dari skripsi ini, maka penulis membagi dalam empat bab. Untuk itu disusun sistematika sebagai berikut : Universitas Sumatera Utara BAB I: PENDAHULUAN Menguraikan tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kerangka teori, metodelogi penelitian, dan sistematika penulisan. BAB II : REFORMASI TNI DAN HAK ASASI MANUSIA Menguraikan tentang penjelasan secara menyeluruh tentang bentuk- bentuk dari Reformasi TNI dan tindakan-tindakan yang mengakibatkan pelanggaran Hak Asasi Manusia. BAB III: PELANGGARAN HAM OLEH TNI DI SUMATERA UTARA Menguraikan tentang penjelasan tentang tindak pelanggaran HAM oleh aparat TNI di Sumatera Utara, mengkorelasikan antara reformasi TNI dengan tindak pelanggaran HAM oleh Aparat TNI. Menjelaskan apa yang menjadi penyebab pelanggaran HAM di Sumatera Utara dan Solusinya. BAB IV: PENUTUP Pada bab ini berisikan kesimpulan dan saran-saran yang berguna terkait dengan hasil penelitian. Universitas Sumatera Utara BAB II REFORMASI TNI DAN HAK ASASI MANUSIA

A. Arti , sejarah dan dasar pelaksanaan Hak Asasi Manusia

Hak-hak asasi manusia adalah hak-hak dasar atau hak-hak pokok yang dibawa manusia sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa. Hak-hak asasi ini menjadi dasar dari hak-hak dan kewajiban-kewajiban yang lain. Sebagaimana kita ketahui, di samping hak-hak asasi ada kewajiban- kewajiban asasi, yang dalam hidup kemasyarakatan kita seharusnya mendapat perhatian terlebih dahulu dalam pelaksanaannya. Memenuhi kewajiban terlebih dahulu baru menuntut hak. Dalam masyarakat yang individualistis ada kecenderungan pelaksanaan atau tuntutan pelaksanaan hak-hak asasi agak berlebihan. Hak asasi tidak dapat dituntut pelaksanaannya secara mutlak, karena penuntutan pelaksanaan hak asasi secara mutlak berarti melanggar hak-hak asasi yang sama dari orang lain. Menurut sejarahnya asal mula hak asasi manusia itu ialah dari Eropa Barat yaitu Inggris. Tonggak pertama kemenangan hak asasi ialah pada tahun 1215 dengan lahirnya Magna Charta. Dalam Magna Charta tercantum kemenangan para bangsawan atas raja Inggris. Di dalamnya dijelaskan bahwa raja tidak lagi Universitas Sumatera Utara bertindak sewenang-wenang. Dalam hal-hal tertentu, raja didalam tindakannya harus mendapat persetujuan dari bangsawan. Walaupun hal ini terbatas kepada hubungan antara bangsawan dan raja saja, tetapi kemudian terus berkembang. Sebagai suatu prinsip, hal ini merupakan suatu kemenangan, sebab hak-hak tertentu telah diakui oleh pemerintah. Perkembangan berikutnya adalah adanya Revolusi Amerika 1776 dan Revolusi Prancis 1789. Dua revolusi abad XVIII ini besar sekali pengaruhnya dalam perkembangan hak asasi manusia tersebut. Revolusi Amerika menuntut adanya hak bagi setiap orang untuk hidup merdeka, dalam hal ini hidup bebas dari kekuasaan Inggris. Revolusi besar Prancis pada tahun 1789 bertujuan untuk membebaskan manusia warga Negara Prancis dari kekangan kekuasaan mutlak seorang raja penguasa tunggal negara absolute monarchie di Prancis waktu itu Raja Louis XVI. Istilah yang dipakai pada waktu itu adalah “droit de I’homme” yang berarti “hak manusia”, yang dalam bahasa Inggris disebut “human rights” atau “mensen rechten” dalam bahasa Belanda. Dalam Bahasa Indonesia biasa disebut dengan “hak-hak kemanusiaan” atau “hak-hak asasi manusia”. Yang dimaksud mula-mula dari istilah itu adalah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, seperti misalnya hak hidup dengan selamat, hak kebebasan dan kesamaan, yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Berkenaan dengan hak asasi ini, PBB sebagai induk dari bersatunya negara-negara di dunia telah mengeluarkan pernyataan yang bernama : “The International Bill of Human Rights”. Universitas Sumatera Utara Instrumen HAM yang paling penting yang merupakan induk dari seluruh instrument lainnya disebut sebagai The International Bill of Human Rights yang terdiri dari tiga dokumen pokok yaitu : 25  The Universal Declaration