yang terkandung pada puisi tersebut. Sebab itulah Perrine mengemukakan empat alasan bahasa figuratif harus terdapat dalam sebuah puisi.
f Verifikasi rima, ritme, dan metrum
Struktur fisik puisi juga perlu dilakukan verifikasi dengan rima, ritme, dan metrum. Ketiga unsur tersebut dijadikan sebagai verifikasi atau
pemeriksaan terhadap puisi guna mengetahui pembacaan yang tepat sesuai dengan bunyi puisi yang dibaca.
Verifikasi dalam puisi terdiri atas rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi baik di awal, di tengah, maupun di akhir baris
puisi. Ritme merupakan tinggi rendah, panjang-pendek, keras-lembutnya bunyi. Ritme sangat menonjol bila puisi itu dibacakan. Ada ahli yang
menyamakan ritme dengan metrum. Dalam deklamasi, biasanya puisi diberi
„ pada suku kata bertekanan keras, dan u di atas suku kata yang bertekanan lemah.
38
Dengan demikian, verifikasi meliputi tiga unsur yaitu rima, ritme, dan metrum. Rima, ritme, dan metrum memfokuskan kepada bunyi dalam sebuah
puisi tentu hal ini berkaitan dengan pembacaan puisi. Seperti yang telah diuraikan dalam kutipan tersebut bahwa rima terkait dengan konsisten atau
persamaan bunyi yang terdapat dalam sebuah puisi baik yang berada di awal, tengah, maupun akhir. Selain itu, ritme terkait dengan irama dalam
pembacaan puisi yang dihubungan dengan tinggi rendah, panjang-pendek, keras-lembutnya bunyi sehingga ritme ini disebut juga dengan istilah metrum
karena memiliki makna yang serupa. Berdasarkan bagian-bagian dalam struktur fisik puisi yang telah penulis
uraikan, maka dalam tingkat pendidikan SMP Sekolah Menengah Pertama yang menjadi pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu
perwajahan puisi tipografi namun dalam hal ini, siswa diperkenalkan dengan istilah citraan puisi hal ini terkait dengan kompetensi dasar
mendengarkan atau menyimak, membaca, dan menulis puisi. Selanjutnya bagian yang diajarkan yaitu diksi, dalam pembelajaran kelas VII siswa belum
dikenalkan dengan istilah diksi namun hanya pemilihan kata dalam puisi, hal ini dalam kompetensi dasar menulis puisi. Selanjutnya imaji, imaji dalam
38
Ibid., h.121-123
pembelajaran kelas VII dalam kompetensi dasar menulis puisi. Kata konkret belum diperkenalkan dalam pembelajaran kelas VII. Bahasa figuratif atau
majas sudah diajarkan dalam pembelajaran kelas VII namun diperkenalkan dalam istilah gaya bahasa dan hanya gaya bahasa personifikasi saja.
Sedangkan verifikasi rima, ritme, dan metrum hanya rima saja yang sudah diajarkan di kelas VII dalam kompetensi dasar mendengarkan atau
menyimak, membaca, dan menulis puisi. Jadi, hanya kata konkret yang belum diajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VII.
b. Struktur batin puisi
Struktur batin juga menjadi suatu ketentuan unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah puisi. Struktur batin ini cenderung lebih memusatkan pada
sesuatu yang bersembunyi dalam sebuah puisi, bersembunyi berarti sesuatu yang tidak terlihat dari sebuah puisi melainkan terkandung dalam sebuah
puisi itu sendiri. Adapun struktur batin meliputi empat unsur seperti yang telah dijabarkan pula oleh Wahyudi Siswanto berikut ini, yaitu:
a Tema atau makna
Bagian pertama dalam struktur batin puisi adalah tema atau makna. Tema atau makna menjadi suatu hal dasar sebuah puisi, namun tema atau
makna dapat dijelaskan oleh penyair dan dapat pula harus ditemukan sendiri oleh pembaca puisi.
Salah satu tataran dalam bahasa adalah hubungan tanda dengan makna yang dipelajari dalam semantik. Karena bahasa berhubungan dengan makna
maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Untuk puisi yang konvensional tiap kata-baris, bait, sampai
keseluruhan puisi mempunyai makna, tetapi mulai berkurang pada puisi modern atau komtemporer.
