Gambaran Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Pertahanan Hidup Masyarakat Petani Jala Apung (Keramba)
Gambaran Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Pertahanan Hidup Masyarakat Petani Jala Apung (Keramba)
(Study Deskriptif di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan) Disusun
OLEH:
Nama: Maradona B Nim : 060901055
DEPARTEMEN SOSIOLOGI
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
(2)
ABSTRAK
Perubahan iklim saat ini yang berakibat pada pemanasan global sangat mempengaruhi kehidupan ekosistem baik di darat, udara dan juga di perairan. Saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya tidak lagi berjalan dengan harmonis seperti yang diharapkan. Keadaan ini juga disebabkan oleh penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia yang berlebihan yang berakibat rusaknya lingkungan, berupa tanah, air, dan udara, seperti yang terjadi di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini. Ketidakharmonisan tersebut menyebabkan setiap mahluk hidup harus berusaha untuk mencari kebutuhannya agar dapat terpenuhi dan bertahan hidup. Pada sepuluh tahun belakangan ini perekonomian di Kecamatan Baktiraja mengalami kemerosotan yang diakibatkan oleh seringnya gagal panen sawah/ladang dan juga paska adanya virus ikan yang muncul di Danau Toba yang sangat banyak mematikan ikan.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan instrumen penelitian, focus group discussion (FGD) dan juga wawancara mendalam dengan petani jala apung (keramba) dengan jumlah informan sebanyak 12 orang dengan kriteria sebagai berikut: orangtua tiga orang, orang dewasa lima orang dan orang muda empat orang. Hidup kaya tiga orang, hidup sedang (berkecukupan) tiga orang, dan hidup miskin enam orang, yang menerapkan suatu strategi dalam mempertahankan hidup keluarga.
Dari temuan data di lapangan menunjukkan jumlah kemiskinan yang sangat tinggi di Kecamatan Baktiraja yang mencapai 70 persen menurut peserta focus group discussion (FGD). Data yang diperoleh dilapangan ini sedikit berbeda dengan data dari badan pusat stastistika (BPS), dimana menurut BPS jumlah penduduk yang miskin di Kecamatan Baktiraja yaitu mencapai 56, 36 persen. Strategi yang dilakukan oleh petani jala apung (keramba) dalam mempertahankan hidup yang beragam diantaranya: Startegi pertahanan orang kaya, Asset tenaga kerja (labour assets), yaitu dengan meningkatkan keterlibatan wanita/istri dan anak-anak dalam keluarga untuk menopang ekonomi keluarga, Asset modal sosial (human capital assets), misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja. Asset produktif (produktif assets), mereka menggunakan rumah, pekarangan untuk meningkatkan pendapatan, misalnya dengan membuka usaha café, kilang padi, membuka warung menjual pakan ikan. Asset modal sosial (social capital assets), mereka memanfaatkannya, dengan mengadakan kerjasama, misalnya dengan saling membantu dalam memulai usaha, mengadakan arisan.
- Strategi pertahanan hidup srang sedang/berkecukupan. Asset tenaga kerja (labour assets) misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak-anak bekerja dalam membantu perekonomian rumah tangga seperti berjualan, bertani. anak-anak ikut membantu memberikan ikan makan, mengolah makanan tambahan ikan, ikut ke sawah, Asset modal sosial (human capital assets), misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja. Asset produktif (produktif assets), menggunakan rumah tempat usaha, sawah untuk membibitkan
(3)
ikan dan menanam tanaman yang dapat membantu ekonomi keluarga, memelihara ternak, membuka warung/kelontong, menambah jumlah keramba jika ada modal. Asset modal sosial (social capital assets), misalnya dengan mengadakan arisan. Starategi pertahanan hidup orang miskin. Asset tenaga kerja (labour assets), melibatkan wanita dan anak-anak turut bekerja dalam membantu ekonomi rumah tangga. Asset modal Sosial (Human capital assets) memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil kerja (return) terhadap tenaga yang mereka keluarkan. Asset produktif (produktif assets) misalnya mereka menggunakan rumah, sawah/ladang, memelihara ternak dan bertani, Asset relasi rumah tangga atau keluarga (household relation assets), memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, dan mekanisme uang kiriman. Asset modal sosial (social capital relation), memanfaatkan hubungan yang baik dengan para toke dan langganan.
(4)
KATA PENGANTAR
Segala pujian dan syukur dan hormat penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus, Allah Yang Maha Kuasa, dan Maha kasih atas segala kasih dan anugerah-Nya yang menolong dan memampukan penulis dalam penyusunan skripsi ini yang berjudul: Gambaran Kehidupan Sosial Ekonomi dan Strategi Pertahanan Hidup Masyarakat Petani Jala Apung (Keramba). Skripsi ini penulis persembahkan kepada kedua orangtuaku yaitu, Bapak J. Banjarnahor dan Ibu, D. Sinambela, dan juga keluargaku, dengan segala perjuangan dan juga cinta kasih yang yang penuh kepada penulis. Mereka berharap penuh penulis menjadi seorang yang berhasil. Terimakasih bapak, terimakasih mama saya ucapkan yang sebesar-besarnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sumatera Utara. Selama penulisan skripsi ini penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran, motivasi, serta dukungan dari berbagai pihak yang tidak bisa penulis sebutkan, oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis juga menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Dekan Fisip USU
2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si, selaku Ketua Departemen Sosiologi, FISIP, USU.
(5)
3. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada Bapak Drs. Muba Simanihuruk, M.Si, selaku Dosen pembimbing penulis, yang sangat banyak membantu dan dengan sabar meluangkan waktu dan pemikiran dan saran dalam penulisan skripsi ini.
4. Ibu Dra. Rosmiani, MA, selaku Sekretaris Departemen Sosiologi. 5. Bapak Henri Sitorus, S. Sos, M.Sc, sebagai Dosen penguji proposal 6. Bapak Drs. Mukhtar Effendi Harahap selaku Dosen wali penulis. 7. Bapak N. M. Sinambela S.Sos selaku Camat di Kecamatan Baktiraja.
8. Adekku Hermina Astri Napitupulu S.S. yang sangat banyak membantu baik dukungan moral, dan juga doa.
9. Saudara-saudara sepelayanan di PD. Maranatha yang terus mendukung dalam doa dan juga memberikan semangat.
10.Teman-teman satu kostku di Harmonika 48. 11.Teman-teman di Departemen Sosiologi.
Penulis telah melakukan segala kemampuan, tenaga, pikiran, serta waktu dalam penulisan skripsi ini. Namun demikian sebagai manusia biasa dengan segala keterbatasan dan minimnya pengetahuan serta pengalaman penulis sehingga masih banyak kekurangan dan kesalahan, untuk itu dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sekalian guna kesempurnaan tulisan ini.
(6)
Besar harapan penulis skripsi ini dapat bermanfaat bagi dunia pendidikan dan juga para pembaca sekalian. Akhir kata penulis sampaikan terima kasih. Tuhan Yesus memberkati.
Medan, Agustus, 2010
(7)
DAFTAR ISI
Halaman
Abstrak ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi ... iv
Daftar Tabel ... iv
Daftar Matriks ... v
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 9
1.3. Tujuan Penelitian ... 9
1.4. Manfaat Penelitian ... 10
1.5. Defenisi Operasional Konsep ... 12
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Persoalan Kemiskinan ... 13
2.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kesejahteraan Masyarakat ... 16
2.3. Coyping Strategi: Suatu Strategi Dalam Menangani Kemiskinan ... 20
(8)
3.2. Lokasi Penelitian ... 28
3.3. Unit Analisis dan Informan ... 28
3.4. Pengumpulan Data ... 29
3.5. Interpretasi Data ... 30
3.6. Jadwal Kegiatan ... 31
3.7. Keterbatasan Penelitian ... 33
BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 35
4.1.1 Letak Geografis, Batas Wilayah ... 35
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi ... 36
4.1.3 Kondisi Demografi ... 36
4.1.4 Potensi Wilayah ... 37
4.2. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 39
4.3. Deskripsi Keberadaan Petani Jala Apung (keramba) ... 42
4.3.1 Gambaran Umum Petani Jala Apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja ... 42
4.3.2 Persepsi Masyarakat Kecamatan Baktiraja Dengan Tingkat Kesejahteraan ... 46
4.4. Hasil Analisa Asset Pentagonal ... 51
4.4.1 Sumber Daya Manusia ... 52
4.4.2 Sumber Daya Alam ... 54
(9)
4.4.4 Fisik/Infrastruktur ... 58
4.4.5 Modal Sosial ... 59
4.4.6 Hasil Analisa Asset Pentagonal ... 61
4.5 Strategi Pertahanan Hidup ... 62
4.6. Analisa Strategi Pertahanan Hidup ... 66
4.6.1 Strategi Pertahanan Hidup Orang kaya ... 69
4.6.2 Strategi Pertahanan Hidup Orang sedang ... 70
4.6.3 Strategi Pertahanan Hidup Orang miskin ... 70
BAB V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan ... 75
5.2 Saran ... 78
DAFTAR PUSTAKA ... 79
LAMPIRAN-LAMPIRAN ... 81
Lampiran I. Lampiran Informan ... 81
Lampiran II. Interview Guide dan Fokus Group Discussion (FGD) ... 97
(10)
DAFTAR TABEL
1. Table 1.1. Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut desa tahun 2008 ... 37 2. Tabel 1. 2. Tingkat Kesejahteraan Masyarakat ... 61
(11)
DAFTAR MATRIKS
1.Matriks 1, persepsi Masyarakat tentang kaya, sedang, miskin
(orangtua, dewasa, muda) ... 48 2. Matriks II, Strategi pertahanan Hihup Masyarakat Petani Jala Apung (Keramba) (Kaya, sedang/berkecukupan, dan miskin) ... 62 3. Matriks 3. Pekerjaan yang ditekuni oleh petani jala apung (keramba) supaya dapat
(12)
ABSTRAK
Perubahan iklim saat ini yang berakibat pada pemanasan global sangat mempengaruhi kehidupan ekosistem baik di darat, udara dan juga di perairan. Saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya tidak lagi berjalan dengan harmonis seperti yang diharapkan. Keadaan ini juga disebabkan oleh penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia yang berlebihan yang berakibat rusaknya lingkungan, berupa tanah, air, dan udara, seperti yang terjadi di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan saat ini. Ketidakharmonisan tersebut menyebabkan setiap mahluk hidup harus berusaha untuk mencari kebutuhannya agar dapat terpenuhi dan bertahan hidup. Pada sepuluh tahun belakangan ini perekonomian di Kecamatan Baktiraja mengalami kemerosotan yang diakibatkan oleh seringnya gagal panen sawah/ladang dan juga paska adanya virus ikan yang muncul di Danau Toba yang sangat banyak mematikan ikan.
Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan adalah metode penelitian kualitatif dengan instrumen penelitian, focus group discussion (FGD) dan juga wawancara mendalam dengan petani jala apung (keramba) dengan jumlah informan sebanyak 12 orang dengan kriteria sebagai berikut: orangtua tiga orang, orang dewasa lima orang dan orang muda empat orang. Hidup kaya tiga orang, hidup sedang (berkecukupan) tiga orang, dan hidup miskin enam orang, yang menerapkan suatu strategi dalam mempertahankan hidup keluarga.
Dari temuan data di lapangan menunjukkan jumlah kemiskinan yang sangat tinggi di Kecamatan Baktiraja yang mencapai 70 persen menurut peserta focus group discussion (FGD). Data yang diperoleh dilapangan ini sedikit berbeda dengan data dari badan pusat stastistika (BPS), dimana menurut BPS jumlah penduduk yang miskin di Kecamatan Baktiraja yaitu mencapai 56, 36 persen. Strategi yang dilakukan oleh petani jala apung (keramba) dalam mempertahankan hidup yang beragam diantaranya: Startegi pertahanan orang kaya, Asset tenaga kerja (labour assets), yaitu dengan meningkatkan keterlibatan wanita/istri dan anak-anak dalam keluarga untuk menopang ekonomi keluarga, Asset modal sosial (human capital assets), misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja. Asset produktif (produktif assets), mereka menggunakan rumah, pekarangan untuk meningkatkan pendapatan, misalnya dengan membuka usaha café, kilang padi, membuka warung menjual pakan ikan. Asset modal sosial (social capital assets), mereka memanfaatkannya, dengan mengadakan kerjasama, misalnya dengan saling membantu dalam memulai usaha, mengadakan arisan.
