UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.4 Kanker Endometrium
Kejadian kanker Endometrium lebih sering dijumpai pada wanita usia pascamenopause atau perimenopause dengan riwayat perdarahan vagina yang
abnormal Sofian Koampono, 2006. Kanker endometrium merupakan salah satu kanker ginekologi dengan
angka kejadian tertinggi, terutama di negara-negara maju. Selama tahun 2005, diperkirakan di Amerika terdapat sekitar 40.880 kasus baru dengan sekitar
7.100 kematian terjadi karena kanker endometrium Rice et.al., 2006. Secara
epidemiologi terdapat beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan kanker endometrium yaitu terapi penggantian hormon, obesitas, wanita pasca
menopause, nulipara atau dengan paritas rendah, dan keadaan anovulasi. Hal- hal tersebut berkaitan dengan keadaan estrogen yang meningkatkan risiko
terjadinya kanker endometrium. Faktor-faktor yang mempengaruhi
pemaparan terhadap estrogen atau meningkatkan kadar progesteron, seperti penggunaann kontrasepsi oral dan merokok, merupakan faktor yang bersifat
protektif Brand et. al., 2000.
2.2 Analgesik
2.2.1 Pengertian Analgesik
Analgesik adalah senyawa yang dapat menekan fungsi SSP secara selektif, digunakan untuk mengurangi rasa sakit tanpa mempengaruhi kesadaran.
Analgesik bekerja dengan meningkatkan nilai ambang persepsi rasa sakit Siswandono,2008.
2.2.2 Penggolongan Analgesik
Atas dasar Cara kerja farmakologisnya, analgesik dibagi dalam 2 kelompok besar, yakni:
a. Analgesik perifer non narkotik, yang terdiri dari obat-obat yang tidak bersifat narkotik dan tidak bekerja sentral. Analgesik antiradang termasuk
dalam kelompok ini.
b. Analgesik narkotik khusus digunakan untuk menghalau rasa nyeri hebat,
seperti pada fraktur dan Kanker Tjay dan Rahardja, 2010.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.3 Analgesik Non Narkotik Farmakoterapi, 2009
Obat analgesik antipiretik serta obat antiinflamasi nonsteroid AINS merupakan salah satu kelompok obat yang paling banyak diresepkan dan juga
digunakan tanpa resep dokter. Obat-obat ini merupakan suatu kelompok obat yang heterogen, serta kimiawi.
a. Mekanisme Kerja Golongan obat ini menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakidonat menjadi PGG
2
terganggu. Setiap obat menghambat siklooksigenase dengan kekuatan dan selektivitas yang berbeda.
b. Efek Farmakodinamik Semua obat mirip aspirin bersifaat antipiretik, analgesik dan anti-
inflamasi. Ada perbedaan aktivitas antara obat-obat tersebut. Sebagai analgesik, obat mirip aspirin hanya efektif terhadap nyeri dengan
intensitas rendah sampai sedang. Efek analgesiknya jauh lebih lemah dari pada efek analgesik golongan narkotik. Tetapi berbeda dengan narkotik,
obat analgesik mirip aspirin tidak menimbulkan ketagihan dan tidak menimbulkan efek samping sentral yang merugikan.
Sebagai antipiretik, obat mirip aspirin akan menurunkan suhu badan hanya pada keadaan demam. Walaupun kebanyakan obat ini
memperlihatkan efek antipiretik in vitro, tidak semuanya berguna sebagai antipiretik karena bersifat toksik bila digunakan secara rutin atau terlalu
lama. Kebanyakan obat mirip aspirin,terutama yang baru, lebih dimanfaatkan
sebagai antiinflamasi
pada pengobatan
kelainan muskolosketal. Tetapi harus diingat bahwa obat mirip aspirin ini hanya
meringankan gejala nyeri dan inflamasi yang berkaitan dengan penyakitnya secara simtomatik tidak menghentikannya , memperbaiki atau
mencegah kerusakan jaringan pada kelainan muskolosketal. c. Efek Samping
Selain menimbulkan efek terapi yang sama AINS juga memiliki efek samping serupa karena didasari oleh hambatan pada sistem biosintesis
prostaglandin. Secara umum AINS berpotensi menyebabkan efek samping pada 3 sistem organ, yaitu saluran cerna, ginjal, dan hati. Efek smping
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang paling sering terjadi adalah induksi tukak peptik deudenum dan lambung yang kadang-kadang disertai dengan anemia sekunder akibat
pendarahan lambung. Pada beberapa orang dapat terjadi reaksi hipersensitifitas terhadap aspirin dan obat mirip aspirin.
d. Pembahasan Obat i.
