Baktiraja, terlihat dari usaha yang ada di daerah ini semuanya adalah usaha penduduk setempat, menurut mereka hal ini diakibatkan karena wilayah Baktiraja yang
sempitterbatas, dan daya konsumsi yang rendah, jadi jika ada yang berusaha akan sulit untuk berkembang. Menurut salah seorang Informan I. Silalahi LK 50 tahun
“Miskin dari segi kepemilikan yaitu modal hanya sedikit, otomatis penghasilan sedikit juga paling-paling sanggup membuat keramba kira-kira 8 kotak. Itupun
sudah meminjam kesana kemari istilahnya gali lobang tutup lobang haha... Miskin itu sebenarnya bukan hanya terletak disitu saja, bisa juga dikatakan SDM-nya
rendah sehingga tidak tahu bagaimana cara mengubah nasib, etos kerjanya yang kurang dan tidak memiliki visi dalam bekerja sebenarnya pekerja itu adalah
sebagai profesi jadi kalau tidak di nikmati pekerjaannya, tidak sabar, tidak ada skill akan tetap miskin, yaitu dia kenapa SDM kita rendah, karena putra daerah
yang sudah tergolong sukses, seperti segan kembali ke daerah ini, mereka lebih suka di kota, jadi tidak ada yang membangun SDMnya.
4.4.2. Sumber Daya Alam SDA
Menurut peserta FGD dan masyarakat Baktiraja, kualitas SDA saat ini terus semakin merosot, kemerosotan tersebut menurut mereka disebabkan karena kondisi
alam yang tidak menentu, menurut sebagian masyarakat sepertinya daerah ini telah terkena bala, menurut penduduk desa dan juga menurut peserta FGD bahwa unsur
hara yang ada didalam tanah hampir habis akibat penggunaan bahan-bahan kimia seperti pupuk, obat-obatan yang mereka pakai yang berlebihan yang mengakibatkan
tanah menjadi panas dan gersang. Menurut para orangtua yang sudah dikategorikan tua dari segi umur, penyebabnya yang paling besar tanaman itu tidak sebaik dulu lagi
adalah dipengaruhi oleh bahan kimia yang berlebihan, karena menurut pengalaman
Universitas Sumatera Utara
mereka dulu dalam bertani, sebelum tiba musim menanam mereka pasti membuat kompos dan daun-daunan untuk tanaman dan hasilnya bisa dipastikan lumayan baik
tanpa menggunakan bahan-bahan kimia seperti banyaknya sekarang ini. Selain itu juga penggunaan bahan kimia menurut para petani keramba penggunaan bahan kimia
itu diprediksi berpengaruh pada ikan-ikan yang mereka pelihara, dimana pada saat hujan ikan-ikan mereka banyak yang mati, karena sungai dan bondar selokan yang
ada di daerah itu mengalir ke Danau Toba, sungai dan selokan tersebut yang mengalir ke danau yang membawa sisa-sisa dari bahan kimia tersebut. Menurut peserta FGD
bahwa daerah Baktiraja ini dulunya terkenal dengan bawang merah dan juga tanaman-tanaman yang lain seperti cabe, tomat dan sayur, kacang tanah, tetapi
sekarang ini bawang merah juga sudah susah untuk tumbuh dan lebih sering gagal panen, dimana pada saat baru tumbuh bawang merah tersebut seperti terbakar,
dimana daun dan umbinya merah kekuning-kuningan, sama halnya dengan cabe, dulunya cabe di daerah ini tidak pernah pakai mulsa tetapi belakangan ini hampir
semua yang menanam cabe harus pakai mulsa, dan hasilnya juga tidak dapat dipastikan akan lebih baik, padahal biaya untuk membeli mulsa sangat tinggi,
tanaman yang lain juga mengalami kerusakan, seperti pohon kelapa juga ikut rusak, dimana ujung daun kelapa tersebut semuanya menguning dan akhirnya ada yang
mati, dan jika belum mati buahnya tidak enak lagi seperti rasa basi, dan buahnya menjadi berkurang drastis. Sebenarnya dulu hasil dari pertanian di daerah ini sangat
potensial dan sangat bisa diandalkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari dan juga untuk sekolah, walaupun semuanya masih dikelola secara tradisional. Menurut
peserta FGD dan juga masyarakat ikan yang ada di Danau Toba pun sepertinya susah
Universitas Sumatera Utara
berkembang, misalnya ikan nila, ikan mas, ikan lele, lappan nama ikan di daerah Baktiraja sudah agak jarang di temukan kecuali dipelihara, yang ada sekarang lebih
banyak adalah ikan nila, hal inilah yang membuat perekonomian masyarakat semakin parah, untunglah ada ikan yang baru ada di Danau Toba yaitu ikan pora-pora nama
ikan yang baru di Danau Toba itulah yang dapat diandalkan oleh masyarakat, dimana masyarakat menangkapnya dengan menggunakan jala, durung jaring ikan terbuat
dari besi dan kawat, dan juga pakai jaring apung dan jaring tenggelam. Ikan ini juga awal-awalnya harganya lumayan memadai kira-kira enam ribu per kilogramnya,
tetapi belakangan ini harganya semakin merosot, hanya kira-kira seribu lima ratus sampai dua ribu saja, masyarakat Baktiraja kini dalam kondisi ekonomi yang sangat
sulit dan memprihatinkan, pemerintah terus berusaha membantu masyarakat, misalnya dengan memberikan bibit ikan, memberikan benih padi, bantuan beras dan
uang pada yang sudah lanjut usia, termasuk subsidi bahan bakar minyak BBM dan program nasional pemberdayaan masyarakat PNPM mandiri, tetapi bantuan itu
juga seolah tidak bermanfaat jika dibandingkan dengan hasil panen mereka sebelum sekarang ini. Menurut salah seorang informan Henry Sinambela Lk 39 tahun
“Sumber daya alam berkurang karena penggunaan bahan kimia yang berlebihan, sebenarnya baiknya tanaman tetapi sekarang ini supaya lebih bagus di buat pupuk
banyak-banyaknya akhirnya terbakarlah tanah itu atau PH nya berkurang itulah yang menyebabkan kualitas tanah itu jadi rendah, dan sebenarnya dulu sangat
suburnya tanah Baktiraja ini”.
“Menurut salah seorang informan Donvri Sihite Lk 28 tahun, bahan kimia itu berpengaruh, bila hujan terus menerus, sungai meluap, pastilah membawa sisa-sisa
Universitas Sumatera Utara
pestisida ke Danau. Kenapa dikatakan demikian? Karena musim hujanlah banyak ikan-ikan kami yang mati lalu rugilah”.
4.4.3. Ekonomikeuangan