- Strategi pertahanan hidup srang sedang/berkecukupan. Asset tenaga kerja (labour assets) misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak-anak bekerja dalam membantu perekonomian rumah tangga seperti berjualan, bertani. anak-anak ikut membantu memberikan ikan makan, mengolah makanan tambahan ikan, ikut ke sawah, Asset modal sosial (human capital assets), misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja. Asset produktif (produktif assets), menggunakan rumah tempat usaha, sawah untuk membibitkan
(13)
ikan dan menanam tanaman yang dapat membantu ekonomi keluarga, memelihara ternak, membuka warung/kelontong, menambah jumlah keramba jika ada modal. Asset modal sosial (social capital assets), misalnya dengan mengadakan arisan. Starategi pertahanan hidup orang miskin. Asset tenaga kerja (labour assets), melibatkan wanita dan anak-anak turut bekerja dalam membantu ekonomi rumah tangga. Asset modal Sosial (Human capital assets) memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau keterampilan dan pendidikan yang menentukan kembalian atau hasil kerja (return) terhadap tenaga yang mereka keluarkan. Asset produktif (produktif assets) misalnya mereka menggunakan rumah, sawah/ladang, memelihara ternak dan bertani, Asset relasi rumah tangga atau keluarga (household relation assets), memanfaatkan jaringan dan dukungan dari sistem keluarga besar, dan mekanisme uang kiriman. Asset modal sosial (social capital relation), memanfaatkan hubungan yang baik dengan para toke dan langganan.
(14)
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Hakekat mahluk hidup adalah terpenuhinya kebutuhan secara jasmani dan juga rohani. Ketika mahluk hidup ingin memenuhi kebutuhannya tersebut, mereka sangat menggantungkan diri dengan lingkungannya, Karena lingkunganlah yang menyediakan kebutuhan-kebutuhan tersebut, khususnya kebutuhan secara jasmani.
Perubahan iklim di dunia yang berakibat pada pemanasan global, sangat mempengaruhi kehidupan ekosistem baik di darat, udara maupun di air. Saling ketergantungan antara makhluk hidup dengan lingkungannya tidak lagi berjalan dengan harmonis seperti yang diharapkan, hal ini juga di sebabkan penggunaan bahan- bahan kimia yang berlebihan yang berakibat rusaknya lingkungan, berupa tanah, air, dan udara. Ketidakharmonisan tersebut menyebabkan setiap makhluk hidup harus berusaha untuk mencari kebutuhannya agar dapat terpenuhi, karena lingkungan yang digunakan selama ini untuk bercocok tanam sudah kurang memberikan hasil yang menguntungkan, tidak seperti yang dahulu lagi.
Perubahan iklim tersebut juga mempengaruhi perilaku manusia, bagaimana harus bersikap terhadap satu dengan yang lainnya antara sesama manusia. Kehidupan sosial yang selama ini berjalan dengan harmonis, karena adanya perasaan senasib sepenanggungan menjadi berkurang, karena orang lain dianggap sebagai saingan. Jadi
(15)
segala sesuatu akan dilakukan supaya kebutuhan pokoknya dapat terpenuhi, termasuk usaha atau pekerjaan yang belum pernah ditekuni dan kurang mengerti.
Dalam menjalankan usaha taninya masyarakat pedesaan sebagai petani harus memiliki apa yang disebut dengan faktor-faktor produksi diantaranya yaitu: tanah, modal, tenaga kerja, skill dan juga manajemen (pengelolaan), jikalau salah satu faktor diatas tidak tersedia maka proses produksi tidak akan berjalan dengan lancar. Bila hanya tersedia tanah, modal dan manajemen saja, tentu proses produksi atau hasil tanah tidak akan jalan, karena tidak ada tenaga kerja. Tanpa tenaga kerja, apa yang dapat di lakukan, begitu juga dengan faktor lainnya seperti modal. Kalau tanah tersedia, tenaga kerja ada, tetapi tidak ada modal, apa yang akan di tanam dan di pelihara. Bagaimana cara membeli bibit, pupuk, obat-obatan tanaman, dan lain-lain. Begitu juga jika ada modal dan tenaga kerja tetapi tanpa tanah, jelas usaha tani tidak bisa dilakukan, dimana usaha akan dilakukan atau dimana tanaman akan ditanam (Daniel, 2005: 50).
Pada masyarakat Indonesia dimana mata pencahariannya dominan agraris, dimana mereka sangat tergantung pada iklim, perubahan iklim tersebut memberikan pengaruh yang sangat besar. Tidak jarang penduduk Indonesia yang bermata pencaharian bertani menambah sumber penghasilannya, misalnya beternak, berdagang, dan lain-lain, tetapi dalam melakukan hal ini petani tidaklah membuat modal mereka yang sangat besar, mereka selalu berpikir akan dampak dari setiap kegiatan yang mereka lakukan, seperti yang diungkapkan oleh Scott, tentang moral
(16)
mereka tentang eksploitasi, yaitu pandangan terhadap hasil produksi mereka mana yang dapat ditolerir dan mana hal yang tidak dapat ditolerir.
Menurut Scott (1997), petani akan memperhatikan etika subsistensi dan norma resiprositas yang berlaku dalam masyarakat mereka, dimana tindakan mereka meletakkan landasannya atas dasar pertimbangan prinsip Safety first (dahulukan selamat), petani dalam melakukan usahanya, mereka berusaha menghindari kegagalan yang akan menghancurkan kehidupan mereka, dan bukan mencari keuntungan sebesar-besarnya dengan mengambil resiko yang sangat besar juga, mereka lebih memilih meminimumkan kemungkinan terjadinya suatu bencana daripada memaksimalkan penghasilan rata-ratanya, (Damsar 1997 : 66-67). Hal ini dilakukan adalah untuk dapat memenuhi kebutuhan pokok dan juga kebutuhan lainnya, seperti layanan kesehatan, pendidikan, dan fasilitas-fasilitas lain yang dibutuhkan.
Sektor pertanian sebagai salah-satu mata pencaharian utama masyarakat di pedesaan, dimana aktivitas mereka sebagai petani nampak dalam kegiatan yang dilakukan baik di sawah, di perkebunan, maupun di ladang yang mereka olah demi kelangsungan hidupnya. Mata pencaharian mereka merupakan suatu aktivitas usaha yang dilakukan oleh kebanyakan orang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Ada banyak bentuk yang dilakukan oleh kebanyakan orang sebagai mata pencaharian, dimana mereka tinggal yang memberikan pengaruh yang sangat besar mengenai karakteristik mata pencaharian yang di jalankan oleh mereka seperti pada daerah tertentu.
(17)
Kehidupan sosial ekonomi seseorang menjadi salah satu indikator yang akan menentukan status sosial ekonomi dalam masyarakat. Keadaan sosial ekonomi menunjukkan kemampuan finansial yang dimiliki.
Kondisi lingkungan sangat berpengaruh terhadap sistem ekonomi masyarakatnya paling tidak terhadap sistem mata pencahariannya.
Lapisan-lapisan sosial juga terdapat pada masyarakat pedesaan di Indonesia, masyarakat pedesaan merupakan masyarakat yang terisolir dari pengaruh dunia luar (Raharjo 1999: 47) dimana sistem sosial ekonominya memiliki cirikhas tersendiri yang di latar belakangi oleh alam yang ada di sekitarnya dan komposisi penduduknya yang relatif sedikit dan homogen. Pada masyarakat pedesaan Indonesia lapisan-lapisan sosial yang ada pada masyarakat terbentuk seperti starata atas, starata menengah, dan starata bawah.
Pada umumnya starata yang terbentuk pada masyarakat pedesaan di Indonesia adalah di dasari pada luasnya kepemilikan lahan pertanian. Pada masyarakat pedesaan dimana pada umumnya mereka hidup dengan mengandalkan hasil agraris untuk dapat bertahan hidup, khususnya mereka yang hidup di daerah pedesaan, pada umumnya kegitan mereka seperti berkebun tanaman keras, dan juga ada yang berkebun yaitu tanaman pangan holtikultura untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Namun di dalam praktek pembagian secara konvensional ini ternyata kurang konsisten dan tidak jarang menimbulkan kesulitan. Misalnya perkebunan rakyat secara ekonomis juga dapat disamakan dengan pertanian rakyat, perbedaannya hanya terletak pada macam
(18)
komoditi atau hasilnya saja yaitu tanaman bahan makanan bagi pertanian rakyat dan tanaman-tanaman perdagangan terutama bahan-bahan eksport bagi perkebunan rakyat. Dengan demikian pembagian antara pertanian rakyat dan perkebunan menjadi kabur dan juga kehilangan arti.
Menurut Mubyarto, Pertanian menurut cara penguasaannya, menyangkut bidang usaha tani pertanian rakyat dan perusahaan pertanian. Ditinjau dari segi ekonomi, pertanian rakyat sebagai pertanian keluarga, yaitu pertanian yang diarahkan pada pemenuhan akan kebutuhan konsumsi keluarga terlebih dahulu, sebagai bentuk sabuk pengaman untuk ketahanan pangan, sedangkan perusahaan pertanian adalah pertanian yang diusahakan sepenuhnya secara komersil (Mubyarto, 199: 16).
Dari total luas lahan Indonesia, tidak termasuk Maluku dan Papua sekitar 64.783.523 Ha lahan digunakan untuk pekarangan, tegalan/kebun/ladang/huma, padang rumput, lahan sementara tidak diusahakan, lahan untuk kayu-kayuan, perkebunan dan sawah. Data statistik lahan pertanian selama 15 tahun terakhir memperlihatkan bahwa perluasan lahan pertanian berkembang sangat lambat terutama lahan sawah sebagai penghasilan utama pangan untuk mempertahanankan kelangsungan hidup masyarakat.
Perluasan pertanian hanya berkembang dari 7,77 juta Ha pada tahun 1986 menjadi 8,52 juta Ha pada tahun 1996, dan selanjutnya cenderung menyusut menjadi 7,79 juta Ha pada tahun 2000. Begitu juga dengan pertanian lahan kering (tegalan/kebun/ladang/huma), secara keseluruhan tidak banyak berkembang. Namun,
(19)
yang berkembang pesat adalah lahan perkebunan yaitu dari 8.77 juta Ha pada tahun 1986 meningkat menjadi 16.71 juta Ha.
Berdasarkan survei sosial ekonomi nasional tahun 2008, jumlah penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2008 mencapai 35.000.000 jiwa, namun sejumlah politisi lembaga swadaya masyarakat dan bahkan peneliti lainnya memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia jauh lebih besar dibandingakan angka resmi yang dikeluarkan oleh badan pusat statistik (BPS) atau pemerintah. Asumsi mereka adalah data dari badan pusat statistik itu diambil sebelum subsidi bahan bakar minyak/BBM dicabut, sehingga dampak kenaikan harga bahan bakar tersebut belum tersurvei dalam penelitian badan pusat statistik.
Adapun ciri-ciri dari mereka yang tergolong miskin yaitu:
1. Pada umumnya tidak memiliki faktor produksi seperti tanah yang cukup, modal atau keterampilan. Dalam kenyataannya faktor produksi yang dimiliki sangat sedikit sehingga kemampuan untuk memperoleh pendapatan menjadi sangat terbatas.
2. Mereka memiliki kemungkinan asset produksi dengan kekuatan sendiri. Hal ini terjadi karena pendapatan tidak cukup untuk memperoleh tanah garapan dan modal usaha, sehingga mereka terpaksa meminjam dari lintah darat dengan syarat yang lebih mudah dari bank, tetapi tanpa disadari ketika mengembalikan pinjaman yang besar sulit untuk melunasinya.