39
Dengan demikian, tema atau makna yaitu arti yang terkandung dalam sebuah puisi yang dapat diketahui melalui baris, bait, serta keseluruhan kata
yang terdapat di dalam sebuah puisi. Puisi tentu diharuskan memiliki tema atau makna karena terkait dengan tataran bahasa.
39
Ibid., h.124
b Rasa
Rasa menjadi bagian kedua dalam struktur batin ini. Sebuah puisi tentu terdapat rasa yang menjadi cara penyair dalam mempertimbangkan sikap
terkait sebuah puisi yang diciptakan, guna sebagai bentuk pengungkapan penyair yang dituliskan dalam sebuah puisi.
Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa berkaitan erat
dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat,
usia, pengalaman sosiologis dan psikilogis, serta pengetahuan.
40
Dengan demikian, rasa sebagai sikap penyair terkait permasalahan yang dihadirkan dalam puisi yang diciptakan. Rasa dalam puisi juga dihubungkan
dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair. Oleh karena itu, melalui rasa yang terdapat dalam puisi dapat pula menjadi penilaian pembaca
terhadap diri penyair melalui rasa yang timbulkan dalam sebuah puisi yang tentu telah dipertimbangkan penyair aspek apakah yang dipilihnya menjadi
rasa di dalam puisinya, misalnya aspek-aspek yang telah diuraikan dalam kutipan tersebut yaitu latar belakang pendidikan, agama dan sebagainya.
c Nada
Nada juga menjadi bagian struktur batin sebuah puisi. Nada tentunya berkaitan dengan cara pembaca puisi yang diinginkan penyair atau dapat pula
cara membaca yang secara kreatif dilakukan oleh pembaca puisi. Dalam sebuah puisi, nada dapat membawa pengaruh terhadap sebuah puisi yang
dibaca. Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada
juga berhubungan dengan tema dan rasa. Ada penyair yang dalam menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan
pembaca untuk menyelesaikan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca , dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah
pembaca.
41
Dengan demikian, nada terkait sikap penyair terhadap pembacaan puisi yang diciptakannya. Nada dalam puisi dapat pula dijadikan penyair sebagai
tujuan penyair menyampaikan tema yang terdapat dalam sebuah puisi.
40
Ibid., h.124
41
Ibid., h.125
Namun, tentu tidak dengan secara jelas penyampaian tema melalui nada tersebut karena penyair dengan berbagai variasi nada penyampaikan tema
seperti menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca. Oleh karena itu, nada dalam ada yang telah ditentukan penyair dan ditentukan pembaca.
d Amanat dan tujuan
Amanat menjadi bagian terakhir dalam bagian struktur batin sebuah puisi. Setiap puisi tentu ada amanat yang terkandung di dalam puisi karena
melalui amanat yang dihadirkan dalam puisi tersebutlah penyair menyampaikan suatu tujuan.
Sadar atau tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair itu menciptakan puisi maupun
dapat ditemui dalam puisinya.Doronngan sebelum penyair menciptakan puisi mungkin berupa 1 dorongan untuk memuaskan nafsu seksual yang
terhambat, 2 dorongan makan, 3 dorongan keamanan diri, 4 dorongan berkomunikasi, 5 dorongan untuk mengaktualisasikan diri, dan 6
dorongan untuk berbakti baik kepada tuhan maupun manusia.
42
Dengan demikian, amanat puisi berarti tujuan penyair menciptakan puisi. Puisi yang memiliki tujuan dapat terkandung menjadi amanat puisi yang
dapat ditemui dari puisi maupun saat sebuah puisi diciptakan. Amanat dalam puisi terjadi karena berbagai macam dorongan yang melatarbelakangi
sehingga melalui dorongan-dorongan tersebutlah amanat berawal, seperti amanat yang telah diuraikan dalam kutipan sebelum yaitu dorongan untuk
mengaktualisasikan diri, dorongan untuk berbakti baik kepada tuhan maupun manusia, dan sebagainya.