of Human Rights Deklarasi Universal tentang Hak Asasi Manusia  International Convention on Economic, Social and Cultural Rights Perjanjian Internasional tentang Hak Asasi Manusia di Bidang Ekonomi, Sosial dan Budaya  International Convention on Civil and Political Rights Perjanjian tentang Hak Asasi Manusia dalam Bidang Kehidupan Bermasyarakat dan Bernegara Instrumen HAM sedunia tidak hanya memberikan perlindungan terhadap Hak Asasi Manusia, tetapi juga menetapkan sasaran serta tolok ukur yang ingin di capai dengan perlindungan HAM tersebut. Beberapa instumen yang mengandung kaidah tentang sasaran dan tolok ukur pembangunan HAM antara lain adalah: 26  Declaration on the Right of People to Peace Deklarasi tentang Hak Masyarakat untuk Memperoleh Kedamaian dan Perdamaian, 1984.  Declaration on the Rights to Development Deklarasi tentang Hak untuk Pembangunan, 1986.  The Vienna Declaration and Programme of Action Deklarasi dan Program Aksi Wina, 1993. 25 Drs. Saafroedin Bahar, Hak Asasi Manusia Analisis Komnas HAM dan Jajaran HankamABRI, Jakarta : Pustaka Sinar Harapan, 1996, hal 8. 26 Ibid, hal 19. Universitas Sumatera Utara Pada dasarnya instrument HAM sedunia tersebut diatas melindungi seluruh umat manusia. Namun ada yang mendapatkan perhatian secara khusus, yaitu kelompok-kelompok rentan yang lazimnya tidak dapat melindungi hak asasinya sendiri seperti: 27 a. Kanak-kanak; b. Kaum Wanita; c. Kaum Pekerja; d. Minoritas; e. Penyandang cacat; f. Penduduk Asli atau Suku terbelakang indigenous people; g. Tersangka, tahanan dan tawanan; h. Budak; i. Korban kejahatan; j. Pengungsi; k. Mereka yang tidak berkewarganegaraan stateless. Isi Piagam Pernyataan Hak-Hak Asasi Manusia Universal Declaration of Human Rights , yaitu: 28 Pasal 1. Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka di karuniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan. 27 Ibid., hal 20. 28 C.S.T. Kansil, op.cit., hal 211 Universitas Sumatera Utara Pasal 2 ayat 1. Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan yang tercantum dalam Pernyataan ini dengan tak ada kecualian apapun, misalnya bangsa, warna, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pendapat lain, asal mula kebangsaan atau kemasyarakatan, milik kelahiran atau kedudukan lain. Pasal 2 ayat 2. Selanjutnya tidak akan diadakan perbedaan atas dasar kedudukan politik, hukum ataupun kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka maupun yang berbentuk wilayah-wilayah perwalian, jajahan atau dibawah perbatasan lain dari kedaulatan. Pasal 3. Setiap orang berhak atas penghidupan, kemerdekaan dan keselamatan seseorang. Pasal 4. Tiada seseorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; penghambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apapun mesti dilarang. Pasal 5. Tidak seorang pun boleh dianiaya atau diperlakukan secara kejam, dengan tidak mengingat kemanusiaan, ataupun dengan jalan perlakuan atau hukum yang menghinakan. Pasal 6. Setiap orang berhak atas pengakuan sebagai manusia pribadi terhadap undang-undang di mana saja ia berada. Pasal 7. Semua orang adalah sama terhadap undang-undang dan berhak atas perlindungan hukum yang sama dengan tak ada perbedaan. Semua orang berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap perbedaan yang memperkosa pernyataan ini dan terhadap segala hasutan yang ditujukan kepada perbedaan semacam ini. Universitas Sumatera Utara Pasal 8. Setiap orang berhak atas pengadilan yang efektif oleh hakim-hakim nasional yang kuasa terhadap tindakan pemerkosaan hak-hak dasar, yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar negara atau undang-undang. Pasal 9. Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang secara sewenang-wenang. Pasal 10. Setiap orang berhak dalam persamaan yang sepenuhnya didengarkan suaranya di muka umum dan secara adil oleh pengadilan yang merdeka dan tidak memihak, dalam hal menetapkan hak-hak dan kewajiban- kewajiban dan dalam setiap tuntutan pidana yang ditujukan terhadapnya. Pasal 11 ayat 1. Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu pelanggaran pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang-undang dalam suatu sidang pengadilan yang terbuka, dan ia di dalam sidang itu diberikan segala jaminan yang perlu untuk pembelaannya. Pasal 11 ayat 2. Tiada seorang pun boleh dipersalahkan melakukan pelanggaran pidana karena perbuatan yang tidak merupakan suatu pelanggaran pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman lebih dari yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan. Pasal 12. Tidak seorang pun dapat diganggu dengan sewenang-wenang dalam urusan perseorangannya, keluarganya, rumah tangganya atau hubungan surat menyuratnya, juga tidak diperkenankan pelanggaran atas kehormatan dan nama baiknya. Setiap orang berhak mendapatkan perlindungan undang-undang terhadap gangguan-gangguan atau pelanggaran-pelanggaran demikian. Universitas Sumatera Utara Pasal 13 ayat 1. Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam lingkungan batas-batas tiap negara. Pasal 13 ayat 2. Setiap orang berhak meninggalkan suatu negeri, termasuk negerinya sendiri, dan berhak kembali ke negerinya. Pasal 14 ayat 1. Setiap orang berhak mencari dan mendapatkan tempat pelarian di negeri-negeri lain untuk menjauhi pengejaran. Pasal 14 ayat 2. Hak ini tidak dapat dipergunakan dalam pengejaran yang benar-benar timbul dari kejahatan-kejahatan yang tak berhubungan dengan politik atau dari perbuatan-perbuatan yang bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar- dasar Perserikatan Bangsa Bangsa. Pasal 15 ayat 1. Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan. Pasal 15 ayat 2. Tidak seorang pun dengan semena-mena dapat dikeluarkan dari kewarganegaraannya atau ditolak haknya untuk mengganti kewarganegaraannya. Pasal 16 ayat 1. Orang-orang dewasa baik laki-laki maupun perempuan, dengan tidak dibatasi oleh kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk mencari jodoh dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam perkawinan dan di kala perceraian. Pasal 16 ayat 2. Perkawinan harus dilakukan dengan cara suka sama suka dari kedua mempelai. Pasal 16 ayat 3. Keluarga adalah kesatuan yang sewajarnya serta bersifat pokok dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan negara. Universitas Sumatera Utara Pasal 17 ayat 1. Setiap orang berhak mempunyai milik, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. Pasal 17 ayat 2. Tidak seorang pun dapat dirampas hak miliknya dengan semena-mena. Pasal 18. Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, keinsyafan batin dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaan dengan cara mengajarkan, melakukan, beribadat dan menempatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, baik di tempat umum maupun yang tersendiri. Pasal 19. Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkann pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat dengan tidak mendapat gangguan-gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat- pendapat dengan cara apa pun juga dengan tidak memandang batas-batas. Pasal 20 ayat 1. Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berpendapat denga tidak mendapat gangguan. Pasal 20 ayat 2. Tidak seorang pun dipaksa memasuki salah satu perkumpulan. Pasal 21 ayat 1. Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negerinya sendiri, baik dengan langsung maupun dengan perantaraan wakil-wakil yang dipilih dengan bebas. Pasal 21 ayat 2. Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negerinya. Universitas Sumatera Utara Pasal 21 ayat 3. Kemauan rakyat harus menjadi dasar kekuasaan pemerintah, kemauan ini harus dinyatakan dalam pemilihan-pemilihan berkala yang jujur dan yang dilakukan menurut hak pilih yang bersifat umum dan yang tidak membeda-bedakan serta dengan pemungutan suara yang rahasia ataupun menurut cara-cara lain yang menjamin kebebasan mengeluarkan suara. Pasal 22. Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak melaksanakan dengan perantaraan usaha-usaha nasional yang bekerjasama secara internasional dan sesuai dengan organisasi-organisasi serta sumber-sumber kekayaan dari setiap negara, hak-hak ekonomi, sosial dan kebudayaan yang perlu guna martabatnya dan guna perkembangan bebas pribadinya. Pasal 23 ayat 1. Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak atas syarat- syarat perburuhan yang adil serta baik dan atas perlindungan terhadap pengangguran. Pasal 23 ayat 2. Setiap orang, dengan tidak ada perbedaan, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama. Pasal 23 ayat 3. Setiap orang yang melakukan pekerjaan berhak atas pengupahan yang adil dan baik yang menjamin kehidupannya bersama dengan keluarganya, sepadan dengan martabat manusia, dan jika perlu ditambah dengan bantuan-bantuan sosial lainnya. Pasal 23 ayat 4. Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat- serikat sekerja untuk melindungi kepentingannya. Universitas Sumatera Utara Pasal 24. Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk juga pembatasan-pembatasan jam bekerja yang layak dan hari-hari liburan yang berkala, dengan menerima upah. Pasal 25 ayat 1. Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan keadaan baik untuk dirinya ataupun keluarganya, termasuk makanan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatannya, serta usaha-usaha sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada waktu mengalami pengangguran, menderita sakit, menjadi orang cacat, janda, mencapai usia lanjut dan mengalami kekurangan nafkah dan lain-lain karena keadaan di luar kekuasaannya. Pasal 25 ayat 2. Para ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama. Pasal 26 ayat 1. Setiap orang berhak mendapat pengajaran. Pengajaran harus dengan gratis, setidak-tidaknya dalam tingkatan sekolah rendah atau tingkatan dasar. Pengajaran sekolah rendah harus diwajibkan. Pengajaran teknik harus terbuka bagi semua orang dan pengajaran tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama, oleh semua orang berdasarkan kecerdasan. Pasal 26 ayat 2. Pengajaran harus ditujukan kearah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta memperkukuh rasa penghargaan terhadap hak-hak manusia dan kebebasan asasi. Pengajaran harus mempertinggi rasa saling mengerti, saling menerima serta rasa persahabatan antar semua bangsa, golongan- golongan penganut agama, serta harus memajukan kegiatan-kegiatan Perserikatan Bangsa Bangsa dalam memelihara perdamaian. Universitas Sumatera Utara Pasal 26 ayat 3. Ibu-Bapak mempunyai hak utama untuk memilih jenis pengajaran yang akan diberikan kepada anak-anak mereka. Pasal 27 ayat 1. Setiap orang berhak untuk turut serta dengan bebas dalam hidup kebudayaan masyarakat, untuk mengecap kesenian dan untuk turut serta dalam kemajuan ilmu pengetahuan serta mendapat manfaatnya. Pasal 27 ayat 2. Setiap orang berhak untuk dilindungi kepentingan- kepentingannya moral dan materiil yang didapatnya sebagai hasil dari sesuatu produksi dalam lapangan ilmu pengetahuan, kesusastraan atau kesenian yang diciptakannya sendiri. Pasal 28 ayat 1. Setiap orang berhak atas suatu susunan sosial dan internasional di dalam mana kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam pernyataan ini dapat dilaksanakan sepenuhnya. Pasal 29 ayat 1. Setiap orang mempunyai kewajiban hanya terhadap suatu masyarakat di mana ia mendapat kemungkinan untuk mengembangkan pribadinya dengan penuh dan bebas. Pasal 29 ayat 2. Dalam menjalankan hak-hak dan kebebasan-kebebasan setiap orang harus tunduk hanya kepada pembatasan-pembatasan yang ditetapkan oleh undang-undang dengan semata-mata untuk menjamin pengakuan serta penghormatan yang layak bagi hak-hak dan kebebasan-kebebasan orang lain. Dan untuk memenuhi syarat-syarat benar dari kesusilaan, tata tertib umum serta keselamatan umum dalam suatu masyarakat