PEMIKIRAN DAN AKTIVITAS DAKWAH AHMAD LUTFI PENUTUP

niat dakwah yang bukan didasari oeh watak keuniversalan Tuhan, menjadi tidak relevan. 3 Visi seorang juru dakwah adalah sebagai pembangun dan pengembang masyarakat Islam, seperti dapat dilihat dan dibaca dalam pandangan para pemikir dan pelaku dakwah rijal al Fikr wa al- da’wah. A. Ilyas Ismail dalam bukunya mengutip pendapat Abdullah Nasih Ulwan, seorang da’i harus memerankan enam tugas atau misi, diantaranya sebagai tutor muhaddits, edukator mudarris, orator khathib, mentor muhadhir, pembuka dialog munaqisy wa muhawwir, budayawan adib, dan penulis katib. 4 Melihat kenyataan yang dihadapi saat ini yaitu banyak para aktivis dakwah yang muncul dan diidolakan masyarakat, umumnya tidak memiliki basis keilmuan dakwah yang kuat tsaqofah, knowledge, skill, dan hard competence. Sosok da’i haruslah menjadi penyemangat motivator yang dapat mengajak masyarakat menuju tatanan hidup yang sejahtera. Kegiatan para juru dakwah bukan hanya dengan sosok muballigh dengan muka berapi-api di depan ribuan orang. Dakwah verbal seperti pidato dan ceramah terkadang tidak efektif karena tidak langsung menyentuh masyarakat. Maka, dengan kehadiran media massa yang semakin canggih, patutlah para aktivis dakwah memanfaatkannya dalam menyebarkan ajaran Islam. 3 Ahmad lyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, Jakarta: Kencana Media Group, 2011, hlm. 13 4 Ahmad Ilyas Ismail dan Prio Hotman, Filsafat Dakwah Rekayasa Membangun Agama dan Peradaban Islam, hlm. 75 Seiring dengan problematika dakwah saat ini, maka seorang da’i haruslah pandai menyelesaikan segala persolan yang ada. Da’i harus menggunakan pemikiran yang tepat dalam mencari metode alternatif, sehingga proses dakwahnya dapat terus berjalan di mana dan kapan saja. Selepas meninggalnya Guru Mughni, yang merupakan ulama betawi ternama di era akhir 1800 dan awal 1900-an, sempat terjadi beberapa kefakuman dalam aktivitas keagamaan. Sehingga Ahmad Lutfi Fathullah yang merupakan cucu dari Ulama yang mempunyai nama lengkap Abdul Mughni bin Sanusi bin Ayyub bin Qais, meneruskan perjuangan Sang Kakek dalam menegakkan kalimatullah di muka bumi. Ahmad Lutfi Fathullah terlahir dari pasangan H. Fathullah dan Hj. Nafisah, pada tanggal 25 Maret 1964, di Kuningan, Jakarta Selatan. Beliau mengawali jenjang pendidikannya di SDN 01 Kuningan Timur Jakarta Selatan yang lulus pada tahun 1977. Sebagai pasangan orangtua, H. Fathullah dan Hj. Nafisah mempersiapkan diri Ahmad Lutfi Fathullah dengan mendaftarkan sekolah ke Pondok Modern Darussalam Gontor, Ponorogo untuk belajar ilmu agama. Selama tujuh tahun 1977-1984, masa pendidikan SMP dan SMA beliau habiskan di sana. Belajar di luar kota dan jauh dari tempat kelahirannya, merupakan hal yang biasa dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah. Setelah lulus dari Pondok Gontor, beliau mendapat kesempatan beasiswa S1 di Damascus University, jurusan Ilmu Fiqih dan Ushul. Selanjutnya beliau mendaftar S2 di Jordan dan