Berdasarkan bagian-bagian dalam struktur batin puisi yang telah penulis uraikan, maka dalam tingkat pendidikan SMP Sekolah Menengah Pertama
kelas VII yang menjadi pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu tema atau makna melalui kompetensi dasar membaca indah puisi.
Selanjutnya bagian yang diajarkan yaitu nada, nada terkait dengan kompetensi dasar membaca puisi serta menyimak atau mendengarkan
pembacaan puisi. dan terakhir yang diajarkan di kelas VII terkait struktur pembacaan puisi yaitu amanat atau makna puisi, terkait dengan kompetensi
42
Ibid., h.125
dasar menyimak atau mendengarkan di dalam materi merefleksikan isi puisi yang dibacakan serta dalam kompetensi dasar membaca puisi. Jadi, hanya
rasa yang belum diajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VII.
3. Pengajaran Puisi
Guru tentu perlu mengetahui teknik pengajaran di kelas, namun tidak semua materi pembelajaran dapat diajarkan dengan cara yang sama. Puisi
perlu diajarkan dengan teknik yang tepat karena materi puisi terbagi menjadi tiga standar kompetensi yang harus yang dicapai siswa mulai dari
mendengarkan atau menyimak puisi, membaca puisi, hingga menulis puisi. Oleh karena itu, B. Rahmanto menaruh perhatian terhadap pengajaran puisi di
kelas dan mengemukan teknik-teknik yang dapat dilakukan guru. Adapun teknik-teknik pengajaran puisi tersebut sebagai berikut:
a. Pelacakan pendahuluan
Guru menjadi salah satu faktor keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, namun terkait dengan pembelajaran materi puisi guru
dapat melakukan pendahuluan dengan meneliti terkait materi ini. Pelacakan pendahuluan tentu guna memberikan persiapan sebelum materi disampaikan
kepada para siswa. Sebelum penyajian puisi di depan kelas, guru perlu mempelajarinya
terlebih dahulu untuk memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikannya sebagai bahan. Pemahaman ini sangat penting terutama untuk
dapat menentukan strategi yang tepat, menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dari siswa dan meneliti fakta-fakta yang masih
perlu dijelaskan.
43
Dengan demikian, pelacakan pendahuluan dijadikan persiapan guru sebelum menyajikan materi puisi. Tujuan pelacakan pendahuluan tentu
sebagai penentu strategi pembelajaran yang sesuai, aspek-aspek yang perlu diperhatikan secara khusus untuk siswa saat pembelajaran dilakukan di kelas,
serta memeriksa dengan cermat fakta-fakta yang masih harus dijelaskan. Hal tersebut dapat dilakukan guru dengan cara mempelajari terlebih dahulu materi
puisi.
43
B Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra Pegangan Guru Pengajar Sastra, Yogyakarta: Kanisius, 1988, h. 48-49
b. Penentuan sikap praktis
Pembelajaran hendaknya diarahkan dengan baik oleh guru bidang studi masing-masing. Oleh karena itu, terkait materi puisi dalam mata pelajaran
bahasa Indonesia guru dapat memberikan pengarahan yang cermat dan tepat agar pembelajaran dapat berjalan sesuai indikator yang hendak dicapai siswa.
Puisi yang akan disajikan di depan kelas hendaklah diusahakan tidak terlalu panjang agar dapat dibahas sampai selesai dalam setiap pertemuan.
Hendaklah pula ditentukan lebih dahulu informasi apa yang seharusnya dapat diberikan oleh guru sastra untuk mempermudah siswa memahami puisi yang
disajikan.
44
Dengan demikian, penetuan sikap praktis dapat dilakukan guru sebagai kiat agar pembahasan materi puisi dapat diajarkan dengan tuntas dalam setiap
pertemuan. Hal tersebut dapat dilakukan dengan cara memberikan informasi kepada para siswa terkait puisi yang tidak terlalu panjang yang akan
diajarakan dalam pembelajaran materi puisi karena dalam pertemuan terbatas oleh jangka waktu yang telah ditentukan.
c. Introduksi
Introduksi dapat dijadikan teknik dalam pembelajaran puisi karena terkait dengan kerangka pendahuluan yang telah disusun oleh guru sebelum
pembelajaran. Penyajian pengajaran guru terkait materi puisi dalam pembelajaran di kelas berpengaruh dengan kegiatan pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas. Banyak faktor yang mempengaruhi penyajian pengantar ini, termasuk
situasi dan kondisi pada saat materi disajikan. Pengantar ini akan sangat tergantung pada setiap individu guru, keadaan siswa dan juga karakteristik
puisi yang akan diberikan.