Salisilat
Salisilat
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin adalah analgesik antipiretik dan anti-inflamasi yang luas digunakan
dan digolongkan dalam obat bebas. Salisilat khususnya asetosal merupakan
obat yang
banyak digunakan
sebagai analgesik,antipiretik dan antiinflamasi. Aspirin dosis terapi bekerja
cepat dan efektif sebagai antipiretik. Efek salisilat ditemukan terhadap pernafasan hati,ginjal dan saluran cerna. Pada pemberian
oral, sebagian salisilat diabsorbsi dengan cepat dalam bentuk utuh dilambung, tetapi sebagian besar di usus halus bagian atas. Kadar
tertinggi di capai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Kecepatan absorbsinya tergantung pada kecepatan disintegrasi dan
disolusi tablet, pH permukaan mukosa dan waktu pengosongan lambung. Absorbsi pada pemberian secara rektal,lebih lambat dan
tidak sempurna sehingga Cara ini tidak dianjurkan. Asam salisilat diabsorbsi secara cepat pada kulit sehat,terutama bila dipakai sebagai
obat gosok atau salep. Setelah diabsorbsi, salisilat menyebar ke seluruh jaringan tubuh dan cairan transeluler sehingga ditemukan
dalam cairan sinovial, cairan spina, cairan peritonial, liur dan susu. Aspirin diserap dalam bentuk utuh, dihidrolisis menjadi asam
salisilat terutama dihati. Dosis antipiretik salisilat untuk dewasa ialah 325- 650 mg, diberikan secara oral tiap 3-4 jam. Untuk anak 15-20
mgkgBB diberikan tiap 4-6 jam. Salisilat juga bermanfaat untuk mengobati nyeri tidak spesifik.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ii. Para amino fenol
Efek analgesik Paracetamol serupa dengan salisilat yaitu menghilangkan atau mengurangi nyeri ringan sampai sedang.
Keduanya menurunkan suhu tubuh dengan mekanisme yang diduga juga berdasarkan efek sentral seperti salisilat. Efek antiinflamasinya
sangat rendah. Paracetamol diabsorbsi cepat dan sempurna melalui saluran cerna. Konsentrasi tertinggi dalam plasma di capai dalam
waktu ½ jam dan t ½ plasma antara 1-3 jam. 25 Paracetamol terikat protein plasma. Obat ini disekresi melalui ginjal. Reaksi
alergi terhadap derivat para amino fenol jarang terjadi. Manifestasinya berupa eritema, urtikaria dan gejala yang lebih berat
berupa demam dan lesi pada mukosa. Akibat dosis toksik yang paling serius adalah nekrosis hati.
iii. Analgesik anti-inflamasi nonsteroid lainnya.
Beberapa AINS umumnya bersifat anti inflamasi, analgesik, dan antipiretik. Efek antipiretiknya baru terlihat pada dosis yang lebih
besar daripada efek analgesiknya. Respons individual terhadap AINS bisa sangat bervariasi walaupun obatnya tergolong dalam kelas atau
derivat kimiawi yang sama.
Asam mefenamat
Digunakan sebagai analgesik, dan anti inflamasi. Asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin. Efek samping terhadap saluran
cerna sering timbul. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg sehari.
Ketoprofen
Derivat asam propionat ini memiliki efektivitas seperti ibuprofen dengan sifat antiinflamasi sedang. Absorbsi berlangsung baik dari
lambung dan waktu paruh plasma sekitar 2 jam. Efek samping sama dengan AINS lain terutama menyebabkan gangguan saluran cerna,
dan reaksi hipersensitivitas. Dosis 2 kali 100 mg sehari, tetapi sebaliknya ditentukan secara individual.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Deksketoprofen trometamol
Indikasi: nyeri muskuloskeletal akut, dismenore, sakit gigi nyeri pasca operasi. Dosis Tab 12,5 mg tiap 4-6 jam atau 25 mg tiap 8 jam.
Nyeri pasca op 25 mg tiap 8 jam. Max Dosis : 75 mg. Amp 50 mg mL tiap 8-12 jam. Max Dosis IV IM :150 mg. Diberikan 30 menit
sebelum makan , terutama untuk meredakan nyeri akut dengan cepat. Kontraindikasi:Riwayat serangan asma, bronkospasme, rhinitis akut
atau polip hidung, edema atau urtikaria, tukak lambung, perdarahan lambung, gagal jantung berat, sedang hingga disfungsi ginjal sedang-
berat, disfungsi hati berat, diatesis hemoragik, gangguan pembekuan darah terapi antikoagulan, hamil laktasi.
Piroksikam Dan Meloksikam
Absorbsi peroksikam berlangsung cepat dilambung, terikat 99 pada protein plasma. T ½ dalam plasma lebih dari 45 jam sehingga
diberikan sekali sehari. Obat ini menjalani siklus enterohepatik. Frekuensi kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46
, dan efek samping yang sering terjadi adalah gangguan saluran cerna. Efek samping lain adalah pusing, tinitus, nyeri kepala dan
eritema kulit. Dosis 10-20 mg sehari diberikan pada pasien yang tidak memberikan respon yang cukup dengan AINS yang lebih
aman. Meloksikam diberikan dengan dosis 7,5-15 mg sekali sehari.
2.2.4 Analgesik Narkotik