(20)
3. Tingkat pendidikan rendah. Pada umumnya mereka tidak tamat SD atau pendidikan dasar. Hal ini terjadi karena keterbatasan biaya dan waktu mereka banyak tersisa untuk bekerja membantu orangtuanya sehingga hanya sedikit waktu untuk belajar.
4. Kebanyakan tinggal di daerah pedesaan.
5. Tanpa keterampilan, hal ini terjadi karena mereka pergi ke kota tanpa dibekali dengan ilmu yang cukup serta keterampilan yang dapat digunakan untuk mencari pekerjaan (Salim, 1984: 43).
Tingkat pendapatan secara minimal yang diperlukan untuk menempuh hidup secara manusiawi itu menentukan letak garis kemiskinan, sehingga garis kemiskinan ditentukan oleh tingkat pendapatan minimal bagi pemenuhan kebutuhan pokok, (Salim, 1984:42). Pendapatan petani yang relatif rendah, yang mengakibatkan kemiskinan. Menurut Soetrisno (199: 5-18) berkaitan erat dengan produktivitas para petani Indonesia. Sementara hal ini tidak dapat dilepaskan dari berbagai faktor yaitu:
1. Pemilikan lahan yang sempit
2. Dilihat dari segi pendidikan sumber daya petani rendah, sementara dari segi umur mayoritas sudah tua.
3. Kurang mendapat dukungan dan kebijakan pemerintah dalam berbagai insentif dan tata niaga, sehingga nilai tukar petani mengalami penurunan dari tahun ketahun.
4. Petani bersikap hati-hati menerima inovasi baru karena usaha mereka yang beresiko tinggi tanpa disertai jaminan asuransi terhadap kegagalan.
(21)
5. Rendahnya akses petani pada sumber daya kredit yang menguntungkan. 6. Lahirnya persaingan pemanfaatan air oleh sektor industri dan publik. 7. Adanya efek negatif dari revolusi hijau.
Pandangan Soetomo (1997: 4), petani Indonesia didominasi oleh petani gurem, merupakan petani yang selalu kalah dalam sejarah hidupnya ketika berhadapan dengan alam yang mereka kelola, masyarakat lembaga serta sistem yang ada di dalamnya dan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pertanian sebagaimana yang kita kenal memiliki karakteristik tersendiri dibandingkan dengan sektor lain. Keterkaitan yang erat terhadap sumber daya lahan dan iklim menjadikan pengembangan pertanian harus melihat dua faktor tersebut secara teknis. Pola usaha tani pedesaan Indonesia selama ini bercorak multi tanaman meski untuk beberapa komunitas petani kita mengusahakan secara mono kultur (Purnomo, 2004: 65 -66).
Di Kecamatan Baktiraja, Humbang Hasundutan, mayoritas penduduknya adalah petani. Adapun tanaman yang biasanya mereka tanam adalah bawang merah, padi, cabe, tomat, kacang tahah, kopi, dan sayur-sayuran serta membudidayakan ikan. Namun belakangan ini hasil dari pertanian tersebut tidak dapat lagi diandalkan untuk pemenuhan kebutuhan keluarga termasuk kebutuhan sekolah anak, hal ini disebabkan karena penggunaan bahan kimia yang berlebihan, sehingga tanah yang seharusnya mengandung unsur hara yang baik untuk tanaman rusak dan akhirnya menjadi gersang, sehingga mengakibatkan produksi tanaman berkurang dan tidak jarang juga hasilnya gagal panen. Hal lain yang mempengaruhi kurangnya produksi
(22)
berantas dan juga mahalnya pupuk dan obat-obatan yang akan digunakan untuk memberantas hama tanaman-tanaman tersebut.
Hal inilah yang mengakibatkan petani di Kecamatan Baktiraja ini memikirkan dan mengambil jalan alternatif selain bertani sawah dan juga berladang, yaitu dengan menggunakan potensi perairan Danau Toba untuk membudidayakan ikan nila dan ikan mas, walaupun mereka tidak langsung meninggalkan lahan pertanian sawah dan juga ladang, mereka masih tetap bertani sawah dan juga tetap berladang.
Masyarakat di Kecamatan Baktiraja memanfaatkan perairan Danau Toba untuk berusaha yaitu untuk membudidayakan ikan nila dan ikan mas, dalam memenuhi kebutuhan hidup dengan membuat jala apung (keramba) sebagai penghasilan utama, dan penghasilan tambahan bagi sebagian masyarakat. Penggunaan jala apung (keramba) tersebut mempengaruhi keadaan ekonomi dan hubungan sosial masyarakat petani di Kecamatan Baktiraja. Hal inilah yang menyebabkan sehingga peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian di daerah Kecamatan Baktiraja tepatnya, di pinggiran Danau Toba.
1.2. Perumusan Masalah
Berdasarkan pemaparan di atas maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
(23)
1. Bagaimana gambaran kehidupan sosial ekonomi dan asset yang dimiliki (SDM, SDA, ekonomi/keuangan, fisik/infrastruktur, dan modal sosial) masyarakat petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja?
2. Strategi apakah yang dilakukan oleh para petani jala apung (keramba) untuk menambah pendapatannya agar dapat memenuhi kebutuhan keluarganya untuk dapat bertahan hidup.
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian adalah rumusan kalimat yang merupakan adanya sesuatu hal yang akan diperoleh setelah penelitian selesai, dengan demikian pada dasarnya tujuan penelitian memberikan informasi mengenai apa yang akan diperoleh setelah selesai penelitian (Iqbal, 2002: 44).
Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Untuk mencari data dan fakta, serta mendeskripsikan bagaimana gambaran kehidupan petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan.
(24)
2. Untuk mendeskripsikan strategi pertahanann hidup yang di lakukan petani jala apung (keramba) untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup keluarganya dan dapat bertahan hidup.
1.4. Manfaat Penelitian
Adapun yang menjadi manfaat penelitian ini adalah:
1.4.1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dilakukan untuk menambah pengetahuan peneliti tentang kehidupan petani jala apung (keramba), serta masalah-masalah yang mereka hadapi, dan melatih penulis dalam mengembangkan kemampuan berpikir melalui karya ilmiah.
1.4.2. Manfaat Praktis
Bagi penulis penelitian ini dapat meningkatkan daya, kreasi dan mengasah kemampuan penulis untuk membuat karya tulis, selain itu penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan data sebagai acuan dalam memecahkan permasalahan sejenis yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
(25)
1.5. Definisi Operasional Konsep
Konsep adalah sebuah definisi abstrak mengenai gejala dan realita atau suatu pengertian yang nantinya akan menjelaskan suatu gejala (Hasan. 2002:17). Selain itu juga definisi konsep dapat mempermudah peneliti dalam memfokuskan penelitian dan dapat berfungsi juga sebagai panduan peneliti untuk menindaklanjuti penelitian dan menghindari adanya kesalahpahaman.
1. Sosial ekonomi adalah merupakan kedudukan seseorang yang diketahui secara sosial dan ekonomi, dalam penelitian ini sosial ekonomi yang dimaksud adalah keadaan sosial ekonomi dan tingkat kesejahteraan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari supaya dapat bertahan hidup.
2. Strategi merupakan suatu prosedur yang mempunyai alternatif-alternatif pada pelbagai tahap atau langkah (Soekanto, 1983: 484). Strategi yang di maksud dalam penelitian ini adalah cara-cara atau hal-hal apa yang dilakukan oleh petani jala apung (keramba) untuk menambah pendapatannya guna mempertahanankan hidup keluarga dan juga meningkatkan kesejahteraan dengan segala kemampuan, pengetahuan, pengalaman serta keterampilan yang mereka miliki.
3. Petani dapat diartikan sebagai pencocok tanaman pedesaan yang mencari nafkah dengan mengolah tanahnya, tetapi dalam hal ini petani yang di maksud adalah petani jala apung (keramba) dalam membudidayakan ikan nila dan ikan mas yang memanfaatkan perairan Danau Toba.
(26)
4. Jala Apung (Keramba) adalah sebuah tempat yang dibuat dari jaring dan drum dan juga kayu dan perlengkapan lainnya yang ditempatkan di pesisir Danau Toba untuk pengembangbiakan ikan mas dan ikan nila.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Persoalan Kemiskinan
Krisis ekonomi yang menekan perekonomian Indonesia pada pertengahan 1997, yang juga diikuti dengan meningkatnya harga bahan pokok yang sulit dipenuhi oleh setiap keluarga semakin menambah jumlah orang miskin secara substansial, kondisi ini juga berpengaruh pada kondisi makro ekonomi secara keseluruhan dan juga kesejahteraan msyrakat, jumlah kemiskinan dapat dipercayai terus bertambah secara drastis, walaupun banyak pedapat bahwa kemiskinan itu sudah sangat banyak berkurang, data kontemporer yang menggambarkan penambahan kemiskinan dari periode prakrisis 1996 sampai sekarang (Sutyastie 2002: 4)
(28)
Secara umum pengertian kemiskinan adalah sebuah kondisi kekurangan yang dialami seseorang atau suatu keluarga khususnya pangan (Mubyarto, 1983:171). Standar minimal kebutuhan hidup ini berbeda antara satu daerah dengan daerah yang lain. Hal yang senada juga di kemukakan oleh Thee Kian Wie (Dalam Sumardi dan Evers, 1982: 2-3), mendefenisikan kebutuhan pokok sebagai suatu paket barang dan jasa yang oleh masyarakat di anggap perlu tersedia bagi setiap orang. Kebutuhan ini merupakan tingkat minimum yang dapat dinikmati seseorang. Hal ini berarti bahwa kebutuhan pokok itu berbeda antara daerah yang satu dengan yang lain, dari suatu negeri ke negeri lain. Jadi kebutuhan pokok itu dapat dikatakan tidaklah spesifik. Berdasarkan hasil identifikasi Setya Dewanta menyimpulkan bahwa penyebab mengapa orang menjadi miskin adalah:
1. Perbedaan akses ekonomi yang dimiliki. Perbedaan ini telah muncul sejak lahir, dimana masing-masing individu dapat lahir dengan orang tua yang kaya atau orang tua yang miskin. Dari hal ini terjadi perbedaan endowment (kesempatan) diantara individu atau telah terjadi ketimpangan kepemilikan akses ekonomi. Memang endowment yang di miliki tersebut tetap harus dikembangkan sehingga tidak menutup kemungkinan bagi si miskin berupaya untuk menjadi kaya, dan sebaliknya. Dalam pengembangan diri ini, kelompok miskin perlu dibantu agar memiliki kemampuan (keterampilan dan juga pendidikan).
2. Ketidakberuntungan yang dimiliki oleh kelompok masyarakat miskin, kondisi tersebut adalah deprevation trap, yaitu: kemiskinan itu sendiri, kelemahan fisik,
(29)
keterasingan, kerentanan, dan ketidakberdayaan masyarakat miskin dalam menghadapi perubahan-perubahan kebijaksanaan ekonomi dan non ekonomi, fluktuasi pasar dan kekuatan ekonomi yang lebih kuat.
3. Ketimpangan Distribusi
Ketimpangan distribusi ini dapat disebabkan karena perbedaan beberapa factor produksi yang dimiliki. Pekerja yang hanya mengandalkan tenaga otot saja akan menerima bagian yang lebih kecil, jika dibandingkan dengan pekerja yang mengandalkan kemampuan intelektual/skill dalam berproduksi.
4. Pembangunan Sebagai Ideologi
Pancasila yang seharusnya menjadi ideologi pembangunan dan telah digeser oleh pembangunan itu sendiri.
Akibatnya pembangunan itu menyebabkan dialektika pembangunan. Pembangunan itu sendiri telah dijadikan sebagai alat ampuh untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi. Peristiwa penggusuran demi pembangunan adalah suatu bentuk yang konkrit yang dapat kita amati bagi pembangunan sebagai ideologi.
5. Strategi Pembangunan dan Industrialisasi
Pemilihan strategi pembangunan yang lebih mengutamakan pertumbuhan akan mengakibatkan aspek pemerataan menjadi tertinggal.