45
Dengan demikian, introduksi meliputi kerangka pendahuluan yang tergantung pada diri guru, siswa, dan jenis puisi yang diajarkan. Dalam teknik
introduksi ini, lebih memusatkan pada penyampaian materi puisi di kelas yang tentu telah disusun guru sesuai dengan situasi dan kondisi kelas yang
akan diajarkan.
44
Ibid., h. 49
45
Ibid., h. 49
d. Penyajian
Teknik dalam pembelajaran puisi selanjutnya adalah penyajian. Penyajian tentu hal yang pasti dilakukan guru dalam melakukan pengajaran di
kelas, guru sebagai seorang yang mengajikan suatu materi puisi hendaknya mengetahui penyajian yang sesuai dan tepat kepada para siswa serta kondisi
dan situasi ruang kelas yang diajarkan. Jika puisi yang disajikan sulit ditangkap isinya dengan hanya sekali
didengar, guru dapat membacakannya dua atau tiga kali sehingga berbagai unsur yang terkandung di dalamnya menjadi lebih jelas. Pembacaan ulang
dapat dilakukan dengan lebih cepat apabila sekiranya siswa sudah menangkap isi secara global.
46
Dengan demikian, teknik penyajian dalam pembelajaran puisi ini dapat dilakukan dengan taktik mengulangi pembacaan puisi karena melalui
pengulangan pembacaan mempermudah siswa dalam menangkap isi serta unsur yang terkandung dalam sebuah puisi yang sedang diajarkan secara lebih
jelas. e.
Diskusi Teknik selanjutnya adalah diskusi. Diskusi dapat menjadikan suasana
belajar jelas terasa berbeda dibandingkan suasana belajar yang seperti biasanya karena melalui diskusi para siswa dapat bertukar pikiran terkait
materi puisi. Oleh karena itu, diskusi dijadikan salah satu teknik dalam pembelajaran puisi yang diusulkan B. Rahmanto berikut ini.
Urutan masalah yang dibahas dalam diskusi kelas ini akan banyak dipengaruhi oleh imajinasi guru, kekhususan puisi yang dipilih dan tanggapan
siswa di kelas. Secara umum urutan diskusi dan jawaban yang diperbincangkan dapat mengikuti pola sebagai berikut:
Umum kesan awal ____ Khusus rinci ____ Umum kesimpulan Apabila siswa pada umumnya telah mampu memahami ide pemikiran
global dalam puisi yang disajikan, diskusi dapat beralih ke hal-hal yang lebih rinci dan pemerian ini harus ada hubungannya dengan pemikiran global.
47
Dengan demikian, teknik diskusi tersebut terkait dengan kegiatan belajar mengajar materi puisi dengan metode diskusi. Diskusi sangat dipengaruhi
oleh imajinasi guru dalam mengelola kelas karena itulah guru melakukan pola
46
Ibid., h. 49
47
Ibid., h.50
umum, khusus, dan umum. Pola tersebut, berawal dari umum, umum berarti pengarahan secara umum terkait puisi yang dibahas guna memberikan kesan
awal siswa terhadap puisi yang dijadikan bahas diskusi siwa. Selanjutnya khusus, pola khusus tentu lebih menguraikan hal-hal yang menjadi titik fokus
yang diminta guru dalam puisi yang dijadikan bahas diskusi. Siswa dapat secara lebih rinci menjelaskan bagian-bagian yang harus dirincikan sesuai
dengan tujuan pembelajaran materi puisi yang sedang diajarkan. Terakhir yang menjadi pola dalam teknik diskusi yaitu umum, umum yang terakhit ini
tentu berbeda dengan umum yang pertama karena umum yang terakhir ini berarti global. Global yang dimaksud yaitu siswa mampu mengetahui dan
memahami pembelajaran puisi secara keseluruhan melalui metode diskusi yang telah dilakukan.
f. Pengukuhan
Pengukuhan menjadi teknik selanjutnya, pengkuhan merupakan cara guru untuk mengukuhan siswa terhadap pembelajaran materi puisi.
