Kekurangan gizi merupakan suatu keadaan dimana terjadi kekurangan zat-zat gizi ensensial, yang bisa disebabkan oleh: asupan yang kurang karena makanan yang
jelek atau penyerapan yang buruk dari usus
malabsorbsi
, penggunaan berlebihan dari zat-zat gizi oleh tubuh, dan kehilangan zat-zat gizi yang abnormal melalui diare,
pendarahan, gagal ginjal atau keringat yang berlebihan. Nurcahyo, 2008.
2.2. Tata Laksana Utama Balita Gizi Buruk di Rumah Sakit
Dalam proses pengobatan KEP berat terdapat 3 fase, adalah fase stabilisasi, fase transisi dan fase rehabilitasi. Petugas kesehatan harus trampil memilih langkah
mana yang cocok untuk setiap fase. Tatalaksana ini digunakan baik pada penderita kwashiorkor, marasmus maupun marasmik-kwarshiorkor.
2.2.1. Tahap Penyesuaian
Tujuannya adalah menyesuaikan kemampuan pasien menerima makanan hingga ia mampu menerima diet tinggi energi dan tingi protein TETP. Tahap
penyesuaian ini dapat berlangsung singkat, adalah selama 1-2 minggu atau lebih lama, bergantung pada kemampuan pasien untuk menerima dan mencerna makanan.
Jika berat badan pasien kurang dari 7 kg, makanan yang diberikan berupa makanan bayi. Makanan utama adalah formula yang dimodifikasi. Contoh: susu rendah laktosa
+2,5-5 glukosa +2 tepung. Secara berangsur ditambahkan makanan lumat dan makanan lembek. Bila ada, berikan ASI.
Jika berat badan pasien 7 kg atau lebih, makanan diberikan seperti makanan untuk anak di atas 1 tahun. Pemberian makanan dimulai dengan makanan cair,
kemudian makanan lunak dan makanan biasa, dengan ketentuan sebagai berikut: a.
Pemberian energi dimulai dengan 50 kkalkg berat badan sehari.
Universitas Sumatera Utara
b. Jumlah cairan 200 mlkg berat badan sehari.
c. Sumber protein utama adalah susu yang diberikan secara bertahap dengan
keenceran 13, 23, dan 33, masing-masing tahap selama 2-3 hari. Untuk meningkatkan energi ditambahkan 5 glukosa, dan
d. Makanan diberikan dalam porsi kecil dan sering, adalah 8-10 kali sehari tiap 2-3
jam. Bila konsumsi per-oral tidak mencukupi, perlu diberi tambahan makanan
lewat pipa per-sonde RSCM, 2003.
2.2.2. Tahap Penyembuhan
Bila nafsu makan dan toleransi terhadap makanan bertambah baik, secara berangsur, tiap 1-2 hari, pemberian makanan ditingkatkan hingga konsumsi mencapai
150-200 kkalkg berat badan sehari dan 2-5 gram proteinkg berat badan sehari.
2.2.3. Tahap Lanjutan
Sebelum pasien dipulangkan, hendaknya ia sudah dibiasakan memperoleh makanan biasa yang bukan merupakan diet TETP. Kepada orang tua hendaknya
diberikan penyuluhan kesehatan dan gizi, khususnya tentang mengatur makanan, memilih bahan makanan, dan mengolahnya sesuai dengan kemampuan daya belinya.
Suplementasi zat gizi yang mungkin diperlukan adalah : a.
Glukosa biasanya secara intravena diberikan bila terdapat tanda-tanda hipoglikemia.
b. KCl, sesuai dengan kebutuhan, diberikan bila ada hipokalemia.
c. Mg, berupa MgSO4 50, diberikan secara intra muskuler bila terdapat
hipomagnesimia.
Universitas Sumatera Utara
d. Vitamin A diberikan sebagai pencegahan sebanyak 200.000 SI peroral atau
100.000 SI secara intra muskuler. Bila terdapat xeroftalmia, vitamin A diberikan dengan dosis total 50.000 SIkg berat badan dan dosis maksimal 400.000 SI.
e. Vitamin B dan vitamin C dapat diberikan secara suntikan per-oral. Zat besi Fe
dan asam folat diberikan bila terdapat anemia yang biasanya menyertai KKP berat.
Tabel 2.1. Tata Laksana Rumah Sakit pada Penderita Gizi Buruk
No. Fase
Stabilisasi Transisi
Rehabilitasi Hari ke 1-2
Hari ke 2-7 Minggu ke-2
Minggu ke 3-7
1 Hipoglikemia
2 Hipotermia
3 Dehidrasi
4 Elektrolit
5 Infeksi
6 MulaiPemberian
Makanan 7
Tumbuh kejarpeningkatan
pemberian makanan 8
Mikronutrien Tanpa Fe dengan Fe
9 Stimulasi
10 Tindak lanjut
1. Sumber : Dirjen Bina Kesmas, 2000.
2.3. Komplikasi Penyakit