(30)
Kebijakan pemerintah memang dibutuhkan untuk melakukan investasi sosial dan melakukan pemihakan terhadap si miskin. Namun pada sisi lain, pemerintah melakukan kebijakan makro yang justru kurang menguntungkan bagi kebijakan pengentasan kemiskinan. Bias birokrasi ini mengakibatkan kebijakan pemerintah yang sering lebih menguntungkan kelompok yang kaya dibandingkan kelompok yang miskin. Bias ini disebabkan karena kurang tanggapnya kelompok yang miskin terhadap perubahan yang baru, dan pemilihan program yang kurang mengikutsertakan kelompok yang dikenai.
Di dalam bukunya yang berjudul “Pembangunan dan pemberdayaan Masyarakat” Dr Sunyoto Usman mengatakan, bahwa kemiskinan merupakan salah satu problem sosial yang amat serius. Langkah awal yang perlu di lakukan dalam membahas masalah ini adalah mengidentifikasikan apa sebenarnya yang dimaksud dengan miskin, atau kemiskinan itu dan bagaimana mengukurnya?
Sedikitnya ada dua perspektif yang lazim digunakan untuk mendekati masalah kemiskinan yaitu: perspektif kultural (Cultural perspektif) dan perspektif struktural atau situasional (situational perspektif). Masing-masing perspektif tersebut memiliki tekanan, acuan, dan metodologi tersendiri yang berbeda dalam menganalisis masalah kemiskinan.
Perspektif kultural mendekati kemiskinan pada tiga analisis yaitu: individual, keluarga, dan masyarakat. Pada tingkat individual, kemiskinan ditandai dengan sifat
(31)
yang lazim disebut dengan a strong feeling of marginality seperti sikap parokial, apatisme, fatalisme, atau pasrah pada nasib, boros, tergantung pada inferior. Pada tingkat keluarga, kemiskinan ditandai dengan jumlah anggota yang besar, dan pada tingkat masyarakat, kemiskinan terutama ditunjukkan oleh tidak terintegrasinya kaum miskin dengan institusi-institusi masyarakat secara efektif. Sedangkan menurut perspektif struktural, masalah kemiskinan dilihat sebagai akibat dari sistem ekonomi yang mengutamakan akumulasi kapital dan produk-produk teknologi modern.
Secara Sosiologis, kemiskinan dimensi struktural dapat ditelususri melalui institusional arrangements yang hidup dan berkembang dalam masyarakat. Asumsi dasarnya adalah bahwa kemiskinan tidak semata-mata berakar pada “ kelemahan diri”, sebagaimana yang dipahami dalam perspektif kultural. Kemiskinan semacam ini justru merupakan konsekuensi dari pilihan-pilihan strategi pembangunan ekonomi yang selama ini dicanangkan serta dari pengambilan posisi pemerintah dalam perencanaan dan implementasi pembangunan ekonomi itu sendiri.
(32)
Kesejahteraan masyarakat merupakan suatu keadaan atau situasi dimana masyarakat berada dalam kondisi terjamin kebutuhannya, baik dari segi pangan, sandang, papan, pendidikan, maupun kebutuhan-kebutuhan lainnya. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari pemenuhan akan kebutuhan hidupnya dan asset-asset yang ada pada mereka.
Kerangka pentagonal asset dapat digunakan dalam membedakan asset yang dimiliki masyarakat dalam lima kelompok yaitu: 1) Sumber Daya Manusia, 2) Sumber Daya Alam, 3) Ekonomi/keuangan, 4) Fisik/infrasturuktur, 5) Modal sosial, masing-masing asset dinilai dalam skala 0-5, dengan angka yang makin besar akan lebih mendukung kesejahteraan masyarakat.
1) Sumber Daya Manusia
Manusia yang diciptakan sebagai mahluk yang sempurna memiliki akal budi yang berdaya guna untuk mengelola seluruh isi bumi, agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan melengkapi hidupnya dengan berbagai-bagai pengetahuan untuk mengembangkan yang sudah ada sebelumnya. Pengembangan tersebut dapat dipicu dengan pengetahuan yakni dari bidang pendidikan, keterampilan, dan juga pengalaman-pengalaman kerja, layanan kesehatan yang memadai, yang akan menghasilkan sumber daya manusia yang cerdas, cermat, terampil, sehat jasmani dan rohani, serta ahli dalam bidangnya masing-masing. Sumber daya manusia
(33)
yang berkualitas sangat menentukan arah perkembangan kemajuan kesejahteraan suatu masyarakat.
Sumber daya manusia sebagai subjek penggerak, bertujuan untuk menaikkan taraf hidup untuk dirinya sendiri dan juga orang lain baik dalam skala kecil maupun dalam skala yang lebih besar.
2) Sumber Daya Alam
Sumber daya alam yang terdapat di bumi, sebagian besar diantaranya telah digunakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa sumber daya alam sangat berpengaruh dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, sumber daya alam dapat dibagi dua yakni:
a. Sumber daya alam yang dapat diperbaharui
Sumber daya alam yang dapat diperbaharui adalah sumber daya alam yang walaupun penggunaannya dilakukan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang lama akan tetap ada. Contoh: tanah, air, dan udara.
b. Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui
Sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui adalah sumber daya alam yang apabila digunakan secara terus-menerus dalam jangka waktu yang sangat panjang, akan habis, dan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk mendapatkannya kembali misalnya: barang-barang tambang, seperti batubara, minyak bumi, dan
(34)
sekitarnya. Misalnya apabila terjadi tsunami, tanah longsor, banjir bandang, erosi, abrasi pantai, dan pencemaran, maka sumber daya alam akan ikut tercemar keberadaannya, yang juga akan mempengaruhi kehidupan manusia. Pengembangan masyarakat akan terhambat dan tidak menunjang pada kesejahteraan masyarakat.
3) Ekonomi/ Keuangan
Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya yang tidak dapat dipenuhi secara pribadi, yakni harus dibeli di pasar, manusia membutuhkan suatu alat tukar. Jadi dapat dikatakan bahwa kebutuhan akan uang adalah suatu hal yang sangat urgent. Keberadaan keuangan yang minim, dipengaruhi oleh krisis ekonomi (moneter), bencana alam dan juga kenaikan harga bahan bakar muinyak (BBM). Sehingga di perlukan biaya yang lebih besar untuk mencetak uang, dan masyarakat sulit untuk mendapatkan barang dalam nilai yang murah. Bencana alam menyebabkan segala bidang yang menjadi sumber penghasilan rusak, dan harus diperbaiki dengan biaya yang cukup tinggi, sehingga kepemilikan atas uang atau materi merosot, sehingga yang seharusnya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan atau mengembangkan usaha akan ikut merosot. Kenaikan harga BBM memberikan dampak yang sangat besar. Ketika masyarakat membutuhkan bahan-bahan untuk kebutuhan sehari-hari harus mengeluarkan uang atau materi dalam jumlah yang banyak, sehingga hal itu sangat menyulitkan masyarakat untuk mencukupi kebutuhannya sehari-hari, khususnya masyarakat yang keadaan ekonominya yang sulit dan dibawah rata- rata.
(35)
4) Fisik/Infrastruktur
Dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat, dibutuhkan juga sarana dan prasarana yang memadai, baik secara kuantitas dan juga kualitas. Sarana dan prasarana yang dimaksud adalah jalan raya, perumahan, rumah sakit (Puskesmas), sekolah, dan kantor pemerintahan. Sarana dan prasarana tersebut sangat di butuhkan untuk membangun masyarakat baik secara intelektual, jasmani,
dan spiritual. Apabila kebutuhan akan sarana dan prasarana ini terganggu, maka peningkatan kesejahteraan pada masyarakat juga akan terganggu, namun apabila dijaga dengan baik, maka peningkatan kesejahteraan akan masyarakat dapat berjalan dengan lancar dan berkesinambungan (Sustainable).
5) Modal Sosial.
Pada umumnya masyarakat mengenal 3 modal sosial yakni trust (kepercayaan), jaringan sosial, dan juga institusi sosial. Ketiganya saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya. Trust (kepercayaan) terbentuk dari interaksi yang terus-menerus antara yang satu dengan yang lainnya dalam suatu komunitas. Trust (kepercayaan) memberikan suatu jaminan unuk dapat hidup bersama dan menjalankan kehidupan bersama-sama. Hal ini menyebabkan terbentuknya jaringan sosial. Menurut Habermas jaringan sosial terbentuk disebabkan oleh adanya suatu jalinan yang erat antara satu individu dengan individu dan kelompok
(36)
dengan institusi sosial pada pembahasan ini adalah suatu lembaga yang berlandaskan pada norma-norma, nilai-nilai yang terdapat pada masyarakat, dan membentuk peraturan-peraturan yang harus dilaksanakan oleh setiap individu yang terlibat di dalamnya. Ketika modal sosial dijalankan dengan dalam masyarakat yang dapat menerima dan menjalankan dengan baik, maka dapat diasumsikan tidak tertutup kemungkinan untuk memajukan kesejahteraan masyarakat tersebut.
Untuk menilai kelima hal tersebut di atas, kerangka asset pentagonal inilah nantinya yang akan saya gunakan dalam menganalisis keberadaan/kesejahteraan masyarakat petani jala apung (keramba) yang ada di Kecamatan Baktiraja, yaitu untuk melihat seberapa besar asset yang mereka miliki dari kelima hal yang telah di sebutkan diatas. Asset pentagonal ini telah digunakan di Nias Selatan dalam menganalisis kesejahteraan masyarakat, dimana asumsinya, semakin besar skala asset yang dimilki masyarakat maka dapat dikatakan kesejahteraan semakin terdukung, dan sebaliknya jika asset yang mereka miliki semakin kecil skalanya maka kesejahteraan mereka kurang terdukung pula.
2.3. Copying Strategi: Suatu Strategi Dalam Menangani Kemiskinan
Copying Strategi dikenal juga dengan copying behaviour, copying mechanisms, survival strategies, household strategies, dan livelihood diversivication (Suharto, 2002). Kajian mengenai Copying Strategi dapat memberikan gambaran
(37)
mengenai karakteristik dan dinamika kemiskinan yang lebih realistis dan komprehensif. Suharto menjelaskan bagaimana keluarga miskin merespon dan mengatasi permasalahan sosial ekonomi yang terkait dengan situasi kemiskinannya.
Kesadaran akan pentingnya menangani kemiskinan yang berkelanjutan yang menekankan pada penguatan solusi-solusi yang ditemukan oleh orang yang bersangkutan semakin mengemuka. Pendekatan ini lebih memfokuskan pada pengidentifikasian “apa yang dimiliki oleh orang miskin” ketimbang “apa yang tidak dimiliki oleh orang miskin”, yang menjadi sasaran pengkajian. Pada mulanya, konsep Copying strategi sering dipergunakan untuk menunjukkan strategi bertahan hidup (Survival strategies) keluarga di pedesaan di negara-negara berkembang dalam menghadapi kondisi krisis, seperti bencana alam, kekeringan, gagal panen dan lain-lain.
Secara umum Copying strategies dapat di defenisiskan sebagai kemampuan seseorang dalam mengatasi berbagai permasalahan yang melingkupi kehidupannya. Dalam keluarga miskin menurut Moser (1998), strategi penanganan masalah ini pada dasarnya merupakan kemampuan segenap anggota keluarga dalam mengelola atau mengatur berbagai asset yang dimilikinya. Dalam Moser (1998: 4-16) kerangka analisis yang disebut “The Asset Vulnerability Framework” meliputi berbagai pengelolan seperti:
1. Asset Tenaga Kerja (Labour Assets), misalnya meningkatkan keterlibatan wanita dan anak-anak dalam keluarga untuk bekerja membantu ekonomi rumah tangga.
