Terapi Golongan Analgesik Non-narkotik Terapi Golongan Analgesik Narkotik

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terasa nyata menjadi samar-samar. Gejala yang tidak spesifik meliputi kecemasan, depresi, kelelahan, insomnia, rasa marah dan ketakutan. Nyeri akut dapat menyebabkan hipertensi, takikardia, diaforesis, midriatik, dan pucat, tetapi gejala tersebut tidak memastikan diagnosis nyeri. Nyeri selalu bersifat subyektif; jadi lebih baik diagnosa didasarkan pada gambaran dan riwayat penyakit yang diceritakan oleh pasien. Nyeri akut seringkali akut, terlokalisasi, dapat digambarkan dengan jelas dan membaik dengan analgesik konvensional. Nyeri neuropatik seringkali kronis,tidak dapat dijelaskan dengan baik, dan tidak mudah diobati dengan analgesik konvensional. Pasien umumnya merasakan nyeri yang seperti membakar , pedih, seperti tersengat listrik dan menusuk; respon nyeri berlebihan terhadap rangsangan yang membahayakan; atau respon nyeri terhadap rangsangan yang secara normal tidak membahayakan.Pengobatan nyeri yang tidak efektif dapat menyebabkan hipoksia, hypercapnea, hipertensi, aktivitas jantung berlebihan dan gangguan emosional.

2.4 Terapi Farmakologi Dipiro et.al., 2009

2.4.1 Terapi Golongan Analgesik Non-narkotik

Analgesik yang diberikan harus dimulai dengan analgesik yang paling efektif dengan dosis terendah. Obat-obat,kecuali Paracetamol menurunkan produksi prostaglandin melalui mekanisme berantai asam arachidonat,oleh karenanya mengurangi jumlah rangsangan nyeri yang diterima oleh SSP. Aspirin yang diberikan bersama dengan anti inflamasi non steroid AINS yang lain lebih beresiko menyebabkan efek samping pada saluran cerna. Garam salisilat menyebabkan efek samping dibandingkan dengan aspirin dan tidak menghambat agregasi platelet.Senyawa dengan struktur mirip aspirin tidak boleh diberikan kepada anak atau remaja yang menderita influenza dan chickenpox Cacar air,karena sindrom reye dapat terjadi.Paracetamol mempunyai aktivitas analgetik dan antipiretik tetapi hanya sedikit efek antiinflamasi. Juga bersifat sangat hepatotoksik jika over dosis. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

2.4.2 Terapi Golongan Analgesik Narkotik

Mula kerja analgesik oral biasanya sekitar 45 menit, dan efek pundak umumnya terlihat dalam 1 sampai 2 jam.Agonis dan antagonis parsial bersaing dengan agonis pada reseptor opioid dan menimbulkan efek Campuran antara agonis dengan antagonis.Pada tahap awal pengobatan nyeri akut, analgesik harus diberikan secara around the clock sebelum nyeri muncul. Saat kondisi nyeri berkurang,pengobatan diberikan jika perlu. Pada penggunaan pasien control analgesia, pasien memberikan sendiri sejumlah terte ntu opioid intravena melalui alat “pump” yang dihubungkan secara elektronis dengan alat pengatur waktu;sehingga pasien dapat menyeimbangkan antara kontrol rasa nyeri dengan efek sedasi. Pemberian golongan opioid langsung kedalam SSP rute epidural dan intretekal makin menonjol untuk mengobati nyeri akut. Cara ini memerlukan pemantauan cermat karena dilaporkan terjadi sedasi hebat,depresi pernafasan, pruritus gatal,mual,muntah, retensi urin,dan hipotensi. Naloxone diberikan untuk mengatasi depresi saluran nafas,tetapi mungkin perlu diberikan secara infusi berkelanjutan. Efek analgesik pada dosis tunggal golongan opioid secara epidural tercantum dibawah ini: 1. Morfin, 1-6 mg mula kerja 30 menit, lama kerja 6-24 jam 2. Hidromorfon, 1-2 mg mula kerja 15 menit, lama kerja 6-16 jam 3. Fentanil, 0,025-0,1 mg mula kerja 5 menit, lama kerja 1-4 jam Opioid intratekal dan epidural sering diberikan dengan infus berkelanjutan. Semua obat yang diberikan langsung ke dalam SSP harus bebas pengawet.

2.4.3 Terapi kombinasi