demokratis. Pasal 29 ayat 3. Hak-hak dan kebebasan-kebebasan ini sekali-sekali tidak boleh dijalankan dengan cara yang bertentangan dengan tujuan-tujuan dan dasar- dasar Perserikatan Bangsa Bangsa. Universitas Sumatera Utara Pasal 30. Tidak sesuatu pun dalam pernyataan ini boleh diartikan memberikan kepada salah satu Negara, golongan ataupun seseorang, sesuatu hak untuk melakukan kegiatan merusak salah satu hak dan kebebasan yang termaktub dalam penyataan ini. Indonesia sebagai anggota dari PBB memperhatikan masalah Hak Asasi Manusia. Walaupun kita ketahui bahwa dasar dari deklarasi ini adalah individualisme dengan segala hak yang dipunyainya, namun alam kerangka pelaksanaannya di Indonesia, keseimbangan antara hak dan kewajiban selalu diperhatikan. Hak-hak itu secara terperinci diuraikan dalam deklarasi tersebut, dan di Indonesia secara konstitusional dicantumkan pokok-pokoknya dengan latar belakang semangat kekeluargaan. Di dalam Negara Indonesia sebagai Negara Hukum, hak-hak asasi manusia dan hak-hak serta kewajiban warga Negara diatur pelaksanaannya dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 dan dalam pasal- pasal dari batang tubuh UUD 1945. Seperti kita ketahui, dalam alinea pertama dari pembukaan UUD 1945 dinyatakan tentang hak kemerdekaan yang dimiliki oleh segala bangsa di dunia, maka oleh sebab itu penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri kemanusiaan dan peri keadilan. Pasal 27 ayat 1 UUD 1945 menetapkan, bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Sedang Universitas Sumatera Utara dalam ayat 2 pasal tersebut menetapkan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Selanjutnya dalam pasal 28 UUD 1945 diatur tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran secara lisan dan tulisan sebagainya yang ditetapkan oleh undang-undang. Jaminan tentang kemerdekaan memeluk agama ditentukan dalam pasal 29 UUD 1945 ayat 2 berbunyi: Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing- masing dan untuk beribadat menurut agama dan kepercayaannya itu. Hak-hak dalam pembelaan negara diatur dalam pasal 30 UUD 1945 yang dalam ayat 1 berbunyi : Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pembelaan negara. Yang dimaksud dengan “pembelaan negara” disini, dengan istilah sekarang dapat di maksudkan dengan “pertahanan dan keamanan nasional”. Kemudian hak-hak asasi di bidang Kesejahteraan Sosial sesuai dengan sila V Pancasila, diatur dalam pasal 33 UUD 1945 yang berbunyi sebagai berikut: 1. Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasar atas asas kekeluargaan. 2. Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. 3. Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Universitas Sumatera Utara Dalam hal pelaksanaan hak-hak asasi manusia dalam Pancasila yang perlu mendapat perhatian kita adalah, bahwa disamping hak-hak asasi, wajib-wajib asasi harus kita penuhi terlebih dahulu dengan penuh rasa tanggung-jawab. Hak- hak asasi manusia dilaksanakan dalam rangka hak-hak serta kewajiban warga negara. Apabila kita meninjau lebih dalam isi dari masing-masing sila pada Pancasila, maka tampaklah kepada kita bahwa masing-masing sila mengandung memuat hak-hak asasi manusia, sebagai berikut: 29 1 Hak Asasi Manusia Menurut Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Sila Ketuhanan Yang Maha Esa mengandung pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan menjamin setiap orang untuk melakukan ibadah menurut keyakinan masing-masing. Dengan sila ini dijamin setiap orang bebas memilih dan menjalankan ajaran agama masing-masing. Setiap agama dipandang sama hak dan kedudukannya terhadap negara. Pengakuan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, berarti pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa dalam arti melaksanakan segala perintah Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Tuhan memandang sama terhadap semua umat manusia. Ia memerintahkan agar sesama berlaku