(38)
Dalam masyarakat patriakhat, wanita merupakan kelompok subordinasi yang dianggap pekerjaannya hanyalah dalam sektor domestik, dalam konsep asset ini wanita ikut dalam peran pada faktor publik, yakni ikut dalam pengerjaan lahan. Hal ini sebenarnya tidak asing lagi dilihat dalam kehidupan di pedesaan. Di daerah pedesaan para wanita dan anak-anak sangat sering terlibat dalam membantu kebutuhan keluarga, yaitu mereka mengerjakan apa yang sebenarnya lebih sering dikerjakan oleh laki-laki, tetapi oleh karena keadaan, bila hanya laki-laki yang bekerja untuk memenuhi kebutuhan, kebutuhan rumah tangga dan yang lainnya kurang dapat terpenuhi, sehingga kaum wanita dan anak-anak ikut serta dalam pemenuhan produk ekonomi, seperti ikut ke sawah mengerjakan pekerjaan yang ada di sawah, demikian halnya dengan anak-anak, setelah mereka selesai sekolah mereka akan membantu orangtua ikut bekerja dan bertanggungjawab layaknya seperti orang dewasa setiap harinya. Hal inilah yang membedakan mereka dengan anak-anak di perkotaan, kesempatan mereka untuk belajar lebih sedikit dari pada anak-anak yang tinggal di perkotaan, hal ini juga dapat mengakibatkan ketertinggalan ilmu pengetahuan dan kurang wawasan bagi anak-anak yang lahir di pedesaan. Selain itu, anak-anak di pedesaan lebih banyak belajar dari alam dan pengalaman tempat mereka bekerja dan belajar, sedangkan anak-anak di perkotaan lebih kepada kecanggihan teknologi yang telah tersedia.
2. Asset Modal Manusia (Human Capital Assets), misalnya memanfaatkan status kesehatan yang dapat menentukan kapasitas orang untuk bekerja atau keterampilan
(39)
dan pendidikan yang menentukan kembali atau hasil kerja (return) terhadap tenaga yang dikeluarkannya. Kesehatan merupakan asset manusia yang paling berharga. Bila manusia tidak sehat maka tidak akan mampu dalam memenuhi kebutuhan ekonominya, seperti makanan, pakaian, pendidikan maupun kebutuhan hiburan. Oleh sebab itu faktor kesehatan menjadi pertimbangan dalam penentuan seseorang atau kelompok orang dapat memenuhi kebutuhan, dan meningkatkan taraf hidupnya selayaknya ukuran kebutuhan yang baik.
3. Asset Produktif (Produktive Assets), misalnya menggunakan rumah, sawah, ternak, tanaman untuk keperluan hidupnya. Setiap tempat dapat dijadikan sebagai lahan produktif dalam pemenuhan kebutuhan,
baik yang dipergunakan sehari-hari maupun untuk jangka panjang. Rumah dapat dijadikan sebagai tempat untuk mengembangkan keterampilan yang menghasilkan pendapatan yang lumayan, yang umumnya dikenal sebagai home industry. Sedangkan sawah dan ternak di daerah pedesaan, juga untuk memenuhi kebutuhan hidup, seperti memelihara ternak, menanam sayur-sayuran, umbi-umbian bahkan membuat kerangka untuk beternak ikan, dan lain-lain, karena memang di daerah pedesaan hal ini memungkinkan, karena rumah berdekatan dengan ladang, dan tidak mengganggu orang lain jika memelihara ternak, dan di daerah pedesaan sudah seperti budaya, bahwa hampir setiap rumah mempunyai ternak, lain halnya dengan di kota, kita tidak dapat menerapkan seperti apa yang kita inginkan,
(40)
Karena harus dengan penuh pertimbangan dan kehati-hatian oleh karena kemajemukan dan sifat individualis yang tinggi.
4. Asset Relasi Rumah Tangga atau keluarga (Household relation assets), kelompok etnis, migrasi, tenaga kerja dan mekanisme “uang kiriman”. Tenaga kerja merupakan setiap orang yang siap untuk bekerja tanpa memandang apa pekerjaan yang dilakukannya, tetapi memberi keuntungan terhadap orang lain dan juga dirinya. Kelompok etnis menunjukkan perbedaan prestasi kerja dengan yang lainnya. Ada etnis yang streotipnya adalah pekerja keras, ulet, dan menjunjung tinggi marwah etnisnya. Ada yang lain lembut, teliti, dan juga lebih menunjukkan persaudaraan yang begitu erat. Faktor migrasi dan “uang kiriman” juga sangat erat kaitannya dalam meningkatkan taraf hidup suatu keluarga dalam kelompok masyarakat. Relasi yang baik dalam keluarga juga mempengaruhi kelangsungan atau kelancaran produksi ekonomi keluarga.
5. Asset Modal Sosial (Social Capital Assets)
Sebagian besar penelitian mengenai Copying Strategies menggunakan keluarga atau rumah tangga sebagai unit analisis. Meskipun istilah keluarga dan rumah tangga sering dipertukarkan, keduanya memiliki sedikit perbedaan. Keluarga menunjuk pada hubungan normatif antara orang-orang yang memiliki ikatan biologis. Rumah tangga menunjuk pada sekumpulan orang yang hidup satu atap, namun tidak selalu memiliki hubungan darah, baik anggota keluarga maupun
(41)
rumah tangga umumnya memiliki kesepakatan untuk menggunakan sumber-sumber yang dimilikinya secara bersama-sama, yaitu mata pencaharian. Suatu mata pencaharian meliputi pendapatan yang bersifat tunai dan ada juga yang bersifat barang, suatu kehidupan akan didukung oleh adanya interaksi yang ada antara orang-orang yang ada disekitar kita, khususnya keluarga, yaitu merujuk kepada kemampuan untuk mencari nafkah (livelihood capabilities), asset nyata menunjuk kepada simpanan (makanan, emas, tabungan), dan sumber-sumber lainnya seperti (tanah, air, sawah, tanaman, ternak
Moser (1998) juga menjelaskan bahwa di daerah pedesaan copying strategies keluarga miskin sangat terkait dengan sumber daya alam dan juga sistem pertanian. Beberapa bentuknya antara lain meliputi:
• Akumulasi asset pada masa panen untuk digunakan pada masa paceklik.
• Sistem gotong royong diantara anggota keluarga dan anggota masyarakat dalam mengelola makanan dan sumber daya alam pada masa krisis.
• Migrasi ke kota untuk mencari pekerjaan.
• Penggantian jenis tanaman dan cara bercocok tanam. • Pengumpulan tanaman-tanaman liar untuk makanan • Penghematan konsumsi makanan
• Peminjaman kredit dari anggota keluarga, pedagang atau lintah darat • Penjualan simpanan benda-benda berharga (emas, perabotan rumah tangga) • Penjualan asset produktif (tanah, binatang, ternak peliharaan)
• Produksi dan perdagangan skala kecil (buka warung) • Penerapan ekonomi subsistem
• Pemanfaatan bantuan pemerintah dimasa krisis (Program JPS)
Dalam garis besar beberapa bentuk Copying strategies keluarga miskin dapat di kelompokkan menjadi tiga yaitu:
(42)
Melibatkan lebih banyak anggota keluarga untuk bekerja, memulai usaha kecil-kecilan, memulung barang-barang bekas, menyewakan kamar, menggadaikan barang, meminjam uang ke bank atau lintah darat. Dengan kegiatan-kegiatan tersebut dapat meningkatkan asset yang mempengaruhi pertumbuhan dan pertambahan taraf hidup masyarakat.
Pengontrolan Konsumsi dan Pengetatan Pengeluaran
Mengurangi jenis dan pola makan, membeli barang-barang murah, mengurangi pengeluaran untuk biaya pendidikan dan juga kesehatan, mengurangi kunjungan ke desa, memperbaiki rumah atau alat-alat rumah tangga sendiri. Kontrol ataupun manajemen pada keuangan yang dimiliki sangat penting untuk menjaga asset modal atau setidaknya tidak mengalami kerugian, karena tidak akan sangat fungsional suatu kerja ataupun tenaga bila tidak menghasilkan sesuatu yang dapat ditabung dan dijadikan modal selanjutnya.
• Pengubahan Komposisi Keluarga
Migrasi ke desa atau ke kota lain, meningkatkan jumlah anggota rumah tangga untuk memaksimalkan pendapatan, menitipkan anak kepada kerabat atau keluarga yang lain baik secara temporer maupun permanen.
Komposisi keluarga sangat mempengaruhi komposisi pendapatan. Bila suatu keluarga sudah mempunyai anggota yang sudah terlalu banyak, maka sebaiknya sebagian dari anggota keluarga tersebut baiknya dikirim ke luar untuk bekerja
(43)
atau dididik oleh kerabat keluarga. Namun, apabila masih kekurangan anggota keluarga dalam meningkatkan tingkat perekonomian keluarga, maka sebaiknya jumlah anggota keluarga ditambah, misalnya meminta saudara atau kerabat untuk ikut membantu.
(44)
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis Penelitian
Untuk menjawab permasalahan yang akan diteliti, maka diperlukan adanya suatu metode penelitian. Jenis penelitian ini adalah jenis penelitian kualitatif yang hasilnya akan disajikan dalam bentuk deskriptif.
Penelitian kualitatif yang akan menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku, sehingga dapat diamati dan dianalisis. Alasan penelitian kualitatif dilakukan adalah karena beberapa pertimbangan: pertama, menyesuaikan metode kualitatif lebih mudah apabila berhadapan dengan kenyataan ganda; kedua, metode ini menyajikan secara langsung hakikat hubungan antara peneliti dan informan; ketiga, metode ini lebih peka dan lebih dapat menyesuaikan diri dengan lebih banyak penajaman pengaruh bersama terhadap pola-pola nilai yang dihadapi (Moleong 1993: 5).
Metode penelitian kualitatif adalah metode yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian, (informan) misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain secara holistik dan dengan cara deksktiptif dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode ilmiah, (Moleong 2000: 6).
Pendekatan behavior adalah suatu upaya pemahaman interpretatif dalam kerangka memberikan penjelasan terhadap perilaku-perilaku sosial dalam
(45)
masyarakat. Dalam pendekatan ini perilaku-perilaku sosial yang dimaksud lebih dilekatkan pada makna subjektif dari seorang individu bukan perilaku massa.
Penelitian deskriptif kualitatif ini juga bertujuan untuk menggambarkan, meringkaskan berbagai kondisi, situasi, sifat, model, tanda atau gambaran tentang kondisi dan juga fenomena yang terjadi pada suatu daerah tertentu.
(Bungin, 2001: 68).
3.2. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Baktiraja kabupaten Humbang Hasundutan, tepatnya disekitar pinggiran Danau Toba.
Alasan pemilihan lokasi ini yaitu:
a. Karena Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan adalah daerah tempat tinggal peneliti yang sesuai dengan etnis peneliti yang berasal dari etnis Batak dan penduduknya sebagian besar adalah etnis Batak.
b.Lokasi tersebut dianggap sesuai dengan judul dan permasalahan yang diteliti sehingga dapat memberikan data yang valid.
(46)
Unit analisis adalah satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai objek penelitian (Arikunto: 1999: 22). Adapun yang menjadi unit analisis dalam penelitian ini adalah petani jala apung (keramba) yang berada di Kecamatan Baktiraja dan berada dipinggir Danau Toba.
Informan
Informan adalah individu, komunitas atau kelompok masyarakat atau institusi yang menjadi sumber informasi.Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah orang yang mampu memberikan data aktual dan akurat dalam penelitian, yaitu orang yang berprofesi sebagai petani jala apung. Adapun orang-orang yang menjadi sumber informasi data penelitian ini selanjutnya disebut sebagai informan.
Yang menjadi informan kunci adalah orang yang diajak wawancara secara mendalam. Dalam penelitian ini adalah dua belas orang petani jala apung (keramba) yang terdiri dari 3 orang dari setiap desa yang berada di pinggiran Danau Toba Kecamatan Baktiraja yaitu desa Sinambela, desa Simangulampe, desa Marbun Toruan dan desa Tipang, Kecamatan Baktiraja.
(47)
Agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, maka diadakan teknik pengumpulan data, mengumpulkan data adalah penelitian yang sukar, karena apabila data yang diperoleh data yang salah, tentu saja kesimpulannya menjadi salah pula, dan hasil penelitiannya menjadi palsu (Arikunto, 2001: 24). Dalam penelitian ini ada dua yang menjadi teknik pengumpulan data yaitu:
a. Data Primer
Dalam Penelitian ini teknik pengumpulan data dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Wawancara Mendalam (In-Depth Interview).
