b. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jagung dan mudah dicabut, pada
penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam. c.
Wajah membulat dan sembab d.
Pandangan mata anak sayu e.
Pembesaran hati, hati yang membesar dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal pada rabaan permukaan yang licin dan pinggir yang tajam.
f. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
2.1.2.3. Marasmik-Kwashiorkor
Gambaran klinis merupakan campuran dari beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak cukup mengandung protein
dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal. Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan 60 dari normal memperlihatkan tanda-tanda
kwashiorkor, seperti edema, kelainan rambut, kelainan kulit, sedangkan kelainan biokimiawi terlihat pula Depkes RI, 2000.
2.1.3. Patofisiologi gizi buruk
Patofisiologi gizi buruk pada balita adalah anak sulit makan atau
anorexia
bisa terjadi karena penyakit akibat defisiensi gizi, psikologik seperti suasana makan, pengaturan makanan dan lingkungan. Rambut mudah rontok dikarenakan kekurangan
protein, vitamin A, vitamin C dan vitamin E. Karena keempat elemen ini merupakan nutrisi yang penting bagi rambut. Pasien juga mengalami rabun senja. Rabun senja
terjadi karena defisiensi vitamin A dan protein. Pada retina ada sel batang dan sel kerucut. Sel batang lebih hanya bisa membedakan cahaya terang dan gelap. Sel
Universitas Sumatera Utara
batang atau rodopsin ini terbentuk dari vitamin A dan suatu protein. Jika cahaya terang mengenai sel rodopsin, maka sel tersebut akan terurai. Sel tersebut akan
mengumpul lagi pada cahaya yang gelap. Inilah yang disebut adaptasi rodopsin. Adaptasi ini butuh waktu. Jadi, rabun senja terjadi karena kegagalan atau kemunduran
adaptasi rodopsin. Turgor atau elastisitas kulit jelek karena sel kekurangan air dehidrasi. Reflek
patella negatif terjadi karena kekurangan aktin myosin pada tendon patella dan degenerasi saraf motorik akibat dari kekurangn protein, Cu dan Mg seperti gangguan
neurotransmitter. Sedangkan, hepatomegali terjadi karena kekurangan protein. Jika terjadi kekurangan protein, maka terjadi penurunan pembentukan lipoprotein. Hal ini
membuat penurunan HDL dan LDL. Karena penurunan HDL dan LDL, maka lemak yang ada di hepar sulit ditransport ke jaringan-jaringan, pada akhirnya penumpukan
lemak di hepar. Tanda khas pada penderita kwashiorkor adalah
pitting edema
.
Pitting edema
adalah edema yang jika ditekan, sulit kembali seperti semula.
Pitting edema
disebabkan oleh kurangnya protein, sehingga tekanan onkotik intravaskular menurun. Jika hal ini terjadi, maka terjadi ekstravasasi plasma ke intertisial. Plasma masuk ke
intertisial, tidak ke intrasel, karena pada penderita kwashiorkor tidak ada kompensansi dari ginjal untuk reabsorpsi natrium. Padahal natrium berfungsi
menjaga keseimbangan cairan tubuh. Pada penderita kwashiorkor, selain defisiensi protein juga defisiensi multinutrien. Ketika ditekan, maka plasma pada intertisial lari
ke daerah sekitarnya karena tidak terfiksasi oleh membran sel dan mengembalikannya membutuhkan waktu yang lama karena posisi sel yang rapat. Edema biasanya terjadi
Universitas Sumatera Utara
pada ekstremitas bawah karena pengaruh gaya gravitasi, tekanan hidrostatik dan onkotik Sadewa, 2008.
Sedangkan menurut Nelson 2007, penyebab utama marasmus adalah kurang kalori protein yang dapat terjadi karena : diet yang tidak cukup, kebiasaan makan
yang tidak tepat seperti hubungan orang tua dengan anak terganggu, karena kelainan metabolik atau malformasi kongenital. Keadaan ini merupakan hasil akhir dari
interaksi antara kekurangan makanan dan penyakit infeksi. Selain faktor lingkungan ada beberapa faktor lain pada diri anak sendiri yang dibawa sejak lahir, diduga
berpengaruh terhadap terjadinya marasmus. Secara garis besar sebab-sebab marasmus adalah sebagai berikut :
a. Masukan makanan yang kurang : marasmus terjadi akibat masukan kalori yang
sedikit, pemberian makanan yang tidak sesuai dengan yang dianjurkan akibat dari ketidaktahuan orang tua si anak, misalnya pemakaian secara luas susu kaleng
yang terlalu encer. b.
Infeksi yang berat dan lama menyebabkan marasmus, terutama infeksi enteral misalnya
infantil gastroenteritis
,
bronkhopneumonia, pielonephiritis
dan sifilis kongenital.
c. Kelainan struktur bawaan misalnya : penyakit jantung bawaan, penyakit
Hirschpurng, deformitas palatum, palatoschizis
,
mocrognathia, stenosis pilorus
.
Hiatus hernia, hidrosefalus
,
cystic fibrosis
pankreas d.
Prematuritas dan penyakit pada masa neonatus. Pada keadaan tersebut pemberian ASI kurang akibat reflek mengisap yang kurang kuat
Universitas Sumatera Utara
e. Pemberian ASI yang terlalu lama tanpa pemberian makanan tambahan yang
cukup f.
Gangguan metabolik, misalnya renal asidosis, idiopathic hypercalcemia, galactosemia, lactose intolerance
g. Tumor
hypothalamus
, kejadian ini jarang dijumpai dan baru ditegakkan bila penyebab maramus yang lain disingkirkan
h. Penyapihan yang terlalu dini desertai dengan pemberian makanan tambahan yang
kurang akan menimbulkan marasmus i.
Urbanisasi mempengaruhi dan merupakan predisposisi untuk timbulnya marasmus, meningkatnya arus urbanisasi diikuti pula perubahan kebiasaan
penyapihan dini dan kemudian diikuti dengan pemberian susu manis dan susu yang terlalu encer akibat dari tidak mampu membeli susu, dan bila disertai infeksi
berulang terutama gastroenteritis akan menyebabkan anak jatuh dalam marasmus
2.1.4. Dampak Gizi Buruk