adil terhadap yang lain, agar menghormati dan jangan merampas hak orang lain. Dengan demikian Ketuhanan Yang Maha Esa, telah mengandung pengakuan terhadap segenap hak asasi manusia dimana ajaran Tuhan meliputi segala 29 C.S.T. Kansil, op.cit., hal 206. Universitas Sumatera Utara aspek kehidupan, bahwa Ketuhanan Yang Maha Esa adalah “Causa Prima” atau sebab yang pertama, sebagai asal dari segala kehidupan yang mengajarkan persamaan keadilan, kasih sayang dan kehidupan yang tentram. Dan ini semua sama dengan pengakuan terhadap hak asasi manusia. Agar pengabdian terhadap Tuhan Yang Maha Esa dapat dilaksanakan serta penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia mendapat pengakuan, hendaklah ada jaminan terhadap kemerdekaan beragama sebagai salah satu hak asasi yang paling penting. Adapun kemerdekaan beragama ini telah mendapat pengakuan dalam Amandement I konstitusi Amerika Serikat, Pasal 10 Declaration Des Droits De L’homme Et Du Citoyen, Alinea ke-19 Mukadimah Konstitusi Prancis mengenai Hak-hak asasi, pasal 29 ayat 2 UUD 1945, Pasal 18 Universal Declaration of Human Rights, Pasal 18 UUDS 1950 dan juga tercantum dalam pasal 2 rancangan MPRS tentang Piagam Hak-Hak Asasi Manusia dan Hak-Hak serta Kewajiban Warga Negara. 2 Hak Asasi Manusia Menurut Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah sikap yang menghendaki terlaksananya human values dalam arti pengakuan dignity of man dan human rights dan human freedom, tiap-tiap orang diperlakukan secara pantas, tidak boleh disiksa dan dihukum secara ganas, dihina atau diperlakukan secara melampaui batas. Kemanusiaan mengakui seluruh Universitas Sumatera Utara manusia sama-sama mahluk Tuhan dan dengan demikian segala bangsa sama tinggi dan sama rendahnya dan ini berarti suatu pengakuan kemerdekaan bagi segala bangsa dengan menolak kolonialisme dan imperialisme. Kemanusiaan juga berarti pengakuan manusia sebagai individu dan sebagai mahkluk sosial. Sebagai individu manusia mempunyai hak-hak asasi yang dapat dinikmati dan dipertahankan terhadap gangguan yang datang baik dari pihak penguasa maupun dari individu lainnya. Sebagai mahluk sosial penggunan hak-hak asasi itu tidak boleh melanggar hak-hak asasi orang lain, bahkan harus selalu berfungsi sosial dalam arti adanya keseimbangan antara kepentingan individu dengan kepentingan manusia. Oleh karena itu peri kemanusiaan itu meliputi segala hal ikhwal mengenai manusia dan perasaan terhadap manusia, maka sila kemanusiaan yang adil dan beradab sangat banyak sangkut pautnya dengan hak-hak dasar dan kebebasan asasi manusia. Hak-hak asasi yang telah mendapat perlakuan seperti : hak untuk tidak diperbudak, hak untuk tidak dianiaya, pengakuan sebagai manusia pribadi, hak untuk tidak ditangkap, ditahan, dibuang secara sewenang-wenang, dan untuk mendapatkan peradilan yang bebas, hak dianggap tidak bersalah sampai dibuktikan kesalahannya menurut undang- undang dan sebagainya adalah perwujudan dari sila kemanusiaan yang adil dan beradab. 3 Hak Asasi Manusia Menurut Sila Persatuan Indonesia Universitas Sumatera Utara Persatuan Indonesia atau kebangsaan ialah sikap yang mengutamakan kepentingan bangsa di atas kepentingan suku, golongan, partai dan lain-lain. Ini berarti persatuan antara golongan-golongan, suku-suku, dan partai-partai yang mempunyai kedudukan dan kesempatan yang sama dalam Negara Indonesia, dalam arti keseimbangan yang harmonis dengan tidak mengutamakan yang satu dengan mengabaikan yang lainnya. Kesadaran kebangsaan Indonesia lahir dari keinginan untuk bersatu dari satu bangsa, agar setiap orang Indonesia dapat bebas menikmati hak- hak asasinya tanpa pembatasan dan belenggu dari manapun datangnya. Kesadaran kebangsaan ini tidak sedikit dijiwai oleh kebangkitan kebangsaan di dunia luar yang digerakkan oleh perasaan bangga diri sebagai bangsa dan keinginan mempertahankan hak asasi manusia. Dengan kata lain, kesadaran akan kebangsaan adalah titik tolak