Wawancara mendalam yang dimaksud adalah percakapan yang sifatnya luwes, terbuka dan tidak baku. Intinya adalah peneliti akan mengadakan pertemuan secara langsung dengan informan, dan harapannya informan dapat mengungkapkan informasi atau data yang diharapkan dengan bahasanya sendiri. Jikalau ada pedoman wawancara (interview guide), hanya sebatas instrument pembantu bagi si peneliti yang sifatnya monoton. Wawancara mendalam yang dilakukan adalah tanya jawab antara peneliti dan informan saja.
b. Data Sekunder
Yaitu semua data yang didapatkan secara tidak langsung dari objek peneliti, yaitu dapat diperoleh dari penelitian terdahulu, dapat juga dengan mengambil data dari
(48)
dianggap relevan dengan masalah yang diteliti, dalam hal ini adalah petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja Kabupaten Humbang Hasundutan.
2. Fokus Goup Discussion (FGD), adalah suatu proses pengumpulan informasi mengenai suatu permasalahan tertentu yang sangat spesifik melalui diskusi kelompok. Permasalahan yang sangat spesifik menunjukkan bahwa diskusi dilaksanakan untuk memenuhi tujuan penelitian yang sudah sangat jelas, oleh karena itu pertanyaan penelitian juga sudah jelas dan spesifik. (Irwanto 1998: 1).
3.5. Interpretasi Data
Bogdan dan Biklen (dalam Moleong, 2006: 248) menjelaskan analisis data adalah upaya yang dilakukan jalan bekerja dengan data, mengorganisasiskan data dan memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskan, membuat ikhtisarnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dipelajari, serta memutuskan apa yang diceritakan kepada orang lain.
Analisis data dimulai dengan menelaah data yang tersedia dari berbagai sumber, yaitu data yang diperoleh yakni catatan lapangan, gambar-gambar, dokumen resmi atau foto serta hasil wawancara dilapangan dan sebagainya yang akan dituangkan dalam bentuk tulisan, kemudian dianalisis sesuai dengan analisis kualitatif yang diuraikan dalam bentuk deskriptif.
(49)
3.6. Jadwal Kegiatan
3.7. Keterbatasan Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Kecamatan Baktiraja ini memiliki fenomena tersendiri, di awal penelitian ini muncul kekuatiran dalam pemikiran peneliti, hal ini
No Jadwal Kegiatan Bulan Ke
1 2 3 4 5 6 7 8 9
1 Pra Observasi √
2 ACC Judul √
3 Penyusunan Proposal Penelitian √ √
4 Seminar Proposal Penelitian/Judul √
5 Revisi Proposal Penelitian √
6 Penelitian ke Lapangan √
7 Pengumpulan dan Analisis Data √
8 Bimbingan Skripsi √ √ √ √
9 Penulisan Laporan Akhir √ √
(50)
discussion (FGD). Kekuatiran pertama adalah, seperti penulis ketahui sangat sulitnya mengumpulkan masyarakat di daerah ini, dimana ketika ada kegiatan mengumpulkan masyarakat seperti ini, sebagian besar mereka beranggapan akan mendapatkan bantuan/uang, seperti pengakuan dari pegawai kantor camat dan Bapak camat Baktiraja sendiri misalnya, ketika mereka melakukan sosialisasi tentang peternakan dan pertanian masyarakat sangat sulit untuk datang, dan jika mereka datang pasti di berikan makan, dan setelah makan dibekali lagi dengan amplop, jadi keadaan ini sudah seperti kebiasaan. Hal ini juga yang dirasakan oleh peneliti, sehingga pelaksanaan FGD sempat tertunda sampai dua kali, dimana para petani jala apung (keramba) yang sudah saya undang melalui surat yang dibuat oleh bapak camat untuk melakukan FGD hanya dua orang yang datang, dan pada rencana pertemuan kedua orang yang datang hanya dari desa Sinambela dua orang, Marbun Toruan satu orang, lalu setelah satu jam berikutnya ada yang datang satu orang dari desa Tipang dan satu lagi dari desa Sinambela, tetapi kedatangan mereka tidak saya sia-siakan, kami melakukan diskusi bersama dengan sebagian pegawai kantor camat, walaupun dalam melakukan FGD ini dari segi kuantitas belum memadai dan diskusi ini juga tidak saya rekam. Dengan kondisi ini peneliti memutuskan untuk melakukan FGD ini menjelang malam hari di sebuah café yang ada di desa Tipang pada hari Minggu, hal ini peneliti lakukan oleh karena petunjuk dari beberapa orang, seperti bapak camat, pegawai kantor camat dan juga sebagian dari petani jala apung (keramba), dan puji Tuhan proses FGD berlangsung dengan baik yang dihadiri dari setiap desa walaupun kebanyakan yang datang dari desa Tipang.
(51)
Hal lain juga disebabkan oleh karena kegiatan informan yang sarat dengan kesibukan, dimana dalam hal ini peneliti harus melaksanakan wawancara dengan informan pada pagi-pagi, dan menjelang malam pada saat mereka memberikan ikan mereka makan, karena para petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja sebagian besar masyarakatnya adalah petani sawah/ladang dan juga (martoba), mengangkap ikan menggunakan jaring dan sampan, dimana mereka setiap harinya pergi ke sawah pada pagi hari setelah, memberi ikan makan dan baru pulang pada sore hari, sehingga peneliti harus melakukan wawancara setelah makan siang, sore hari, dan bahkan pada malam hari. Selain itu juga peneliti menyadari masih terdapat keterbatasan dan juga minimnya pengalaman untuk melakukan penelitian ilmiah, apalagi dalam membuat FGD, termasuk dalam hal menyampaikan maksud dari pertanyaan. Walaupun demikian, peneliti terus berusaha untuk melaksanakan penelitian ini dengan sebaik mungkin supaya hasil yang diperoleh dapat di pertanggungjawabkan validitasnya.
(52)
BAB IV
DESKRIPSI LOKASI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
4.1.1 Letak Geografis dan Batas Wilayah
Kecamatan Baktiraja, yang baru secara resmi dikukuhkan menjadi sebuah kecamatan yaitu pada tahun 2002 yng bernama Kecamatan Baktiraja, singkatan dari: Bakkara Tipang haroroan ni Raja (Bakkara Tipang asalnya Raja) Kabupaten Humbang Hasundutan, dimana kecamatan ini sebelumnya adalah merupakan bagian dari Kecamatan Muara, Kabupaten Tapanuli Utara, oleh karena berbagai faktor sehingga resmilah kecamatan ini berpisah dari Kecamatan Muara dan juga berpindah Kabupaten menjadi bagian dari Kabupaten Humbang Hasundutan.
Kecamatan Baktiraja adalah salah satu Kecamatan yang ada di Kabupaten Humbang Hasundutan yang berada dipinggiran Barat daya Danau Toba, letak astronomis berada pada lintang Utara 20 16’- 20-23’, Bujur Timur 980 47’- 980 58’, serta diapit oleh empat kecamatan, dengan batas-batas sebagai berikut:
Sebelah Utara: kecamatan Onan Runggu kabupaten Samosir
Sebelah Selatan: kecamatan Doloksanggul Kabupaten Humbang Hasundutan
(53)
Sebelah Timur: Kecamatan Muara Kabupaten Tapanuli Utara.
Jarak dari kantor camat ke kantor Bupati kabupaten Humbang Hasundutan yaitu empat belas Kilometer. (Sumber: KSK Kecamatan Baktiraja 2008).
4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografis
Kecamatan Baktiraja berada diatas permukaan laut 500- 1.500 meter, dengan jumlah curah hujan rata-rata setiap tahun 1895 Millimeter, dengan jumlah hari hujan setiap tahunnya 162 hari. Dari kondisi geografis diatas maka daerah Humbang Hasundutan merupakan daerah yang beriklim tropis, dari ketinggian permukaan laut daerah tersebut memiliki suhu sedang berkisar antara 200 – 300 C dan merupakan daerah perbukitan bergelombang kuat yang mencapai 69% wilayah dengan diikuti zona lemah (struktur minor) yang rawan terhadap aktifitas gempa bumi yang menyebabkan getaran tanah permukaan (Ground Shaking), longsor maupun gerakan tanah. Sumber: BMG, dari Stasiun Klimatologi.
4.1.3. Kondisi Demografis
Kabupaten Humbang Hasundutan terbagi dalam 10 kecamatan, kecamatan yang terluas adalah Kecamatan Parlilitan dengan luas sekitar 72.774,71 Ha atau 29% dari total luas wilayah Kabupaten Humbang Hasundutan dan kecamatan yang terkecil adalah Kecamatan Baktiraja dengan luas sekitar 5.036 Ha atau 0.89 persen dari luas Wilayah daerah Humbang Hasundutan. Kecamatan Baktiraja terdiri dari tujuh desa
(54)
yaitu, desa Tipang, desa Marbun Toruan, desa Siunong-unong Julu, desa Simamora, desa Sinambela, desa Simangulampe, dan desa Marbun Tonga/Dolok. Kecamatan ini dihuni oleh sebagian besar penduduk suku Batak Toba, hanya sedikit dari suku yang lain, seperti suku Karo, Suku Simalungun dan lain-lain. Penduduk di Kecamatan Baktiraja menganut agama Kristen, walaupun masih terbagi-bagi yaitu sebagian besar adalah penganut Kristen Protestan, hanya sedikit yang menganut agama Katolik, Pentakosta, dan GKII.
Tabel 1.1
Jumlah penduduk dan kepadatan penduduk menurut desa tahun 2008
No Desa Luas
(Ha)
Jumlah penduduk (Jiwa)
Kepadatan penduduk (jiwa/km2) 1 Tipang 1.156 1.454 (Lk 709, Pr 745) 110, 81
2 Marbun Toruan 695 976 (Lk 473, Pr 503 132, 09 3 Sinambela 420 906 (Lk,478 Pr 428 222, 86 4 Simangulampe 594 492 (Lk 220, Pr 272) 96, 97
5 Simamora 680 784 (Lk 376, Pr 408 115, 29
6 Siunong-Unong Julu
448 572 (Lk, 273, Pr 299) 127, 68
7 Marbun Tonga/ Marbun Dolok
1.048 1.122 (Lk. 565, Pr 557)
107, 67
Jumlah 5.036 6.190 122, 92
(55)
4.1.4 Potensi Wilayah
Wilayah Baktiraja pada awalnya memiliki potensi lahan yang cukup subur untuk dikembangkan menjadi areal pertanian yang mampu menunjang pertumbuhan sektor perekonomian, tetapi pada belakangan ini potensi tersebut agak berkurang, Selain itu juga Baktiraja memiliki potensi lain yaitu wilayah Danau Toba dan sungai dalam membudidayakan ikan dan juga sebagai tempat perhubungan melalui air yaitu dari Baktiraja ke Balige, Parapat, Muara, dan juga ke daerah Samosir dengan menggunakan kapal.
