Latar Belakang Keluarga Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Beliau dikenal sebagai sosok anak yang pemberani, ulet, dan tekun. Beliau sudah terbiasa jauh dari asuhan orangtua. Setelah lulus dari SDN 01 Kuningan Timur Jakarta, beliau melanjutkan sekolah di Pondok Pesatren Modern Gontor Ponorogo. Selama tujuh tahun masa sekolah beliau habiskan di sana. Setelah lulus, beliau langsung melanjutkan ke Universitas Damaskus, Syiriah. Sosok semangat belajar dapat ditemukan dalam dirinya. Menjadi seperti Sang Kakek adalah impian terbesar dalam hidupnya. Tidak ada kata lelah untuk menuntut ilmu. Beliau tidak pernah mengambil cuti atau beristirahat untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Di Syiria, Damaskus, itulah tempat pertemuan antara Ahmad Lutfi Fathullah dan Jehan Azhari, yaitu seorang wanita keturunan asli Syiria- Indonesia. Ahmad Lutfi Fathullah mempersunting wanita berparas cantik itu pada tahun 1993, tepatnya saat beliau berusia 29 tahun. Saat ini mereka sudah dikaruniai tiga orang anak yaitu Hanin Fathullah, Muhammad Hadi Fathullah, dan Rahaf Fathullah. 4 Kesibukan untuk belajar di luar negeri, membuat Ahmad Lutfi Fathullah berpisah beberapa kali dengan keluarganya. Hal itu telah menjadi kebiasaan yang dianggap sebagai bagian dari jalan dakwah. Anak-anak pun sudah harus terbiasa dengan keadaan seperti itu, yang jarang untuk bertemu dengan ayahnya. Namun dengan perkembangan teknologi yang canggih saat ini, semua itu bukan menadi masalah. Terdapat banyak sarana komunikasi yang memadai, yang dapat digunakan untuk menghubungi satu sama lainnya. 4 ibid. Selain itu, pendampingan dari seorang ibu yang maksimal harus selalu dijaga. Agar sosok seorang ayah selalu hadir meskipun sedang jauh. Ahmad Lutfi Fathullah dikenal sebagai seorang sosok yang bijak di dalam keluarga. Menurut beliau peran istri sangat banyak dalam hal mendidik anak. Beliau percaya kepada sang istri, Jehan Azhari, agar dapat membesarkan anak-anak yang dititipkan oleh Allah SWT itu tumbuh menjadi orang yang sukses. Salah satu langkahnya yakni dengan mencari sekolah yang dipercaya, yang mempunyai visi dan misi sama dengan konsep pendidikan anak shaleh. Karena menurut beliau keluarga dan sekolah adalah dua hal yang dapat membentuk karakter dan pola pikir anak. Keluarga Ahmad Lutfi Fathullah mencoba menerapkan model keluarga dengan pendidikan agama yang lengkap, baik di rumah maupun di sekolah. Selama di rumah, anak-anak dibatasi dalam menonton televisi, sehingga waktu mereka tidak terbuang hanya dengan menonton tayangan yang kebanyakan kurang bermanfaat. Di sekolah, mereka dapat menuntut ilmu yang seimbang antara dunia dan akhirat. 5

B. Latar Belakang Pendidikan Dr. Ahmad Lutfi Fathullah, MA

Ahmad Lutfi Fathullah mengawali jenjang pendidikannya di SDN 01 Kuningan Timur Jakarta Selatan. Masa pendidikan beliau di tempat ini selama 6 tahun 1971-1977. Aktivitas menggali ilmu di SD tersebut beliau jalankan setiap pagi. Sedangkan pada sore harinya beliau mengikuti Sekolah Diniyah untuk mengenal dan memperdalam ilmu agama. 5 Wawancara pribadi dengan Jehan Azhari, 28 April 2013. Setelah lulus pada tahun 1977, beliau melanjutkan pendidikannya di luar kota Jakarta. Beliau mendaftarkan diri untuk menjadi santri di Pondok Modern Darussalam Gontor. Pendidikan di sana lebih ditekankan kepada pendidikan karakter dan pembentukan jati diri, sehingga pribadi mudah bergaul, pandai berorganisasi didapatkan di sana. Ahmad Lutfi Fathullah gemar bermain sepak bola. Beliau bergabung dalam Club Sepak Bola Darmajaya pada saat di Gontor. Organisasi yang beliau pilih saat di sana yaitu menjadi anggota Pramuka. Menjadi seorang Pramuka dan anggota club sepakbola membuatnya memperoleh banyak teman dan pengalaman. Beliau dikenal sebagai santri yang patuh dan disiplin. Namun dari sisi prestasi beliau tidak terlalu menonjol. 6 Pada saat di Gontor, berjauhan dari keluarga, terlebih saat Ramadhan dan Lebaran tiba, ternyata sudah biasa dijalani oleh anak keturunan asli Betawi ini. Keluarga Ahmad Lutfi Fathullah memang mempunyai tujuan mulia, meskipun harus hidup berjauhan. Beliau menyelesaikan pendidikan di Pondok Darussalam selama tujuh tahun 1977-1984. 7 Setelah lulus, beliau sempat ber sekolah di Assyafi’iyah, namun hanya dalam beberapa bulan. Beliau mendapat kesempatan beasiswa S1 di Damascus University, Syiria. Fiqih dan Ushul menjadi kajian yang dipilihnya saat itu. Proses pendaftaran memakan waktu cukup lama, sehingga sesampainya di sana ujian semester sedang dilakukan. Hanya tersisa tiga mata kuliah dan beliau terpaksa harus mengikutinya. Alhasil beliau tidak lulus di semester 6 Wawancara pribadi dengan Sunandar, 9 Mei 2013. 7 Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013. pertama. Tetapi pada semester berikutnya, beliau berhasil lulus ujian dengan hasil yang memuaskan. 8 Pengetahuan keagamaan Ahmad Lutfi Fathullah menjadi lebih mendalam. Selepas b a’da Shubuh setiap pagi selalu mengaji langsung kepada guru. Beliau aktif bertemu guru untuk mengaji dan menghafal Al- Qur’an. S etiap ba’da Ashar, beliau bekerja menjadi cleaning service di Kedutaan Besar Republik Indonesia KBRI. Tidak setiap hari pekerjaan itu dilakukannya, karena semua mahasiswa Indonesia yang belajar di sana mengambil pekerjaan itu sehingga ada jadwal tertentu. KBRI tidak memberikan beasiswa, tetapi mereka gantikan dengan memberikan pekerjaan ringan, namun upahnya besar. Aktivitasnya yang padat selama di sana ternyata tidak membuat beliau lelah. Beliau juga mengajar les pelajaran agama untuk anak-anak di sana. Membaca hasil kuliah jarang dilakukan oleh Ahmad Lutfi Fathullah. Beliau lebih senang untuk belajar agama langsung kepada guru-guru di sana. Sehingga pengetahuan beliau tentang agama menjadi lebih bertambah ketika berada di Syiria. Tingkat kelulusan di sana masih rendah yaitu sekitar 25-30 persen untuk semua orang, baik asing maupun lokal. Dari angkatan beliau yang masuk sekitar 1500 orang, sedangkan yang lulus hanya 100 orang dan Beliau peringkat 10 dari 100 orang. Masa pendidikan beliau habiskan selama kurang lebih empat tahun setengah tahun 1985-1989. 9 8 Wawancara pribadi dengan Ahmad Lutfi Fathullah, 9 April 2013. 9 ibid.