Faktor Penyebab Gizi Buruk

2.1.5. Faktor Penyebab Gizi Buruk

Ada 2 faktor penyebab dari gizi buruk adalah sebagai berikut : 1. Penyebab Langsung. Kurangnya jumlah dan kualitas makanan yang dikonsumsi, menderita penyakit infeksi, cacat bawaan dan menderita penyakit kanker. Anak yang mendapat makanan cukup baik tetapi sering diserang atau demam akhirnya menderita kurang gizi. 2. Penyebab tidak langsung, ketersediaan Pangan rumah tangga, perilaku, pelayanan kesehatan. Sedangkan faktor-faktor lain selain faktor kesehatan, tetapi juga merupakan masalah utama gizi buruk adalah kemiskinan, pendidikan rendah, ketersediaan pangan dan kesempatan kerja. Oleh karena itu untuk mengatasi gizi buruk dibutuhkan kerjasama lintas sektor Ketahanan pangan adalah kemampuan keluarga dalam memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota keluarganya dalam jumlah yang cukup baik maupun gizinya Dinkes SU, 2006. Secara garis besar gizi buruk disebabkan oleh karena asupan makanan yang kurang atau anak sering sakit, atau terkena infeksi. Asupan makanan yang kurang disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain tidak tersedianya makanan secara adekuat, anak tidak cukup salah mendapat makanan bergizi seimbang, dan pola makan yang salah. Kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi infeksi kronik akan meyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan terjadinya infeksi Nency, 2005. Universitas Sumatera Utara Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang jelek atau penyerapan yang buruk dari usus malabsorbsi , penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare, pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. Nurcahyo, 2008.

2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit

Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.

2.2.1. Tahap Penyesuaian

Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein TETP. Tahap penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan. Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa +2,5-5 glukosa +2 tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI. Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair, kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pemberian energi dimulai dengan 50 kkalkg berat badan sehari. Universitas Sumatera Utara