Potensi Keindahan Alam (Pariwisata)
Baktiraja terkenal dengan nama Aek Sipangolu (air yang menghidupkan) yang berada di desa Simangulampe. Dimana menurut masyarakat jika seseorang terkena jenis penyakit apapun apabila orang tersebut berendam/mandi dan meminum air dari Aek Sipangolu maka ia akan sembuh. Aek Sipangolu adalah air yang keluar ketika dalam perjalanan (bepergian) selalu menunggang kuda bernama “Gajah Putih”, dalam perjalanan Raja Sisingamangaraja XII merasa kehausan, lalu beliau menancapkan tongkatnya ke batu dan keluarlah air yang disebut dengan “Aek Bibir” karena Raja itu
(56)
masyarakat setempat dan juga dari luar. Ketika akan ketempat ini menurut kebiasaan tidak boleh makan daging babi dua hari sebelum ketempat itu, Jika memang sangat ingin mandi mereka harus membawa unte pangir (jeruk purut) lalu bisa mandi. Menurut mereka yang sudah mengalaminya jika kita datang ke tempat ini datang untuk meminta sesuatu, ketika akan dikabulkan airnya akan kelihatan semakin deras, artinya menurut para tua-tua kita dalam keadaan beruntung, sebaliknya, jika pada saat kita datang dan mandi airnya tetap dan seperti kecil maka kemungkinan kita kurang beruntung, itulah tanda-tanda yang bisa kita lihat, dan banyak masyarakat yang mengakui hal tersebut. Kedua, “Tombak (hutan), Sulu-sulu (obor)”, sebelumnya dinamakan “Tombak Situan Hobonaran” artinya tempat yang suci dan keramat. Menurut masyarakat, ditempat inilah Boru Pasaribu istri Raja Onan Sinambela mandi dengan air jeruk purut (unte pangir) kemudian bersemedi dan berdoa kepada “Mula Jadi Nabolon” (Tuhan Yang Maha Esa) untuk di karuniai anak laki-laki karena sudah lama berkeluarga namun belum memperoleh anak atau keturunan. Tempat bersemedi itu didalam sebuah goa yang berada persis ditengah-tengah “Tombak Sulu-Sulu”. Tombak (hutan), Sulu-sulu (obor), sehingga bermakna sebuah kawasan hutan kecil yang dapat memberikan sinar dan pelita kehidupan. Permohonan Boru Pasaribu dikabulkan Mula Jadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Kuasa) dan secara mujizat ia mengandung dan melahirkan anak laki-laki yang diberi nama Sisingamangaraja. Saat itulah “Tombak Situan Habonaran” berubah menjadi “Tombak Sulu-Sulu” yang berarti suatu tempat yang dapat memberikan cahaya terang bagi kehidupan. Lokasi itu berada di desa Marbun Dolok.
(57)
Kecamatan Baktiraja dan selalu dikunjungi orang khususnya bagi keluarga yang telah lama mendambakan keturunan. Kedua daerah wisata ini juga sering dikunjungi oleh para perantau, misalnya ketika memperingati seratus tahun wafatnya pahlawan nasional Sisingamangaraja XII yang dilaksanakan di Kecamatan Baktiraja tepatnya di desa Sinambela lapangan SMP Negeri 1 Baktiraja, banyak yang mengujungi daerah ini termasuk bapak Akbar Tanjung dan beberapa menteri, pada saat itu momennya adalah “napak tilas” pahalawan Nasional Sisingamangaraja XII. Selain itu ada juga tongkat raja Sisingamangaraja XII yang ditancapkan ke tanah yang tumbuh menjadi pohon hariara (pohon ara) yang besar di desa Sinambela.
4.2. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Baktiraja tepatnya di daerah Danau Toba. Danau Toba adalah salah satu sumber pendapatan bagi masyarakat di daerah pinggiran Danau Toba termasuk Kecamatan Baktiraja, Danau Toba adalah salah satu air tawar terbesar di dunia, yang memiliki luas areal perairan puluhan Kilometer persegi, dengan kedalaman sampai 900 Meter pada bagian yang terdalam. Danau Toba terletak pada daerah dataran tinggi di Sumatera Utara, dengan ketinggian permukaan airnya mencapai 698 meter dari permukaan laut. Secara geografis Danau Toba terletak pada area antara: 2010’ LU sampai dengan 3000’ LU dan antara 98020’ BT sampai dengan 99050’ BT. Danau Toba tercakup dalam wilayah administrasi dari tujuh Kabupaten yang terletak di daerah Sumatera Utara yang diapit oleh:
(58)
Sebelah utara: berbatasan dengan kabupaten Dairi, Toba Samosir
Sebelah Timur: berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan
Sebelah Barat: berbatasan dengan Kabupaten Humbang Hasundutan dan Tapanuli Tengah. Danau Toba merupakan danau tektonik-vulkanik karena terjadi berdasarkan gempa tektonik dan vulkanik akibat letusan gunung merapi. Danau Toba yang mengelilingi Pulau Samosir dan juga berada di sekitar beberapa Kabupaten dan Kecamatan di sekitarnya yang terbentuk oleh proses vulkanik dan tektonik pada ribuan tahun yang lalu dan menjadikan wilayah tersebut sebagai “Heritage World” salah satu harta warisan dunia, termasuk karena kekayaan dan keunikan warisan budayanya. Danau Toba memiliki pulau yaitu pulau Samosir, dan pulau Sibandang. Secara umum tipologinya adalah berbukit, bergelombang, miring dan terjal. Hanya delapan persen dari luas wilayahnya yang datar dengan tingkat kemiringan nol sampai dengan dua derajat dan semuanya terletak pada dataran (800-1800 meter) dari permukaan laut.
Kualitas perairan Danau Toba pada dasarnya dahulu sangat bersih, tetapi pada belakangan ini sangat dipengaruhi oleh kegiatan-kegiatan manusia, terutama pemukiman penduduk yang masuk ke Danau Toba, banyaknya sampah dan kotoran yang dibuang kedalamnya. Hal inilah yang mengakibatkan salinitas atau larutan garam yang terkandung dalam air meningkat karena adanya limbah akibat kegiatan masyarakat di daerah Danau Toba, yaitu daerah tangkapan air dan daerah resapan
(59)
bawah permukaan Danau Toba secara langsung atau tidak langsung akan mempengaruhi kualitas perairan Danau Toba. Kegiatan perairan Danau Toba merupakan sumber pencemaran yang mempengaruhi kualitas air dan menimbulkan kerusakan lingkungan kawasan Danau Toba. Kegiatan ekonomi masyarakat disekitar Danau Toba yaitu untuk mencari ikan dan membudidayakan ikan yang semakin menambah beban pencemaran air, hal ini juga diakibatkan adanya limbah berupa sisa-sisa pakan/makanan ikan yang tidak habis di makan oleh ikan dan juga kotoran dari ikan-ikan itu sendiri, selain itu juga banyaknya limbah dari minyak kapal yang melewati Danau Toba menjadi penyebab tercemarnya danau tersebut. Hal lain juga yang menyebabkan pencemaran yaitu banyaknya eceng gondok yang tumbuh dipinggiran Danau Toba dan juga lumut akibat dari surutnya air Danau Toba, walaupun kualitas perairan Danau Toba saat ini masih dapat dikatakan baik, tetapi seiring dengan berjalannya waktu, maka dapat diprediksi kualitas airnya akan semakin rendah dengan semakin banyaknya aktivitas manusia di sekitar dan di Danau Toba untuk aktivitas masyrakat sehari-hari.
Jenis ikan yang dibudidayakan di perairan Danau Toba dengan menggunakan jala apung (keramba) adalah ikan Nila (Oreochromis niloticus) adalah merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis yang tinggi, pertumbuhannya yang cepat. Selain itu juga rasanya yang enak dan tidak terlalu mahal, dan juga merupakan komoditas penting dalam bisnis ikan air tawar dunia. Beberapa hal yang mendukung (keunggulan) para petani jala apung (keramba) dalam membudidayakan ikan nila dan
(60)
- Memiliki resistensi yang relatif tinggi terhadap kualitas air dan lebih tahan penyakit dibanding ikan yang lain
- Memiliki toleransi yang luas terhadap kondisi lingkungan
- Memiliki kemampuan yang efisien dalam membentuk protein yang berkualitas tinggi dari bahan organik, limbah domestik dan pertanian
- Memiliki kemampuan pertumbuhan yang baik dan cepat - Mudah berkembang dalam sistem budidaya intensif
Selain ikan nila, ada juga ikan mas (Cyprinus carpio), kedua jenis ikan tersebut adalah merupakan komoditas air tawar yang relatif mudah untuk dibudidayakan dan juga banyak diminati oleh masyarakat.
http://id.wikipedia. mbddyakan ikan nila scr intensif, December 30, 2009 @ 9:22 am
4. 3. Deskripsi Keberadaan Petani Jala Apung (Keramba)
4. 3. 1 Gambaran Umum Petani Jala Apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja Kecamatan Baktiraja (Bakkara) adalah nama sebuah wilayah yang berada di pinggiran Barat daya Danau Toba, Sebuah teritori yang terdiri dari beberapa dusun dan desa yang terhampar di lembah rura Bakara yang berjarak 14 kilometer dari Dolok Sanggul. Baktiraja merupakan daerah yang penduduknya didominasi oleh petani sawah, ladang dan juga petani jala apung (keramba), kecamatan yang terdiri dari tujuh desa ini tidak semua desa yang dapat mengusahakan keramba, hal ini di sebabkan karena daerah mereka yang jauh dari Danau Toba, hanya empat desa yang mengusahakan keramba yaitu desa Sinambela, Simangulampe, desa Marbun Toruan,
(61)
desa Tipang. Derah Baktiraja pada dulunya terkenal dengan hasil pertaniannya dan juga ikan-ikan yang banyak hasil ikan tangkapan dari Danau Toba, dulunya masih jarang ada keramba seperti yang terlihat sekarang ini, misalnya di desa Tipang saja jumlah petani jala apung (keramba) sudah mencapai delapan puluh lima orang yang menggunakan keramba, dan termasuk juga desa yang lain yang sudah lumayan banyak mengusahakan keramba. Hal ini terjadi akibat sulitnya kondisi ekonomi yang dialami oleh masyarakat Baktiraja, kejayaan lima belas tahun yang lalu seolah hilang, hasil pertanian yang semakin merosot, bawang merah, kacang tanah, cabe, kelapa, padi, sayur dan ikan nila dan ikan mas seolah-olah sudah hilang, menurut para orangtua yang memang sudah tua dari segi umur, hal itu diakibatkan karena keserakahan dari manusia itu sendiri dan juga kerakusan, semua ingin cepat dan hampir meninggalkan budaya bertani pada masa lalu. Dulunya sebelum kesulitan ekonomi ini datang hampir semua ibu rumah pergi ke pasar Onan lobu (nama pajak di Kecamatan Baktiraja) untuk menjual hasil tananaman seperti sayur, cabe, kacang-kacangan dan sekalian berbelanja kebutuhan sehari-hari, tetapi pada saat ini kondisi pasar sudah sepi, hampir setengah pengunjung pasar yang biasanya tidak datang lagi. Ironisnya pasar hanya ada satu kali setiap minggunya, yaitu hanya pada hari rabu saja, itupun tidak dapat mereka nikmati, untuk membeli kebutuhan sehari-hari untuk kebutuhan satu mingggu berikutnya. Kini para ibu rumah tangga menyuruh anak-anaknya untuk belanja ke pasar karena ada perasaan malu disebabkan minimnya uang yang mau mereka belanjakan. Pada hari rabu di daerah ini juga sebenarnya para kaum
(62)
Onan lobu, tetapi mereka tidak lagi dapat menikmati itu oleh karena ketidakadaan uang, pada hari rabu tersebut yang biasnya sepi oleh karena sebagian besar orang pergi ke pasar termasuk anak sekolah yang ingin membeli sesuatu yang diinginkannya, tetapi belakangan ini seolah sama hari biasa dengan hari pekan sama-sama ramai di sungai menangkap ikan pora-pora menggunakan jala, alasan menggunakan jala karena hampir semua bisa mempelajari dengan cepat. Sama halnya dengan pajak yang ada di Dolok Sanggul setiap hari Jum’at pajak ini sangat ramai karena banyaknya orang yang pergi untuk menjual hasil panen seperti bawang, cabe, kacang, kopi dan ikan dalam jumlah yang besar, dan pada hari inilah masyarakat yang hendak belanja baju, jalan-jalan dan menonton dan lain-lain, dan kendaraan pada hari Jumat di daerah Baktiraja yang banyak lalu lalang yang membawa orang yang hendak maronan (bepergian kepajak hendak berbelanja) ke Dolok Sanggul dan juga pulang dari Dolok Sanggul. Kondisinya ini juga sama dengan orang yang akan berbelanja ke Balige yang menggunakan kapal sebagai transportasi kondisinya sudah sepi, dimana orang yang biasanya berbelanja dan hendak ke pajak Balige tidak lagi pergi seperti biasanya.
