UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4.2 Terapi Golongan Analgesik Narkotik
Mula kerja analgesik oral biasanya sekitar 45 menit, dan efek pundak umumnya terlihat dalam 1 sampai 2 jam.Agonis dan antagonis parsial
bersaing dengan agonis pada reseptor opioid dan menimbulkan efek Campuran antara agonis dengan antagonis.Pada tahap awal pengobatan nyeri
akut, analgesik harus diberikan secara around the clock sebelum nyeri muncul. Saat kondisi nyeri berkurang,pengobatan diberikan jika perlu.
Pada penggunaan pasien control analgesia, pasien memberikan sendiri sejumlah terte
ntu opioid intravena melalui alat “pump” yang dihubungkan secara elektronis dengan alat pengatur waktu;sehingga pasien dapat
menyeimbangkan antara kontrol rasa nyeri dengan efek sedasi. Pemberian golongan opioid langsung kedalam SSP rute epidural dan
intretekal makin menonjol untuk mengobati nyeri akut. Cara ini memerlukan pemantauan cermat karena dilaporkan terjadi sedasi hebat,depresi pernafasan,
pruritus gatal,mual,muntah, retensi urin,dan hipotensi. Naloxone diberikan untuk mengatasi depresi saluran nafas,tetapi mungkin perlu diberikan secara
infusi berkelanjutan. Efek analgesik pada dosis tunggal golongan opioid
secara epidural tercantum dibawah ini:
1. Morfin, 1-6 mg mula kerja 30 menit, lama kerja 6-24 jam 2. Hidromorfon, 1-2 mg mula kerja 15 menit, lama kerja 6-16 jam
3. Fentanil, 0,025-0,1 mg mula kerja 5 menit, lama kerja 1-4 jam Opioid intratekal dan epidural sering diberikan dengan infus
berkelanjutan. Semua obat yang diberikan langsung ke dalam SSP harus bebas pengawet.
2.4.3 Terapi kombinasi
Kombinasi analgesik oral opioid dan nonopioid sering lebih efektif dibandingkan dengan monoterapi dan memungkinkan untuk mengurangi
dosis obat masing-masing. Selain itu Kombinasi dari paracetamol dan AINS lebih efektif dibandingkan Paracetamol dan AINS yang diberikan secara
tunggal Ck,Ong et.al., 2010. Penggunaan analgesik kombinasi oral memberikan beberapa manfaat yang potensial dibandingkan analgesik
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tunggal. Mengkombinasikan analgesik dalam satu produk juga mempermudah peresepan dan mengurangi ketidakpatuhan pasien pada saat
menebus obat dan mengatasi rasa sakit Raffa, R.B,2001.
2.4.4 Terapi Penggunaan Analgesik Menurut WHO
WHO telah menyusun suatu program penggunaan analgesik untuk nyeri hebat ,seperti pada Kanker ,yang menggolongan obat dalam 3 kelas yakni:
a Non- opioid : NSAID’s,termasuk asetosal ,Paracetamol dan kodein.
b Opioid lemah : d-propoksifen, tramadol dan kodein, atau kombinasi Paracetamol dan kodein.
c Opioid kuat: morfin dan derivatnya heroin serta opiod sintetis Tjay dan Rahardja, 2010
Tetapi nyeri yang paling hebat dan mencemaskan adalah rasa sakit pada Kanker , walaupun sebetulnya hanya 23 dari penderita yang mengalaminya.
Begitu pula hanya 70 yang disebabkan langsung oleh penyakit ganas ini. Tjay dan Rahardja, 2010.Biasanya penggunaan obat pada penyakit ganas ini
adalah analgesik narkotik opiod .
Menurut program pengobatan ini pertama-tama diberikan 4 dd 1 g Paracetamol, bila efeknya kurang , beralih ke 4 dd Paracetamol -kodein 30-
60 mg. Ketika langkah ke dua ini tidak menghasilkan efek analgesi yang memuaskan dapat diberikan analgesi kuat . Pilihan pertama dalam hal ini
adalah morfin oral, subkutan kontinu, iv, epidural atau spinal . Tujuan pengobatan ini adalah untuk menghindarkan resiko kebiasaan dan adiksi
untuk narkotik opiod , bila diberikan sembarangan. Tjay dan Rahardja, 2010.
2.5 Visual Analogue Scale VAS dan Numeric Rating Scale NRS