Pengukuhan tentu dapat dilakukan guru saat dan akhir pembelajaran. Bahkan dapat pula guru lakukan cara pengkuhan di luar jam pembelajaran.
Tidak semua puisi cocok untuk latihan lanjutan di luar kelas. Akan tetapi apabila puisi yang disajikan itu mendapat tanggapan yang antusias dari siswa,
guru hendaknya berusaha agar puisi itu semakin mengesankan sehingga menambah candangan pengalaman siswa yang tak mudah terlupakan. Latihan
lanjutan untuk pengukuhan ini dapat berupa aktivitas-aktivitas lisan dan tertulis di luar kelas atau sebagai pekerjaan rumah.
48
Dengan demikian, pengukuhan menjadi cara guru guna menjadikan puisi semakin mengesankan siswa sehingga siswa memiliki cadangan pengalaman
yang sulit terlupakan. Pengukuhan dapat guru lakukan dengan memberikan pekerjaan rumah kepada para siswa sebagai latihan lanjutan siswa. Oleh
karena itu dalam teknik pengukuhan ini terdapat dua cara yang dilakukan guru sebagai cara pengukuhan materi puisi, yaitu sebagai berikut.
a Lisan
Cara pertama dalam pengukuhan yaitu lisan. Lisan tentu dalam pembelajaran puisi terkait pembacaan puisi. Guru tentu saja dapat menjadikan
48
Ibid., h. 52
pengukuhan materi puisi dengan cara membaca puisi secara lisan bagi masing-masing siswa tidak hanya beberapa siswa yang seperti terjadi pada
umumnya karena pengukuhan berlaku untuk semua siswa guna keberhasilan belajar secara keseluruhan.
Sedapat mungkin hendaknya diusahakan agar siswa mendapat kesempatan untuk membaca puisi itu secara lisan sehinggga benar-benar
dapat „merasakan‟ kualitas puisi itu. Dalam latihan membaca lisan ini, guru hendaknya mengarahkan si siswa agar benar-benar memperlihatkan segi
kebahasan, intonasi, gerak dan perasaan yang terkandung di dalam puisi. sebagai pengukuhan perlukan siswa dituntut untuk menghafal puisi secara
lisan? Apabila kerja sama antara guru dan murid dapat berjalan dengan baik, menghafal atau mendeklamasikan puisi dapat merupakan aktifitas yang bagus
sekali.
49
Dengan demikian, lisan dapat dijadikan teknik penguat yang mendukung keberhasilan siswa dalam materi pembelajaran puisi karena
melalui lisan siswa tidak hanya mengetahui pembacaan puisi yang sesuai dan tepat tetapi juga siswa dapat merasakan kadar kualitas puisi yang dibaca.
Selanjutnya, guru dapat menjadikan teknik tersebut sebagai pekerjaan rumah siswa dan dapat meminta pembacaan puisi secara lisan tersebut dihafalkan
sesuai dengan bahasa yang digunakan dalam puisi, intonasi, gesture, serta mimik wajah saat membaca.
b Tertulis
Cara kedua dalam teknik pengukuhan yaitu tertulis. Tertulis tentu saja berkaitan dengan menulis puisi, guru dapat meminta siswa untuk menulis
sebuah puisi karena menulis puisi juga merupakan bagian dari kompetensi dasar yang harus dicapai siswa. Selain itu, dengan menulis puisi dapat pula
sebagai bentuk pengukuhan terhadap pembelajaran puisi. Sehingga siswa dapat lebih mendalami puisi terkait aspek-aspek yang diperlukan dalam
sebuah puisi dengan menulis sendiri puisi sesuai ungkapan dan perasaan mereka masing-masing.
Puisi dapat dihubungkan dengan berbagai aktivitas tulis-menulis. Bahkan mencatat suatu puisi pun sudah merupakan latihan menulis yang baik.
Akan tetapi latihan menulis semacam ini akan lebih berarti lagi jika dapat diarahkan untuk membuat kumpulan puisi atau bentuk-bentuk tulisan yang
49
Ibid., h. 52