Hal lain yang sangat memprihatinkan adalah, anak-anak sekolah yang sebenarnya kewajibannya pada malam hari adalah untuk belajar dan mengerjakan tugas sekolah termasuk istirahat tidak bisa mereka rasakan, mereka melewati masa kecilnya dengan penuh perjuangan hidup, hampir setiap sore sampai malam mereka harus berjuang membantu perekonomian keluarga yang sangat sulit untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.dan kebutuhan sekolah. Pekerjaan mencari ikan ini sebenarnya
(63)
adalah pekerjaan kaum laki-laki, tetapi pada belakangan ini hal itu tidak berlaku lagi, ibu-ibupun sudah ikut berpartisipasi membantu suami dan anak-anaknya menangkap ikan, walaupun mereka hanya mengantar makanan dan mandekkei (mengambili ikan pora-pora dari jala dan doton), dapat dibayangkan daerah ini yang sangat kental dengan adat, dimana para orangtua yang marbao (mar amang, mar inang) seolah olah diabaikan, karena kalau pada siang dan sore hari para penangkap ikan yang meggunakan durung (jaring dari kawat) supaya mereka tidak basah mereka hanya memakai celana dalam supaya ketika mereka naik dari air ada yang mereka pakai untuk pulang dan tidak terlalu kedinginan, hal ini tidak lagi dapat terhindarkan, jika tanpa disengaja sama-sama jumpa di sungai orang-orang yang marbao tadi seolah-olahlah tidak berjumpa atau tidak saling melihat, karena jika orang yang marbao di daerah Baktiraja ini, untuk berbicara langsung sebenarnya jarang, itulah adat yang ada di Kecamatan Baktiraja ini sesuai dengan adat Batak Toba.
Dapat dikatakan semakin majunya zaman tidak diikuti dengan kesejahteraan masyarakat ada di kecamatan Baktiraja ini, keadaan perekonomian seolah berjalan di tempat dan malah berjalan mundur. Beberapa usaha telah dilakukan beberapa penduduk desa, yaitu membuat acara dengan berdoa dan makan bersama, mengubah semua tanaman menjadi tanaman padi saja dengan harapan supaya tanah kembali subur. Hal lain juga yang mereka lakukan adalah dengan memanggil pihak penyuluh pertanian dan dari dinas perikanan melalui kelompok tani yang mereka bentuk untuk melakukan penyuluhan kepada para petani, tetapi mereka seolah belum menemukan
(64)
asah dengan kondisi yang ada pada saat ini, tetapi mereka hanya dapat berharap pada Tuhan saja. Ada sebuah slogan yang ada di daerah Baktiraja yaitu “Untunglah Namboru kita si Megawati menaburkan bibit pora-pora ini” kalau tidak entah dari mana sumber penghidupan dan bagaimana cara masyarakat di Kecamatan Baktiraja bertahan hidup. Entah sampai kapan kondisi itu akan menghantui masyarakat yang berdomisili di daerah ini, dimana sebagian besar adalah penduduk asli Baktiraja yang mengalami kondisi ekonomi yang sulit dan memprihatinkan.
4.3.2 Persepsi Masyarakat Baktiraja Dengan Tingkat Kesejahteraan
N o
Persepsi masyarakat
tentang
Orangtua Dewasa Muda
1 Miskin -Dalam membuat keramba mereka hanya sanggup dalam jumlah kecil, kira-kira 4-8 kotak saja, karena tidak ada modal
-Untuk mencukupi pakan ikan mereka sering utang sama toke.
-Semuanya miskin jika sudah tua, karena tidak dapat berbuat banyak lagi, misalnya untuk mengolah
-Dalam membuat jala
apung (keramba) jumlahnya terbatas, yang
disebabakan oleh karena kekurangan modal dan skill karena sumber daya manusianya yang rendah. -Mereka selalu kekurangan sehingga untuk memenuhi pakan ikan sering utang sama toke.
-Untuk makanan tambahan
-Kurang modal,
sehingga ketika mebuka usaha keramba sangat terbatas jumlahnya dan kurang percaya diri
- Sering utang sama toke
-Harus dibantu, dibina dan diberi modal usaha oleh pemerintah
(65)
makanan tambahan ikan sudah kurang mampu dari segi tenaga.
-Tidak punya rumah sendiri, jika ada rumahnya sangat sederhana
-Kedudukan mereka dalam masyarakat kurang dipandang lea (hina) karena sangat sering bergantung kepada orang lain, seperti meminjam uang dan utang pakan ikan dan juga hidup sehari-hari
diolah sendiri, seperti memasak pora-pora, jagung, abu pellet dicampur dedak dan ubi, memberikan daun-daunan
-Tidak punya rumah sendiri
Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari sering
gali lobang tutup lobang. -Etos kerjanya sangat rendah
-Tidak profesional dalam berusaha sehingga tidak menikmati pekerjaannya. -Hanya ikut-ikutan dalam berusaha
menambah usaha dengan cepat
-Mengolah sendiri makanan tambahan -Tidak memiliki usaha
yang lain untuk mendukung usaha keramba
-Skillnya masih sangat rendah
2 Berkecukupan (sedang)
-Dalam membuka usaha keramba sudah lebih banyak modalnya sehingga bisa membuat keramba dalam jumlah yang lebih banyak.
-Pakan ikannya sudah dapat dibeli sendiri tidak utang lagi, karena jika utang harganya lebih mahal
-Modal sudah cukup untuk membuka usaha
-Pakan ikannya tidak sering lagi utang
-Dalam membutuhi makanan tambahan tetap
juga mengolah sendiri jika ada waktu dan kemauan -Sudah memiliki rumah sendiri
- Modal cukup
-Jumlah jala apung sudah lumayan banyak kira-kira 10-20 kotak
-Memiliki usaha yang lain selain keramba Memiliki rumah sendiri -Memiliki kendaraan
(66)
-Sudah memiliki rumah sendiri
-Mereka sudah memiliki kendaraan, sehingga lebih cepat jika ada urusan
-Jika hendak belanja sudah bisa langsung ke toke besar, tidak lagi melalui agen
-Sudah dapat sekolahkan anak yang lumayan
-Sudah memililki kendaraan sendiri (kereta)
-ketiak akan belanja perlengkapan keramba sudah langsung ke toke besar di Siantar, jadi lebih murah dan lebih untung -Sudah dapat sekolahkan anak walaupun pas-pasan
-Memiliki skill dan sudah professional dalam berusaha
-Mereka sudah dapat sekolahkan anak
3 Kaya -Sudah punya semuanya dengan lengkap (modal dan kemampuan)
-Terpandang di dalam masyarakat
-Sudah bisa tempat mengadu/tempat
meminjam
-Memiliki apa yang mereka mau dan jarang terhambat, termasuk dalam membuka usaha jala apung (keramba), seberapa mau mereka akan buat
-Mempunyai skill/SDM yang lumyan memadai dan profesional
-Memiliki usaha yang bagus dan berkembang
-Memiliki rumah dan kendaraan
-Menyekolahkan anak
-Jika dalam setiap bulannya masih ada
sisa penghasilan (surplus)
-Mempunyai modal yang kuat, sehingg bisa membuka usaha yang lain yang berkompeten untuk berkembang -Memiliki rumah yang bagus, isinya lengkap Memiliki mobil dan -Bisa sekolahkan anak ke perguruan tinggi
(67)
kemana mereka mau dan tidak terhambat dengan uang
- Sudah lebih diakui dalam masyarakat.
kemana mereka mau
-Mereka adalah pegawai atau istri mereka pegawai
-Sudah memilki etos kerja yang tingi dan sudah profesional
Matriks 1. Persepsi Masyarakat tentang miskin menurut (Orangtua, Dewasa, Muda) Persepsi orangtua tentang miskin
1 Oppu Lumingga L (65 tahun)
Miskin adalah, seperti kondisi rumah kami ini, sudah tua aku, sampai sekarang terusnya bekerja, tapi seperti ga ada hasil, karena kalau adapun hasil harus dibagi sama yang punya sawah, kan mereka tidak
(68)
penting sewa harus dibayar, karena sawah kamipun istilahnya masih belah pinangnya.
2 Oppu Naomi L (70 tahun)
Miskin itu adalah segala-galanya bagi orang yang sudah tua, karena tidak bisa lagi apa-apa, seperti saya yang ga mungkin lagi kuat untuk bekerja, saya tidak malu mengatakan saya tidak mempunyai rumah dan hanya mempunyai beberapa kotak keramba lalu dalam hanya bertani sedikit, itulah kemiskinan.
3 Aman Sihombing (65 tahun)
Miskin itu adalah, lea (hina) tidak terpandang dalam masyarakat, karena tidak ada apa-apa, selalu berharap sama orang, ada rumah tapi rumah inipun dari dulu sudah ada.
Persepsi orang dewasa tentang miskin 1 A. Arnold L.Toruan
(31 tahun)
miskin adalah semua serba berkekurangan, kadang-kadang makanan ikannya pun tersendat apalagilah untuk menabung dan kebutuhan sekolah, artinya kita kerja jarang bisa menabung, karena gak mungkinlah kita menabung, sementara hidup layak ajapun sudah susah karena terus kekurangan, miskin itu menurutku di sebabkan karena kurang modal, bukan karena tidak mau bekerja, jadi teruslah miskin, jadi tidak ada cara untuk mendatangkan uang.
2 R. Sitohang (40 tahun)
Miskin adalah modal kurang, SDM rendah, di masyarakatpun kurang diakui. Miskin itu disebabkan tingginya adat dalam orang Batak, salah satu penyebab miskin itulah, kalau pesta harus ada tumpak, beras, ulos, lain lagi rokok. Selain itu juga miskin itu disebabkan sikomatu (siang kopi, malam tuak) itulah di daerah kita ini, bayangkanlah pagi-pagi jam setengah tujuh sudah serapan ke warung kopi, nanti jam enam sore sudah di warung tuak, tanpa memprihatinkan kondisi rumah tangga, dan anak-anak, yang penting bereslah Bapa-bapa ke warung kopi.
(1)
Pembuatan Point Asset Pentagonal
III. Strategi Pertahananan Hidup
1. Strategi apa yang saudara lakukan sehingga dapat bertahan hidup dalam memenuhi kebutuhan saudara dan keluarga sehari-hari? (klasifikasi pertahananan hidup, kaya, sedang/berkecukupan, miskin)
2. Apakah anggota keluarga berpartisipasi dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarga?
3. Apakah saudara masih tetap bertani sawah setelah bertani keramba?
4. Bagaiamana alokasi waktu dalam pengelolaan sawah dan jalaa apung (keramba) saudara secara bersamaan?
5. Apakah saudara mengikuti arisan atau kegiatan sejenisnya yang ada di daerah saudara?
6. Jika saudara mengalami tekanan/kesulitan dalam ekonomi apa yang saudara lakukan/kemana saudara pergi?
7. Apakah saudara pernah mendapat bantuan dari pemerintah?
8. Bagaimana kodisi perekonomian saudara setelah membuka keramba ini? 9. Apakah saudara berniat mencari usaha yang lain selain bertani sawah dan jala
apung (keramba) ini?
10. Apa penyebab yang membuat saudara tetap bertahan menekuni pekerjaan saudara ini?
(2)
LAMPIRAN III. Lampiran Gambar
Gambar 1. Gambar Kecamatan Baktiraja tampak dari daerah Dolok Sanggul
Gambar 2. Saat hendak wawancara dengan salah seorang petani jala apung (keramba) di desa Sinambela
(3)
Gambar 3. Peneliti melakukan wawancara dalam pondok, tepat diatas kerambanya, di desa Marbun Toruan
Gambar 4. Gambaran pertanyaan tentang aset yang dimiliki petani jala apung (keramba) di Kecamatan Baktiraja
(4)
Gambar 5. Peserta FGD yang sedang menandatangani absen pada saat diskusi tentang asset pentagonal
Gambar 6. Peneliti melakukan wawancara dengan T. Op Sungguh di desa Simangulampe
(5)
Gambar 7. Gambaran jala apung (keramba) di desa Tipang yang saling berdekatan
(6)
Gambar 9. Seorang informan (kordis N) yang sedang memberi makan ikannya