dalam perjuangan mempertahankan hak asasi manusia, sebab tanpa adanya kesadaran kebangsaan ini tidak ada suatu jaminan bahwa hak asasi itu mendapat perlindungan. Sudah tentu agar perasaan kebangsaan itu tidak menjadi penyebab terlanggarnya hak asasi dari bangsa-bangsa lain, maka perasaan kebangsaan itu ke luar harus bersifat persahabatan yang bersifat universal dengan bangsa-bangsa lain dalam suatu persamaan derajat dan hormat- menghormati, anti imperialisme dan kolonialisme atau dengan perkataan lain tidak ekslusif dan tidak chauvinis. Universitas Sumatera Utara 4 Hak Asasi Manusia Menurut Sila Kerakyatan yang Dipimpin Oleh Hikmat kebijaksanaan dalam PermusyawaratanPerwakilan Kedaulatan Rakyat Kedaulatan Rakyat berarti kekuasaan dalam negara berada di tangan rakyat. Negara bentuk dari rakyat, oleh rakyat, untuk rakyat. Kedaulatan rakyat itu disalurkan secara demokrasi melalui perwakilan, yang bagi Indonesia melalui Majelis Permusyawaratan Rakyat. Oleh karena kedaulatan adalah di tangan rakyat, maka MPR sebagai penjelmaan dari kedaulatan rakyat itu adalah lembaga tertinggi dalam Republik Indonesia. Rakyatlah melalui MPR yang menetapkan Undang- Undang Dasar Negara, memilih dan memberhentikan PresidenWakil Presiden dan menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara. Kedaulatan Rakyat berisi pengakuan akan harkat dan martabat manusia sedang pengakuan martabat manusia berarti pula menghormati dan menjunjung tinggi segala hak-hak asasi yang melekat padanya. Kedaulatan Rakyat itu berwujud dalam bentuk hak asasi manusia, seperti hak mengeluarkan pendapat, hak berkumpul dan berpendapat, hak ikut serta dalam pemerintahan dan jabatan-jabatan negara, kemerdekaan pers dan lain-lain. Sudah tentu, sesuai dengan jiwa Pancasila, kedaulatan rakyat itu hendaklah bersifat musyawarah dan mufakat serta tenggang rasa berdasarkan kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratanperwakilan. Universitas Sumatera Utara 5 Hak Asasi Manusia Menurut Sila Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia Keadilan Sosial berwujud hendak melaksanakan kesejahteraan umum bagi seluruh anggota masyarakat. Dengan ini dimaksudkan adanya keadilan bagi sesama anggota masyarakat sosial. Keadilan yang dimaksudkan adalah keadilan yang memberi pertimbangan dimana hak milik berfungsi sosial. Ini berarti tiap-tiap orang dapat menikmati kehidupan yang layak sebagai manusia yang terhormat dalam arti tidak ada kepincangan dimana ada segolongan yang hidup mewah sedang golongan lain sangat melarat, atau dengan kata lain tiap orang harus mendapat kesempatan yang sama untuk mendapatkan nafkah dan jaminan hidup yang layak dalam cangkupan ekonomi dan sosial dengan tidak saling merugikan atau menindas melainkan saling harga-menghargai dan bantu-membantu untuk kepentingan masyarakat dan negara. Jadi dalam paham Keadilan Sosial dijamin hak untuk hidup layak, dijamin adanya hak milik, adanya hak atas jaminan sosial, adanya hak atas pekerjaan dengan sistem pengupahan dan syarat-syarat kerja yang adil dan baik, berhak atas tingkat hidup yang menjamin kesehatan dan lain lain, yang kesemuanya telah diakui oleh UUD maupun Universal Declaration Of Human Rights. HAM di Indonesia merupakan pengamalan Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab dalam kesatuan dengan sila-sila lainnya, dan hakikat pembangunan Universitas Sumatera Utara Nasional Indonesia adalah Pembangunan manusia seutuhnya dan pembangunan seluruh masyarakat Indonesia, penegakan serta pemajuan HAM adalah merupakan program nasional Indonesia sendiri. 30 Dewasa ini, dunia tidak lagi memandang Hak Asasi Manusia sekedar sebagai perwujudan dari paham individualisme dan liberalisme seperti dahulu. 31 Hak Asasi Manusia lebih di pahami secara manusiawi sebagai hak-hak yang melekat dengan harkat dan hakikat kemanusiaan kita, apapun latar belakang ras, etnik, warna kulit, jenis kelamin, usia dan pekerjaan kita.

B. Reformasi TNI